Wednesday, June 26, 2024

Corporate Branding

 


Corporate branding adalah pendekatan manajemen merek secara holistik
yang diadopsi oleh perusahaan untuk membentuk identitas perusahaan yang unik
(Abratt & Kleyn, 2012). Konsep corporate branding telah mendapatkan
popularitas dalam literatur pemasaran karena merek perusahaan dapat dikatakan
menambah nilai pada produk dan layanan yang ditawarkan oleh perusahaan
(Harris & de Chernatony, 2001). Merek yang kuat akan menghasilkan itangible
asset yang sulit ditiru pesaing. Dengan demikian, merek perusahaan yang sangat
kuat memberi perusahaan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan yang akan
menghasilkan loyalitas (Khan et al., 2016; So et al., 2013). Konsep inti dari
corporate branding adalah untuk mengadopsi nama merek monolitik yang
mewakili semua produk perusahaan ketika berkomunikasi dengan para
stakeholder seperti pelanggan, karyawan, dan pemegang saham (Xie & Boggs,
2006), dan merek perusahaan yang sukses didukung oleh misi perusahaan yang
jelas. dan nilai-nilai yang ditentukan oleh manajemen senior untuk memandu
operasi semua departemen organisasi (Abratt & Kleyn, 2012; Harris & de
Chernatony, 2001). Dengan perspektif strategis yang ditentukan, anggota
organisasi kemudian bertindak sesuai untuk mencapai identitas merek yang
diinginkan (Pillai, 2012)
Beberapa peneliti mengidentifikasi dimensi-dimensi dari corporate
branding. Abratt dan Kleyn (2011) mengemukakan bahwa empat elemen
branding perusahaan penting untuk pengembangan identitas merek yang kuat.
Dimensi-dimensi tersebut adalah janji merek, kepribadian merek, komunikasi
merek, dan identitas visual. Di sisi lain, Harris dan de Chernatony (2001)
menjelaskan beberapa aspek penting dari corporate branding yang mendorong
identitas merek adalah budaya merek dan visi, posisi, hubungan, kepribadian dan
presentasi. Souiden, Kassim, & Hong, (2006), corporate branding mencakup

Hubungan Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Persepsi Kualitas dan Loyalitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian

 


Brand memiliki pengaruh yang tinggi dalam hal keputusan
pembelian, sebagai identitas dari suatu perusahaan, dan merupakan
pembeda dari produk satu dengan yang lain. Brand merupakan simbol atau
logo yang dapat membangun persepsi konsumen terhadap suatu produk.
Brand Equity sendiri akan memberikan alasan untuk para konsumennya
untuk melakukan pembelian dengan berbagai pertimbangannya. Bila tidak
ada merek, konsumen harus mengevaluasi semua produk yang tidak
memiliki merek setiap kali mereka akan melakukan suatu pembelian.
Adanya brand equity membuat sebuah merek menjadi kuat dan dapat
dengan mudah untuk menarik minat pelanggan potensial, sehingga hal ini
dapat memberikan kepercayaan, kepuasan, dan keyakinan bahwa para
konsumen telah terpuaskan oleh produk tersebut yang membuat konsumen
itumenjadi loyal dan akan melakukan pembelian ulang. Munculnya merek
baru di pasar akan membuat konsumen ingin mencoba membeli untuk
pertama kali, maka proses tersebut disebut dengan proses percobaan
membeli.
Ketika konsumen tersebut telah mencoba dan mendapat kepuasan
atau merasa lebih bagus dari merek lain maka konsumen akan melakukan
pembelian ulang. Berbeda dari proses percobaan, pembelian ulang
merupakan proses dimana terpenuhinya kebutuhan dari merek tersebut dan
konsumen tersebut akan melakukan pembelian lagi dan lagi dalam jumlah
yang lebih besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa merek merupakan
pertimbangan pertama konsumen dalam pengambilan keputusan
pembelian, sekaligus menunjukkan pentingnya brand equity bagi
konsumen untuk mengurangi resiko pembelian yang tidak diinginkan.

Hubungan Loyalitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian

 


Griffin dalam Sangadji dan Sopiah (2013:104) menjelaskan bahwa
loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan
keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus terhadap
barang atau jasa dari suatu perusahaan yang dipilih. “loyalitas merek
sebagai sejauh mana pelanggan menunjukkan sikap positif terhadap suatu
merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu dan berniat untuk terus
membelinya di masa depan” (Mowen dan Minor, 2002:108). Dapat
disimpulkan bahwa seseorang bisa dikatakan loyal adalah ketika orang
tersebut mempunyai komitmen pada merek tertentu dan melakukan
pembelian ulang karena adanya perasaan positif akan merek tersebut dan
merasa terpenuhi kebutuhannya

Hubungan Persepsi Kualitas Terhadap Keputusan Pembelian

 


Persepsi adalah proses individu untuk mendapatkan,
mengorganisasi, mengolah, dan menginterpretasikan informasi. Informasi
yang sama bisa dipersepsikan berbeda oleh individu yang berbeda.
Persepsi individu tentang informasi tergantung pada pengetahuan
pengalaman, pendidikan, minat, perhatian, dan sebagainya” (Sangadji dan
Sopiah, 2013:42). Menurut Grewal and Levy (2008:279) kesan kualitas
adalah hubungan manfaat dari produk atau jasa yang diberikan ke
konsumen dan kaitanya dengan harga. “Kesan kualitas dapat didefinisikan
sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan
suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan”
(Aaker, 1991:83). Dapat disimpulkan bahwa perceived quality yaitu kesan
konsumen terhadap manfaat, kualitas, dan harga dari suatu produk atau
jasa yang diberikan ke konsumen.
Gambaran persepsi kualitas adalah respon konsumen terhadap
keunggulan dan kualitas sebuah merek. Persepsi kualitas yang tumbuh di
pikiran konsumen dapat membantu pemasaran dan banyaknya informasi
membuat konsumen menolak untuk merespon, maka tingginya persepsi
kualitas berperan menuntun konsumen dalam pembeliannya. Rasa percaya
diri konsumen dalam proses keputusan pembelian dipengaruhi oleh
persepsi kualitas melalui keunikan atribut. Jika suatu merek mempunyai
persepsi kualitas, maka merek itu mempunyai ekuitas merek.

Hubungan Asosiasi Merek Terhadap Keputusan Pembelian

 


Sangadji dan Sopiah (2013:324) menjelaskan bahwa asosiasi
merupakan atribut yang sudah ada di dalam merek dan akan lebih besar
apabila pelanggan mempunyai banyak pengalaman berhubungan dengan
merek tersebut. “Asosiasi merek mencerminkan ikatan dari konsumen
antara merek dan kunci atribut produk, seperti logo, slogan, atau
kepribadian yang terkenal” (Grewal and Levy, 2008:280). Dapat ditarik
kesimpulan bahwa brand associations adalah ikatan antara konsumen
terhadap atribut produk yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu
merek.
Asosiasi merek yang berhubungan satu sama lain dapat
menimbulkan rangsangan yang disebut merek. Jika asosiasi yang saling
berhubungan semakin banyak, maka yang terjadi adalah semakin kuat pula
citra mereknya. Asosiasi merek akan memberikan alasan khusus bagi
konsumen untuk menggunakan dan membeli merek itu. Asosiasi merek
menciptakan kualitas merek di benak konsumen. Akibat dari pada itu
adalah akan menumbuhkan rasa percaya diri konsumen. Hal ini
menunjukkan bahwa Asosiasi merek mempengaruhi keputusan pembelian.
Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Humdiana (2005) yang
menyimpulkan bahwa Asosiasi merek berpengaruh secara parsial dan
simultan terhadap keputusan pembelian

Faktor – Faktor Keputusan Pembelian

 


Philip Kotler (2013: 214) menerangkan bahwa keputusan
pembelian dapat dipengaruhi empat factor. Yaitu:
a Faktor Budaya
Budaya dinilai sangat penting untuk perilaku pembelian.
Budaya adalah perilaku paling dasar dan penentu keinginan.
b Faktor Sosial
1 Kelompok acuan
2 Keluarga
3 Peran dan Status
c Faktor Pribadi
1 Usia dan siklus hidup keluarga
2 Pekerjaan dan lingkungan ekonomi
3 Gaya hidup
4 Kepribadian
5 Psikologis

Struktur Keputusan Pembelian

 


Menurut Kotler (2013), setiap keputusan pembelian
memiliki struktur tujuh komponen, yaitu:
1 Keputusan tentang jenis produk
Konsumen berhak memutuskan produk yang akan dibelinya.
2 Keputusan tentang bentuk produk
Konsumen berhak memutuskan bentuk produk yang ingin
dibeli sesuai dengan seleranya.
3 Keputusan tentang merek
Konsumen berhak memutukan merek yang dibeli.
4 Keputusan tentang penjualnya
Konsumen berhak memutukan tempat dimana produk terebut
dijual .
5 Keputusan tentang jumlah produk
Konsumen berhak memutukan jumlah banyaknya produk yang
dibeli.
6 Keputusan tentang waktu pembelian
Konsumen berhak memutukan waktu pembelian.
7 Keputusan tentang cara pembayaran
Konsumen berhak memutukan cara pembayaran produk yang
dibeli.