Tuesday, June 25, 2024

Dimensi Brand Familiarity

 


Untuk mengukur seberapa jauh brand familiarity telah terbentuk atau
tidak, maka harus diukur berdasarkan pada dimensi-dimensi dari brand
familiarity tersebut. Dimensi yang dijadikan parameter tersebut
dikemukakan oleh Laroche (1996):

  1. Experience
    Menurut Braunsberger dan Munch (1998:25) experience
    didefinisikan sebagai menampilkan tingkat keakraban yang relatif
    tinggi dengan bidang subjek tertentu, yang diperoleh melalui
    beberapa jenis paparan. Johnson and Kellaris (1988) dianggap
    experience berkontribusi terhadap keakraban. Padgett dan Allen
    (1997) berpendapat bahwa pengalaman konsumen adalah
    penggabungan makna simbolik dengan perilaku, pikiran, dan
    perasaan sekutu yang terjadi selama konsumsi layanan / produk.
  2. Information
    Merupakan pengetahuan yang diakumulasikan melalui berbagai
    sumber informasi yang digunakan pelanggan sebagai pertimbangan
    didalam pengambilan keputusan.

Pengertian Brand Familiarity

 


Dikutip dari Ha (2005) menurut Alba dan Hutchinson (1987) brand
familiarity didefinisikan sebagai pengukur sejauh mana pengalaman
sebelumnya yang dimiliki konsumen dengan suatu merek, baik itu
pengalaman langsung konsumen (mis., Menggunakan merek) dan
pengalaman tidak langsung (mis., Terkena pesan merek) dengan merek itu.
Brand familiarity telah ditemukan sebagai faktor penting yang
mempengaruhi memori merek (Choi, Lee, dan Li 2013) dan sikap eksplisit
terhadap merek (Waiguny, Nelson, dan Terlutter 2012).
Baker et al. (1986) mendefinisikan brand familiarity sebagai konstruk
satu dimensi yang secara langsung terkait dengan jumlah waktu yang
dihabiskan untuk memproses informasi tentang merek, terlepas dari jenis
atau konten dari pemrosesan yang terlibat. Hoch dan Deighton (1989)
menyebut keakraban (familiarity) sebagai jumlah pengalaman terkait produk
yang diakumulasikan oleh konsumen (dikutip dari Ha, 2005). Berdasar pada
penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa brand familiarity merupakan
tingkat keakraban yang dimiliki konsumen terkait sebuah merek yang
berasal dari jumlah pengalaman maupun informasi yang didapatkan.

Dimensi Value-Image Congruence

 


Untuk mengukur seberapa jauh value-image congruence telah
terbentuk atau tidak, maka harus diukur berdasarkan pada kedua dimensi
dari value proposition dengan dimensi dari image congruence tersebut, guna
menciptakan dimensi baru. Dimensi yang dijadikan parameter untuk value
proposition dikemukakan oleh Osterwalder & Pigneur (2010):

  1. Newness
    Merupakan komponen dari value proposition dimana perusahaan
    menawarkan sesuatu yang baru bagi pelanggan dimana penawaran
    tersebut dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Misal dalam
    smartphone setiap produk terbaru yang dikeluarkan selalu
    menawarkan fitur-fitur baru yang sebelumnya tidak pernah
    ditawarkan oleh merek smartphone lainnya.
  2. Performance
    Merupakan penciptaan nilai dengan cara meningkatkan kinerja
    suatu produk atau layanan, guna menciptakan produk atau layanan
    yang lebih baik. Sebagai contoh produsen smartphone
    meningkatkan kemampuan prosesor smartphone untuk
    memaksimalkan penggunaan smartphone.
  3. Customization
    Merupakan penciptaan nilai dengan menyesuaikan produk dan
    layanan dengan spesifik kebutuhan pelanggan individu atau
    pelanggan pada sebuah segmen tertentu. Sebagai contoh pada saat
    ini kustomisasi yang sedang gencar dilakukan oleh para produsen
    smartphone adalah peningkatan kemampuan prosesor dan kamera
    yang ada pada smartphone, hal ini dikarenakan kedua aspek
    tersebut memiliki segmen pasar yang cukup besar dalam kalangan
    para pengguna smartphone.
  4. Getting the job done
    Merupakan penciptaan nilai dengan hanya membantu pelanggan
    melakukan pekerjaan tertentu. Sebagai contoh adalah Samsung
    yang bekerjama dengan pihak Instagram guna membuat mode
    khusus Instagram didalam smartphone terbaru dari Samsung, hal
    ini untuk membantu para pegguna Instagram khususnya yang
    menggunakan media Instagram untuk melakukan pekerjaannya
    seperti salah satunya para endorsement produk.
  5. Design
    Merupakan komponen penting dari penciptaan nilai dari sebuah
    produk ataupun layanan, akan tetapi sulit untuk mengukur hal
    tersebut. Suatu produk maupun jasa dapat unggul di pasar bisa jadi
    karena hanya design yang dimiliki. Contoh paling mudah ialah
    produk smartphone dari Apple memiliki design logo yang
    dianggap memiliki keistimewaan tersendiri bagi para
    penggunanya.
  6. Brand/status
    Merupakan penciptaan nilai bagi pelanggan dengan memberikan
    status kepada pelanggan. Seperti halnya status ekonomi yang
    dapat dinilai dengan melihat smartphone yang digunakannya.
  7. Price
    Merupakan penciptaan nilai dengan menawarkan harga yang lebih
    rendah untuk sebuah produk atau layanan untuk memenuhi
    kebutuhan pelanggan dengan segmen yang sensitif terhadap harga.
    Misalnya Xiomi mengeluarkan produk dengan spesifikasi
    mumpuni namun dengan harga yang rendah, dan hal ini dinilai
    sukses dalam merebut pangsa pasar dengan segmen pelanggan
    yang memiliki pertimbangan khusus pada harga dari sebuah
    smartphone.
  8. Cost reduction
    Merupakan penciptaan nilai dengan membantu pelanggan dalam
    mengurangi biaya dari aktivitas yang dilakukan. Contohnya
    smartphone kini hadir untuk membantu pelanggan dalam
    melakukan berbagai aktivitas, seperti mengambil foto atau video,
    mengolah data, mengirim pesan, dan lain sebagainya.
  9. Risk reduction
    Penciptaan nilai dengan memberi pelanggan dalam pengurangan
    risiko yang mereka tanggung saat membeli produk atau layanan
    dari sebuah merek. Contohnya para produsen memberikan garansi
    dalam bentuk perbaikan atas kerusakan.
  10. Accessibility
    Penciptaan nilai dengan menyediakan produk dan layanan bagi
    pelanggan yang sebelumnya tidak memiliki akses ke mereka.
    Contohnya seperti teknologi yang diciptakan Razer Phone ketika
    pertama kali menciptakan smartphone game pertama didunia yang
    mana para penggunanya dapat merasakan experience bermain
    game yang lebih baik yang sebelumnya tidak pernah dirasakan di
    smartphone lainnya.
  11. Convenience/usability
    Menciptakan nilai dengan menjadikan sesuatu lebih nyaman atau
    lebih mudah digunakan oleh pelanggan. Contohnya Apple yang
    menawarkan iPod dan iTunes kepada pelanggan untuk kemudahan
    dalam mencari, membeli, mengunduh, dan mendengarkan musik
    digital.
    Selain dari komponen dari value proposition tentunya perlu dilihat
    juga komponen dari image congruence guna dapat menemukan kesesuaian
    antara kedua variable tersebut dan dapat membentuk sebuah komponen atau
    dimensi baru. Menurut Sirgy (1982) menunjukkan bahwa image congruence
    memiliki empat komponen utama, yaitu:
  12. Self-Image Congruence
    Merupakan kecenderungan pelanggan memiliki sikap yang baik
    dan niat beli terhadap produk / merek yang dianggap sesuai
    dengan citra diri mereka (Graeff, 1996).
  13. Ideal Image Congruence
    Merupakan prilaku seseorang yang didasarkan pada keinginan
    untuk memperlihatkan diri pada orang lain yang mana prilaku
    tersebut dilakukan secara konsisten.
  14. Social Image Congruence
    Merupakan kecenderungan dalam berperilaku seseorang yang sesuai
    dengan apa yang orang lain rasakan karena kebutuhan akan
    konsistensi sosial.
  15. Ideal Social Image Congruence
    Merupakan persetujuan sosial memungkinkan orang untuk
    berperilaku dengan cara yang konsisten dengan bagaimana

Pengertian Value-Image Congruence

 


Menurut Osterwalder & Pigneur (2012:22) value proposition
merupakan nilai atau manfaat yang ditawarkan dari suatu produk atau
layanan kepada konsumen atau dapat memenuhi kebutuhan konsumen.
Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Kotler & Keller (2014:9) yang
mengatakan bahwa value proposition serangkaian keuntungan yang
perusahaan tawarkan kepada pelanggan untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan. Value proposition dapat menciptakan nilai bagi pelanggan dan
membentuk segmentasi melalui campuran elemen yang berbeda yang
memenuhi kebutuhan segmen itu.
Menurut Buttle (2009) Value Proposition merupakan janji eksplisit
yang dibuat oleh sebuah perusahaan kepada pelanggannya bahwa ia akan
mengirimkan paket tertentu nilai menciptakan manfaat. Dengan kata lain,
value proposition merupakan kegiatan perusahaan untuk memfokuskan
semua aktivitas pasar organisasi ke elemen kritis pelanggan yang
menciptakan perbedaan yang signifikan di dalamnya untuk mempengaruhi
proses keputusan pelanggan, untuk memilih dan / atau membeli penawaran
organisasi daripada pesaing (Fifield, 2007: 443).
Menurut Badrinarayanan et al. (2012) mendefinisikan image
cogruence sebagai tingkat kesamaan yang dirasakan seseorang secara
subjektif tentang gambar yang dikembangkan dan disampaikan antara dua
subjek. Menurut teori skema, image congruence berkembang dan
mempengaruhi kepercayaan dan sikap konsumen.
Gardner dan Levy (1955) memprakarsai konsep image congruence:
Konsumen lebih suka produk dengan gambar yang kongruen dengan citra
diri mereka. Onkvisit & Shaw (1989) Image congruence mengacu pada
konsep diri (self-image) atau sekumpulan keyakinan tentang diri seseorang
yang berkaitan dengan objek lain dalam kerangka referensi yang ditentukan
secara sosial (dikutip dari Back & Lee, 2009). Menurut Graeff (1996)
mengatakan bahwa konsumen sering membeli produk / merek yang
mempertahankan dan meningkatkan citra diri mereka karena mereka dapat
mengekspresikan diri melalui produk / merek yang dianggap konsisten
dengan konsep diri mereka (dikutip dari Toth, 2014).

Dimensi Brand Association

 


Untuk mengukur seberapa jauh brand association telah
terbentuk atau tidak, maka harus diukur berdasarkan pada dimensi-
dimensi dari kesesuaian merek tersebut. Dimensi yang dijadikan
parameter tersebut dikemukakan oleh Keller (1993) menegaskan
bahwa asosiasi merek dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori
utama peningkatan cakupan: brand attribute, brand benefit, dan brand
attitude:

  1. Brand Attribute
    Atribut (attribute) adalah fitur deskriptif yang menjadi ciri suatu
    produk atau layanan, apa yang konsumen pikirkan tentang produk
    atau layanan itu dan apa yang terlibat dengan pembelian atau
    konsumsinya. Terdapat dua katagori didalam attribute, yaitu
    attribute fungsional dan attribute non fungsional. Attribute
    fungsional merupakan atribut yang terkait dengan produk, dan
    Attribute non fungsional merupakan atribut yang tidak terkait
    dengan produk seperti harga, citra pengguna dan penggunaan
  2. Brand Benefit
    Manfaat (benefit) adalah nilai-nilai pribadi yang dilekatkan
    konsumen pada atribut produk atau layanan, yaitu apa yang
    menurut konsumen dapat dilakukan oleh produk atau layanan
    tersebut (Keller, 1993:4). Pada jurnalnya Chen (2017) mengatakan
    manfaat fungsional, pengalaman, dan simbolis termasuk dalam
    kategori. Manfaat fungsional sering dikaitkan dengan keunggulan
    intrinsik, seperti kebutuhan fisiologis. Manfaat pengalaman yaitu
    pengalaman yang dirasakan ketika menggunakan produk. Manfaat
    simbolik dikaitkan dengan keunggulan ekstrinsik dari produk dan
    layanan, seperti kebutuhan untuk persetujuan sosial atau harga diri.
  3. Brand Attitude
    Brand Attitude merupakan evaluasi keseluruhan konsumen
    terhadap suatu merek. Sikap merek penting karena sering
    membentuk dasar bagi perilaku konsumen (mis., Pilihan merek)
    (Keller, 1993: 4). Sikap ini terbagi ke dalam kecenderungan sikap
    sadar dan juga tidak sadar (DeLamater & Ward, 2013)

Pengertian Brand Association

 


Aaker (1991) mengusulkan bahwa brand association dapat
memberikan nilai bagi perusahaan dan pelanggannya dengan
membedakan merek, dengan menciptakan sikap / perasaan positif,
memberikan alasan bagi konsumen untuk membeli merek dan
memberikan dasar untuk perluasan (dikutip dari Tran & Le, 2016).
Aaker percaya bahwa asosiasi merek memiliki tingkat kekuatan, dan
hubungan dengan merek akan lebih kuat ketika didasarkan pada
banyak pengalaman atau paparan. Asosiasi merek dapat
mencerminkan karakteristik produk (Jalilvand et al., 2011).
Menurut Farquhar & Herr (1993) mengatakan asosiasi merek
mengandung makna merek bagi konsumen, dengan menghubungkan
informasi tentang produk ke simpul merek dalam memori, oleh karena
itu memperhitungkan atribut produk memberikan manfaat yang
dirasakan, dan bermanfaat bagi berbagai evaluasi ringkasan (dikutip
dari jurnal Aaron&Lim, 2002) dari merek yang ditimbulkan. Dampak
dari asosiasi merek konsumen pada evaluasi merek mereka ditentukan
oleh kesukaan, kekuatan, dan keunikan dari asosiasi merek (Keller,
1993).
Asosiasi merek terkait dengan informasi tentang apa yang ada
dalam benak pelanggan tentang merek, baik positif atau negatif, yang
terhubung ke simpul memori otak (Emari et al., 2012). Asosiasi merek
bertindak sebagai alat pengumpulan informasi untuk melaksanakan
diferensiasi merek dan perluasan merek (Osselaer dan Janiszewski,
2001). Pada prinsipnya, setiap informasi yang ditemukan dalam
asosiasi merek terhubung ke nama merek dalam penarikan konsumen,
dan mencerminkan citra merek (Keller, 1993; Romaniuk dan Sharp,
2003). Semakin tinggi asosiasi merek dalam produk, semakin akan
diingat oleh konsumen dan loyal terhadap merek (Sasmita & Suki,
2015). Untuk itu brand association dapat diartikan sebagai citra yang
dimiliki perusahaan yang dibentuk dari informasi yang ditangkap oleh
konsumen dan membentuk sebuah persepsi maupun opini konsumen
terkait sebuah merek, dimana citra ini berfungsi sebagai pembeda
sebuah merek dengan merek lainnya.
Keller (1998) mendefinisikan asosiasi merek sebagai simpul
informasi yang dihubungkan dengan simpul merek dalam memori
yang mengandung makna merek bagi konsumen. Menurut Low (2000)
brand association penting bagi pemasar dan konsumen, pemasar
menggunakan brand association untuk membedakan, menempatkan,
dan memperluas merek, untuk menciptakan sikap dan perasaan positif
terhadap merek, dan untuk menyarankan atribut atau manfaat dari
pembelian atau penggunaan merek tertentu

Dimensi Brand Personality

 


Untuk mengukur seberapa jauh brand personality telah terbentuk atau
tidak, maka harus diukur berdasarkan pada dimensi-dimensi dari brand
personality tersebut. Menurut Aaker (1997) brand personality memiliki
lima dimensi yaitu sincerity, excitement, competence, sophistication dan
ruggedness. Dimensi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
A. Sincerity
Menurut Aaker sincerity terdiri dari beberapa subdimensi yaitu
honest yaitu kejujuran ketika memberikan ketulusan kepada orang
lain, down-to-earth merupakan ketulusan yang menggambarkan
kesederhanaan yang dimiliki merek, wholesome merupakan
ketulusan yang dimiliki merek yang dapat memberikan manfaat
bagi pelanggan, and cheerful merupakan ketulusan yang bisa
memberikan rasa riang kepada pelanggan ketika mengonsumsi
produk dari merek tersebut.
B. Excitement
Menurut Aaker excitement terdiri dari beberapa subdimensi yaitu
daring merupakan kepribadian merek yang berani didalam
memberikan pelayanan pengalaman kepada konsumen sehingga
memberikan kegembiraan bagi pelanggan, spirited merupakan
kegembiraan yang berasal dari rasa semangat yang diberikan oleh
merek kepada pelanggan, imaginative merupakan kegembiaraan
yang berasal dari proses imajinatif pelanggan ketika menggunakan
sebuah merek, Up-to-date merupakan kepribadian merek yang
dapat terus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman
sehingga dianggap modern oleh pelanggan.
C. Competence
Competence merupakan kemampuan yang dimiliki sebuah merek.
Menurut Aaker competence terdiri dari beberapa subdimensi yaitu
reliable merupakan kemampuan yang dapat diandalkan oleh
pelanggan ketika menggunakan suatu merek, intelligent merupakan
kemampuan yang dinilai cerdas oleh pelanggan sehingga dianggap
unggul dari merek lain, successful merupakan kemampuan yang
dimiliki merek yang dapat membuat merek tersebut berhasil dalam
menarik perhatian pelanggan.
D. Sophistication
Menurut Aaker sophistication terdiri dari beberapa subdimensi
yaitu upper class merupakan kecanggihan yang dimiliki oleh
sebuah merek sehingga merek tersebut dinilai sebagai merek kelas
atas, charming merupakan kecanggihan yang dinilai menawan oleh
para pelanggan.
E. Ruggedness
Menurut Aaker ruggedness terdiri dari beberapa subdimensi yaitu
outdoorsy merupakan kemampuan yang dimiliki merek sebagai
sesuatu yang kokoh dan sulit disaingi diantara ketatnya persaingan,
tough merupakan kemampuan merek yang tangguh didalam
menghadapi persaingan pasar.