Daerah terpencil adalah daerah yang memiliki kondisi sosial, ekonomi dan
fisik relatif tertinggal dibandingkan daerah lain atau sekitarnya, yang
dicirikan oleh adanya permasalahan sebagai berikut :
a.
rendahnya tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat,
b.
keterbatasan Sumberdaya Alam (rendahnya produktifitas
lahan / kritis minus),
c.
rendahnya aksesibilitas
d.
terbatasnya ketersediaan prasarana dan sarana kawasan,
e.
serta rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia.
Berkaitan dengan Penuntasan Program Wajib Belajar 9
Tahun, Departemen Pendidikan Nasional menyatakan bahwa salah satu permasalahan
penuntasan Wajar 9 tahun berkaitan dengan daerah terisolir adalah pemerataan dan perluasan akses yang
didasarkan pada kenyataan bahwa:
a. APK rata-rata nasional SMP/MTs/Sederajat
tahun 2006 masih 88,68%, sehingga ada sekitar 1,47 juta anak usia 13-15 tahun
yang belum mendapatkan layanan pendidikan SMP/MTs/Sederajat.
Anak usia 13-15 yang belum memperoleh
layanan pendidikan SMP/MTs/Sederajat tersebut te4rsebar di berbagai daerah yang
kondisi geografisnya sangat beragam, di daerah terpencil, terpencar dan
terisolir. Pada wilayah yang seperti ini
di samping motivasi mereka terhadap perlunya pendidikan masih rendah, perlu ada
layanan alternatif/khusus untuk memudahkan mereka mendapatkan layanan
pendidikan. Masalah lain yang dihadapi
pada kondisi daerah seperti ini adalah latar belakang ekonomi masyarakat yang
sebagian besar sangat rendah sehingga daya dukung masyarakat terhadap
pendidikan pun masih sangat lemah.
b. Terdapat kurang lebih 452 ribu tamatan
SD/MI/Sederajat setiap tahun yang tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat
SMP/MTs/Sederajat.
Dalam mengupayakan layanan pendidikan
dasar yang komprehensif, anak-anak tamatan sekolah dasar/MI atau sederajat yang
tidak melanjutkan pendidikannya ke SMP/MTs perlu didukung dengan penyediaan
daya tampung yang memadai dan memberikan dorongan agar semangat dan motivasi
belajar mereka dapat dilanjutkan.
c. Angka putus sekolah masih cukup tinggi.
Untuk mensukseskan penuntasan wajib
belajar pendidikan dasar, angka putus sekolah pada pendidikan dasar masih perlu
perhatian untuk diturunkan. Data yang
ada menunjukkan bahwa persentase angka putus sekolah di Indonesia untuk SMP/MTs
sebesar 2,15% pada tahun 2006 atau sebanyak 247,3 ribu siswa per tahun. Upaya mempertahankan mereka tetap berada di
sekolah dikaitkan dengan penyediaan fasilitas pembelajaran yang memadai dan pemberian
dorongan agar motivasi untuk belajar dapat dipertahankan.
Masalah
kesenjangan antarwilayah melalui pembangunan daerah tertinggal tetap akan
menjadi salah satu perhatian utama pemerintah di dalam memeratakan hasil-hasil
pembangunan di seluruh wilayah tanah air. Upaya tersebut menuntut pentahapan
karena besarnya permasalahan yang dihadapi. Dalam tahun 2007, pengurangan
kesenjangan antarwilayah difokuskan pada penanganan daerah-daerah perbatasan
yang sesungguhnya merupakan beranda negara kita terhadap negara-negara
tetangga, serta daerah-daerah terisolir yang di dalamnya juga termasuk
pulau-pulau kecil terluar. Dalam konteks pengembangan daerah-daerah perbatasan
sebagian besar wilayahnya mengalami masalah ketertinggalan pembangunan akibat
aksesibilitasnya yang umumnya terbatas dari ibu kota provinsi. Ketertinggalan
tersebut selain berpotensi menimbulkan permasalahan sosial politik dengan
negara-negara tetangga, juga mendorong munculnya sejumlah kegiatan yang
bersifat ilegal. Dengan demikian, penanganan bagi daerah-daerah ini umumnya
menggunakan pendekatan kesejehteraan (prosperity approach) yang diintegrasikan
dengan pendekatan keamanan (security approach).
Beberapa
masalah pokok di daerah perbatasan dan wilayah terisolir seperti: terbatasnya
prasarana dan sarana penunjang ekonomi antara lain transportasi,
telekomunikasi, ketenagalistrikan dan informasi, rendahnya akses ke pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi, tingginya biaya produksi, serta terbatasnya prasarana
sosial seperti air bersih, air irigasi, kesehatan, pendidikan akan mendapat
perhatian yang besar.
No comments:
Post a Comment