Sunday, July 7, 2024

Pengaruh Komunikasi terhadap Kinerja Karyawan

 


Komunikasi merupakan proses pemindahan pengertian, berupa ide atau
informasi, dari satu orang ke orang lain. Pencapaian tujuan organisasi
memerlukan komunikasi yang baik, dan dalam komunikasi tersebut terdapat
pemahaman, sehingga komunikasi dapat dipahami dan dilaksanakan antara
pihak satu ke pihak lain. Karyawan harus berinteraksi saat melakukan pekerjaan
agar dapat bekerja sama dengan karyawan lain atau atasan. Kerjasama yang baik
tentunya membutuhkan komunikasi yang baik antar elemen dalam organisasi.
Karyawan harus dapat berkomunikasi secara efektif, didukung dengan sarana
atau perlengkapan maupun peralatan yang lengkap untuk berkomunikasi dengan
cepat, mudah dan jelas. Komunikasi menjadi alat (tool) yang memegang peranan
penting dalam menunjang efektivitas organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi (Sugiono & Tobing, 2021).
Teori ini didukung oleh penelitian sebelumnya (Efendi & Guridno, 2021)
dengan judul The Effect of Transformational Leadership, Communication and
Discipline on Employee Performance and Their Impact on Company
Performance dengan hasil yang menyatakan bahwa komunikasi berpengaruh
langsung dan positif terhadap kinerja karyawan. 

Indikator Kecerdasan Emosional

 


Kecerdasan emosional dapat menentukan potensi seseorang untuk
mempelajari keterampilan praktis berdasarkan lima indikator (Goleman, 2018:
513):
a. Kesadaran Diri
Memahami apa yang seseorang rasakan pada saat tertentu dan
menggunakannya untuk mengambil keputusan pada diri sendiri, maka akan
memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi, tolak ukur yang realistis atas
keahlian yang dimiliki. Kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali
emosi saat muncul. Kemampuan ini adalah dasar dari kecerdasan emosional,
yaitu kesadaran akan emosi diri sendiri. Kesadaran diri memungkinkan kita
menjadi lebih sadar akan suasana hati dan pikiran tentang suasana hati, jika kita
kurang sadar terhadap emosi diri sendiri maka akan mudah terjebak dan akan
dikendalikan oleh emosi. Kesadaran diri tidak menjamin penguasaan emosi,
tetapi merupakan salah satu prasyarat untuk mengendalikan emosi agar dapat
dengan mudah dalam mengendalikan emosinya.
b. Pengaturan Diri
Dapat mengelola emosi dengan baik sehingga akan berdampak positif
pada penyelesaian tugas, berhati – hati dan mampu menunda kepuasan sebelum
mencapai tujuan, dan menghindari tekanan emosional. Pengaturan diri adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengekspresikan emosinya secara
tepat dan dengan demikian tercapai keseimbangan dalam diri seseorang tersebut.
Menjaga emosi agar tetap terkendali adalah kunci menuju kesejahteraan
emosional. Emosi yang berlebihan, yang intensitasnya meningkat terlalu lama,
akan mengganggu kestabilan pada diri seseorang.
c. Motivasi
Menggunakan keinginan terdalam untuk membimbing dan
menggerakkan seseorang menuju tujuan yang telah ditentukan, membantu dalam
mengambil inisiatif dan bertindak dengan sangat efektif, serta bertahan
menanggung kegagalan dan kekecewaan. Kesuksesan dapat dicapai dengan
adanya motivasi dalam diri individu, ini berarti memiliki ambisi untuk menahan
pada kepuasan dan mengendalikan keinginan, sementara juga memiliki emosi
motivasi yang positif seperti antusiasme, gairah, optimisme, dan kepercayaan
diri.
d. Empati
Merasakan perasaan orang lain, dapat memahami perspektif orang lain,
menjaga hubungan saling percaya dan mampu beradaptasi dengan orang – orang
yang berbeda. Empati disebut juga dengan kemampuan mengenali emosi orang
lain. Sesorang dengan kemampuan berempati lebih akan mampu menangkap
isyarat sosial tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang lain,
sehingga mereka dapat menerima sudut pandang orang lain, lebih perasa
terhadap perasaan orang lain, dan dapat mendengarkan orang lain.
e. Keterampilan Sosial
Mengantur emosi dengan baik ketika berhadapan dengan orang lain dan
cermat membaca situasi dan jaringan kelompok sosial, serta berinteraksi dengan
baik untuk mempengaruhi dan memimpin menggunakan keterampilan –
keterampilan ini, dan juga mampu menyelesaikan permasalahan dan dapat
bekerja sama secara tim

Aspek – Aspek Kecerdasan Emosional

 


Sampai saat ini belum ada alat ukur yang digunakan untuk mengukur
kecerdasan emosional individu. Meskipun demikian, ada beberapa yang
menunjukkan bahwa seseorang memiliki ciri – ciri kecerdasan emosional.
Berbagai aspek kecerdasan emosional secara umum, yaitu (Goleman, 2009: 58):
a. Mengenali Emosi Diri
Keahlian individu yang memantau emosi dari waktu ke waktu, dan
memperhatikan emosi yang muncul. Ketidakmampuan dalam mencermati
perasaan yang sebenarnya berarti bahwa individu berada dalam kekuasaan
emosinya.
b. Mengelola Emosi
Keahlian menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
ketersinggungan atau kemurungan, dan konsekuensi dari kegagalan
keterampilan emosional dasar. Mereka yang mahir dalam keahlian ini akan bisa
bangkit lebih cepat dan sebaliknya. Kemampuan mengelola emosi meliputi
pengendalian diri dan ketenangan.
c. Motivasi Diri Sendiri
Keahlian dalam mengatur emosi ialah sarana untuk mencapai suatu
tujuan dan sangat penting memotivasi dan pengendalian diri. Individu dengan
keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efisien terlepas dari upaya
yang mereka lakukan.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Keahlian ini dapat disebut empati, ialah keterampilan yang didasarkan
pada kesadaran diri emosional, keterampilan ini merupakan keterampilan sosial
dasar. Orang yang memiliki empati lebih cepat menangkap isyarat sosial
tersembunyi yang menunjukkan apa yang dibutuhkan atau diinginkan seseorang.
e. Membangun Hubungan
Seni membangun hubungan sosial ialah kemampuan untuk mengelola
emosi orang lain, termasuk keterampilan sosial yang mendukung popularitas,
kepemimpinan, dan hubungan interpersonal yang sukses.

Pengertian Kecerdasan Emosional

 


Kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang
untuk memotivasi dirinya dalam menghadapi kegagalan dan dalam
mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan untuk mengatur kondisi
pikirannya. Kecerdasan emosional juga merupakan kemampuan untuk
membangkitkan emosi pada individu itu sendiri dan orang lain serta
memanfaatkan emosi tersebut untuk bertidak dan berfikir yang membutuhkan
konsentrasi, perhatian, dan waktu. Jadi, keberhasilan dan prestasi kinerja
seseorang dipengaruhi oleh kecerdasan emosional (EQ).
Hal ini sejalan dengan pendapat (Goleman, 2006) menyatakan bahwa
kecerdasan emosional berkontribusi 80% terhadap kesuksesan seseorang,
sedangkan kemampuan intelektual hanya berkontribusi 20%. Hal ini terjadi
karena seseorang yang memiliki kecerdasan emosional dapat mengenali dan
mengelola emosinya sendiri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang
lain, dan menjalin kerjasama yang baik dengan orang lain. Demikian pula, Joan
Beck menyimpulkan bahwa IQ berkembang sebelum usia 5 tahun sebesar 50%
dan sebelum usia 8 tahun sebesar 80%. Sementara hanya 20% berkembang
sampai pada akhir masa remaja, dan sedangkan kecerdasan emosional dapat
dikembangkan tanpa batas. Kecerdasan emosional seseorang yang baik akan
memberikan dorongan yang baik untuk merespon pekerjaan yang sedang
dihadapinya dan akan membawa produktivitas yang baik bagi perusahaan.

Indikator Beban Kerja

 


Ada beberapa indikator yang dapat menentukan beban kerja dalam suatu
perusahaan yang harus diterima oleh karyawan, yaitu (Koesomowidjojo, 2017):
a. Kondisi Pekerjaan
Kondisi pekerjaan ialah termasuk bagaimana karyawan memandang
kondisi kerja mereka. Misalnya, mampu melayani klien atau konsumen dengan
cepat, mempertahankan produk perusahaan yang sebaik mungkin, dan dapat
menangani kejadian tidak terduga. Untuk itu, perusahaan sebaiknya mempunyai
dan memberikan sosialisasi SOP (Standard Operating Procedur) kepada seluruh
elemen organisasi agar karyawannya dapat:
1) Menjalankan pekerjaan yang didelegasikan.
2) Meminimalkan kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan.
3) Meminimalkan kecelakaan kerja.
4) Mengurangi beban kerja karyawan dan dapat meningkatkan keandalan, dan
keamanan.
5) Mempermudah evaluasi terhadap setiap proses bisnis yang ditetapkan oleh
perusahaan atau lembaga.
6) Untuk memudahkan pengambilan keputusan jika terjadi perubahan proses
bisnis, sehingga kualitas kerja yang ditetapkan lebih mudah tercapai.
7) Memudahkan karyawan untuk berkomunikasi yang baik dengan atasan atau
sesama rekan kerja.
b. Penggunaan Waktu Kerja
Kesan yang dimiliki setiap karyawan terhadap pekerjaannya, misalnya
perasaan yang timbul dari beban kerja yang harus diselesaikan dalam waktu yang
sudah ditentukan. Jam kerja yang sesuai dengan SOP dapat meminimalisir beban
kerja pada karyawan. Tetapi, banyak organisasi yang tidak memiliki SOP atau
tidak konsisten dalam menerapkan SOP, penggunaan waktu kerja karyawan
yang digunakan cenderung berlebihan atau sangat terbatas.
c. Target Kerja yang Harus Dicapai
Perspektif setiap orang tentang seberapa banyak pekerjaan yang
diberikan bertujuan untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kewajiban
dan unsur masing – masing karyawan. Untuk menyelesaikan pekerjaannya,
karyawan harus mengeluarkan kinerja yang optimal. Target kerja yang
ditentukan perusahaan pastinya akan berpengaruh langsung terhadap beban kerja
yang diterima karyawan. Semakin sedikit waktu yang disediakan untuk
melakukan tugas tertentu, atau ketidakseimbangan antara waktu untuk
menyelesaikan target kerja pelaksanaan dan jumlah pekerjaan yang diberikan,
maka semakin besar beban kerja yang diterima dan dirasakan karyawan. Oleh
karena itu, dalam setiap organisasi perlu ditetapkan suatu standar/waktu dasar
untuk menyelesaikan suatu jumlah pekerjaan tertentu yang jumlahnya mutlak
berbeda satu sama lain

Aspek – Aspek Beban Kerja

 


Sandra G. dan Lowell E. Staveland pada tahun 1981 mengembangkan
metode untuk mengukur beban kerja yang disebut NASA-TLX. Metode ini
berbentuk kuesioner yang dikembangkan dalam kebutuhan pengukuran subjektif
yang lebih sederhana tetapi lebih sensitif untuk mengukur beban kerja. Metode
NASA TLX memiliki 6(enam) aspek sebagai berikut: Mental Demand, Physical
Demand, Temporal Demand, Performance, Effort, dan Frustation Demand
(Arasyandi & Bakhtiar, 2016).
Mental Demand merupakan keahlian setiap orang untuk memproses
informasi yang terbatas, hal tersebut mempengaruhi tingkat kinerja seseorang
yang dapat dicapai. Bukan hal yang baik jika kinerja seseorang rendah karena
tidak ada yang bisa dilakukan, hal tersebut dapat membuat individu mudah bosan
dan cenderung kehilangan minat terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Kondisi
ini dapat dikatakan underload, yaitu beban kerja di bawah standar. Dan jika
beban kerja yang terlalu tinggi atau overload, maka akan menyebabkan
hilangnya informasi penting yang hanya memfokuskan perhatian pada salah satu
aspek pekerjaan.
Physical Demand adalah aspek kebutuhan fisik yang menggambarkan
seberapa banyak aktivitas fisik yang diperlukan, seperti mendorong, menarik,
memutar, mengendalikan, dan mengoperasikan. Setelah itu, tugas – tugas fisik
yang dilakukan, apakah termasuk mudah atau sulit, dan apakah itu melelahkan
atau tidak.
Temporal Demand merupakan aspek tentang kebutuhan waktu. Hal ini
tergantung berdasarkan pada ketersediaan waktu dan kemampuan dalam
menggunakan waktu untuk kegiatan. Performance sebagai aspek untuk
memahami kesuksesan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang
diberikan oleh atasan. Kinerja juga dapat tergantung pada apakah karyawan puas
dengan kinerjanya dalam menyelesaikan pekerjaan.
Effort ialah aspek yang memperlihatkan seberapa besar upaya yang
dilakukan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Pada kasus ini, upaya yang
terlibat meliputi upaya mental dan fisik. Frustation Demand menunjukkan apa
yang dapat menyebabkan seseorang kebingungan, frustrasi, stress, dan takut saat
melakukan pekerjaan yang membuat pekerjaan lebih sulit dari yang sebenarnya

Faktor – Faktor Beban Kerja

 


Faktor – faktor yang mempengaruhi beban kerja yaitu ada 2(dua), faktor
eksternal dan faktor internal (Lukito & Alriani, 2018):
a. Faktor Eksternal
Ialah faktor – faktor yang berasal dari tugas yang berasal dari luar tubuh
pekerja, organisasi kerja, dan lingkungan kerja.
1) Tugas yang berasal dari luar tubuh pekerja, misalnya: Tugas yang bersifat
fisik, seperti tugas yang bersifat kompleks, tempat bekerja, tata letak ruang
kerja, alat dan prasana kerja, dan tingkat kesulitan kerja.
2) Organisasi kerja, seperti jam kerja, waktu istirahat, kerja shift, kerja malam,
sistem pembayaran, model struktur organisasi, pemberian tugas dan
wewenang.
3) Lingkungan kerja ialah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimia,
lingkungan kerja biologis, dan lingkungan kerja psikologis.
b. Faktor Internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh karyawan sebagai akibat
dari reaksi beban kerja faktor eksternal. Faktor internal seperti usia, jenis
kelamin, status kesehatan, status gizi, ukuran tubuh, persepsi, motivasi,
keinginan, keyakinan dan kepuasan.