Sunday, July 7, 2024

Indikator Efektivitas

 


Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat sederhana,
karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada
siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut
produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa
efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa.
Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara
rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun,
jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga
menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu
dikatakan tidak efektif.
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak,
sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian, yaitu:
1) Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksdukan supaya
karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan
tujuan organisasi dapat tercapai.
2) Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai
sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam
pencapaian tujuan organisasi.
3) Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya
kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha
pelaksanaan kegiatan operasional.
4) Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang
apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
5) Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila
tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
6) Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas
organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan
prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.
7) Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program
apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi
tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan
organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
8) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat
sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut
terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

Pendekatan Efektivitas

 


Untuk menilai apakah sebuah organisasi itu efektif atau tidak, terdapat
banyak cara atau pendapat, antara lain yang mengatakan bahwa suatu organisasi
efektif atau tidak, secara keseluruhan ditentukan oleh apakah tujuan organisasi itu
tercapai dengan baik atau tidak. Teori yang paling sederhana ialah teori yang
berpendapat bahwa efektivitas organisasi sama dengan prestasi organisasi secara
keseluruhan, pandangan yang juga penting adalah teori yang menghubungkan
tingkat kepuasan para anggotanya. Menurut teori ini sesuatu organisasi dikatakan
efektif bila para anggotanya merasa puas. Akhir-akhir ini berkembang suatu teori
atau pandangan yang lebih komprehensif dan paling umum dipergunakan dalam
membahas persoalan efektivitas organisasi adalah kriteria flexbility, productivity
dan satisfaction.
Pandangan beberapa ahli mengenai pendekatan yang dapat digunakan
dalam mengukur keefektifan organisasi antara:
1) Gibson, Donnely dan Ivancevich (1997) mengemukakan bahwa pendekatan
untuk mengukur efektivitas adalah pendekatan tujuan dan pendekatan
sistem.
2) Robbins (1994) membagi kedalam empat pendekatan dalam mengukur
efektivitas organisasi, yaitu: pendekatan pencapaian tujuan, pendekatan
sistem, pendekatan konstituensi-strategis, dan pendekatan nilai-nilai
bersaing

Definisi Efektivitas

 


Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas
selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang
sesungguhnya dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (view
point) dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat
dengan efisiensi. Seperti yang dikemukakan oleh Arthur G. Gedeian dkk
mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “That is, the greater the extent it which
an organization’s goals are met or surpassed, the greater its effectiveness”
(Semakin besar pencapaian tujuan-tujuan organisasi semakin besar efektivitas).
Efektivitas merupakan faktor kunci dalam mencapai tujuan atau sasaran yang telah
ditetapkan oleh setiap organisasi. Suatu kegiatan atau program dikatakan efektif
apabila tujuan atau sasarannya tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan. Hal ini
sesuai dengan pendapat H. Emerson bahwa “efektivitas adalah ukuran pencapaian
suatu tujuan tertentu”. (Soewarno Handayaningrat S. 2006:16).
Efektivitas menurut Barnard dalam mamiki dan Sharif (2016:7) mengacu
pada pencapaian tujuan. Menurut Rusdiana dan Gazhini (201:80), Efektivitas
mengacu pada pencapaian tujuan kuantitatif dan kualitatif. Semakin tinggi
persentase tujuan program yang dicapai, maka semakin tinggi pula tingkat
efektivitasnya. Efektivitas mencerminkan kemampuan untuk mempengaruhi
penampilan suatu produk. Efektivitas menunjukkan seberapa besar pengaruhnya
terhadap proses produksi.
Susanto mengemukakan bahwa ‘Efektivitas adalah apa yang mempengaruhi
kekuatan suatu pesan atau mempengaruhi tingkat kompetensi suatu pesan’
(Susanto, 2005:156). Menurut pendapat Susanto di atas, efektivitas dapat diartikan
sebagai ukuran pencapaian tujuan yang telah direncanakan dengan matang
sebelumnya. Pendapat tersebut menyatakan bahwa efektivitas adalah ukuran sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh suatu lembaga atau organisasi
tercapai. Semua organisasi atau lembaga ingin mencapai tujuannya dengan
kegiatan. Semua kegiatan yang sedang berlangsung secara efektif dilakukan ketika
tujuan lembaga tercapai dan faktor mendukung efektivitas.
Menurut Steers, "Efektivitas didefinisikan sebagai suatu sistem, dengan
sumber daya dan fasilitas tertentu, mencapai tujuan dan sarananya tanpa
mengorbankan metode dan sumber daya dan tanpa tekanan yang tidak semestinya
pada implementasinya. Menurut Gie (2000), efektivitas adalah keadaan atau
kemampuan orang untuk melakukan pekerjaan untuk menghasilkan hasil yang
diinginkan. Gibson (1984), di sisi lain, menunjukkan bahwa efektivitas adalah
konteks perilaku organisasi, hubungan antara produksi, kualitas, efisiensi,
fleksibilitas, kepuasan, jenis keunggulan, dan pengembangan (Haris, 2015).
Menurut Mardiasmo (2004), efektivitas adalah ukuran keberhasilan atau kegagalan
suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Suatu organisasi dikatakan telah
berjalan efektif apabila telah mencapai tujuan

Thursday, July 4, 2024

Indikator-Indikator Kepuasan Kerja

 


Menurut pendapat Robbins (2001) indikator dari kepuasan kerja adalah
sebagai berikut :
a. Karyawan merasa senang karena adanya tantangan dalam penyelesaian
pekerjaan.
b. Karyawan merasa senang atas penghargaan yang diberikan perusahaan
karena sesuai dengan keinginan.
c. Karyawan merasa senang atas kondisi kerja yang mendukung.
d. Karyawan merasa senang atas rekan kerja yang mendukung.
e. Karyawan merasa senang selama bekerja diperusahaan

Pengertian Kepuasan Kerja

 


Terdapat berbagai macam aktivitas didalam kehidupan manusia, salah satunya
adalah bekerja. Bekerja adalah sebuah kebutuhan, karena dengan bekerja manusia
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya.Menurut Handoko (1995)
kepuasan kerja adalah keadaan emosional individu dimana pekerjaan tersebut
menyenangkan atau tidak menyenangkan menurut persepsi dan pandangan
karyawan itu sendiri. Sedangkan Sunyoto (2012) mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai cerminan perasan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini nampak pada
sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi
dilingkungan kerjanya. Kepuasan kerja seseorang merupakan ungkapan dari
fenomena psikologis seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukan berdasarkan
persepsi yang bersangkutan terhadap berbagai dimensi lingkungan pekerjaannya
antara lain tugas-tugas yang dilakukan, rekan sekerja, lingkungan kerja, dan
kompensasi pekerjaan (Gibson,1994).
Kepuasan kerja mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka
mendukung tercapainya tujuan perusahaan. Kepuasan kerja memberikan
sumbangan yang besar terhadap keefektifan organisasi, serta merangsang
semangat kerja dan loyalitas karyawan. Kepuasan kerja merupakan faktor yang
mendorong karyawan untuk lebih giat dalam bekerja dan sekaligus sebagai
motivasi dalam bekerja.
Menurut pendapat Stephen Robbins (2003) istilah kepuasan kerja merujuk
pada sikap umum individu terhadap pekerjaan yang dilakukannya dengan kerja
yang menentukan atau mendorong kepuasan kerja :

  1. Kerja yang secara mental menantang
  2. Ganjaran kerja yang pantas
  3. Kondisi kerja yang mendukung
  4. Rekan sekerja yang mendukung
    Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang penting karena sebagian
    besar waktu manusia dihabiskan di tempat kerja. Menurut Wibowo (2009)
    berpendapat bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi timbulnya kepuasan
    kerja, yaitu :
  5. Pemenuhan kebutuhan
  6. Perbedaan
  7. Pencapaian nilai
  8. Keadilan
  9. Komponen genetik

Indikator-indikator Lingkungan Kerja

 


Yang menjadi indikator-indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti
(2001) adalah sebagai berikut :

  1. Penerangan atau Cahaya
    Penerangan atau cahaya merupakan hal yang sangat penting karena sangat
    berpengaruh terhadap produktivitas karyawan. Tingkat cahaya pada ruangan kerja
    yang tidak sesuai akan mengakibatkan karyawan mengalami kelelahan dan
    ketegangan pada matanya dan akan berpengaruh pada fisiknya (Badri,2006).
    Cahaya yang dibutuhkan didalam ruang kerja adalah cahaya yang terang tetapi
    tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang terang berakibat kurang jelas pada
    penglihatan, sehingga memperlambat pekerjaan dan menimbulkan potensi
    kesalahan yang pada akhirnya menyebabkan pekerjaan menjadi kurang efektif dan
    efisien.
  2. Suhu udara
    Suhu udara didalam ruang kerja menjadi salah satu hal yang sangat penting
    untuk diperhatikan karena sebagian besar waktu akan dihabiskan oleh karyawan
    didalam area kerjanya. Udara atau oksigen adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh
    makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidupnya oleh sebab itu ruangan
    kerja harus didesain sedemikian rupa untuk memastikan adanya pertukaran udara
    yang lancar didalamnya. Udara yang sejuk dan segar akan dapat membantu
    mempercepat pemulihan tubuh akibat kelelahan dalam bekerja.
  3. Hubungan karyawan
    Hubungan karyawan meliputi hubungan antara atasan dengan bawahannya,
    bawahan dengan atasannya, dan hubungan antar sesama karyawan. Hubungan
    yang harmonis dengan atasan, rekan kerja, maupun dengan bawahan serta
    didukung dengan sarana dan prasarana kerja yang memadai yang ada ditempat
    kerja akan membawa dampak positif bagi karyawan sehingga kinerja karyawan
    juga akan meningkat.
  4. Penggunaan warna
    Menurut Nitisemito (1996) pemilihan warna dapat mempengaruhi mood dan
    semangat para karyawan. Pemilihan warna ruang kerja sebaiknya menggunakan
    warna-warna yang dingin dan lembut dipandang. Komposisi warna ruang kerja
    yang tidak tepat dapat mengakibatkan rasa yang tidak mengenakkan pada saat
    memandang dan menempati ruangan tersebut. Pemilihan warna juga berlaku
    untuk warna seragam, warna peralatan kerja, dan warna benda-benda yang berada
    disekitar lingkungan kerja karyawan. Pewarnaan mempunyai dampak terhadap
    psikologi yang positif maupun yang negatif bagi produktivitas, kelelahan, moral,
    tingkah laku, dan ketegangan karyawan (Badri,2006).
  5. Suara bising
    Suara bising atau kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga
    karena dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat menggangu ketenangan
    bekerja, merusak pendengaran, dan dapat menimbulkan kesalahan dalam
    komunikasi. Kebisingan juga menggangu konsentrasi kerja sehingga suara bising
    dalam ruang kerja sedapat mungkin harus dihilangkan atau diredam agar tidak
    menggangu produktivitas kerja karyawan yang dapat menurunkan kinerja
    karyawan.
  6. Keamanan kerja
    Keamanan kerja merupakan sesuatu yang mutlak harus didapatkan oleh para
    pekerja atau karyawan dan menjadi sesuatu yang wajib diberikan oleh perusahaan
    atau pengusaha. Komitmen perusahaan dalam menangani keamanan kerja akan
    memberikan rasa aman dan tentram bagi karyawan dalam menjalankan tugas dan
    tanggungjawabnya sehingga produktivitas karyawan juga akan meningkat

Pengertian Lingkungan Kerja

 


Lingkungan kerja merupakan suatu sarana atau tempat yang sangat berperan
dalam suatu perusahaan atau organisasi. Menurut Sedarmayanti (2001)
lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,
lingkungan sekitar dimana seseorang bekerja, metode kerjanya serta pengaturan
kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok. NitiSemito (2006)
menyatakan bahwa lingkungan kerja merupakan kondisi dari segala sesuatu yang
terdapat di sekitar tempat bekerja karyawan yang mampu memberikan pengaruh
bagi dirinya dalam melaksanakan pekerjaannya.
Menurut parlinda (2003) lingkungan kerja adalah keadaan dimana tempat
kerja yang baik meliputi fisik atau non fisik yang dapat memberikan kesan
menyenangkan, aman, tentram, dan lain sebagainya. Apabila kondisi tempat kerja
baik maka hal tersebut dapat memacu timbulnya rasa puas dalam diri karyawan
yang pada akhirnya dapat memberi pengaruh yang positif terhadap kinerja
karyawan, begitu pula sebaliknya, apabila kondisi kerja buruk maka karyawan
tidak akan mempunyai kepuasan dalam bekerja. Secara garis besar lingkungan
kerja dibagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non
fisik (sedarmayanti,2009). Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang
berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi
karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan lingkungan
kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan
hubungan kerja baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan sesama
rekan kerja.
Wursanto (2009) menyatakan bahwa lingkungan kerja terdiri dari dua jenis.
Pertama, lingkungan kerja yang menyangkut segi fisik dan kedua, lingkungan
kerja yang menyangkut segi psikis. Sedarmayanti (2007) membagi lingkungan
kerja menjadi dua jenis lingkungan kerja fisik dan non fisik. Lingkungan kerja
fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat
kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan kerja fisik masih dibagi menjadi dua kategori, yaitu
lingkungan kerja yang berhubungan langsung dan berada di dekat karyawan,
contoh : kursi, meja, buku, komputer, dan sebagainya, dan lingkungan perantara
contoh : sirkulasi udara, kelembaban, temperatur, pencahayaan, getaran mekanis,
bau yang tidak sedap, warna dan sebagainya. Lingkungan kerja non fisik adalah
semua keadaan yang terjadi berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan
dengan atasan maupun hubungan dengan sesama rekan kerja atau hubungan
dengan bawahan