Monday, June 24, 2024

Komponen Brand Image

 


Untuk membangun brand image yang kuat maka terdapat tiga hal yang
harus diperhatikan. Menurut Sutisna (2001: 80) menyatakan bahwa brand image
memiliki tiga komponen, yaitu:

  1. Citra Pembuat/ Perusahaan (Corporate Image) merupakan sekumpulan
    asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat
    suatu produk atau jasa.
  2. Citra Pemakai (User Image) merupakan sekumpulan asosiasi yang irasakan
    oleh calon pengguna terhadap pengguna yang sudah menggunakan produk
    atau jasa yang disediakan oleh sebuah perusahaan. Mulai dari gaya hidup,
    status sosial, pekerjaan, jenis kelamin, usia, dan lain sebagainya.
  3. Citra Produk (Product Image) merupakan kumpulan asosiasi yang dirasakan
    oleh pengguna terhadap suatu produk dan/atau jasa yang disediakan oleh
    sebuah perusahaan. Mulai dari atributnya, manfaat bagi pengguna,
    kegunaannya, jaminannya, dan hal lainnya yang berhubungan dengan produk
    dan/atau jasa yang disediakan tersebut.
    Sedangkan Aaker (1991: 139) berpendapat bahwa brand image terdiri dari
    tiga komponen pendukung yaitu:
  4. Product Attributes (Atribut Produk): yang merupakan hal-hal yang berkaitan
    dengan merek tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk, harga, rasa, dan
    lainnya
  5. Consumer Benefits (Keuntungan Konsumen): yang merupakan kegunaan
    produk dari merek tersebut.
  6. Brand Personality (Kepribadian Merek): merupakan asosiasi (presepsi) yang
    membayangkan mengenai kepribadian sebuah merek apabila merek tersebut
    seorang manusia

Definisi Brand Image

 


Citra (image) merupakan persepsi publik terhadap perusahaan dan produk
atau jasanya. Image yang baik tentang produk akan menguntungkan perusahaan,
karena secara tidak sadar pengguna akan merekomendasikan produk tersebut
kepada orang lain. Di sisi lain, citra buruk tentang produk akan membuat
pengguna menyebarkan informasi buruk kepada orang lain. Menurut Kotler
(2001), citra atau image adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang
dimiliki seseorang tentang suatu objek. Di sisi lain, Keller (1993)
menganggap brand image sebagai seperangkat persepsi tentang merek dalam
ingatan pengguna. Sebuah merek dapat dipersepsikan secara berbeda oleh
pengguna yang berbeda.

Dimensi Brand Equity

 


Brand equity dibentuk dari empat dimensi yaitu:

  1. Brand Awareness
    Merupakan kemampuan pelanggan unutk mengenali atau mengingat kembali
    sebuah merek dan mengaitkannya dengan satu kategori produk tertentu.
  2. Perceived Quality
    Respon keseluruhan pelanggan terhadap kualitas dan keunggulan yang
    ditawarkan merek.
  3. Brand Association
    Asosiasi merek berkenaan dengan segala sesuatu yang terkait dalam memori
    pelanggan terhadap sebuah merek.
  4. Brand Loyalty
    Komitmen kuat dalam berlangganan atau membeli kembali suatu merek
    secara konsisten di masa mendatang.

Indikator Brand Equity

 


Menurut Kotler (2012:337-338) terdapat tiga komponen penggerak ekuitas
merek menurut prespektif manajemen pemasaran, yaitu:

  1. Diferensiasi, mengukur sejauh mana sebuah merek dilihat berbeda dari merek
    lain
  2. Relevansi, mengukur keluasan daya tarik merek
  3. Pengetahuan, mengukur seberapa akrab dan intimnya konsumen terhadap
    merk tersebut

Pengertian Brand Equity

 


Menurut Kevin Lane Keller dalam Aadil Wani (2012): the differential effect
of brand knowledge on consumers response to marketing of the brand.
Brand equity didefisinisikan sebagai efek pembeda dalam pengetahuan
produk di dalam merespon marketing dalam brand.
Menurut Kotler dan Keller (2012) Brand Equity adalah nilai tambah yang
diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen
berpikir,merasa dan bertindak dalam hubungannya dengan mereka, dan juga harga,
pangsa pasara, dan profitabilitasnya yang diberikan merek bagi perusahaan.
Sedangkan menurut Andi M.Shadat(2009)memberikan pengertian bahwa
ekuitas merek adalah serangkaian asset dan kewajiban yang terkait dengan sebuah
merek, nama, dan symbol yang menambah atau nilai yang diberikan sebuah produk
atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan.

Indikator Brand Loyalty

 


Rangkuti (2009) menjelaskan bahwa loyalitas merek dapat diukur melalui
beberapa hal, antaralain:

  1. Behaviour Measures
    Suatu cara langsung menentukan loyalitas terutama untuk habitual behaviour
    (perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola pembelian actual.
  2. Measuring Switch Cost
    Pengukuran pada vaariabel ini dapat mengidentifikasikan keputusan
    pembelian dalam suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk mengganti
    merek sangat mahal, pelanggan akan enggan berganti merek sehingga laju
    penyusutan kelompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.
  3. Measuring Satisfaction
    Pengukuran terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan suatu merek
    merupakan indikator paling penting dalam loyalitas merek. Bila
    ketidakpuasan pelanggan terhdap merek rendah, maka pada umumnya tidak
    cukup alasan bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain kecuali ada faktor
    penarik yang cukup kuat.
  4. Measuring liking brand
    Kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan hormat atau bersahabat
    dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dan kedekatan dalam
    perasaan pelanggan.
  5. Measuring commitment
    Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan
    terkait dengan produk tersebut.”

Pengertian Brand Loyalty

 


Menurut Khan dan Mahmood (2012) : Brand loyalty can be defined as the
costumer’s unconditional commitmen and a strong relationship with the brand, which
is not likely to be affected under normal circumstances.
Brand loyalty bisa di definisikan sebagai komitmen tanpa syarat kostumer dan
hubungan yang kuat dengan merek tersebut yang mana tidak dapat berpengaruh
walaupun dalam keadaan harga tidak normal.
Menurut Aaker dalam Erfan Severi, dkk (2013) : Brand loyalty as symbolizes
constructive mind set toward brand that leading to constant purchasing of the brand
over time.
Brand loyalty dapat didefinisikan sebagai simbol pemikiran yang konstruktif
yang mengarahkan untuk melakukan pembelian secara konstan untuk setiap waktu.
Menurut Jacoby dan Olson dalam Yi Lin (2010) : Brand loyalty as the result
from non-random long existence behaviour response, and it was a mental purchase
process formed by some certain decision units who considered more than one brands