Showing posts with label ilmu ekonomi. Show all posts
Showing posts with label ilmu ekonomi. Show all posts

Thursday, February 16, 2023

Pengertian Motivasi Intrinsik

  

Motivasi intrinsik menurut pendapat Zaman et al  (2013) intrinsic Motivation is a motivation that comes from inside of an individual, rather than from any external reward, such as money or grades. Sedangkan menurut Warr, et al., (1979) dalam Zaman (2013)  menyatakan bahwa motivasi intrinsik sebagai derajat atau tingkat keinginan seseorang untuk bekerja untuk memperoleh kepuasan yang hakiki.

  Menurut Schunk dkk (2008) dalam Rahman (2012) motivasi intrinsik sebagai kebutuhan manusia untuk merasa kompeten dan memiliki determinasi diri dalam berhubungan dengan lingkungannya. Shah dkk (2012) dalam Rahman (2012) menyatakan motivasi intrinsik sebagai timbulnya kepuasan dalam diri individu dan dari kepuasan tersebut menimbulkan motivasi karena ketertarikan dan kesenangan pada aktivitas itu sendiri.

 Ridwan (2009) dalam Abbas (2013) menyatakan bahwa motivasi pada dasarnya dapat bersumber pada diri seseorang (motivasi intrinsik) dan dapat pula bersumber dari luar diri seseorang (motivasi ekstrinsik). Faktor-faktor motivasi tersebut dapat berdampak positif dapat pula berdampak negatif bagi seorang guru. Dalam hal ini guru di tuntut memiliki motivasi intrinsik kerja guru.. Deci & Ryan (1985) dalam Brown & Huning (2010) Motivasi intrinsik telah didefinisikan sebagai penggiatan perilaku yang berorientasi pada tujuan individu disebabkan faktor dari dalam seseorang dari pada  faktor dari luar individu itu sendiri.

   Menurut Robbin & Judge (2009) motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Wilson (2005) dalam Rahman (2012) membagi motivasi menjadi dua bagian yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dapat didefinisikan sebagai individu merasa percaya diri dalam melakukan suatu aktivitas karena ada kemampuan dalam dirinya dan menjadi suatu kebanggaan atas kemampuan yang individu miliki. Motivasi ekstrinsik yaitu sebagai kinerja dari suatu aktivitas atau kegiatan untuk mencapai penghasilan yang maksimal.

 Intrinsic motivation, generally involves internal desires to engage in an activity for pleasure and enjoyment Decy & Ryan (1985) dalam Li dkk (2008). Seseorang mengembangkan motivasi intrinsik melalui kemampuannya Bandura (1997). Robbin and Judge (2009), menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk prilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan (Teori Evaluasi Kognitif).  Motivator ekstrinsik yang terdiri dari imbalan kerja yang tinggi, promosi, hubungan pengawas yang baik dan kondisi kerja yang menyenangkan cenderung akan menurunkan motivator intrinsik seperti pencapaian, tanggung jawab dan kompetensi.

 Hal ini terjadi karena individu mengalami kehilangan kendali atas prilakunya sendiri sehingga motivasi intrinsik yang sebelumnya ada mulai berkurang. Individu akan mulai berfokus kepada penghargaan dari pada tugas yang diberikan. Tetapi penghargaan yang bersifat verbal atau menerima pujian dari kawan maupun atasan akan meningkatkan motivasi intrinsik dan mendorong mereka menjalankan tugas dengan baik (Robbins and Judge,2009).       

  Masih menurut Robbins and Judge (2009), apabila individu mengejar tujuan-tujuan karena minat intrinsik, mereka cenderung mencapai tujuanyang diinginkan dan merasa senang meskipun mereka tidak mencapai tujuan tersebut. Hal itu dapat terjadi karena proses perjuangan untuk meraihnya sangatlah menyenangkan. Individu  yang mengejar tujuan-tujuan kerja untuk alasan intrinsik merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka, merasa seoah-olah mereka benar-benar cocok dengan organisasi. Dan memungkan bekerja denga sebaik-baiknya.

   Sedangkan Vallerand (2007) dalam Moreno et al.(2009) berpendapat bahwa  motivasi intrinsik berarti motivasi yang berasal dari dalam diri manusia yang tidak dipengaruhi faktor dari luar, karena motivasi jenis ini berorientasi pada kepuasan dan menikmati pekerjaan. Komponen motivasi intrinsik berisi:  fokus dalam pekerjaan yang dihadapi, hidup yang bersemangat, senang akan sesuatu yang positif, kenikmatan, kepuasan, menaruh perhatian, berkonsentrasi, berusaha, berkeras hati, menghindari kecemasan, kebosanan, keletihan, berusaha  untuk berterus terang dan ketaatan.

Pengertian Motivasi Ekstrinsik

  

               Menurut pendapat Robbins and Judge (2009) motivasi ekstrinsik berarti motivasi yang berasal dari eksternal individu. Motivasi jenis ini akan muncul apabila ada rangsangan yang berbentuk imbalan kerja yang tinggi, promosi, hubungan pengawas yang baik, kondisi kerja yang menyenangkan dan penghargaan dalam bentuk nyata (materi).

               Manullang (2001) dalam Ridwan (2012) menyatakan bahwa motivasi ekstrinsik merupakan daya dorong yang datang dari luar diri seseorang seperti gaji, kebijakan dan administrasi, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur perusahaan dan status.

               Menurut Hasibuan (2005) dalam Ridwan (2012)  motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari  luar diri yang menentukan perilaku  seseorang yang dikenal dengan teori  hygiene factor. Menurut Herzberg yang dikutip Luthans (2011) dalam Akbar (2012) yang tergolong sebagai hygiene factor antara lain:

  1. 1. Quality Supervisor (supervisi) yaitu: melakukan pengamatan secara langsung berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan bawahan. Jika ditemukan masalah segera diberikan bantuan langsung. Karena kualitas supervisi yang baik dapat memberikan kinerja yang maksimal.
  2. 2. Interpersonal Relation (hubungan antar pribadi )yaitu: hubungan bawahan dengan atasan, dimana kemungkinan bawahan merasa tidak bisa bergaul dengan atasan. Agar bawahan tidak kecewa , maka atasan harus memiliki:a. kecakapan teknis ( penggunaan metode dan proses komunikasi berhubungan dengan kemampuan menggunakan alat) .b. Kecakapan konsektual (bekerja dengan kelompok sehingga dapat bekerjasama diberbagai kegiatan). c. Kecakapan konseptual (memahami kerumitan organisasi sehingga tindakan yang diambil selalu dalam usaha merealisasikan tujua organisasi keseluruhan.
  3. Working Condition (kondisi kerja).

    Menurut Hezberg jika lingkungan yang baik dapat tercipta, maka prestasi tinggi dapat tercipta. Kondisi lingkungan kerja yang baik dan nyaman akan meningkatkan motivasi kerja dibandingkan  dengan kondisi kerja yang penuh tekanan dan inferior.

  1. Wages (gaji)

    Gaji merupakan salah satu unsur penting yang memiliki pengaruh besar terhadap motivasi seseorang. Sehingga harus hati-hati dalam melakukan kebijakan masalah gaji agar dapat meningkatkan kinerja guru.

Pengertian Motivasi 

  

                Menurut Hasibuan (2010) motivasi berasal dari kata latin   ‘’MOVERE“ yang berarti dorongan atau DAYA PENGGERAK. Motivasi hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi diharapkan setiap individu mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktifitas yang tinggi.

               Menurut pendapat Badeni (2013) motivasi diartikan sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah (Marihot Tua Effendi Hariandja, 2006). Sedikit berbeda denan pengertian motivasi yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins (1996). Ia mengatakan bahwa motivasi adalah ‘’the willingness to exert high level of effort toward organizational goal, conditioned by effort ability to satisfy’s individual needs’’. Menurutnya bahwa motivasi merupakan kemauan untuk mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Secara umum dapat diartikan bahwa motivasi merupakan suatu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah/tujuan, dan ketekunan individual dalam mencapai tujuan. 

                Pengertian motivasi menurut Robbin & Judge (2009), motivation as the process that account for an individual’s intensity, direction and persistence of effort toward attaining goal. Motivasi adalah catatan atau penjelasan tentang intensitas individu, arah, dan kesanggupan berusaha untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan suatu proses dimana kebutuhan–kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ketercapainya suatu tujuan tertentu Mangkunegara  (2009) dalam Ridwan (2012).

               Menurut Hasibuan (2010), motivasi diartikan sebagai pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya dan upayanya untuk mencapai kepuasan. Pendapat yang serupa Hasibuan (2010), berpandangan bahwa motivasi dapat mendorong pekerja dan berusaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Sedangkan  Hasibuan (2010) mengatakan bahwa motivation is a force that results from an individual’s desire to satisfy there needs (e.g. hungry, thirst, social approval). Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya misalnya: rasa lapar, haus dan bermasyarakat.

                Sumantri ( 2012) dalam Ridwan (2012) berpendapat bahwa kata motivasi (motivation) kata dasarnya motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang melakukan suatu kegiatan secar sadar. Menurut pendapat Robins and Judge (2009), motivasi berarti  kebutuhan fundamental yang mendasari prilaku seseorang untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk rasa memilki, kebutuhan akan harga diri, untuk mengaktualisasi diri dan kebutuhan untuk berpendapat.

                 Robbin berpendapat bahwa motivasi adalah sebagai proses mengarahkan dan ketekunan setiap individu dengan tingkat intensits yang tinggi untuk meningkatkan suatu usaha untuk mencapai tujuan. Motivasi ini sebagai suatu dorongan untuk meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi, dalam batas-batas keemampuan untuk memberikan kepuasan atas kebutuhan seseorang (Sofyandi, 2007). Motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan kinerja guru. Tinggi rendahnya kinerja guru yang dimiliki akan dipengaruhi oleh faktor seperti motivasi kerja guru. Menurut Hasibuan (2006) dalam Akbar (2012) motivasi itu penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.

                 Menurut Akbar (2012) motivasi dapat berasal dari dalam diri (intrinsik) maupun luar diri seseorang (ekstrinsik). Jika motivasi intrinsik seseorang berhasil maka cenderung terus termotivasi. Sebaliknya , jika gagal mewujudkan motivasinya , mungkin tetap terus bekerja sampai motivasinya tercapai atau menjadi putus asa yang berakibat langsung kepada kinerja. Sedangkan motivasi ekstrinsik  merupakan faktor eksternal dari luar yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang.

                Menurut teori Herzberg’s dual- factor theory of job satisfaction and motivation satisfier berhubungan dengan sifat pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari satisfier (intrinsik) .Sedangkan faktor dissatisfier (ekstrinsik) , terkait dengan hubungan individual terhadap konteks atau lingkungan dimana mereka bekerja Sunyoto (2013). Incentives theory mengatakan bahwa motivasi di pengaruhi oleh rangsangan atau imbalan dari luar. Sedangkan Cognitive theory mengatakan bahwa motivasi dipengaruhi dari dalam intrinsik motivation, dimana aktivitas yang dilaksanakan untuk mencari kesenangan bukan reward dan exstrinsic motivation yaitu aktivitas yang didasarkan pada ganjaran yang nyata.

Indikator-indikator Kompetensi guru

  

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun   2007, indikator-indikator kompetensi guru adalah sebagai berikut:

  • Menguasai karakteristik peserta didik
  • Menguasai teori beljar
  • Mengembangkan kurikulum
  • Menyelenggarakan kegiatan pengembangan
  • Memanfaatkan teknologi
  • Mmfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
  • Berkomunikasi secara efektif
  • Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi
  • Memanfaatkan hasil penilaian
  • Melakukan tindakan reflektif peningkatan pembelajaran
  • Bertindak sesuai norma
  • Menanpilkan pribadi yang berakhlak mulia
  • Menampilkan pribadi yang berwibawa
  • Menunjukkan etos kerja yang tinggi
  • Menjunjung tinngi kode etik profesi guru
  • Bertindak objektif dan tidak diskriminatif
  • Berkomunikasi secara efektif
  • Beradaptasi di tempat tugas
  • Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri
  • Menguasai materi
  • Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar
  • Mengembangkan materi pembelajaran
  • Mengembangkan keprofesionalan berkelanjutan
  • Mengembangkan teknologi untuk mengembangkan diri.

Dimensi Kompetensi guru

 Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, menyebutkan terdapat empat dimensi kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai pendidik, diantaranya :

Pengertian Kompetensi guru

  

               Menurut Udiyono (2011), guru memegang peranan penting karena sebagai ujung tombak, dalam proses belajar mengajar yang bertugas mengantarkan siswanya dalam rangka mencapai tujuan pembelajarannya yaitu siswa memiliki kompetensi, baik kognitif, afektif maupun psikomotor serta kompetensi kooperatif.Interaksi antara guru dan siswa memiliki kedudukan yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan. Menurut Hamalik (2007) dalam Udiyono (2011) guru merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar siswa. Dan oleh karena itu guru harus menguasai materi yang akan diajarkanya, disamping menguasai metode pembelajaranya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.

Sardiman (2012) mengatakan bahwa guru sebagai tenaga profesional harus memahami ‘’sepuluh kompetensi guru’’ yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru, meliputi menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/sumber, menguasai landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah serta memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

             Berdasarkan Standar Pendidik dalam Peraturan Pemerintah   No. 16 Tahun 2007 disebutkan bahwa “Pendidik harus memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi yang berlaku secara nasional, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional” yang meliputi:

1) Kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);

2) Latar belakang  pendidikan sesuai dengan  bidang  atau mata pelajaran yang diajarkan;

3) Sertifikat profesi guru (minimal 36 sks di atas D-IV/S1);

              Menurut Sagala (2009) dalam Barinto (2012) Kompetensi guru dikelompokkan menjadi 10 kompetensi yaitu: 1.kemampuan menguasai pelajaran, 2. Mengelola pembelajaran, 3. Mengelola kelas,  4. Menggunakan media, 5. Menguasai landasan pendidikan, 6. Mengelola interaksi pembelajaran, 7. Mampu menilai peserta didik, 8. Mampu mengenal fungsi program BK, 9. Menyelenggara- kan administrasi sekolah, dan 10.  Mampu memahami prinsip-prinsip hasil penelitian  guna keperluan pengajaran.

            Pengembangan dan peningkatan kualitas kompetensi guru diserahkan pada guru. Jika mau mengembangkan, maka akan menjadi berkualitas. Idealnya pemerintah memfasilitasi guru untuk mengembangkan kemampuan bersifat  kognitif, afektif, maupun performansi. Sehingga bisa meningkatkan kemampuan pedagogik guru Sagala (2009). Masih menurut Sagala, Kompetensi pedagogik meliputi: 1. Pemahaman guru terhadap filsafat pendidikan,               2. Petensi peserta dididk, 3. Mengembangkan kurikulum,                 4. Menyusun RPP, standar kompetensi dan kompetensi dasar,           5. Melaksanakan pembelajaran yang dialogis, 6. Mengevaluas,i dan 7. Mampu mengembangkan minat dan bakat siswa.

          Menurut Daradjat (1980 dalam Barinto (2012) kepribadian sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat hanya dapat diketahui lewat penampilan, ucapan dan tindakan dalam menghadapi suatu persoalan.Kompetensi kepribadian menurut Usman (2004) dalam Barinto (2012) meliputi: 1. Mengembagka kepribadian, 2. Mampu berkomunikasi, 3. Mampu melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Kompetensi kepribadian terkait dengan penampilan guru yang disiplin, berpenampilan baik, bertanggungjawab, komitmen dan menjadi teladan Sagala (2009) dalam Barinto (2012).

         Menurut Slamet (2006) dalam Barinto (2012) kompetensi professional berhubungan dengan bidang studi terdiri dari:                   1. Memahami materi, 2. Memahami standar kompetensi, standar isi, peraturan mentri dan bahan ajar, 3. Memahami konsep keilmuan,         4. Memahami hubungan antar pelajaran yang terkait, 5. Menerapkan konsep keilmuan sehari-hari.

            Djoyonegoro (1998) dalam Barinto (2012) mengatakan profesionalime pekerjaan ada 3 faktor: 1. Keahlian khusus di bidangnya, 2. Mampu memperbaiki keahlian khususnya,                   3. Memperoleh penghasilan yang memadai karena keahlian khususnya. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan yang harus dimiliki seorang guru terdiri diri: kompetensi paedagogik, kepribadian dan profesional.

           Masih menurut Wijaya (2009) kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogianya dapat dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku, maupun hasil yang dapat ditampilkan oleh guru. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya.

           A competent teacher is temperamentally warm and cordial. She has clear vision of the set objectives. She executes meticulously whatever is planned. Management of affairs is done effectively by her inside and outside the classroom. Her skill of presentation of subject matter is able to seek attention of students. She is capable of motivating the back benchers (Bhargava & Pathy, 2011). Guru yang kompeten adalah yang memiliki perasaan emosi yang dekat dan baik. Memiliki visi dan tujuan yang jelas. Dia melaksanakan apapun yang direncanakan dengan cermat. Manajemen dilakukan secara efektif baik didalam maupun di luar kelas. Kemampuan mengajarkan  pelajaran  mampu mencari perhatian peserta didik. Dan  mampu memotivasi  peserta didik.

.          Marinkovic dkk (2012) berpendapat model  kompetensi guru memiliki tiga kompetensi dasar yaitu: key (utama), basic (dasar), special (khusus). Utama yaitu kompetensi guru yang dibutuhkan untuk berkomunikasi menyampaikan informasi, kemampuan kemasyarakatan, kemampuan berbahasa, dan kemampuan dalam kebudayaan. Sedangkan kompetensi dasar meliputi: kemampuan dalam berorganisasi, kemampuan didaktis  (mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya). Kemampuan berfikir pedagogis,kemampuan psikologis, kemampuan mengevaluasi, kemampuan menasehati, kemampuan kognitif, kemampuan mengembangkan sebagai guru yang profesional. Kompetensi yang terakhir yaitu kompetensi khusus yaitu kompetensi guru  yang menggambarkan tingkat kompetensi guru yang berisi tentang subjek yang diajarkan untuk praktek penelitannya untuk  menciptakan model pembelajarannya.

 

Pengertian Kompetensi

  

              Menurut Syah (2000) dalam Satya (2012) kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhui syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya.

              Menurut Mathis (2006) dalam Satya (2012) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan kinerja yang meningkatkan individu  atau tim. Sedangkan Wibowo (2007) dalam Satya (2012) mendefinisikan kompetensi sebagai suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas ketrampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang ditu\ntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukkan ketrampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh kemampuan dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting sebagai unggulan bidang tersebut.

              Menurut pendapat Siagian (2007) dalam Rahayu & Pujaningsih (2008), bahwa kompetensi dapat diartikan sebagai tindakan atau perilaku yang dapat diukur melalui kombinasi pengetahuan, keahlian dan kemampuan untuk melakukan sesuatu. Kompetensi di tunjukkan pada konteks tugas dan dipengaruhi oleh budaya organisasi dan lingkungan kerja serta, dengan kata lain kompetensi terdiri dari kombinasi pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi di tempat kerja. Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

             Wijaya (2009) mengatakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, kompetensi guru merupakan salah satu faktor yang penting. Kompetensi guru menggambarkan apa yang seyogianya dapat dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku, maupun hasil yang dapat ditunjukkan. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

              Terry (2005) dalam Arifin (2013) mengatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan seseorang atau karyawan yang harus melakukan pekerjaanya dengan baik , efektif, efisien, produktif, dan berkualitas dalam mencapai tujuan organisasi. Wijaya (2009) mengutip pendapat Holmes mengatakan bahwa kompetensi dapat dijelaskan dengan kondisi di mana seseorang bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu yang seyogianya mampu dilakukan. Hal itu menggambarkan tindakan, perilaku, dan hasil di mana seseorang seyogianya mampu menampilkannya.                             

              Menurut Bhargava & Pathy (2011) Competencies are specific and demonstrable characteristics or attributes inevitable for teaching professionals to create a convincing and learner friendly environment. Kompetensi adalah sifat khusus yang bisa dibuktikan atau kedudukan yang tidak bisa dielakkan bagi guru professional  dengan menciptakan keyakinan  kepada peserta didik dan  ramah dengan lingkungannya. Dengan adanya tantangan kehidupan global, maka peran dan tanggung jawab guru di masa yang akan datang semakin kompleks sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian terhadap penguasaan kompetensinya.         

            Kompetensi merupakan seperangkat penguasaan kemampuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai guru yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya sehingga dapat menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.

Wednesday, February 15, 2023

Tingkat kemampuan keuangan daerah

  

            Alat analisis yang digunakan untuk mengukur peranan PAD dalam struktur APBD Kabupaten Pinrang didasarkan pada analisis tabel struktur penerimaan dan pengeluaran, melalui perhitungan koefisien rasio (share) masing-masing komponen penerimaan APBD terhadap total penerimaan APBD, selanjutnya dicari rata-rata share dari variabel-variabel tersebut dengan rumus (Saleh, 1999 : 11) :

  

keterangan,

 

X         = rata-rata hitung

               = nilai data dari X1, X2, ……….Xn

N         = jumlah data

 

Untuk menghitung laju pertumbuhan variabel-variabel digunakan rumus tingkat pertumbuhan berikut ini ( Susanti dkk., 1995 : 23 )

       

keterangan ,

 

r           = tingkat pertumbuhan

Pt            = nilai pada tahun t

Pt-1        = nilai pada tahun sebelumnya (t-1)

 

Untuk mengukur tingkat kemampuan keuangan daerah berpedoman pada hasil penelitian oleh Litbang Depdagri dengan Fisipol UGM (1991), dianalisis dengan menghitung rasio PAD terhadap total pendapatan daerah  dan rasio total sumbangan dan bantuan terhadap total pendapatan daerah, serta rasio PAD terhadap total pengeluaran rutin, digunakan rumus proporsi sebagai berikut :

 

keterangan,

Xi      = Pendapatan Asli Daerah (PAD) / Sumbangan dan Bantuan,

Z       = Total penerimaan daerah dalam APBD / Total pengeluaran rutin,

K       = Tingkat kemampuan keuangan daerah

 

Apabila :

Nilai K antara    0,00 % - 10,00 % dinilai sangat kurang,

Nilai K antara  10,01 % - 20.00 % dinilai  kurang

Nilai K antara  20,01 % - 30,00 % dinilai sedang,

Nilai K antara  30,01 % - 40,00 % dinilai cukup,

Nilai K antara  40,01 % - 50,00 % dinilai baik,

Nilai K di atas    50 % dinilai sangat baik.

 

Bantuan Pemerintah Pusat

  

Bantuan (grant) dari pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah yanglebih rendah merupakan fakta didalam pemerintahan dengan sistem multitingkat (Radianto.1997:43) Menurut Davey (1989:20-23) tujuan pemberian bantuan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah antara lain :

  1. membiayai kepentingan yg sejalan dengan keinginan,kebijaksanaan dan sasaran yang bersifat nasional;
  2. Mendorong upaya pemerintah regional untuk program program pembangunan dan pelayanan yg sejalan dengan kebiksanaan nasional;
  3. Merangsang pertumbuhan ekonomi regional baik untuk pertumbuhan maupun unutk mengurangi ketimpangan antar wilayah;
  4. Mengendaliakan pengeluaran regional
  5. Memantapkan standar pelayanan dan pembangunan yang adil;
  6. Mengembangkan wilayah wliayah yang kapasitasfiskalnya rendah;
  7. Membantu wilayah wilayah untuk mengatasi keadaan darurat;

Tidak semuah jenis bantuan memberikan keleluasaan yang sama kepada daerah dalam pengalokasiannya. Dalam konteks yang lain bantauan pemerintah   dari Pemerintah Pusat dikenal dengan istilah bantuan dan sumbangan atau bantuan inpres, dan menurut sifatnya dapat dibedakan atas dua jenis, (1) bantuan umum (general grant/block grant/unconditional grant) yaitu bantuan yang diberikan kepada daerah yang tidak disertai ikatan atau syarat tertentu. Artinya daerah dapat menggunakan atau mengalokasikan kegiatan/program berdasarkan kehendak dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. (2) bantuan khusus (specific grant/conditional grant) yaitu bantuan yang diberikan kepada daerah untuk menyediakan pelayanan atau jasa publik yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat.

Dalam konteks Indonesia, transfer pemerintah dalam bentuk bantuan untuk pembangunan sebelum diberlakukannya UU nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dikenal sebagai bantuan pembnagunan daerah atau inpres, yang juga terdiri atas dua bentuk.

  1. Bantuan umum terdiri dari dari bantuan pembangunan propinsi, bantuan pembangunan kabupaten/kota dan bantuan pembangunan desa.
  2. Bantuan khusus terdiri atas bantuan penunjang jalan dan jembatan, bantuan sekolah dasar, banuan sarana kesehatan, bantuan penghijauan, dan reboisasi serta Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Secara konseptual penggunaan dana bantuan umum/Dana Alokasi Umum (DAU) tidak ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, akan tetapi sesuai dengan prioritas/kebutuhan daerah.  Penggunaan dana yang bersifat bantuan khusus (specific grant) ditentukan oleh Pemerintah Pusat baik prioritas maupun alokasi dana kegiatan/program/sektor, sedangkan daerah hanya berwenang untuk menentukan lokasi dan pelaksanaannya.

Setelah diberlakukannya paket undang-undang otonomi dan desentralisasi fiskal, maka bantuan  umum merupakan bagian dari dana Pemerintah Daerah yang berasal dari APBN, yang lebih dikenal dengan DAU. Pengalokasian DAU (transfer) bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sedangkan penggunaan dana tersebut menjadi kewenangan penuh daerah kabupaten/kota. Sebaliknya, Dana Alokasi Khusus (DAK) juga dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan tertentu, di mana kriteria kegiatan yang dapat dibiayai dari DAK ditetapkan oleh menteri teknis/instansi terkait dengan memperhatikan kebutuhan yang merupakan komitmen atau perioritas nasional.

Sajalan dengan tujuan otonomi daerah, maka bantuan dari Pemerintah Pusat sesungguhnya berfungsi sebagai instrumen yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah sehingga berdampak pada semkain meningkatnya pendapatan asli daerah dan bukan sebaliknya. Hal ini ditekankan oleh Arsyad (1990 : 23) bahwa hakekat bantuan adalah untuk memperkuat tingkat otonomi suatu daerah. Olehnya itu, daerah perlu memiliki keleluasaan (discretion) dalam menggunakan dana bantuan (transfer) sesuai sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing, sehingga berdampak positif terhadap peningkatan pelayanan masyarakat dan peningkatan penerimaan daerah.

Derajat Otonomi Fiskal daerah

  

diberlakukannya Undang-undang nomor 22  tentang otonomi daerah telah memberikan arti khusus bagi terselenggaranya azas desentraliasasi yang semakin jelas artinya pemerintah pusat/daerah tingkat yang lebih atas tidak terlalu mencampuri urusan rumah tangga daerah. Desentralisasi pasa dasarnya ditujukan untuk lebih memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan funsi pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hakekat semangat otonomi harus tercermin dalam pengelolaan keuangan daerah (otonomi fuskal daerah) melalui perncanaan, pengawasan,pengendalian dan avaluasi seluruh fungsi fungsi pemerintahan yang telah disentralisasikan., dengan kata lain, daerah harus mempunyai kewenangan untuk merencanakan, menggunakan dan mempertanggung jawabkan pengelolaan seluruh sumber penerimaan daerah kepada masyarakat melalui DPRD tampa adanya intervensi pemerintah pusat seperti dimasa lalu (Turtiantoro, 2000:29-30) Hal-hal yang mendasar dalam azas desentralisdasi adalah komitmen untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, pengembangan dan fungsi dewan perwakilan rakayat.

Sala satu aspek yang dapat menetukan keberhasilan otonomi daerah adalah kemendirian pemerintah daerah (Radianto,1999:42) dengan demikia inplikasi pengembangan otonomi daerah tidak semata-mata merupakan penembahan ururasan yang diserahkan, melainkan juga seberapa besar wewenang yang diserahkan tersebut memberikan kemampuan menganbil prakarsa dalam pengelolaan keuangan daerah, termasuk desentralisasi fiskal sehingga daerah dapat mengurangi derajat ketergantungannya kepada pusat dan dapat membiayai kegiatan pembangunan daerah.) adapun  Sumber-sumber pendapatan dalam rangka pelaksanaan otonomi dan desentralisasi, yakni terdiri atas :

  • Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencakup hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah;
  • Dana Perimbangan meliputi bagian daerah dari PBB, BPHTB, dan penerimaan dari SDA, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK);
  • Pinjaman daerah; dan
  • Lain-lain penerimaan yang sah.

  Hal tersebut di atas juga dipertegas oleh Bird dan Vaillancourt (2000 : 167 – 169) bahwa sistem fiskal yang sangat sentralistis merupakan penyebab kemampuan Pemerintah Daerah untuk menjalankan fungsi-fungsinya yang tergantung pusat, sehingga telah mengakibatkan kecilnya porsi penerimaan sendiri dalam struktur pengeluaran daerah. Demikian pula, dengan ketergantungan yang tinggi terhadap transfer Pemerintah Pusat telah menyebabkan kurangnya insentif pencarian sumber-sumber untuk menutupi biaya daerah (fiscal needs). Dalam merencanakan berbagai peraturan tentang keseimbangan fiskal, Alisyahbana(2000:7),mengatakan bahwa beberapa permasalahan penting yg harus diperhatikan.Masalahyang penting tersebut yaitu desentralisasi fiskal dan hubungan antara pusat dan daerah.

Penelitian  tentang keuangan daerah di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa orang, antara lain Devas,dkk (1989 : 46), mengungkapkan bahwa Pemerintah Daerah sangat tergantung dari Pemerintah Pusat. Dalam garis besarnya, penerimaan daerah (termasuk pajak yang diserahkan) hanya menutup seperlima dari pengeluaran Pemerintah Daerah. Meskipun banyak pula negara lain dengan keadaan yang sama atau lebih buruk lagi. Namun demikian, Pemerintah Daerah tidak harus berdiri sendiri dari segi keuangan agar dapat memiliki tingkat otonomi yang berarti, yang penting adalah “wewenang di tepi” atau wewenang pangkal, artinya memiliki penerimaan daerah sendiri yang cukup sehingga dapat  mengadakan perubahan  di sana  sini  pada tingkat jasa layanan yang disediakan.

Sebagai pembanding, data IMF Government Finance Statistic  1985 menggambarkan bahwa persentase penerimaan daerah total yang berasal dari penerimaan daerah sendiri yang  diserahkan pada beberapa negara,  Filipina (1976) 31 %, Thailand (1983) 54 %,  Malaysia (1981) 80 %, India (1982) 59 %,  Pakistan (1979) 89 %, Brazil (1983) 82 %,  Prancis (1983) 57 %, Amerika Serikat (1983) 78 %. Olehnya itu, mungkin sudah memadai jika 20 persen dari pengeluaran berasal dari sumber-sumber daerah. Wewenang pangkal dimaksud lebih jauh dikatakan bahwa yang penting adalah wewenang menentukan pengeluaran, wewenang atas sumber penerimaan saja belum cukup untuk otonomi daerah.

 Kesimpulan  dari hasil penelitian ini adalah bahwa peluang untuk menaikkan penerimaan daerah sangat kecil, karena banyak penerimaan khususnya pajak yang tidak memuaskan (potensinya kecil). Peluang untuk menciptakan jenis-jenis pajak yang baru juga kecil, sebab Pemerintah Pusat sudah menguasai lahan pajak yang penting, sehingga peluang untuk menaikkan penerimaan daerah dari sumber sendiri terbatas di satu sisi. Selain dari pada itu, Pemerintah Pusat juga menguasai hampir semua bidang pajak di sisi lain, maka alternatif yang dimungkinkan untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah memberikan (melimpahkan) beberapa sumber  penerimaan kepada daerah atau menggarap beberapa bidang pajak bersama-sama dengan daerah.

Tim Peneliti Fisipol UGM  bekerja sama dengan Litbang Depdagri  (1991) menentukan tolok ukur kemampuan daerah dilihat dari rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total APBD, yaitu:

  1. Rasio PAD terhadap APBD    0,00  - 10,00 % ( sangat kurang );
  2. Rasio PAD terhadap APBD  10,10  - 20,00 % ( kurang );
  3. Rasio PAD terhadap APBD  20,10  - 30,00 % ( sedang );
  4. Rasio PAD terhadap APBD  30,10  - 40,00 % ( cukup );
  5. Rasio PAD terhadap APBD  40,10  - 50,00 % ( baik );
  6. Rasio PAD terhadap APBD  diatas 50,00  % ( sangat baik ).

Penentuan tolok ukur kemampuan keuangan daerah dilihat dari rasio antara PAD terhadap APBD tersebut dinilai wajar, mengingat sebagian besar sumber penerimaan di daerah telah dijadikan pajak sentral dan dipungut oleh Pemerintah Pusat, sehingga kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah serta Pendapatan Asli Daerah lainnya terhadap total penerimaan daerah adalah sengat kecil. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Pemerintah Pusat mengkatagorikan bagi daerah yang rasio PAD terhadap APBD berada di atas 30 % dinyatakan sudah cukup mampu dalam pelaksanaan otonomi dilihat dari dari sisi keuangannya. Menyadari hal tersebut, Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran selalu memberikan  subsidi dan bantuan kepada daerah.

Jamaluddin (1990) menelaah tentang derajat desentralisasi fiskal Pemerintah Daerah dibandingkan dengan negara-negara lainnya, Indonesia merupakan negara berkembang yang menduduki posisi fiskal yang paling rendah dari segi penerimaan. Hal ini berkaitan dengan sumber-sumber PAD yang kurang potensial, lemahnya administrasi dan struktur pajak belum memenuhi kriteria pajak yang ada. Sejalan dengan hal di atas, Lains (1985) meneliti tentang keuangan dan pembangunan daerah di Sumatera Barat menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pembangunan daerah ditemukan bahwa, kemampuan pembiayaan dengan PAD adalah kecil. Dengan kata lain, bahwa sebagian besar pembangunan daerah dibiayai oleh  Pemerintah Pusat.

Kecilnya proporsi PAD dalam total penerimaan daerah antara lain karena jenis-jenis pajak yang menjadi hak daerah kurang potensial. Lains menyarankan perlu adanya desentralisasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta sistem perpajakan, yaitu dengan pemberian wewenang yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah, juga diungkapkan bahwa, subsidi khusus mungkin lebih efisien dalam penggunaan dana dibandingkan dengan bantuan umum.

Mardiasmo dan Makhfatih (2000: 8-12) menguarikan bahwa potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Untuk melihat potensi sumber penerimaan daerah dibutuhkan pengetahuan tentang perkembangan beberapa variabel yang dikendalikan (yaitu variabel-variabel kebijakan dan kelembagaan), dan yang tidak dapat dikendalikan (yaitu variabel ekonomi) yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan daerah. Olehnya itu, dalam menghitung potensi perlu memperhatikan beberapa faktor berikut: (1) kondisi awal suatu daerah, (2) peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan daerah, (3) perkembangan PDRB per kapita ril, (4) pertumbuhan penduduk, (5) penyesuaian tarif, (6) tingkat inflasi, (7) pengembangan baru, (8) sumber pendapatan baru, (9) perubahan peraturan.

Otonomi Daerah

  

Otonomi daerah adalah suatu kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai denganperaturan perundang undangan yang berlaku (undang undang No. 22 tahun 1999) membicarakan otonomi daerah tidak terlepas dari adanya pembegian kekuasaan didalam suatu negara antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Prinsip dasar otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang undang No, 22 tahun 1999 adalah megatur penyelenggaraan pemerintahan daerah Daerah dan Undang-undang nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah menjadi tonggak dan upaya nyata pemberdayaan (empowerment) daerah, melalui lembaga-lembaga yang ada  serta sebagai perwujudan demokrasi. Penyerahan sebagian fungsi-fungsi pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah akan menciptakan keleluasaan bagi daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Begitu pula, diharapkan dapat mempercepat proses distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi daerah yang lebih mandiri.

 

Elastisitas pajak

  

Cara lain untuk menganalisis posisi fiskal daerah dengan menghitung elastisitas PAD terhadap PDRB. Elastisitas pajak di suatu daerah terhadap PDRB di daerah itu merupakan salah satu cara untuk mendeteksi struktur pajak di suatu daerah atau jenis pajak tertentu. Semakin elastis PAD suatu daerah maka struktur PAD di daerah tersebut semakin baik. Elastisitas PAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus matematis (Ahmad, 1990 : 38).

 e     ……………………………………………..       (2.8)

 

di mana     e    =  Elastisitas Pajak Daerah

                   Y    =  PDRB pada harga yang berlaku

                   d     =  Perubahan

                   TR  = Penerimaan Pajak   

 

 

 

Kapasitas Pajak (fiscal capasity). 

 Kapasitas Pajak (fiscal capasity).  Kapasitas pajak   dapat digunakan pendekatan perhitungan sebagai berikut (Ahmad, 1990 : 68).

   ……………………………        (2.6)

 

di mana : KFi        = Kapasitas Fiskal di Daerah

   PDRB = PDRB tanpa pertambangan dan galian di daerah i.

   KFs      = Kapasitas Fiskal Standar.

 

Kapasitas Fiskal Standar atau rata–rata dirumuskan sebagai berikut :

 

    …………………………..         (2.7)

Indeks kinerja PAD (IKPAD)

 Indeks kinerja PAD (IKPAD). Indeks Kinerja PAD (IKPAD) yaitu dengan membagi upaya pengumpulan PAD (UPAD) dengan tingkat PAD standar (TPS) dapat diperoleh indeks kinerja PAD (IPAD), dapat dirumuskan sebagai berikut (Ahmad, 1990 :66) :

    ………………………………………………          (2.5)

 

Tingkat PAD Standar (Standart Tax Ratio).

 Tingkat PAD Standar (TPS) adalah perbandingan antara Total PAD Kabupaten/Kota dengan Total PDRB Kabupaten/Kota, dirumuskan sebagai berikut (Ahmad, 1990 :65) :

    ………………………………………….     (2.4)

di mana : TPS adalah tingkat PAD Standar.

Ã¥ PAD Kabupaten adalah total PAD kabupaten

Ã¥ PDRB Kabupaten adalah total PDRB Kabupaten

Upaya Pengumpulan PAD (UPAD).

  UPAD (Tax Effort) merupakan perbandingan antara besarnya PAD terhadap kapasitas PAD. kapsitas PAD sama dengan potensi PAD adalah pendapatan yang diterima apabila seluruh potensi telah digunakan secara optimal serta sebaik-baiknya (Sutrismo, P.H., 1982) dengan demikian UPAD dapat dirumuskan menjadi (Ahmad, 1990 : 65) :

     …………………………………………………….      (2.3)

 

di mana :  UPAD i  = upaya pengumpulan PAD daerah i.

PAD i     = Pendapatan Asli Daerah i.

PDRB I  = PDRB tanpa pertambangan dan galian daerah i.

 

Derajat Otonomi Fiskal Daerah (DOFD)

  

Untuk mengukur kemampuan keuangan daerah dalam pembiayaan kegiatan pembangunan digunakan analisis kontribusi PAD terhadap APBD (Derajat Otonomi Fiskal Daerah) yaitu nisbah antara PAD pada tahun tertentu dengan APBD pada tahun tertentu (Sugiyanto, 2000 : 2).

    ………………………………………..      (2.2)

di mana :

                   DOFD t           = Derajat Otonomi Fiskal Daerah tahun ke-t

                   PADt               =   Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun ke-t.

APBDt            = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah                    tahun ke-t.

 

Tingkat pertumbuhan penerimaan daerah

  

Analisis perumbuhan terhadap komponen penerimaan daerah dengan menggunakan rumus, Jaya, dkk (2000 :25) diformulasikan sebagai berikut :

                    ………………………………………   (2.1)

   di mana : g adalah pertumbuhan

                      Xt adalah nilai pada tahun t

                      Xt-1 adalah nilai pada tahun sebelumnya.

Posisi  fiskal 

 Posisi  fiskal  dapat pula dipelajari  dengan memperbandingkan pajak terhadap komponen pajak. Posisi fiskal sama dengan upaya pengumpulan pajak (tax effort), dengan demikian dapat dirumuskan sebagai berikut (Ahmad, 1990 : 37).

di mana : Tej adalah Upaya pengumpulan pajak di daerah j.

                 Trj adalah penerimaan pajak di daerah j.

                Tcj  adalah kapasitas pajak di daerah j.

 

Nilai Te yang akan diperoleh berkisar antra nol sampai satu. Untuk menentukan posisi fiskal disuatu daerah apakah lemah atau kuat itu bergantung pada standar yang digunakan. Secara sederhana dapat dikatakan bila nilai Te mendekati satu, maka posisi fiskal dapat disebut kuat dan bila nilai Te mendekati nol, maka posisi fiskal disebut lemah.

Kapasitas pajak

 Kapasitas pajak di suatu daerah dapat dirumuskan sebagai berikut :

Tcj             =   ts . Bj

Di mana  : Tcj   =  Kapasitas pajak di daerah j.

                   ts    =  Standar tarif pajak.

                  Bj     =  Basis pajak di daerah j.