Wednesday, June 26, 2024

Pengertian Keputusan Pembelian

 


Keputusan pembelian adalah sebuah pemikiran dimana individu
mengevaluasi dan memutuskan berbagai pilihan pada suatu produk
dari banyak pilihan. Menurut Kotler & Amstrong (2014:30)
keputusan pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan
keputusan pembeli di mana konsumen benar-benar membeli.
Menurut Firmansyah (2018:27) keputusan pembelian
merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan individu
dalam pemilihan alternatif perilaku yang sesuai dari dua alternatif
perilaku atau lebih dan dianggap sebagai tindakan yang paling tepat
dalam membeli dengan terlebih dahulu melalui tahapan proses
pengambilan keputusan.

Pengertian Brand Awareness

 


Menurut Hermawan (2014) dalam Tumagor dan Hidayat
(2018:57) brand awareness (kesadaran merek) adalah kemampuan
dari seorang calon pembeli (potential buyer) untuk mengenali
(recognize) atau mengingat (recall) suatu merek yang merupakan
bagian dari suatu kategori produk. Menurut Firmansyah (2019:26)
brand awareness (kesadaran merek) adalah persentase pelanggan
yang mengetahui dan mengingat brand Anda. Sedangkan menurut
Ambadar (2014) dalam Utomo (2017:79) menyatakan bahwa
kesadaran merek atau brand awareness adalah eksistensi merek
dibenak pelanggan

Brand

 


Brand atau merek adalah suatu tanda atau simbol yang terdiri dari nama,
istilah, gambar, logo, lambang, desain atau kombinasi dari semua itu yang
ditujukan untuk mengidentifikasi, mendefinisi atau memberi identitas kepada
suatu barang atau layanan (jasa) dari suatu penjual serta membedakannya dari
pesaing. Menurut UU No. 20 Tahun 2016 tentang merek dan indikasi
geografis, menyebutkan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan dan jasa

Emotional Attachment

 


Konsumen yang melakukan pembelian secara berulang pada merek yang
dipasarkan merupakan hal yang diinginkan oleh pemasar. Hal ini mengingat
loyalitas yang mereka lakukan akan secara konsisten berkontribusi pada
pemasukan maupun laba perusahaan (Reicheld, 1996). Beberapa peneliti
berpendapat bahwa konsumen akan melakukan pembelian kembali apabila
konsumen memiliki perasaan positif yang sangat kuat terhadap merek (Dick &
Basu, 1994), melibatkan kondisi psikologis yang mengikat konsumen dengan
merek (Kotler & Keller, 2012) dan menguatkan komitmen untuk melakukan
pembelian secara berulang (Oliver, 1999). Penerimaan dan laba yang dihasilkan
dari pembelian berulang karena konsumen terikat secara emosional akan lebih
stabil (Grisaffe & Nguyen, 2011) dan konsumen siap untuk mengorbankan
uangnya guna mengonsumsi merek tersebut (Oliver, 1999). Hubungan ini dikenal
dengan nama emotional attachment to brands – keterikatan emosional konsumen
terhadap merek (Thomson, MacInnis, & Park, 2005).
Attachment (keterikatan) merupakan suatu kondisi emosional pada
hubungan khusus antara seseorang dan obyek tertentu (Khan et al., 2016; So et al.,
2013). Keterikatan memiliki tingkatan yang bervariasi, dimana keterikatan yang
tinggi diasosiasikan dengan perasaan yang kuat dari connection (koneksi),
affection (afeksi), love (cinta), dan passion (gairah) (Khan et al., 2016; So et al.,
2013). Hasrat untuk memiliki keterikatan emosional pada suatu obyek merupakan
kebutuhan dasar masuia dan berlanjut hingga mereka dewasa yang terikat secara
emosional pada pasangannya maupun sahabatnya (Khan et al., 2016; So et al.,
2013). Berdasarkan teori tersebut, Thomson et.al (2005) mengembangkan konsep
emotional attachment to brands dan mendefinisikannya sebagai keterikatan
emosional antara konsumen yang dikarakteristikkan dengan perasaan yang
mendalam mengenai koneksi, afeksi, dan gairah pada merk tertentu yang
dikonsumsinya

Corporates Personalities

 


Kepribadian perusahaan mencerminkan serangkaian karakteristik emosional
mirip manusia yang terkait dengan suatu merek (Aaker, 2006). Konsumen
menganggap suatu merek mampu mewakili sifat kepribadian mereka (Orth,
Limon, & Rose, 2010). Kepribadian perusahaan ini dapat dimanifestasikan dan
ditingkatkan melalui perwujudan simbolis dan perilaku karyawan (Abratt dan
Kleyn, 2011). Kepribadian perusahaan yang kuat memerlukan elemen kreativitas,
kasih sayang, ketangkasan, dan kolaborasi (Abratt dan Kleyn, 2011). Merek yang
mewarisi kepribadian positif perusahaan dapat mengurangi risiko emosional yang
dialami pelanggan selama pembelian merek (So et al., 2013). Sebagai merek yang
mendorong perasaan nyaman dan aman, pelanggan diharapkan untuk
meningkatkan ketergantungan merek yang meningkatkan kemungkinan mereka
menumbuhkan ikatan emosional dengan merek (Khan et al., 2016). Demikian
pula, pelanggan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mempercayai
merek yang memiliki kredibilitas lebih besar. Ketika pelanggan memiliki
kepercayaan pada suatu merek, mereka memiliki kepercayaan pada merek untuk
terus memenuhi harapan mereka, oleh karena itu lebih bersedia untuk menjadi
loyal terhadap merek (Khan et al., 2016).

Corporates Values

 


Nilai perusahaan dapat dihasilkan oleh semua hubungan baik dengan peserta
lain di lingkungan di luar perusahaan, seperti pelanggan, pemasok dan kelompok
lain. Organisasi menciptakan nilai, dan sebagian besar dari mereka memasukkan
semacam pernyataan nilai baik secara eksplisit maupun implisit di situs web
mereka, tetapi ekspresi nilai tidak hanya tidak jelas tetapi juga bertentangan.
Struktur yang mungkin untuk sistem nilai perusahaan terdiri dari tiga kategori
nilai. Kategori nilai pertama adalah nilai-nilai inti yang menggambarkan sikap dan
karakter organisasi seperti kejujuran, integritas, keterbukaan, dan
ketidakberpihakan. Kategori nilai kedua adalah nilai tugas yang telah dipilih
secara sukarela oleh organisasi untuk dipilih, di luar hukum dan peraturan. Yang
terakhir terdiri dari nilai konsekuensial yang merupakan dampak akhir dari
kegiatan organisasi (Karadal, Çelik, & Saygın, 2013)
Nilai-nilai perusahaan menunjukkan tujuan inti dari sebuah perusahaan yang
dipandu oleh misi dan visinya (Urde, 2003). Pada gilirannya, keputusan strategis
ini membantu membentuk bagaimana pelanggan memandang identitas merek .
Penelitian menunjukkan bahwa pelanggan mengidentifikasi diri mereka lebih kuat
dengan merek yang memiliki identitas yang menguntungkan (Sen &
Bhattacharya, 2003). Ketika pelanggan semakin terlibat dengan merek melalui
koneksi kognitif dan emosi, pelanggan diharapkan menjadi lebih terikat secara
emosional dengan merek. Mirip dengan hubungan manusia-manusia, pelanggan
mencari karakteristik positif dalam suatu merek sebelum mereka memutuskan
untuk membangun hubungan pelanggan-merek (Khan et al., 2016). Merek yang
didukung oleh nilai-nilai perusahaan yang kuat cenderung dianggap sebagai mitra
merek berkualitas tinggi, yang mendorong pelanggan untuk berkomitmen pada
hubungan jangka panjang (So et al., 2013)

Corporate Association

 


Asosiasi perusahaan mengacu pada evaluasi pelanggan terhadap suatu
merek yang ditentukan oleh pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan mereka,
berdasarkan interaksi merek-pelanggan sebelumnya (Romaniuk & Gaillard,
2007). Dengan pengetahuan merek ini, asosiasi perusahaan berfungsi sebagai
isyarat informasi penting bagi pelanggan ketika menilai kredibilitas perusahaan
dan kualitas produk yang dirasakan selama pemilihan merek (Souiden et al.,
2006). Asosiasi perusahaan yang menguntungkan mendorong pelanggan untuk
percaya bahwa merek akan memenuhi harapan mereka melalui memenuhi janji
merek (Souiden et al., 2006). Ketika pelanggan menganggap perusahaan sebagai
mitra yang dapat diandalkan, mereka bersedia untuk meningkatkan
ketergantungan emosional mereka pada merek (Khan et al., 2016). Ini
kemungkinan akan meningkatkan ikatan ikatan yang dimiliki pelanggan dengan
merek mereka. Selain itu, mitra yang dapat dipercaya juga mendorong pelanggan
untuk melihat hubungan merek-pelanggan mereka dalam perspektif jangka
panjang karena mereka memiliki kepercayaan pada kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kebutuhan mereka di masa depan (Khan et al., 2016). Hal ini berarti
semakin baik pandangan konsumen terhadap suatu perusahaan maka akan
menciptakan keterikatan emosional yang dimiliki oleh konsumen (Khan et al.,
2016; So et al., 2013)