Sebagaimana bentuk perencanaan lain, pengumpulan dan analisis data adalah
komponen penting pada perencanaan pelayanan sosial. Ada dua macam data yang
dibutuhkan, pertama data ketersediaan fasilitas pelayanan dan yang kedua data
kebutuhan akan pelayanan di masa mendatang (Conyers, 1982).
Untuk menilai ketersediaan pelayanan dikenal tiga metode, pertama Metode
Ketersediaan Pelayanan {Service Availability), menilai dengan ada atau
tidaknya fasilitas pelayanan. Jika pelayanan tersedia diberi nilai 1, dan jika
tidak tersedia diberi nilai 0. Metode ini disebut juga Gutman Sculling
Methods. Metode yang kedua disebut Metode Tingkat Ketersediaan (Size of
Availability) adalah metode yang memperhatikan jumlah unit pelayanan yang
tersedia. Metode yang sering digunakan adalah Scalogram. Sedangkan yang
terakhir dikenal dengan fungsi pelayanan atau daya layan (Function of
Availability) merupakan perbandingan antara ketersediaan fasilitas dengan
variabel pembanding. Variabel pembanding dapat berupa penggunaan aktual,
pengguna potensial, penduduk keseluruhan, dan dengan pembanding standard
(Muta'ali, 1999).
Salah satu standar dalam petunjuk tersebut disusun berdasarkan Teori Tempat
Sentral (Central Place Theory) dan Christaller. Turunan (derivation)
teori ini menyatakan bahwa setiap barang atau jasa yang disediakan fasilitas
pelayanan mempunyai batas atas dan batas bawah. Batas atas (upper limit)
adalah jarak maksimum dimana konsumen akan pergi ke fasilitas pclayanan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkannya melalui beberapa pelayanan
terdekat (Herbert, 1982). Konsep ini kemudian dikenal dengan distance treshold
atau jarak ambang Sebagai konsekuensinya daerah maksimum yang dilayani dan
pusat pelayanan merupakan daerah lingkaran komplementer. Sedangkan batas bawah
(lower limit) adalah jarak minimum yang dibutuhkan pada kondisi dimana
daerah pelayanan memiliki penduduk yang cukup untuk menghasilkan permintaan
konsumen sehingga penawaran barang menjadi ekonomis bagi fasilitas pelayanan
tersebut (Herbert, 1982). Konsep penduduk yang cukup untuk menghasilkan
pemintaan konsumen sehingga penawaran barang menjadi eknomis ini kemudian
disebut population treshold atau penduduk ambang.
Teori ini berperan dalam memberitahukan kepada perencana, daerah-daerah
mana yang "tak terlayani" (unserved) dan "terlayani"
(underserved) melalui identifikasi keberadaan wilayah pelayanan (Huisman,
1987). Dalam persebarannya secara keruangan kadang-kadang wilayah pelayanan
saling tumpang tindih (overlap), hal ini tidaklah bermanfaat, sehingga
keberadaan satu atau beberapa pelayanan tersebut harus dipertimbangkan (UN
ESCAP, 1979).
Persebaran pelayanan sendiri menyangkut dua aspek, aspek sosial dan
keruangan (Huisman, 1987). Aspek sosial berkaitan dengan tingkat kemudahan
dicapai oleh berbagai kelompok sosial dan masyarakat, sedangkan aspek Keruangan
berkaitan dengan tingkat kemudahan dicapai perwilayah/daerah.
Pola persebaran keruangan (permukiman) secara kuantitatif dapat memberikan
perbandingan antar pola keruangan obyek dengan lebih baik dibandingkan secara
deskriptif dari segi waktu dan dari segi ruang. Analisinya disebut analisis
tetangga terdekat yang memberikan ukuran kuantitatif terhadap pola acak,
tersebar, dan mengelompok (Bintarto, 1991).
Salah satu a1at yang dapat mengkaji persebaran keruangan fasilitas
pelayanan adalah Sistem Informasi Geografi (SIG). SIG adalah kombinasi unsur yang
dirancang untuk menyimpan, memanggil, manipulasi, dan menampilkan data geografi
atau informasi tentang lokasi. Unsur-unsumya berupa perangkat keras, perangkat
lunak, data, dan
operator (ESRL, 199S).
Dalam perkembangannya yang pesat aplikasi SIG dalam bidang bisnis dan
perencanaan pelayanan telah melalui tiga tahap perkembangan. Dari hanya
penyadapan data, informasi data base, dan inventarisasi ke arah yang lebih
analisis, modelling dan manajemen. Pada tahap ketiga atau paling mutakhir,
ditandai dengan evolusi sistem informasi dari proses transaction ke arah
sistem penunjang pengambilan keputusan dengan analisis yang lebih canggih dan operasi modeling yang
berbasis pada analisis keruangan. Aplikasi umum dalam bidang bisnis dan
perencanaan pelayanan di tahap ini termasuk analisis lokasi fasilitas pelayanan
pendidikan dan kesehatan (Longley, 1995).
Hasil pcnelitian M. Rosul di Bantul (1996) menyimpulkan bahwa keberadaan
sarana dan prasarana di tiap desa daerah penelitian bervariasi. Keberadaan
sarana dan prasarana dipengaruhi oleh kondisi penduduk, keadaan lahan, dan
kebijaksanaan pemerintah. Faktor-faktor penduduk meliputi pertumbuhan penduduk,
pergerakan penduduk, mata pencaharian penduduk, tingkat pendidikan dan
distribusi penduduk. Faktor-faktor lahan meliputi topografi, keadaan drainase,
luas, dan keadaan ketersediaan air minum. Kebijakan pemerintah dalam hal ini menyangkut
kebijaksanaan penataan ruang dan kelembagaan pemerintah.
No comments:
Post a Comment