Friday, April 24, 2020

Pemanis buatan (skrispi dan tesis)


Pemanis buatan yang ditambahkan ke dalam produk suplemen
merupakan pengganti gula, karena mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan pemanis alami yaitu rasanya lebih manis, membantu mempertajam
penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori dan harga lebih
murah. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan
pangan di Indonesia adalah aspartam, sorbitol, sakarin dan siklamat yang
mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami
(Syah et al. 2005).
Menurut Permenkes 208/Menkes/Per/IV/85, pemanis buatan hanya
digunakan untuk penderita diabetes dan penderita yang memerlukan diet
rendah kalori, yaitu aspartam, sakarin dan sorbitol. Aspartam merupakan
molekul dipeptida dari asam amino L- fenilalanin sebagai metil ester dan Lasam
aspartat dengan tingkat kemanisan mencapai 160-220 kali sukrosa dan
stabil pada kisaran pH 3 hingga 5, serta titik isoelektriknya 5,2 (Brannen et al,
1990), sementara sakarin yang merupakan pemanis buatan tanpa energi (nonnutritive)
memiliki daya kemanisan 300 kali lipat lebih kuat dibanding gula
(Syah et al, 2005). Menurut Brannen et al, (1990), sorbitol merupakan gula
alkohol yang banyak digunakan sebagai pemanis buatan dalam produk diet
dan juga berguna sebagai humektan maupun penstabil, namun penggunaan
sorbitol dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan flatulensi dan diare,
(Syah et al, 2005) derajat kemanisannya berkisar 50-70% gula dan energi
yang dihasilkan 2,6 kalori per gr.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan Surat
Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang
Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam
produk pangan. Surat keputusan ini merupakan panduan bagi produsen dalam
menambahkan pemanis buatan untuk produk yang dihasilkan, dan sebagai
rujukan konsumen untuk memilih dan menggunakan produk yang aman bagi
kesehatan.

No comments:

Post a Comment