Tata ruang
menurut Eko Budiharjo
(1995: 21) adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang
direncanakan. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur
pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang
secara hierarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk
tata ruang. Wujud
pemanfaatan ruang diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat
kerja, industri, serta pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan.
Perencanaan tata ruang wilayah menurut
Robinson Tarigan (2005: 58) adalah suatu proses yang melibatkan banyak pihak
dengan tujuan agar penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya
kepada masyarakat dan terjaminnya kehidupan yang berkesinambungan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010, Penataan
ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek
kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan
tersebut. Penataan ruang wilayah dilakukan pada tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten.
Tujuan penataan ruang menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010, sebagai berikut: 1) mewujudkan
ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang; 2) memberikan kepastian hukum
bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan 3)
mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh aspek
penyelenggaraan penataan ruang. Tujuan penataan ruang adalah menciptakan hubungan
yang serasi antara berbagai kegiatan di berbagai subwilayah agar tercipta
hubungan yang harmonis dan serasi. Dengan demikian, akan mempercepat proses tercapainya kemakmuran dan terjaminnya kelestarian
lingkungan hidup. Tata ruang membutuhkan pengendalian dengan kebijakan dan
strategi agar menuju sasaran yang diinginkan (Robinson Tarigan, 2005: 59)
Peran tata ruang dalam mitigasi
bencana dapat membantu perencanaan fisik sebagai upaya meminimalkan akibat
negatif dari bencana yang terjadi. Coburn (1994: 37) berpendapat bahwa banyak
terdapat bahaya yang bersifat lokal dengan kemungkinan pengaruhnya yang
terbatas pada daerah-daerah tertentu yang sudah diketahui. Pengaruh-pengaruh
tersebut dapat dikurangi jika memungkinkan untuk menghindarkan penggunaan
daerah-daerah bahaya untuk tempat-tempat hunian atau sebagai lokasi-lokasi
struktur-struktur yang penting. Perencanaan perkotaan perlu memadukan kesadaran
akan bahaya-bahaya alam dan mitigasi risiko bencana ke dalam proses-proses
normal dari perencanaan pembangunan dari satu kota.
No comments:
Post a Comment