Sunday, July 7, 2024

Pengertian Kecerdasan Emosional

 


Kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang
untuk memotivasi dirinya dalam menghadapi kegagalan dan dalam
mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan untuk mengatur kondisi
pikirannya. Kecerdasan emosional juga merupakan kemampuan untuk
membangkitkan emosi pada individu itu sendiri dan orang lain serta
memanfaatkan emosi tersebut untuk bertidak dan berfikir yang membutuhkan
konsentrasi, perhatian, dan waktu. Jadi, keberhasilan dan prestasi kinerja
seseorang dipengaruhi oleh kecerdasan emosional (EQ).
Hal ini sejalan dengan pendapat (Goleman, 2006) menyatakan bahwa
kecerdasan emosional berkontribusi 80% terhadap kesuksesan seseorang,
sedangkan kemampuan intelektual hanya berkontribusi 20%. Hal ini terjadi
karena seseorang yang memiliki kecerdasan emosional dapat mengenali dan
mengelola emosinya sendiri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang
lain, dan menjalin kerjasama yang baik dengan orang lain. Demikian pula, Joan
Beck menyimpulkan bahwa IQ berkembang sebelum usia 5 tahun sebesar 50%
dan sebelum usia 8 tahun sebesar 80%. Sementara hanya 20% berkembang
sampai pada akhir masa remaja, dan sedangkan kecerdasan emosional dapat
dikembangkan tanpa batas. Kecerdasan emosional seseorang yang baik akan
memberikan dorongan yang baik untuk merespon pekerjaan yang sedang
dihadapinya dan akan membawa produktivitas yang baik bagi perusahaan.

Indikator Beban Kerja

 


Ada beberapa indikator yang dapat menentukan beban kerja dalam suatu
perusahaan yang harus diterima oleh karyawan, yaitu (Koesomowidjojo, 2017):
a. Kondisi Pekerjaan
Kondisi pekerjaan ialah termasuk bagaimana karyawan memandang
kondisi kerja mereka. Misalnya, mampu melayani klien atau konsumen dengan
cepat, mempertahankan produk perusahaan yang sebaik mungkin, dan dapat
menangani kejadian tidak terduga. Untuk itu, perusahaan sebaiknya mempunyai
dan memberikan sosialisasi SOP (Standard Operating Procedur) kepada seluruh
elemen organisasi agar karyawannya dapat:
1) Menjalankan pekerjaan yang didelegasikan.
2) Meminimalkan kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan.
3) Meminimalkan kecelakaan kerja.
4) Mengurangi beban kerja karyawan dan dapat meningkatkan keandalan, dan
keamanan.
5) Mempermudah evaluasi terhadap setiap proses bisnis yang ditetapkan oleh
perusahaan atau lembaga.
6) Untuk memudahkan pengambilan keputusan jika terjadi perubahan proses
bisnis, sehingga kualitas kerja yang ditetapkan lebih mudah tercapai.
7) Memudahkan karyawan untuk berkomunikasi yang baik dengan atasan atau
sesama rekan kerja.
b. Penggunaan Waktu Kerja
Kesan yang dimiliki setiap karyawan terhadap pekerjaannya, misalnya
perasaan yang timbul dari beban kerja yang harus diselesaikan dalam waktu yang
sudah ditentukan. Jam kerja yang sesuai dengan SOP dapat meminimalisir beban
kerja pada karyawan. Tetapi, banyak organisasi yang tidak memiliki SOP atau
tidak konsisten dalam menerapkan SOP, penggunaan waktu kerja karyawan
yang digunakan cenderung berlebihan atau sangat terbatas.
c. Target Kerja yang Harus Dicapai
Perspektif setiap orang tentang seberapa banyak pekerjaan yang
diberikan bertujuan untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kewajiban
dan unsur masing – masing karyawan. Untuk menyelesaikan pekerjaannya,
karyawan harus mengeluarkan kinerja yang optimal. Target kerja yang
ditentukan perusahaan pastinya akan berpengaruh langsung terhadap beban kerja
yang diterima karyawan. Semakin sedikit waktu yang disediakan untuk
melakukan tugas tertentu, atau ketidakseimbangan antara waktu untuk
menyelesaikan target kerja pelaksanaan dan jumlah pekerjaan yang diberikan,
maka semakin besar beban kerja yang diterima dan dirasakan karyawan. Oleh
karena itu, dalam setiap organisasi perlu ditetapkan suatu standar/waktu dasar
untuk menyelesaikan suatu jumlah pekerjaan tertentu yang jumlahnya mutlak
berbeda satu sama lain

Aspek – Aspek Beban Kerja

 


Sandra G. dan Lowell E. Staveland pada tahun 1981 mengembangkan
metode untuk mengukur beban kerja yang disebut NASA-TLX. Metode ini
berbentuk kuesioner yang dikembangkan dalam kebutuhan pengukuran subjektif
yang lebih sederhana tetapi lebih sensitif untuk mengukur beban kerja. Metode
NASA TLX memiliki 6(enam) aspek sebagai berikut: Mental Demand, Physical
Demand, Temporal Demand, Performance, Effort, dan Frustation Demand
(Arasyandi & Bakhtiar, 2016).
Mental Demand merupakan keahlian setiap orang untuk memproses
informasi yang terbatas, hal tersebut mempengaruhi tingkat kinerja seseorang
yang dapat dicapai. Bukan hal yang baik jika kinerja seseorang rendah karena
tidak ada yang bisa dilakukan, hal tersebut dapat membuat individu mudah bosan
dan cenderung kehilangan minat terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Kondisi
ini dapat dikatakan underload, yaitu beban kerja di bawah standar. Dan jika
beban kerja yang terlalu tinggi atau overload, maka akan menyebabkan
hilangnya informasi penting yang hanya memfokuskan perhatian pada salah satu
aspek pekerjaan.
Physical Demand adalah aspek kebutuhan fisik yang menggambarkan
seberapa banyak aktivitas fisik yang diperlukan, seperti mendorong, menarik,
memutar, mengendalikan, dan mengoperasikan. Setelah itu, tugas – tugas fisik
yang dilakukan, apakah termasuk mudah atau sulit, dan apakah itu melelahkan
atau tidak.
Temporal Demand merupakan aspek tentang kebutuhan waktu. Hal ini
tergantung berdasarkan pada ketersediaan waktu dan kemampuan dalam
menggunakan waktu untuk kegiatan. Performance sebagai aspek untuk
memahami kesuksesan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang
diberikan oleh atasan. Kinerja juga dapat tergantung pada apakah karyawan puas
dengan kinerjanya dalam menyelesaikan pekerjaan.
Effort ialah aspek yang memperlihatkan seberapa besar upaya yang
dilakukan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Pada kasus ini, upaya yang
terlibat meliputi upaya mental dan fisik. Frustation Demand menunjukkan apa
yang dapat menyebabkan seseorang kebingungan, frustrasi, stress, dan takut saat
melakukan pekerjaan yang membuat pekerjaan lebih sulit dari yang sebenarnya

Faktor – Faktor Beban Kerja

 


Faktor – faktor yang mempengaruhi beban kerja yaitu ada 2(dua), faktor
eksternal dan faktor internal (Lukito & Alriani, 2018):
a. Faktor Eksternal
Ialah faktor – faktor yang berasal dari tugas yang berasal dari luar tubuh
pekerja, organisasi kerja, dan lingkungan kerja.
1) Tugas yang berasal dari luar tubuh pekerja, misalnya: Tugas yang bersifat
fisik, seperti tugas yang bersifat kompleks, tempat bekerja, tata letak ruang
kerja, alat dan prasana kerja, dan tingkat kesulitan kerja.
2) Organisasi kerja, seperti jam kerja, waktu istirahat, kerja shift, kerja malam,
sistem pembayaran, model struktur organisasi, pemberian tugas dan
wewenang.
3) Lingkungan kerja ialah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimia,
lingkungan kerja biologis, dan lingkungan kerja psikologis.
b. Faktor Internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh karyawan sebagai akibat
dari reaksi beban kerja faktor eksternal. Faktor internal seperti usia, jenis
kelamin, status kesehatan, status gizi, ukuran tubuh, persepsi, motivasi,
keinginan, keyakinan dan kepuasan.

Pengertian Beban Kerja

 


Faktor lain yang mempengaruhi kinerja karyawan ialah beban kerja,
beban kerja yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kinerja karyawan, tetapi
beban kerja yang berlebihan dapat menyebabkan kinerja karyawan menurun.
Ketidakmampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya dikarenakan
kemampuan dan kapasitas karyawan tidak memenuhi persyaratan yang harus
dikerjakan. Beban kerja merupakan suatu proses atau aktivitas berlebihan yang
menyebabkan stres pada seseorang. Hal ini, dapat mengakibatkan menurunnya
kinerja karyawan karena kecepatan kerja yang terlalu cepat, tingkat keahlian
yang tinggi, dan volume kerja yang terlalu banyak (Sunyoto, 2017).
Beban kerja adalah besar kecilnya tugas yang diberikan berdasarkan hasil
antara kapasitas kerja dan norma waktu, yang menjadi tanggung jawab suatu
jabatan atau unit organisasi (Nurwahyuni, 2019). Beban kerja yang terlalu tinggi
adalah salah satu penyebab ketidakpuasan pada karyawan yang dapat
menyebabkan kelelahan kerja. Beban kerja dapat mempengaruhi fisik dan psikis,
sehingga dapat mempengaruhi produktivitas karyawan. Selain dari beban kerja
yang tinggi, beban kerja yang terlalu rendah juga dapat menurunkan
produktivitas kinerja karyawan karena mengurangi keterampilan yang ada pada
diri karyawan itu sendiri menjadi tidak dimanfaatkan secara optimal. Beban
kerja yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan kebosanan, mengurangi
kepekaan terhadap lingkungan, dan hilangnya kepedulian pada sekitar (Balqis &
Sugiono, 2020).

Indikator Komunikasi

 


Indikator komunikasi ialah indikator vertikal, indikator horizontal, dan
indikator diagonal (Purwanto, 2015).
a. Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal yaitu komunikasi dari atas ke bawah (downward
communication) dan komunikasi dari bawah ke atas (upward communication).
Teori ini diperkuat oleh (Affifudin, 2013) yang mengemukakan bahwa
komunikasi vertikal merupakan bentuk komunikasi dari pimpinan kepada
karyawan dan dari karyawan kepada pimpinan. Untuk mengukur indikator
komunikasi vertikal, yaitu dengan komunikasi ke bawah dan komunikasi ke atas
(Guntur, 2013).
1) Komunikasi dari Atas ke Bawah.
Komunikasi ini adalah komunikasi yang disampaikan pada tingkat
hierarki yang lebih tinggi ke tingkat hierarki yang lebih rendah. Bentuk
umumnya meliputi pernyataan kebijakan, instruksi kerja, prosedur kerja,
instruksi, memo resmi, dan pengumuman.
2) Komunikasi dari Bawah ke Atas.
Pada kondisi tertentu dalam organisasi, komunikasi dapat diteruskan dari
tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Efektivitas komunikasi
dari bawah ke atas sendiri cukup sulit dicapai, terutama pada organisasi besar.
Alat komunikasi ke atas yang umum digunakan termasuk kotak saran, rapat,
laporan, dan prosedur untuk permohonan atau keluhan. Efektivitas saluran
komunikasi ke atas itu sendiri dianggap penting karena memberikan kesempatan
berbicara dengan karyawan.
b. Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal adalah komunikasi antara dua pihak yang berada
pada tingkat hierarki yang sama. Teori ini diperkuat oleh (Effendy, 2013)
menyatakan bahwa komunikasi horizontal adalah komunikasi mendatar yang
dilakukan antara karyawan dengan karyawan lain. Contoh bentuk komunikasi
horizontal adalah komunikasi antara bagian keuangan dan bagian pemasaran
dalam organisasi yang sama. Komunikasi ini sangat penting untuk koordinasi
dan integrasi berbagai fungsi dalam organisasi.
c. Komunikasi Diagonal
Bentuk komunikasi ini cukup langka dilakukan, tetapi penting ketika
tidak ada saluran lain yang memungkinkan anggota organisasi untuk
berkomunikasi secara efektif. Dan informasi diterima dengan cepat, contohnya
hubungan antar divisi dan koordinasi dengan bagian lain. Teori ini diperkuat
oleh (Effendy, 2013) mengemukakan bahwa komunikasi diagonal atau
komunikasi silang adalah komunikasi yang dilakukan antara seorang pemimpin
dengan karyawan lainnya. Komunikasi yang terjadi dari satu pihak ke pihak lain
pada posisi yang berbeda yang dimana kedua posisi tersebut tidak berada pada
jalur struktur yang sama.

Komunikasi yang Efektif

 


Komunikasi yang efektif ialah komunikasi yang tepat sasaran dengan
cara mengindari hambatan – hambatan komunikasi (Nasrudin, 2010: 205).
Secara khusus, beberapa keterampilan yang harus dimiliki dan dikembangkan
untuk komunikasi yang efektif, yaitu:
a. Keterampilan mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara keseluruhan disertai dengan minat, perhatian,
penerimaan, dan keinginan untuk menyelesaikan suatu persoalan. Beberapa
perilaku harus diperhatikan, yaitu:
1) Tatapan mata
2) Ekspresi wajah yang sesuai dan anggukan kepala
3) Hindari tindakan yang mengganggu
4) Mendengarkan atau menyimak
5) Menghindari menyela pembicaraan
6) Menghindari berbicara terlalu banyak
b. Keterampilan umpan balik (feedback) bisa positif dan negatif
Umpan balik positif ialah yang bersifat pujian atau penghargaan atas
kinerja yang positif dan prestasi yang telah dilakukan oleh karyawan. Sedangkan
umpan balik negatif ialah feedback yang bersifat kritikan kinerja yang tidak
memuaskan. Agar keterampilan ini bekerja secara efektif, maka perlu dilakukan
dalam memberikan umpan balik sebagai berikut:
1) Fokus pada perilaku tertentu
2) Menjaga agar feedback selalu berorientasi pada tujuan
3) Tepat waktu
4) Meyakinkan pemahaman
5) Umpan balik negatif langsung dapat dikendalikan oleh penerima.
c. Selain dari perspektif yang terlibat, perlu diperhatikan pada hal – hal berikut
ini:
1) Kepekaan terhadap orang yang diajak bicara
2) Memilih waktu yang tepat
3) Memilih media komunikasi yang tepat
4) Memilih ikon yang tepat
d. Menjalin komunikasi satu sama lain