Wednesday, July 3, 2024

Signaling theory

 


Signaling theory didasarkan dengan adanya asimetri informasi
dengan asumsi bahwa manajer mengetahui informasi yang lebih
banyak tentang peluang investasi perusahaan daripada investor
(Myers, 1984 dalam Hanafi, 2013). Brigham dan Houston (2001)
dalam hermuningsih (2013) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu
tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang akan
memberi investor petunjuk tentang bagaimana prospek perusahaan di
masa depan.
Investor akan berasumsi bahwa perusahaan yang mempunyai
prospek yang menguntungkan akan mencoba mendapatkan modal
dengan menggunakan hutang dan menghindari penjualan saham.
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa pemegang saham dan
manajer mempunyai akses informasi tentang prospek perusahaan
yang berbeda. Adanya informasi yang tidak simetri (asymmetric
information) antara manajer dan pemegang saham dengan asumsi
beberapa informasi tertentu hanya diketahui oleh manajer sehingga
hal ini berdampak, ketika struktur modal perusahaan mengalami
perubahan. Dapat dikatakan bahwa, tindakan manajer dalam hal
menentukan struktur modal, dapat dianggap sebagai sinyal oleh pihak
luar (Hanafi, 2013).

Teori pecking order

 


Teori mengenai cara pendanaan perusahaan yang digunakan
oleh manajer yang menjelaskan mengapa perusahaan dengan
peningkatan keuntungan tinggi justru mempunyai tingkat penggunaan
hutang yang kecil dengan sebutan teori pecking order. Teori ini
menyatakan bahwa pihak perusahaan lebih menyukai menggunakan
dana internal perusahaan yaitu yang berasal dari laba ditahan dan
aliran depresiasi dari pada menggunkan hutang. Teori struktur modal
pecking order diringkas dalam 4 hal yaitu:
1) Perusahaan lebih memilih menggunakan dana internal yang
diperoleh dari profit yang dihasilkan oleh kegiatan operasional
perusahaan.
2) Terdapat kebijakan dividen yang konstan, berarti untung atau
ruginya perusahaantidak akan mempengaruhi rasio pembayaran
dividen yang tetap (konstan).
3) Saat kas mengalami kenaikan maka perusahaan akan membeli surat
berharga dan membayar hutang, tetapi jika kas mengalami
penurunan perusahaan akan menjual surat berharga.
4) Jika dana eksternal dibutuhkan untuk mendanai proyek maka
perusahaan akan lebih dahulu mengeluarkan surat berharga,
kemudian hutang, saham preferen dan saham sebagai pilihan
terakhir

Teori trade off

 


Beberapa penelitian terdahulu mengarah pada pendanaan
perusahaan dari hutang yang disebut dengan trade off theory.
Perusahaan akan berhutang sampai pada titik tertentu, dimana
penghematan pajak dari tambaan hutang sama dengan biaya
kesulitan.(Myers, 2001 dalam Hanafi, 2013). Biaya kesulitan
keuangan dihasilkan dari:
1) Kewajiban hutang yang tergantung pada tingkat resiko bisnis dan
resiko keuangan akan menyebabkan peningkatan kemungkinan
kebangkrutan. .
2) Biaya agensi karena adanya asimetri informasi yang berkaitan
tentang prospek perusahaan antara manajer dengan pemegang
saham dengan asumsi manajer yang mempunyai informasi lebih
banyak daripada pemegang saham.
Jika menggunakan pendekatan Modigliani dan Miller (MM) dalam
kondisi ada pajak, maka nilai perusahaan akan meningkat terus seiring
dengan peningkatan penggunaan hutang, dengan mengabaikan bahwa
nilai sekarang dari biaya keagenan dan kesulitan keuangan dapat
mengakibatkan nilai perusahaan menurun karena memiliki hutang
yang berlebih (Sartono, 2001). Teori trade off berasumsi bahwa
perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan berusaha untuk
mengurangi pajak dengan cara meningkatkan peggunaan hutang. Tetapi
dalam prakteknya sulit menjumpai perusahaan yang menggunakan
hutang 100% dalam struktur modalnya. Dalam kenyataannya dengan
semakin tinggi hutang, maka beban bunga yang harus ditanggung
semakin tinggi. Satu hal yang pasti bahwa probabilitas kebangkrutan
akan semakin tinggi seiring dengan tingginya penggunaan hutang. Teori
ini tidak dapat menjelaskan korelasi negatif yang terjadi antara
profitabilitas dengan tingkat penggunaan hutang

Struktur Modal

 


Struktur modal merupakan perbandingan antara hutang dengan
ekuitas, struktur modal dapat diartikan sebagai hal penting dalam
menentukan keputusan belanja dan pendanaan perusahaan ( Yasa, 2013
dalam Hamidi, dkk, 2015). Menurut fama dan french (1998) dalam
Dewi dan Ary (2013), menyatakan bahwa optimalisasi nilai perusahaan
yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan
fungsi manajemen keuangan, dimana setiap keputusan keuangan yang
diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan
berdampak pada nilai perusahaan
Franco modigliani dan marton miller (MM) memperkenalkan teori
struktur modal, teori tersebut menjelaskan penggunaan hutang dapat
mengurangi pajak dan biaya agensi peusahaan, hal ini diperkuat oleh
teori trade off yang menyatakan bahwa meningkatnya hutang dapat
meningkatkan nilai perusahaan dengan syarat belum mencapai titik
tertinggi / optimal (Brighan Houston, 2001 dalam Hamidi,dkk, 2015)

Nilai Perusahaan

 


Perusahaan adalah organisasi yang mengkombinasikan berbagai
sumber daya sehingga dapat digunakan untuk memproduksi barang
atau jasa untuk diperjualbelikan (Salvatore, 2005 dalam Hermuningsih,
2013) berlaku hanya untuk transaksi antar perusahaan.
Dalam mengambil keputusan keuangan, manajer keuangan harus
menentukan tujuan yang ingin dicapai. Agar dapat memaksimumkan
nilai perusahaan dibutuhkan keputusan keuangan yang tepat sehingga
mampu meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan
adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pemegang saham saat
perusahaan tersebut menjual sahamnya (Dewi dan Ary 2013).
Menurut Fama (1978) dalam Dewi dan Ary (2014), nilai
perusahaan dapat diukur dari harga sahamnya. Harga saham terbentuk
atas penawaran dan permintaan calon investor, sehingga harga saham
tersebut dapat dijadikan proksi nilai perusahaan. Menurut Jensen
(2001) dalam Hermuningsih (2013), untuk memaksimalkan nilai
perusahaan tidak hanya memperhatikan nilai ekuitas saja , tetapi
harus memperhatikan sumber pendanaan lain, seperti hutang maupun
saham preferennya.
Nilai perusahaan dapat dihitung atau diukur dengan proksi price
to book value (PBV), yaitu perbandingan antara harga saham per
lembar saham dengan nilai buku per lembar saham (Brigham dan
Gapenski, 2006 dalam Hermuningsih, 2013). Indikator lain yang terkait
adalah nilai buku per saham atau book value per share, yakni
perbandingan antara equitas / modal sendiri dengan jumlah saham
yang beredar. Semakin tinggi PBV dapat menjamin kemakmuran
pemegang saham sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor
terhadap prospek perusahaan. Nilai PBV juga dapat menunjukkan
apakah harga saham yang diperdagangkan mengalami overvalued
(di atas) atau undervalued (di bawah) nilai buku saham tersebut
(Fakhruddin dan Hadianto, 2001 dalam Hamidi, dkk 2015).

Tuesday, July 2, 2024

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

 


Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik,
sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya
ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi
lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat
melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.
Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka
waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang
baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak
mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak
faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan
kerja.
Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti(2016:27),
“yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan
kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah:
1) Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan di tempat kerja sangat besar manfaatnya
bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja.
Oleh sebab itu, perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya)
yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas
menyebabkan pekerjaan menjadi lambat, banyak mengalami
kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam
melaksanakan pekerjaan, kinerja menurun sehingga tujuan
perusahaan akan sulit dicapai.
2) Temperatur atau Suhu Udara di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai
temperatur yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk
mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang
sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan
diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat
menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan
temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan
35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. Untuk
berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda.
Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena
kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di
kondisi bagaimana karyawan dapat hidup.
3) Kelembaban di Tempat Kerja
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara,
biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan
atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama
antara temperature, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan
radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan
tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari
tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas
dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari
tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh
lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya
peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh
manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas
tubuh denga suhu sekitarnya.
4) Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup
untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses
metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar
oksigen, dalam udara tersebut berkurang dan telah bercampur
dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di
sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang
dibutuhkan oleh manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar
tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran
pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu
mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.
5) Kebisingan di Tempat Kerja
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk
mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak
dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama
dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu
ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan
kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian kebisingan yang
serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan
membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya
dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan
efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek
yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan
tingkat gangguan terhadap manusia. Semakin lama telinga
mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya
pendengaran dapat makin berkurang.
6) Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat
mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan
dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran
mekanis pada umumnya sangat mengganggu tubuh karena tidak
teratur, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekuensinya.
Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat
apabila frekuensi alam beresonansi dengan frekuensi dari getaran
mekanis
7) Bau-Bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai
pencemaran, karena dapat menggangu konsentrasi bekerja, dan
bau-bauan yang terjadi terus-menerus dapat mempengaruhi
kepekaan penciuman. Pemakaian Air Condition yang tepat
merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menghilangkan bau-bauan yang mengganggu di sekitar tempat
kerja.
8) Tata Warna di Tempat Kerja
Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan
dengan sebaik-baiknya. Pada kenyatannya tata warna tidak dapat
dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi
karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat
dan pengaruh warna kadang menimbulkan rasa senang, sedih dan
lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan
manusia.
9) Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu
dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi
berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna,
perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.
10) Musik di tempat kerja
Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan
suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang
karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih
dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak
sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan
mengganggu konsentrasi kerja.
11) Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam
keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya.
Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat
memanfaatkan tenaga satuan petugas keamanan (satpam).
12) Hubungan antara Atasan dengan Bawahan
Hubungan antara atasan dengan bawahan yaitu interaksi antara
atasan dan bawahannya yang dapat menciptakan lingkungan.
13) Hubungan Sesama Rekan Kerja
Para karyawan cenderung membentuk kelompok informal yang
dapat memberikan kepuasan serta keefektifan kerja.

Jenis Lingkungan Kerja

 


Sedarmayanti (2016:21), “menyatakan bahwa secara garis besar,
jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu lingkungan kerja fisik
dan lingkungan kerja non fisik”.
1) Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah “semua keadaan berbentuk fisik
yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi
karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung
(Sedarmayanti, 2016:23)”. Menurut Komarudin (2017:76),
“lingkungan kerja fisik adalah keseluruhan atau setiap aspek dari
gejala fisik dan social-kultural yang mengelilingi atau
mempengaruhi individu”. Menurut Nitisemito (2016:184)
“lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara,
ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain.
Berdasarkan definisi tersebut bahwa lingkungan kerja fisik
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat kerja karyawan
lebih banyak berfokus pada benda-benda dan situasi sekitar tempat
kerja sehingga dapat mempengaruhi karyawan dalam
melaksanakan tugasnya. Masalah lingkungan kerja dalam suatu
organisasi sangat penting, dalam hal ini diperlukan adanya
pengaturan maupun penataan faktor-faktor lingkungan kerja fisik
dalam penyelenggaraan aktivitas organisasi.
Faktor-faktor lingkungan kerja fisik adalah sebagai berikut:
a) Udara
Di dalam ruangan kerja karyawan dibutuhkan udara yang
cukup, dimana dengan adanya pertukaran udara yang cukup,
akan menyebabkan kesegaran fisik dari karyawan tersebut.
Suhu udara yang terlalu panas akan menurunkan semangat
kerja karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan.
b) Suara bising
Suara yang bunyi bisa sangat menganggu para karyawan
dalam bekerja. Suara bising tersebut dapat merusak konsentrasi
kerja karyawan sehingga kinerja karyawan bisa menjadi tidak
optimal. Oleh karena itu setiap organisasi harus selalu berusaha
untuk menghilangkan suara bising tersebut atau paling tidak
menekannya untuk memperkecil suara bising tersebut.
c) Ruang Gerak
Suatu organisasi sebaiknya karyawan yang bekerja
mendapat tempat yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan
atau tugas. Karyawan tidak mungkin dapat bekerja dengan
tenang dan maksimal jika tempat yang tersedia tidak dapat
memberikan kenyamanan. Dengan demikian ruang gerak untuk
tempat karyawan bekerja seharusnya direncanakan terlebih
dahulu agar para karyawan tidak terganggu di dalam
melaksanakan pekerjaan disamping itu juga perusahaan harus
dapat menghindari dari pemborosan.
d) Keamanan
Rasa aman bagi karyawan sangat berpengaruh terhadap
semangat kerja dan kinerja karyawan. Di sini yang dimaksud
dengan keamanan yaitu keamanan yang dapat dimasukkan ke
dalam lingkungan kerja fisik. Jika di tempat kerja tidak aman
karyawan tersebut akan menjadi gelisah, tidak bisa
berkonsentrasi dengan pekerjaannya serta semangat kerja
karyawan tersebut akan mengalami penurunan.
e) Kebersihan
Lingkungan kerja yang bersih akan menciptakan keadaan
disekitarnya menjadi sehat. Oleh karena itu setiap organisasi
hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan kerja.
Dengan adanya lingkungan yang bersih karyawan akan merasa
senang sehingga kinerja karyawan akan meningkat”.
f) Pewarnaan
Masalah warna dapat berpengaruh terhadap karyawan di
dalam melaksanakan pekerjaan, akan tetapi banyak perusahaan
yang kurang memperhatikan masalah warna. Dengan demikian
pengaturan hendaknya memberi manfaat, sehingga dapat
meningkatkan semangat kerja karyawan.
g) Penerangan
Penerangan dalam ruang kerja karyawan memegang
peranan yang sangat penting dalam meningkatkan semangat
karyawan sehingga mereka akan dapat menunjukkan hasil kerja
yang baik, yang berarti bahwa penerangan tempat kerja yang
cukup sangat membantu berhasilnya kegiatan-kegiatan
operasional organisasi.
2) Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah “semua keadaan yang terjadi
yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan antara
atasan dengan bawahan maupun hubungan sesama rekan kerja
(Sedarmayanti, 2016:25). Lingkungan non fisik ini juga merupakan
kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Lingkungan
kerja non fisik ini tidak kalah pentingnya dengan lingkungan kerja
fisik. Semangat kerja karyawan sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan kerja non fisik, misalnya hubungan dengan sesama
karyawan dan dengan pemimpinnya.
Menurut Nitisemito (2016:187), “Perusahaan hendaknya dapat
mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat
atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama
di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana
kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Ada 5
aspek lingkungan kerja non fisik yang bisa mempengaruhi perilaku
karyawan, yaitu:
a) Struktur kerja, yaitu sejauh mana bahwa pekerjaan yang
diberikan kepadanya memiliki struktur kerja.
b) Tanggung jawab kerja, yaitu sejauh mana pekerja merasakan
bahwa pekerjaan mengerti tanggung jawab mereka.
c) Perhatian dan dukungan pemimpin, yaitu sejauh mana
karyawan merasakan bahwa pimpinan sering memberikan
pengarahan, keyakinan, perhatian serta menghargai mereka.
d) Kerja sama antar kelompok, yaitu sejauh mana karyawan
merasakan ada kerjasama yang baik diantara kelompok kerja
yang ada.
e) Kelancaran komunikasi, yaitu sejauh mana karyawan
merasakan adanya komunikasi yang baik, terbuka, dan lancar,
baik antara teman sekerja ataupun dengan pimpinan.