Sunday, July 7, 2024

Pengertian Kinerja

 


Menurut Emron Edison (2016) kinerja adalah hasil dari suatu
proses yang mengacu dan diukur selama periode waktu tertentu
berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Menurut Mangkunegara (dalam jurnal Dimas Bagaskara 2016)
“Kinerja adalah hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai
SDM persatuan periode waktu dalam malaksanakan tugas kerjanya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Dimensi Gaya Kepemimpinan Transformasional

 


Terdapat empat komponen perilaku untuk melihat atau mengukur gaya
kepemimpinan transformasional (Avolio et al., dalam Prasad & Junni, 2016; Bass
dalam Puni, Hilton, & Quao, 2020) yaitu :

  1. Idealized influence or charismatic, komponen ini mengacu pada gaya
    kepemimpinan yang mengahasilkan rasa hormat, penghargaan dan
    kepercayaan diri antara pengikut. Untuk memperoleh beberapa hal tersebut,
    pemimpin transformasional menarik cita-cita, nilai dan emosi pengikut.
    Seorang pemimpin transformasional merupakan panutan penting dan
    menampilkan jenis perilaku yang diharapkan pengikut, seperti
    menyelaraskan perilaku dengan nilai dan tujuan organisasi, dan melampaui
    kepentingan pribadi seseorang untuk memenuhi tujuan organisasi.
    Dicirikan dengan adanya percakapan, keterbukaan, pengorbanan pribadi,
    dukungan untuk kesempatan baru serta dorongan dari rasa kewajiban di
    antara pengikut.
  2. Inspirational motivation, menyangkut sejauh mana seorang pemimpin
    mampu berkomunikasi tentang suatu visi untuk menarik para pengikut.
    Menunjukan optimisme tentang tujuan dan rencana masa depan bagi
    organisasi serta memberi makna pada tugas pengikut dan memotivasi
    mereka untuk berjuang dan menunjukan kinerja yang lebih baik.
  3. Intellectual stimulation, melihat sejauh mana pemimpin mendorong
    pengikut untuk menantang kondisi statis atau pendekatan yang sama, dan
    mengambil serta menawarkan perspektif baru dalam memecahkan masalah
    dan menyelesaikan tugas, dengan maksud merangsang kreativitas dan
    inovasi pengikut sehingga menghasilkan kinerja dan pencapaian yang
    lebih baik.
  4. Individualized consideration, menyangkut sejauh mana pemimpin
    mendengarkan dan hadir untuk kebutuhan individu setiap pengikutnya.
    Selain itu, melibatkan penciptaan kesempatan pembelajaran untuk
    pengikut, dan mencoba merangsang perkembangan mereka dengan
    memberikan pembinaan dan pendampingan bagi para pengikut. 

Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional

 


Menurut G Northouse (2016) kepemimpinan transformasional merupakan
proses melibatkan dan menciptakan koneksi dengan orang lain untuk
meningkatkan motivasi dan moralitas baik para pimpinan ataupun pengikut,
pemimpin tipe ini memperhatikan kebutuhan serta motif pengikut, dan membantu
pengikut dalam mencapai potensi maksimalnya. Menurut Bass dalam Mickson &
Anlesinya (2020) kepemimpinan transformasional terjadi saat para pimpinan
memperluas dan memperkuat minat karayawan, menghasilkan kesadaran,
menerima tujuan atau misi bersama, serta kapan mereka bergerak untuk
melampaui kepentingan mereka sendiri demi kebaikan kelompok. Gaya
kepemimpinan transformasional menawarkan stimulus intelektual,
memperhatikan kebutuhan pertumbuhan individu dan memimpin pengikut untuk
bangkit di atas diri mereka sendiri untuk tujuan bersama (Puni et al., 2020). Yang
paling penting dalam kepemimpinan ini ialah untuk mendorong kebersamaan
pemahamanan tentang apa tujuan organisasi, dan bagaimana mereka
menyumbangkan hasil yang diinginkan (Jansen et al., dalam Nielsen et al., 2019).
Pemimpin ini memiliki kompetensi mengubah suatu organisasi dengan visinya
serta memperjelas visi tersebut untuk dapat memberdayakan karyawannya
mengambil tanggung jawab mencapai visi tersebut (Kim dalam Aropah, Sarma, &
Sumertajaya, 2020)
Dari beberapa penjelasan tersebut diperoleh kesimpulan gaya
kepemimpinan transformasional adalah proses melibatkan dan menciptakan
koneksi dengan orang lain untuk meningkatkan motivasi dan moralitas dengan
cara meningkatkan atau memperkuat minat, memperhatikan kebutuhan individu
baik perasaan atau emosi pengikut, serta menghasilkan kesadaran dari para
pengikut, sehingga dapat mengembangkan dirinya guna mencapai tujuan bersama
dan melampaui kepentingan mereka sendiri.

Dimensi Gaya Kepemimpinan Transaksional

 


Terdapat tiga dimensi untuk melihat kepemimpinan transaksional ((G
Northouse, 2016); (Bass dalam Mickson & Anlesinya, 2020)) yaitu :

  1. Contingen reward, yaitu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikut
    dimana usaha pengikut ditukar dengan imbalan sesuai kesepakatan.
    Pemimpin memberikan deskripsi pekerjaan kepada pengikut, kemudian
    pengikut tersebut diberikan insentif materi berdasarkan kewajiban kontrak.
    Contoh dari jenis transaksi ini adalah dekan yang bernegosiasi dengan
    seorang professor universitas tentang kuantitas dan kualitas publikasi yang
    harus di tulis untuk menerima gelar dan promosi.
  2. Management-by-exception active, pemimpin memastikan bahwa standar
    secara aktif dipenuhi, melihat perilaku pengikut, mengatasi masalah yang
    terjadi serta melakukan tindakan korektif. Contoh MBE-A ini
    diilustrasikan dalam kepemimpinan seorang supervisor penjualan yang
    setiap hari memantau bagaimana karyawan mendekati pelanggan.
    kemudian dia dengan cepat mengoreksi staf penjualan yang lambat
    mendekati pelanggan tersebut.
  3. Management-by-exception passive, pemimpin hanya melakukan intervensi
    atau tindakan setelah ketidak sesuaian atau kesalahan terjadi. Contoh
    MBE-P ini dapat diilustrasikan dalam kepemimpinan seorang supervisor
    yang memberi karyawan evaluasi kinerja yang buruk tanpa pernah
    berbicara dengan karyawan tentang kinerjanya

Definisi Gaya Kepemimpinan Transaksional

 


Gaya kepemimpinan transaksional menggambarkan pendekatan pemimpin
yang terbatas pada pertukaran dasar antara pemimpin dan pengikut (Puni et al.,
2020). Kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada kebutuhan ekstrinsik
untuk membangun hubungan dengan pertukaran yang jelas (Bass et al., dalam
Prasad & Junni, 2016). Dengan cara mengidentifikasi dan mencoba memenuhi
kebutuhan bawahannya melalui imbalan pada saat tingkat kinerja yang diinginkan
tercapai (Golla dalam Faraz et al., 2018). Pengelolaan dalam kepemimpinan ini
lebih konvensional dengan mengklarifikasi tanggung jawab bawahan, memberi
penghargaan ketika memenuhi tujuan dan mengoreksi ketika gagal memenuhi
tujuan, serta melibatkan pemantauan yang ketat terhadap anggota organisasi agar
dapat dengan cepat mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan dan
mengambil tindakan korektif (Bass dalam Prasad & Junni, 2016). Penghargaan
pada kepemimpinan ini berfungsi sebagai umpan balik bagi karyawan yang
berkontribusi memenuhi kebutuhan dasar mereka maupun kompetensi agar
meningkatkan motivasi instrinsik pada diri pengikut (Jacobsen & Andersen dalam
Nielsen et al., 2019)

Dimensi Efektivitas Kerja

 


Efektivitas kerja dapat diukur dengan beberapa dimensi (Steers dan
Richard dalam Rusmaini, 2017) yaitu :

  1. Kemampuan menyesuaikan diri, dengan keterbatasan yang ada seperti
    fisik, waktu, tempat atau faktor lain menyebabkan seseorang harus dapat
    bekerja sama satu sama lain guna memenuhi kebutuhannya. Dimana kunci
    kesuksesan suatu organisasi ialah adanya kerjasama dalam mencapai
    tujuan. Sehingga, untuk mencapai apa yang menjadi tujuan perusahaan,
    setiap individu harus mampu beradaptasi dengan rekan kerja maupun
    dengan pekerjaannya.
  2. Kepuasan kerja, yaitu tingkat rasa puas atau senang yang dirasakan
    seseorang atas pekerjaannya serta mendapatkan penghargaan yang
    setimpal.
  3. Prestasi kerja, yaitu penyelesaian tugas sesuai atau malampaui target yang
    telah ditetapkan, dimana hasil tersebut akan memberikan pengaruh kepada
    orang lain dan melakukan hal yang sama.
    Mathis & Jackson dalam Ricardianto et al., (2020) menyebutkan bahwa
    efektivitas kerja terdapat lima dimensi yaitu
  4. Quantity (Kuantitas)
  5. Quality (Kualitas)
  6. Reliability (Keandalan)
  7. Presence (Kehadiran) dan
  8. Ability to collaborate (Kemampuan bekerjasama).
    Sedangkan menurut Hasibuan dalam Karambut (2017) terdapat tiga
    indikator untuk mengukur efektivitas kerja yaitu :
  9. Kuantitas kerja, ialah jumlah pekerjaan yang dihasilkan, dilihat dari
    jumlah beban kerja serta kondisi yang dialami selama bekerja.
  10. Kualitas kerja, ialah hasil kerja yang dapat berupa kerapian, akurasi, dan
    kesesuaian hasil dengan tetap memperhatikan volume pekerjaannya.
  11. Pemanfaatan waktu, artinya karyawan harus mampu memanfaatkan waktu
    yang dimiliki seefisien mungkin, agar pekerjaan dapat selesai pada waktu
    yang telah ditetapkan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja

 


Efektivitas kerja dipengaruhi oleh empat faktor yaitu karakterisik
organisasi, lingkungan, pekerja, kebijaksanaan serta praktik manajemen (Steers
dalam Masyita, 2016):

  1. Karakteristik Organisasi, terdiri dari struktur dan teknologi. Struktur yaitu
    suatu cara organisasi mengatur SDM-nya agar pekerjaan dapat
    diselesaikan. Kemudian teknologi yaitu mekanisme suatu organisasi dalam
    mengubah input menjadi output. Dimana kedua hal tersebut dapat
    mempengaruhi aspek tertentu dari efektivitas.
  2. Karakteristik Lingkungan, terdiri dari lingkungan luar dan dalam.
    Keberhasilan organisasi akan tergantung pada tingkat prediktabilitas
    (keterdugaan) kondisi lingkungannya, keakuratan persepsi pada keadaan
    atau situasi, serta rasionalisme organisasi. Dimana faktor-faktor tersebut
    berpengaruh pada ketepatan respon organisasi terhadap lingkungan yang
    berubah.
  3. Karakteristik Pekerja, yaitu perilaku pekerja akan mempengaruhi
    kelancaran atau ketercapaian tujuan organisasi. Hal tersebut karena pekerja
    memiliki pengaruh yang besar terhadap pencapaian tujuan organisasi,
    karena mereka berhubungan secara langsung pada pengelolaan sumber
    daya yang dimiliki perusahaan.
  4. Karakteristik kebijaksanaan dan praktik manajemen, yaitu peranan
    manajemen dalam mengkoordinasikan orang serta proses untuk
    tercapainya tujuan organisasi. Hal tersebut sangat penting karena semakin
    rumitnya teknologi ataupun lingkungan organisasi.