Peran PR dalam menangani krisis komunikasi sangat berkaitan
dengan mengidentifikasi tahapan dalam krisis komunikasi itu sendiri. Dengan
demikian antara tahapan dan peran PR sesungguhnya menjadi satu pembahasan yang
tidak bisa saling dipisahkan. Peran lain yang harus dilakukan PR dalam
menangani krisis komunikasi adalah mengidentifikasi pihak mana yang haru
menpatkan perhatian penting. Dengan
demikian PR kemudian membentuk suatu tim manajemen krisis yang permanen dan
ramping, agar mereka dapat secara mudah berkomunikasi dan memberikan garis
perintah dengan jelas. Bila terjadi krisis, tim ini harus mengambil inisiatif
dan memberikan respon pertama untuk menjelaskan kepada publik, jangan sampai
tim merespon akibat pertanyaan pers. Upaya menutup-nutupi krisis bisa berakibat
fatal, misalnya pers semakin aktif menurunkan tim investigasinya untuk mengorek
krisis lebih dalam (Steven Fink dalam Rhenald Kasali 2006:225)..
Tugas utama yang harus dilakukan oleh tim krisis adalah
melakukan identifikasi krisis dan menentukan langkah-langkah apa yang harus
dilakukan. Semua tim harus bisa menjelaskan pesan-pesan komunikasi yang sudah
disepakati. Tim manajemen krisis harus menghindari pernyataan off the record,
karena dia benar-benar menguasai masalahnya. Baik sekali kalau diterbitkan buku
petunjuk penanggulangan krisis.
Untuk mengidentifikasi tahapan
dalam krisis komunikasi di dasarkan pada bagaimana krisis komunikasi telah
menunjukkan suatu permasalahan yang dapat mengancam eksistensi perusahaan itu
sendiri. Secara khusu maka menurut Peter M Sandman (2006), terdapat 4 (empat)
tahapan yang dilalui suatu krisis, yaitu:
1. Tahap Prodromal.
Krisis pada tahap ini
sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa bergerak dengan lincah.
Pada tahap ini, bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak), krisis sudah
mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai
simtom-simtom yang harus segera diatasi.
Mengacu pada defenisi
krisis, tahap ini juga merupakan bagian dari turning point. Bila manajer gagal mengartikan atau menangkap sinyal
ini, krisis akan bergeser ke tahap yang lebih serius yaitu tahapa akut.
Sering pula eksekutif
menyebut tahap prodromal sebagai taha sebelum krisis (precrisis). Tetapi sebutan ini hanya dapat dipakai untuk melihat
krisis secara keseluruhan dan disebut demikian setelah krisis memasuki tahap
akut sebagai retrospeksi.
Tahap prodromal
biasanya muncul dalam salah satu dari 3 bentuk ini:
a.
Jelas sekali, dimana gejala-gejala awal kelihtan jelas sekali.
b.
Samar-samar, yaitu gejala yang muncul tampak samar-samar karena sulit
menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Perusahaan atau
organisasi memerlukan bantuan para analis untuk menganalisis hal-hal yang
samar-samar itu sebelum tergulung oleh ombak krisis.
c.
Sama sekai tidak kelihatan, gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama
sekali. Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini karena kelihatannya segalanya
oke-oke saja.
Para ahi krisis umumnya
sependapat bahwa sekalipun krisis pada tahap ini sangat ringan, pemecahan dini
secara tuntas sangat penting. Alasanya adalah karena masih mudah untuk
ditangani sebelum ia memasuki tahap akut, sebelum ia meledak dan sebelum
menimbulkan komplikasi.
2. Tahap Akut.
Inilah tahap ketika orang
mengatakan : “telah terjadi krisis”. Meski bukan di sini awal mulanya krisis,
orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar
atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.
Dalam banyak hal, krisis
yang akut sering disebut sebagai the
point of no return. Artinya, sekali sinyal-sinyal yang muncul pada tahap
peringatan (prodromal stage) tidak
digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan
sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun,
berapa besar kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor
yang mengendalikan krisis.
Salah satu kesulitan
besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut, sekalipun Saudara sangat siap,
adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak yang
menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa
perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kompleksnya permasalahan.
Tahap akut adalah tahap
antara, yang paling pendek waktunya bila dibandingkan dengan tahap-tahap
lainnya. Bila ia lewat, maka umumnya akan segera memasuki tahap kronis.
3.Tahap Kronik.
Badai mulai reda, yang
tersisa adalah reruntuhan bangunan dan sejumlah bangkai, korban dari sebuah
krisis. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan.
Tahap ini sering juga
disebut sebagai the clean up phase
atau the post mortem. Sering pula
tahap ini disebut sebagai tahap recovery
atau self analysis. Di dalam
perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan struktural. Mungkin penggantian
manajemen, mungkin penggantian pemilik, mungkin masuk nama-nama baru sebagai
pemilik atau mungkin pula bangkrut dan perusahaan dilikuidasi.
Seorang crisis manager harus bisa memperpendek
tahap ini karena semua orang sudah sangat letih. Juga pers sudah mulai bosan
memberitakan kasus ini. Namun yang paling penting adalah perusahaan harus
memutuskan mau hidup terus atau tidak. Kalau ingin hidup terus tentu ia harus
sehat dan mempunyai reputasi yang baik.
Tahap kronis adalah tahap
yang terenyuh. Kadang-kadang dengan bantuan seorang crisis manager yang handal, perusahaan akan memasuki keadaan yang
lebih baik, sehingga pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan (resolution) mulai berlangsung.
4. Tahap Resolusi (penyembuhan).
Tahap ini adalah tahap
penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Meski
bencana besar dianggap sudah berlalu, crisis
manager tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis
menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis
umumnya berbentuk siklus yang akan membawa kembali keadaan semula (prodromal stage).
Untuk mengidentifikasi peran PR maka dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi pihak mana yang harus mendapatkan perhatian PR. Dengan
demikian PR dapat berperan sebagai penarik dan penilai kesimpulan atas opini,
sikap serta aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat (internal dan eksternal)
yang terkena dampak kegiatan PR. Selain itu, PR dapat juga mengajukan usul atau
saran kebijakan atau etika perilaku tertentu yang akan menyelaraskan
kepentingan klien dengan kelompok masyarakat tertentu. Juga, PR dapat
merencanakan dan melaksanakan rencana janga pendek, menengah, dan panjang untuk
menciptakan dan meningkatkan pengertian dan pemahanan terhadap objek, kegiatan,
metode dan masalah yang dihadapi.
Menurut Siti Komsiah (2009; 2) ada beberapa pihak terkait
yang harus diperhatikan oleh PR apabila sedang menangani PR. Pihak ini
merupakan pihak terkiat yang memegang informasi kunci dan mempunyai kemampuan
untuk menentukan informasi tersebut menjadi mempengaruhi citra perusahaan.
Berikut merupakan pihak-pihak yang harsu diperhatikan dalam menangani krisis komunikasi
yaitu:
a.
Pers
Hal penting yang diingat oleh praktisi PR, soal pers,
dalam situasi krisis, yaitu pers beranggapan bahwa berita buruk adalah berita yang
baik bagi pers dan akan mencecar korban dengan pertanyaan-pertanyaan yang
bisa memojokkan. Dalam konteks tersebut, penting untuk diketahui
bagaimana strategi berhubungan dengan media yang baik. Karena hal demikian akan
menjadi salah satu kunci penting, bagaimana PR dapat mengambil peranannya
dengan baik.
b.
Pihak Terkait
Pihak terkait yang dimaksud adalah pihak tokoh masyarakat,
para pengamat, LSM, karyawan berpengaruh, dapat menjadi pihak ketiga yang
penting untuk memuluskan program PR, baik sebagai nara sumber pers, atau pun
menjelaskan kepada publik mengenai masalah yang terjadi. Disinilah peranan lobbying
yang seharusnya selalu dilakukan oleh PR menjadi sangat berarti. Melalui peran
lobbying ini maka PR dapat menggunakan pihak terkiat sebagai pihak ketiga ini
bisa perorangan maupun organisasi yang dianggap bisa memberikan opini yang
independen, namun menguntungkan.
Untuk membedakan
suatu krisis komunikasi maka juga dapat dibedakan berdasarkan dimensi
dalam komunikasi organisasi itu sendiri. Menurut Djoko Purwanto (2006: 35), dimensi dalam komunikasi
organisasi dibedakan berdasarkan unsur yang ada dalam organisasi tersebut.
Unsur yang dimaksud adalah unusr yang ada lingkungan dalam organisasi maupun
yang berasal lingkungan eksternal organisasi. Secara lebih terperinci akan
diuraikan sebagai berikut:
a.
Hubungan eksternal, digunakan anggota organisasi untuk
interaksi dengan individu di luar organisasi. Komunikasi eksternal membawa
pesan organisasi dan lingkungan organisasi yang relevan. Sistim pesan eksternal
digunakan untuk menyampaikan informasi dari lingkungan organisasi dan untuk
memberikan lingkungan informasi dari organisasi.
b.
Hubungan internal, ialah pola pesan yang dibagi (share)
antara anggota organisasi, interaksi manusia yang terjadi dalam organisasi dan
antar anggota organisasi. Saat organisasi tumbuh pada ukuran atau kompleksitas
atau menyebar keluar area dan zona waktu, ini memerlukan program komunikasi
internal yang membantu membangun tim.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas dapat diketahui
bahwa peran PR yang dapat dilakukan dalam menangani suatu krisis adalah; Pertama mengidentifikasi tahapan dalam
krisis itu sendiri yaitu: Tahap Prodromal, Tahap Akut, Tahap Kronik dan Tahap
Resolusi (penyembuhan). Identifikasi tahapan dalam krisis komunikasi di
dasarkan pada gejala-gejala bagaimana suatu krisis dapat mengancam eksistensi
perusahaan itu sendiri. Kedua,
mengidentifikasi pihak mana yang harus mendaptkan perhatian penting yaitu:
pihak pers serta pihak terkiat. Ketiga mengidentifikasi
dimensi yang dilibatkan sebagai sumber krisis yaitu Komunikasi eksternal,
digunakan anggota organisasi untuk interaksi dengan individu di luar
organisasi.Komunikasi internal, ialah pola pesan yang dibagi (share) antara
anggota organisasi, interaksi manusia yang terjadi dalam organisasi dan antar
anggota organisasi. Dengan demikian PR dapat penarik dan penilai kesimpulan
atas opini, sikap serta aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat (internal
dan eksternal) yang terkena dampak kegiatan PR.
No comments:
Post a Comment