Wednesday, June 26, 2024

Brand Awareness

 


Keller dan Swaminathan (2019) menyatakan bahwa kesaradan merek
berelasi dengan kesadaran konsumen dalam mengidentifikasi merek.
Semakin kuat brand awareness yang dibangun oleh merek dengan
pengenalan merek secara terus menerus pada konsumen, semakin mudah
konsumen mengidentifikasi merek tersebut. Kesadaran merek inilah yang
memungkinkan terciptanya ekuitas merek dalam benak konsumen,
sehingga mau memilih merek yang dituju. Kesadaran merek terdiri dari
brand recognition dan brand recall:

  1. Brand recognition yang berarti kemampuan konsumen untuk
    mengakui merek setelah dilakukan pengenalan merek.
  2. Brand recall yang berarti kemampuan konsumen untuk mengingat
    kembali sebuah merek dalam kategori tertentu tanpa adanya bantuan.
    Brand recall yang kuat akan sangat mempengaruhi keputusan
    konsumen dalam memilih merek tersebut dibandingkan merek yang
    lainnya. Logo, simbol, karakter, dan kemasan dapat menciptakan
    brand recall (Keller & Swaminathan, 2019).

Brand Equity

 


Dalam merancang strategi merek, ekuitas merek menjadi sesuatu yang
diperhatikan untuk membedakan merek dengan kompetitornya dalam pasar.
Ekuitas merek adalah nilai tambahan yang diberikan pada produk atau jasa oleh
konsumen, sehingga merek memiliki perbedaan dan dipilih oleh konsumen.
Ekuitas merek dapat terbentuk melalui perasaan maupun pengalaman konsumen
terhadap sebuah merek dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, pengetahuan
konsumen atau brand knowledge akan merek menjadi faktor pendorong
terwujudnya ekuitas merek yang akhirnya menyebabkan konsumen untuk memilih
merek tersebut. Ekuitas merek yang kuat tercipta melalui kesadaran dan
familiaritas konsumen yang tinggi terhadap merek ketika merek memiliki asosiasi
yang kuat, unik, dan disukai oleh konsumen (Keller dan Swaminathan, 2019).

Brand Strategy

 


Wheeler (2018) menyatakan bahwa strategi merek dibangun berdasarkan sebuah
visi, selaras dengan strategi bisnis, muncul dari nilai dan budaya perusahaan, dan
mencerminkan kebutuhan dan persepsi konsumen terhadap merek. Strategi merek
memperjelas diferensiasi, keunggulan kompetitif merek dalam pasar, dan nilai
merek yang unik. Keller dan Swaminathan (2019) menambahkan bahwa merek
yang baik dibangun dengan berbagai strategi merek kreatif yang berasal dari hasil
pemikiran dan perencanaan yang baik. Dalam membantu perencanaan brand
strategy, terdapat beberapa alat atau model yang membantu tercapainya
kesuksesan sebuah merek:

  1. Brand positioning model yang menggambarkan cara membangun
    keunggulan-keunggulan suatu merek yang kompetitif dalam benak konsumen
    dalam pasar.
  2. Brand resonance model yang menggambarkan bagaimana cara menggunakan
    keunggulan kompetitif tersebut dalam menciptakan loyalitas konsumen yang
    aktif dan intens terhadap merek.
  3. Brand value chain model yang menjelaskan bagaimana cara melacak proses
    terciptanya sebuah nilai merek sehingga dampak finansial dari pemasaran dan
    investasi dapat lebih dipahami untuk menciptakan loyalitas konsumen yang
    kuat terhadap merek.

Tipe Branding

 


Wheeler (2018) menyatakan bahwa branding terbagi menjadi beberapa
tipe sebagai berikut:

  1. Co-branding
    Digunakan ketika dua buah brand yang berbeda bekerja sama untuk
    mencapai target yang diinginkan.
  2. Digital Branding
    Branding dengan menggunakan web, social media, dan media digital
    lainnya.
  3. Personal Branding
    Cara seseorang membangun reputasi pribadinya.
  4. Cause Branding
    Menyelaraskan sebuah merek dengan sebuah tujuan, baik itu tujuan
    amal maupun tujuan tanggung jawab sosial sebuah perusahaan.
  5. Country Branding
    Usaha yang digunakan untuk menarik turis maupun bisnis

Branding

 


Branding adalah proses disiplin yang digunakan untuk membangun kesadaran dan
persepsi konsumen, serta membangun loyalitas konsumen terhadap merek.
Branding adalah proses diferensiasi yang disengaja bertujuan untuk membedakan
antar merek dalam pasar (Wheeler, 2018). Keller dan Swaminathan (2019)
menambahkan bahwa branding dapat menciptakan sebuah gambaran mental
dalam benak konsumen mengenai brand yang bersangkutan, sehingga branding
dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih produk atau jasa

Hubungan perceived quality dengan purchase intention

 


Kualitas tidak dapat dinilai secara objektif sebab persepsi
tiap orang terhadap kualitas sesuai keterlibatan kepentingan dari
masing-masing pelanggan. Semakin tinggi persepsi seseorang
terhadap kualitas maka kemungkinan intensi seseorang untuk
membeli juga semakin tinggi. Hal tersebut diperjelas oleh studi
yang dilakukan oleh Aberdeen (2016) terhadap minuman
berkarbonasi di Bogor yang memakai variabel perceived quality
dan purchase intention, menghasilkan beberapa kesimpulan yang
salah satunya adalah tentang perceived quality pada minuman
berkarbonasi merek Coca-cola dan Big Cola memiliki pengaruh
signifikan pada purchase intention.

Hubungan brand awareness dengan perceived quality

 


Kualitas dari sebuah produk selain dapat diukur dari
beberapa instrumen yang ada pada produk itu sendiri, juga dapat
diukur dari merek yang melekat pada produk tersebut. Semakin
mudah mengingat merek sebuah produk, maka secara spontan
konsumen menganggap produk tersebut memiliki kualitas yang
baik.
Penulis menemukan studi oleh Aberdeen (2016) tentang
minuman berkarbonasi di kota Bogor yang memasukkan brand
awareness dan perceived quality seabagai variabelnya,
menyimpulkan bahwa brand awareness pada merek Big Cola
memiliki peran yang sangat positif terhadap percecived quality.
Dalam penelitian Chi et al (2009) tentang telepon genggam juga
membahas kedua variabel ini dimana pada studi tersebut
menyimpukan bahwa brand awareness memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perceived quality