Wednesday, January 17, 2018

Pemberian Tugas Pendahuluan (skripsi dan tesis)


Tugas pendahuluan adalah tugas yang diberikan kepada siswa dalam bentuk tugas individu. Tugas itu diberikan kepada siswa dalam bentuk soal-soal essay yang harusdijawabnya, setelah mempelajari materi-materi pelajaran yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Dengan tugas pendahuluan ini diharapkan sebelum menerima pelajaran dari guru, dalam diri siswa telah terbentuk struktur kognotif yang diperoleh dari tugas pendahuluan tersebut. Dengan demikian diharapkan ketika masuk kelas, siswa sudah siap dari rumah tentang konsep-konsep yang akan diberikan oleh guru. Keadaan ini diharapkan dapat membantu sisa dalam memahami konsep-konsep geografi.
Pemberian tugas pendahuluan ini sesuai dengan anjuran Ausubel yang mengatakan bahwa yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang diketahui oleh siswa ( Dahar, 1989: 117 ). Dengan tugas pendahuluan ini akan terbentuk struktur kognitif siswa.
Struktur kognitif inilah yang diharapkan untuk dapat meningkatkan kebermaknaan suatu pembelajaran sehingga siswa lebih mudah memahami pelajaran.Agar terjadi belajar bermakna maka konsep baru harus dikaitkan dengan konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Ausubel menerapkan suatu pengatur awal agar terjadi belajar bermakna.

Sehubungan dengan penelitian menggunakan metode pemberian tugas pendahuluan sebagai pengatur awal.

Kelebihan dan Kelemahan Pemberian Tugas (skripsi dan tesis)


Metode pemberian tugas ini dalam pelaksanaannya memiliki beberapa kelebihan disamping juga mempunyai beberapa kelemahan.
Adapun kelebihan metode pemberian tugas :
a.       Metode ini merupakan aplikasi pengajaran modern disebut juga azas
b.      aktivitas dalam mengajar yaitu guru mengajar harus merangsang
c.       siswa agar melakukan berbagai aktivitas sehubungan dengan apa yang dipelajari.
d.      Dapat memupuk rasa percaya diri sendiri
e.       Dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari, mengolah menginformasikan dan dan mengkomunikasikan sendiri.
f.       Dapat mendorong belajar, sehingga tidak cepat bosan
g.      Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa
h.      Dapat mengembangkan kreativitas siswa
i.        Dapat mengembangkan pola berfikir dan ketrampilan anak.
Adapun kelemahan metode pemberian tugas
a.       Tugas tersebut sulit dikontrol guru kemungkinan tugas itu dikerjakan oleh orang lain yang lebih ahli dari siswa.
b.      Sulit untuk dapat memenuhi pemberian tugas
c.       Pemberian tugas terlalu sering dan banyak, akan dapat menimbulkan keluhan siswa,
d.      Dapat menurunkan minat belajar siswa kalau tugas terlalu sulit
e.       Pemberian tugas yangmonoton dapat menimbulkan kebosanan siswa apabila terlalu sering.
f.       Khusus tugas kelompok juga sulit untuk dinilai siapa yang aktif.


Tehnik Pemberian Tugas (skripsi dan tesis)


Tehnik pemberian tugas biasa digunakan dengan tujuan agar siswa memilikihasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihanselama melakukan tugas; sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatudapat lebih terintegrasi. Hal itu terjadi disebabkan siswa mengalami situsia ataupengalaman yang berbeda, waktu menghadapi masalah-masalah baru. Disampingitu untuk memperoleh pengatahuan pada saat melaksanakan tugas akanmemperluas dan memperkaya pengetahuan serta keterampilan siswa di sekolah,melalui kegiatan diluar sekolah itu.Dengan kegiatan melaksanakan tugas siswa aktif belajar; dan merasaterangsang untuk meningkatkan belajar yang lebih baik, memupuk inisiatif danberani betrtanggung jawab sendiri. Banyak tugas yang harus dikerjakan siswa,hal-hal tersebut mampu menyadarkan siswa untuk selalu memanfaatkan waktusenggangnya untuk hal-hal yang menunjang belajarnya; dengan mengisi kegiatanyang berguna dan konstruktif.Pada guru diharapkan bila akan menggunakan tehnik ini agar sasaran yangdisebutkan diatas dapat tercapai, maka perlu mempertimbangkan apakah tujuan-tujuan yang akan dicapai dengan tugas itu cukup jelas? Cukup dipahami olehsiswa, sehingga mereka melaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Begitu jugatugas yang anda berikan cukup jelas bagi siswa, sehingga mereka tidak bertanya-tanya lagi apa yang harus dikerjakan, dan apa yang menjadi tugasnya.

Setelah siswa telah memahami tujuan dan makna tugas, maka mereka akanmelaksanakan tugas dengan belajar sendiri, atau mencari nara sumber sesuaidengan tujuan yang telah digariskan dan penjelasan dari guru. Dalam proses iniguru perlu mengontrol, pelaksanaan tugas itu, apakah dikerjakan dengan baik,apakah dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak dikerjakan oleh orang lain, maka perludiawasi dan diteliti.Sebab itu dalam pelaksanaan tehnik pemberian tugas perlu memperhatikanhal-hal sebagai berikut: (1) Merumuskan tujuan khusus dari tugas yang diberikan,(2) Pertimbangkan betul-betul apakah pemilihan tehnik pemberian tugas itu telahtepat dapat mencapai tujuan yang anda rumuskan, dan (3) Anda perlumerumuskan tugas-tugas dengan jelas dan mudah dimengerti. (Roestiyah NKdalam Enjang R, 2004)

Mata Pelajaran Geografi (skripsi dan tesis)


Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan dalam segala perwujudan makna: hidup sepanjang hayat, dan dorongan peningkatan kehidupan.  Lingkup bidang  kajiannya  memungkinkan manusia memperoleh  jawaban  atas  pertanyaan dunia sekelilingnya  yang menekankan pada aspek-aspek spasial eksistensi manusia, agar manusia memahami karakteristik dunianya dan tempat hidupnya.
Bidang kajian geografi meliputi muka bumi dan proses-proses yang membentuknya, hubungan antara manusia dengan lingkungan, serta pertalian antara manusia dengan tempat-tempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi-dimensi alam dan manusia di dunia, dalam menelaah manusia, tempat-tempat, dan lingkungannya.

Mata pelajaran Geografi mengembangkan pemahaman siswa tentang organisasi spasial, masyarakat, tempat-tempat, dan lingkungan pada muka bumi. Siswa didorong untuk memahami proses-proses fisik yang membentuk pola-pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di muka bumi, sehingga diharapkan siswa dapat memahami bahwa manusia menciptakan wilayah (region) untuk menyederhanakan kompleksitas muka bumi. Selain itu, siswa dimotivasi secara aktif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat-tempat dan wilayah. 

Pembelajaran Metode Grup Investigation (skripsi dan tesis)


Santyasa mengungkapkan pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John dewey tentang pendidikan, bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Menurut Winataputra (1992:39) model GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.
Menurut Depdiknas (2005:18) pada pembelajaran ini guru seyogyanya mengarahkan, membantu para siswa menemukan informasi, dan berperan sebagai salah satu sumber belajar, yang mampu menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah. Menurut Winataputra (1992:63) sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar. Guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran serta membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah kelompok.
Ibrahim, dkk. (2000:23) menyatakan dalam kooperatif tipe GI guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa heterogen dengan mempertimbangkan keakraban dan minat yang sama dalam topik tertentu. Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan kelompok merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk menangani konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam diskusi kelas ini diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa.
Slavin (dalam Asthika, 2005:24) mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
a.    Tahap Pengelompokan (Grouping)
Tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap ini: 1) siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan, 2) siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki, 3) guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
b.     Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang: (1) Apa yang mereka pelajari? (2) Bagaimana mereka belajar? (3) Siapa dan melakukan apa? (4) Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?

Misalnya pada topik Bangun Datar, pada tahap ini: 1) siswa belajar tentang jenis-jenis bangun datar beserta cara menghitung luasnya 2) siswa belajar dengan menggali informasi, bekerjasama dan berdiskusi, 3) siswa membagi tugas untuk memecahkan masalah topik tersebut, mengumpulkan informasi, menyimpulkan hasil investigasi dan mempresentasikan di kelas, dan (4) siswa belajar untuk mengetahui asal mula dari rumus luas bangun datar tersebut.
c.    Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, 2) masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok, 3) siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat. Misalnya: 1) siswa menemukan cara-cara pembuktian rumus luas bangun datar, 2) siswa mecoba cara-cara yang ditemukan dari hasil pengumupulan informasi terkait dengan topik bahasan yang diselidiki, dan 3) siswa berdiskusi, mengklarifikasi tiap cara atau langkah dalam pemecahan masalah tentang topik bahasan yang diselidiki.
d.   Tahap Pengorganisasian (Organizing)

Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut: 1) anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proteknya masing-masing, 2) anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, 3) wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.,
e.     Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: (1) penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian, (2) kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar, (3) pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan. Misalnya: 1) siswa yang bertugas untuk mewakili kelompok menyajikan hasil atau simpulan dari investigasi yang telah dilaksanakan, 2) siswa yang tidak sebagai penyaji, mengajukan pertanyaan, saran tentang topik yang disajikan, 3) siswa mencatat topik yang disajikan oleh penyaji.
f.      Tahap evaluasi (evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: 1) siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya, 2) guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan, 3) penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa. Misalnya: 1) siswa merangkum dan mencatat setiap topik yang disajikan, 2) siswa menggabungkan tiap topik yang diinvestigasi dalam kelompoknya dan kelompok yang lain, 3) guru mengevaluasi dengan memberikan tes uraian pada akhir siklus.
Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.  Dalam pembelajaran kooperatif model GI ini guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30): Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation

a.         Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok.Guru  memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
b.        Tahap II
Merencanakan tugas. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
c.         Tahap III
Membuat penyelidikan. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
d.        Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
e.         Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
f.     Tahap VI

Evaluasi.

Ciri-ciri Metode Pembelajaran Kooperatif (skripsi dan tesis)



Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah; (1) belajar bersama dengan teman, (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung pada siswa sendiri, (8) siswa aktif (Stahl, 1994).

Tujuan Pembelajaran Kooperatif (skripsi dan tesis)


Pengembangan pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mencapai hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Masing-masing tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Pencapaian Hasil Belajar. Slavin dan para ahli lain percaya bahwa memusatkan perhatian pada kelompok pembelajaran kooperatif dapat mengubah norma budaya anak muda dan membuat budaya lebih dapat menerima prestasi menonjol dalam berbagai tugas pembelajaraan akademik. Disamping merubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan pada siswa yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik, baik kelompok bawah maupun kelompok atas. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor kepada teman sebaya yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
(b). Penerimaan Terhadap Keragaman. Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat social, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Goldon Allport (1954) mengemukakan telah diketahui bahwa banyak kontak fisik saja diantara orang-orang yang berbeda ras tau kelompok etnik tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, serta belajar untuk menghargai satu sama lain.

(c). Pengembangan Keterampilan Sosial. Tujuan penting ketiga ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Ketarampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat, banyak kerja orang dewasa dilakukan dalam organisasi yang bergantung satu sama lain dalam masyarakat meskipun bergam budayanya. Sementara itu banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering terjadi suatu pertikaian kecil antar individu dapat mengakibatkan tidakan kekerasan, atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan ketika diminta untuk bekerja dalam situasi kooperatif. Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama.

Pengertian Tipe Pembelajaran Kooperatif (skripsi dan tesis)


Ada beberapa definisi tentang pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh  para ahli pendidikan. Slavin (1995) dalam Nur Asma. (2006: 11) mendefinisikan belajar kooperatif sebagai berikut “cooperative learning methods share the idea that students work together to learn and are responsible for their teammates learning as well as their own”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama saling menyumbang pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok.
Davidson dan Kroll (1991) dalam Nur Asma. (2006: 11) mendefinisikan belajar kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam tugas mereka. Roestiyah N.K. (2001: 15) mengemukakan bahwa tehnik ini ialah suatu cara mengajar dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok teridiri dari lima atau tujuh siswa, mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah, atau melaksanankan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan oleh guru.

Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif ialah siswa belajar dengan cara bekerja sama dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan penuh tanggung jawab pada aktifitas belajar kelompoknya, sehingga materi yang diajarkan guru mudah dipahami oleh seluruh anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif menekankan kerja sama antar siswa dalam kelompok. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami suatu konsep jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Banyak anggota suatu kelompok dalam belajar kooperatif, biasanya terdiri dari empat sampai enam orang dimana anggota kelompok yang terbentuk diusahakan heterogen berdasarkan perbedaan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan etnis.

Metode Kooperatif TAI (Student Team Achievement Divison) (skripsi dan tesis)


Team Assisted Individualization (TAI) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang diperkenalkan oleh Slavin, Leavey, dan Madden pada tahun 1986. Terjemahan bebas dari istilah tersebut adalah Bantuan Individual Dalam Kelompok (BIDAK). Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe Team Assisted Individualization (TAI) ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Pola komunikasi guru adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.
Prinsip dasar dalam model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization (TAI) adalah menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual, siswa secara individu belajar materi dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru dalam jumlah tertentu dan siswa dengan kemampuan yang lebih unggul memberikan bantuan kepada anggota lain dalam kelompoknya jika mengalami kesulitan dalam mempelajari materi pembelajaran. Dalam pembelajaran Tipe Team Assisted Individualization (TAI) siswa belajar pada tingkat kemampuan mereka sendiri-sendiri. Sehingga kecepatan belajar pada proses pembelajaran sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Selain itu pembelajaran dalam kelompok kecil tipe TAI mengutamakan pemberian bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Siswa yang mengalami kesulitan akan dibantu siswa yang lebih paham atau yang berkemampuan tinggi. Agar semua siswa memahami materi yang disampaikan dan diharapkan pula adanya peningkatan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki delapan komponen seperti yang dikemukakan Slavin (2009 : 195 - 200) yaitu sebagai berikut :
1.        Team, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 peserta didik.
2.        Placement test, yaitu pemberian pretest kepada peserta didik atau melihat rata-rata nilai harian peserta didik agar guru mengetahui kelemahan peserta didik pada bidang tertentu.
3.        Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
4.        Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada peserta didik yang membutuhkan.
5.        Team scorers and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam mengerjakan tugas.
6.        Teaching group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.
7.        Fact test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh peserta didik.
8.        Whole-class unit, yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhir waktu pembelajaran.
 Slavin (2009 : 160) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TAI mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
a.    Guru akan terlibat secara minimal dalam pengaturan dan pengecekan rutin.
b.    Guru akan menggunakan paling sedikit separuh waktunya mengajar dalam kelompok-kelompok kecil.
c.    Pelaksanaan program sederhana.
d.   Siswa akan termotivasi pada hasil secara teliti dan cepat.
e.    Para siswa dapat mengecek pekerjaan satu sama lain.
f.     Programnya mudah dipelajari, baik oleh guru maupun siswa.
g.    Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif, dengan kelompok yang heterogen mampu membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif.
Selain memiliki keunggulan, model pembelajaran kooperatif tipe TAI juga mempunyai kekurangan-kekurangan. Sugandi (2005:27) menyebutkan kekurangan tersebut antara lain, dibutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama untuk pembuatan dan pengembangan perangkat pembelajaran. Selain itu, apabila siswa dalam kelas sangat besar, maka guru akan mengalami kesulitan dalam membimbing siswa yang membutuhkan bimbingan


Karakteristik dan Prinsip Cooperative Learning (skripsi dan tesis)


Karakteristik merupakan perilaku yang tampak dan akan menjadi tabiat atau karakter dari kegiatan Cooperative Learning. Pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan belajar dalam kelompok. Karena pembelajaran Cooperative Learning memiliki karakteristik tertentu. Menurut Anita Lie (2007:32) pembelajaran Cooperative Learning memiliki lima karakteristik khusus, yaitu :
1.      Saling ketergantungan.
2.      Tanggung jawab perseorangan.
3.      Tatap muka. Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.
4.      Komunikasi antar kelompok.
5.      Evaluasi komunikasi kelompok.
Sebagai suatu model pembelajaran, Cooperative Learning muncul dengan beberapa prinsip. Stahl (Solihatin, 2008 : 7 - 9) mengenalkan ada sembilan konsep dasar atau prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penggunaan pembelajaran kooperatif, meliputi :
1)        Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas. Tujuan belajar disini menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan siswa dalam kegiatan belajarnya. Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran dan dirumuskan dengan jelas dan spesifik.
2)        Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar. Siswa dikondisikan untuk mengetahui dan menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas.
3)        Ketergantungan yang bersifat positif. Guru merancang struktur tugas kelompok dan suasana belajar yang memungkinkan siswa merasa tergantung secara positif pada anggota kelompoknya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas belajar yang diberikan.
4)        Interaksi yang bersifat terbuka. Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat terbuka dan langsung sehingga siswa akan saling member dan menerima masukan, ide, saran dan kritik dari temannya dalam mendiskusikan materi dan tugas yang diberikan oleh guru.
5)        Tanggung jawab individu. Keberhasilan model pembelajaran kooperatif ini dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam menerima dan member apa yang telah dipelajarinya kepada siswa lainnya sehingga ada dua tanggung jawab siswa yaitu mengerjakan dan memahami tugas bagi keberhasilan diri dan kelompok yang lain.
6)        Kelompok bersifat heterogen. Keanggotaan kelompok dalam pelaksanaan model belajar ini bersifat heterogen sehingga interaksi kerjasama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Kondisi heterogen di sini meliputi kemampuan akademis, maupun jenis kelamin.
7)        Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif. Pada kegiatan bekerja dalam kelompok, siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan interaksinya dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam mengerjakan tugas kelompok. Untuk itu, guru bertanggungjawab menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku siswa yang baik dalam bekerjasama.
8)        Tindak lanjut (follow up). Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya.
9)        Kepuasan dalam belajar. Setiap siswa harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya. Untuk itu guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Dalam buku Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Trianto (2007 : 42) dinyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif memiliki tujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama dengan siswa yang berbeda latar belakang.

Pengertian Model Kooperatif (skripi dan tesis)


Pembelajaran kooperatif berasal dari Bahasa Inggris “Cooperative Learning”. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Slavin (Solihatin, 2008 : 4) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.”
Ditambahkan oleh Solihatin (2008 : 5) model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesame anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan hasil belajar.
Sejalan dengan itu Anita Lie, dalam bukunya Cooperative Learning Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas (2007 : 12) dinyatakan sebagai “model pembelajaran gotong-royong karena memberikan kesempatan kepada siswa/peserta didik untuk bekerja sama dalam tugas-tugas yang terstruktur dan disini guru sebagai fasilitator.
Sedangkan istilah Cooperative Learning dalam wacana Indonesia dikenal dengan pembelajaran kooperatif. Istilah ini lebih bermakna daripada sekedar belajar kelompok tradisional yang membentuk kelompok kerja dengan lingkungan yang positif dan meniadakan persaingan individu dalam kelompok untuk mencapai prestasi akademik. Penggunaan model Cooperative Learning merupakan suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang membutuhkan partisifasi dan kerjasama dalam kelompok.
Cooperative Learning merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan aktifitas siswa dalam belajar kelompok kecil, mempelajari materi pembelajaran dan mengerjakan. Anggota kelompok bertanggung jawab atas kesuksesan kelompoknya. Model pembelajaran ini memanfaatkan bantuan siswa lain untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan bahan pembelajaran, karena terkadang siswa lebih paham akan hal yang disampaikan temannya daripada gurunya, serta bahasa yang digunakan oleh siswa terkadang lebih mudah dipahami oleh siswa lainnya.
Dalam Cooperative Learning ada struktur tugas yang bersifat kooperatif, sehingga memungkinkan terjadi interaksi yang baik dan hubungan yang bersifat interdependensi efektif diantara kelompok. Pola hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan bekerjasama antar anggota kelompoknya selama belajar kelompok. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama secara kolaboratif dan membantu untuk memahami suatu materi, memeriksa dan memperbaiki pekerjaan teman serta kegiatan lainnya, dengan tujuan mencapai hasil belajar yang tinggi serta harus ditanamkan kepada siswa bahwa belajar belum selesai apabila salah satu anggota kelompok belum menguasai pembelajaran.
Cooperative Learning memungkinkan timbulnya komunikasi dan interaksi yang berkualitas antara siswa dengan siswa dalam kelompok, maupun siswa dengan siswa antar kelompok, dan guru dapat berperan sebagai motivator, fasilitator dan moderator. Pada pembelajaran ini juga, siswa ditempatkan pada peran yang sama untuk mencapai tujuan belajar, penguasaan materi pembelajaran dan keberhasilan pembelajaran, yang dipandang tidak semata-mata dapat ditentukan oleh guru, tetapi merupakan tanggung jawab bersama. Hal tersebut akan mendorong tumbuh dan kembangnya rasa kebersamaan dan saling membutuhkan diantara siswa.
Pengelompokan siswa secara heterogenitas merupakan ciri yang menonjol dalam model pembelajaran Cooperative Learning. Heterogenitas kelompok bias dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama dan sosial. Misalnya dua orang kemampuan akademis tinggi, dua orang berkemampuan sedang, dan satu orang lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.
Johnson (Isjoni, 2009 : 24) mengemukakan bahwa “Cooperative Learning dapat menghasilkan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berfikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain”.
Disamping memiliki keunggulan model pembelajaraan Cooperative Learning memiliki kelemahan. Isjoni (2009 : 25) mengungkapkan beberapa kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, antara lain sebagai berikut :
a)      Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.
b)     Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
c)      Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

d)     Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa lain menjadi pasif .