Friday, November 22, 2019

Bentuk-bentuk Defense Mechanism (skripsi dan tesis)


Jika individu menggunakan defense mechanism secara efektif dan
sesuai dengan usia perkembangan yang sedang dijalaninya maka individu
tersebut memiliki kepribadian yang sehat. Kepribadian yang sehat
memiliki kemampuan dalam menggunakan defense mechanism yang
“matang” yakni sesuai dengan masa usia perkembangan individu.
Sebaliknya, pribadi yang tidak sehat akan menggunakan defense
mechanism yang “tidak matang” yakni yang tidak sesuai dengan usia
perkembangan individu tersebut, ini menunjukkan individu menggunakan
defense mechanism secara tidak efektif (Arif, 2006).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan subjek yang menempuh
pendidikan di bangku kuliah yaitu usia mahasiswa 18-25 tahun. Pada masa
usia mahasiswa ini, mahasiswa menjalani tugas-tugas perkembangan
seperti menerima keadaan jasmaniah dan dapat menggunakannya secara
efektif, mencapai kemandirian emosional, mencapai perilaku yang
bertanggung jawab secara sosial, secara sadar mengembangkan gambaran
dunia yang lebih memadai, serta mengembangkan sistem nilai etika
sebagai petunjuk dalam berperilaku (Sumanto, 2014). Dari penjelasan
singkat diatas, maka diharapkan pada masa usia mahasiswa ini, mahasiswa
dapat menggunakan defense mechanism yang “matang” yakni yang sesuai
dengan usia perkembangannya.
Vaillant (1977, dalam Kline) mengklasifikasikan defense
mechanism ke dalam 3 kategori, yakni : defense mechanism yang
tergolong matang (mature), defense mechanism yang tergolong tidak
matang (immature), dan defense mechanism yang tergolong neurotik
(neurotic).
1. Defense Mechanism yang tergolong Mature
Vaillant menjelaskan bahwa pertahanan yang matang (mature)
lebih adaptif dan mengarah pada kesehatan mental yang lebih baik.
Steiner (2001, dalam Bowins) juga menjelaskan bahwa defense
mechanism matang (mature) melibatkan distorsi kognitif yang relatif
kecil, yang sebagian besar terdiri dari redaman pengalaman yang tidak
diinginkan. Defense mechanism yang mature biasanya berhubungan
dengan efek yang positif seperti kepuasaan hidup atau memperoleh
kesuksesan dalam pekerjaan (dalam Zeigler-Hill & Pratt, 2007).
Bentuk-bentuk defense mechanism yang tergolong Mature
yakni; Humor, Sublimasi, Antisipasi, dan Supresi.
a. Humor
Individu dapat menggunakan defense humor dengan cara
mengubah suatu peristiwa yang dianggap berpotensi dapat
mengganggu menjadi lebih menyenangkan.
b. Sublimasi
Individu dapat menggunakan defense sublimasi untuk mengubah
perasaan atau impuls yang mengganggu dengan menyalurkannya
ke dalam dorongan yang lebih sesuai atau diterima, prosesnya
ialah memodifikasi kesadaran akan kondisi yang negatif.
c. Antisipasi
Individu dapat menggunakan defense ini untuk mengalihkan
perhatian dari pengalaman saat ini demi mempersiapkan
konsekuensi yang akan terjadi.
d. Supresi
Defense ini dilakukan dengan sengaja dan sadar oleh individu
untuk mengurangi fokusnya pada keadaan intrapsikis yang
mengganggunya dengan cara mengalihkan perhatian akan
gangguan tersebut.
2. Defense Mechanism yang tergolong Immature
Defense mechanism yang tidak matang (immature) melibatkan
distorsi kognitif yang paling ekstrem sehingga dapat mengganggu
realitas yang ada. Sering ditemui ketika stres berat dan ada gangguan
kepribadian, misalnya saja proyeksi dan gangguan paranoid (Bowins,
2004). Defense mechanism yang tidak matang atau immature biasanya
berhubungan dengan efek yang negatif seperti kecemasan, depresi
bahkan gangguan makan (Zeighler-Hill et al, 2008).
Menurut Bowins (2004), bentuk-bentuk defense mechanism
yang tergolong ke dalam Immature yakni; proyeksi, agresi pasif,
acting-out, isolasi, devaluasi, fantasi autistik, penyangkalan (denial),
pengalihan (displacement), disosiasi, rasionalisasi, dan somatisasi.
a. Proyeksi
Individu yang menggunakan defense ini akan mengubah
pengalaman atau peristiwa sedemikian rupa sehingga individu
meyakini bahwa dorongan dan sikap yang tidak dapat diterima itu
bukan dari diri sendiri melainkan berasal dari orang lain atau
objek luar.
b. Agresi Pasif
Ketika individu menghadapi konflik emosional atau tekanan baik
internal maupun eksternal, individu akan mengekspresikan sikap
agresinya kepada orang lain secara tidak langsung.
c. Acting-out
Pada defense ini, individu akan melakukan suatu tindakan dengan
cepat ketika menghadapi sebuah konflik emosional atau mendapat
sebuah tekanan baik internal maupun eksternal dibandingkan jika
hanya menggunakan perasaan saja.
d. Isolasi
Pada defense ini, individu menarik diri dari situasi yang
menimbulkan stres atau ketegangan didalam dirinya. Individu
juga akan memisahkan aspek kognitif (pikiran), afektif
(perasaan), dan konatif (tingkah laku).
c. Devaluasi
Pada defense ini, individu menghadapi konflik emosional dan
tekanan dari dalam dan luar dirinya dengan mengatribusi sifat
negatif yang berlebihan pada diri sendiri atau orang lain.
d. Fantasi Autistik
Pada defense ini individu menghadapi konflik emosional dan
tekanan dari dalam dan luar dirinya dengan khayalan yang
berlebihan.
e. Denial
Defense ini merupakan defense yang paling primitif. Individu gagal
mengenali implikasi nyata akibat dari suatu perilaku atau keadaan
yang ada.
f. Displacement
Pengalihan dari objek yang sebenarnya kepada objek pengganti.
Objek pengganti inilah yang dapat memuaskan dorongan naluri
individu. Pengalihan cukup memberikan kepuasaan bagi individu
dan merupakan defense yang bisa diandalkan.
g. Disosiasi
Membagi pikiran atau aktivitas dari bagian utama. Pemisahan pola
proses-proses psikologi yang kompleks sebagai satu kesatuan dari
struktur-struktur kepribadian, yang kemudian bisa berfungsi bebas
otonom dari bagian kepribadian lainnya.
h. Splitting
Pada defense ini, individu melihat kebersamaan diantara
kontradiksi ego yang menggambarkan diri sendiri dan orang lain,
begitu juga dengan sikap terhadap diri sendiri dan orang lain.
Individu mempersepsikan bahwa semuanya baik atau semuanya
jahat.
i. Rasionalisasi
Pada defense ini, individu memberikan penjelasan yang logis dan
dapat diterima secara sosial untuk perilaku atau keputusan yang
dihasilkan oleh ketidaksadaran.
j. Somatisasi
Pada defense ini, konflik ditunjukkan dengan adanya gejala fisik
yang timbul. Hal ini dipengaruhi oleh sistem simpatik dan
parasimpatik.
3. Defense Mechanism yang tergolong Neurotic
Bowins (2004) menjelaskan defense mechanism yang neurotik
(neurotic) melibatkan tingkat distorsi kognitif yang lebih tinggi
daripada mature dan seringkali menggambarkan sebuah usaha untuk
mengatasi dengan signifikan stres dari internal maupun eksternal
Defense mechanism yang neurotik atau neurotic biasanya bersifat
bertentangan dengan realitas.
Bentuk-bentuk defense mechanism yang tergolong ke dalam
Neurotic yakni; Pseudo-altruism, Undoing, Reaksi-Formasi,
Idealisasi.
a. Pseudo-altruism
Defense ini melibatkan kebutuhan untuk memuaskan diri oleh
individu dengan cara memberi kepada orang lain apa yang
sebenarnya ingin diterima. Hal ini memerlukan asumsi yang tidak
selalu realistis bahwa membantu orang lain dapat membuat
individu merasa akan menerima bantuan untuk dirinya sendiri.
b. Undoing
Pada defense ini, individu secara simbolis melakukan kebalikan
sesuatu yang telah dikerjakannya, atau pikirannya yang tidak dapat
diterima oleh egonya di masyarakat. Secara tidak langsung,
individu akan menghapus pikiran, perasaan ataupun keinginan
yang tidak dapat diterima oleh lingkungannya.
c. Reaksi-formasi
Pada defense ini , individu menekan impuls-impuls yang tidak
disukainya kedalam ketidaksadaran dan memunculkan hal yang
justru berlawanan dalam kesadaran.
d. Idealisasi
Pada defense ini, individu menilai berlebihan hal yang
menyenangkan dan meremehkan keterbatasan dari hal yang
disukai.
6. Dampak Defense Mechanism
Dalam kondisi yang biasa ataupun kadar ancaman yang cukup
maka defense mechanism dapat berfungsi dengan baik. Sebaliknya, jika
defence mechanism digunakan secara berlebihan, maka dapat memicu
munculnya efek negatif. Defence mechanism mendistorsi realitas sehingga
individu mengalami kesulitan dalam melihat realita sumber ketegangan
secara objektif. Apabila ketegangan, kecemasan dan stres menjadi semakin
hebat sehingga individu tidak lagi dapat mentoleransi rasa ketegangan
tersebut, maka pola tingkah laku defensif akan menjadi berlebihan atau
menyimpang. Akibatnya pada taraf tertentu mengindikasikan adanya
perilaku neurotik dan gangguan psikotik, yaitu gangguan yang memiliki
gejala distress yang tidak dapat diterima oleh penderita seperti konsentrasi
berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, menjadi pesimis,
memiliki perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri (Semiun,
2006).

No comments:

Post a Comment