Thursday, June 27, 2024

Indikator Brand Awareness

 


Menurut Anang Firmansyah, (2019:39) terdapat empat indikator
yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh konsumen terhadap
suatu brand. Antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Recall, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya
    merek apa saja yang diingat.
  2. Recognition, yaitu mengingat kembali merek yang dicerminkan dengan
    merek lain yang diingat oleh responden menyebutkan merek yang
    pertama.
  3. Purchase dicision, yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan
    suatu merek ke dalam alternatif pilihan ketika merek akan membeli
    produk atau jasa.
  4. Consumption, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek
    ketika sedang menggunakan produk atau jasa.

Tingkatan Brand Awareness

 


Tingkatan Brand awareness memiliki beberapa tingkatan dari
tingkatan yang paling rendah tidak menyadari brand sampai tingkatan
yang paling tinggi yaitu Top Of Mind, yang bisa digambarkan dalam
sebuah piramida. Piramida Brand awareness dari rendah sampai tingkat
tertinggi adalah sebagai berikut:

  1. Brand recognition pengenalan brand adalah tingkat minimal brand
    awareness, di mana pengenalan suatu brand muncul lagi setelah
    dilakukan pengingatakan kembali lewat bantuan aided recall.
  2. Brand recall pengingatan kembali brand adalah pengingatan kembali
    tanpa brand tanpa bantuan unaidel recall.
  3. Top of mind puncak pikiran adalah brand yang disebutkan pertama kali
    oleh konsumen, atau brand tersebut merupakan brand utama dari
    berbagai brand yang ada dalam benak konsumen.
  4. Unaware of brand tidak menyadari merek. Ketegori ini termasuk merek
    yang tetap tidak dikenal walaupun sudah dilakukan pengingatan
    kembali lewat bantuan (aided recall)

Pengertian Brand Awareness

 


Kesadaran merek atau brand awareness menurut Rifyal Dahlawy
Chalil, (2021:24) merupakan istilah pemasaran yang menggambarkan
tingkat pengakuan konsumen terhadap suatu produk dengan suatu nama.
Kesadaran merek umumnya dalam pemasaran diberikan sebagai seuatu
tingkat kesadaran konsumen terhadap bisnis. Kesadaran merek digunakan
untuk mengukur kemampuan pelanggan potensial untuk tidak hanya
mengenali citra merek, tetapi juga mengaitkanya dengan produk atau
layanan perusahaan tertentu.
Brand awareness adalah bagian dari kajian merek atau brand.
Publikasi studi merek para peneliti dengan afiliasi negara Indonesia
ditingkat internasional telah dimulai sejak tahun 1997. Menurut Aditya
Halim Perdana Kusuma, Acai Sudirman et al., Purnomo dan Rosyidah
(2020:30). Riset dan publikasi tentang brand awareness terus tumbuh dan
berkembang di tingkat internasional sebagai bagian dari riset bidang brand
management yang terus tumbuh dan meningkat.
Pengertian brand awareness kesadaran merek, menujukan
kesanggupan konsumen atau calon pembeli dalam mengingat kembali
Recognize atau mengenali Recall bahwa suatu merek merupakan suatu
bagain dari kategori produk tertentu. Menurut Anang Firmansyah
(2019:85) mengatakan bahwa brand awareness merupakan kemampuan
seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan
tertentu secara spontan atau setalah dirangsang dengan kata – kata kunci.
Menurut Anang Firmansyah, (2019:85) brand awareness adalah brand
awareness kesadaran merek, menujukan kesanggupan konsumen atau
calon pembeli dalam mengingat kembali Recognize atau mengenali Recall
bahwa suatu merek merupak suatu bagian dari kategori produk tertentu

Hubungan Daerah Asal Terhadap Kepribadian Merek

 


Untuk mengevaluasi produk, konsumen menggunakan informasi tentang daerah
asal suatu produk dimana produk tersebut di produksi. Manajer pemasaran
berasumsi bahwa evaluasi produk dipengaruhi oleh pengetahuan konsumen bahwa
konsumen memiliki pengetahuan tentang dari daerah mana produk tersebut
diproduksi (Hong dan Wyer, 1989 dalam Isa Cardosa, 2013: 3). Negara asal atau
tempat asal hanyalah salah satu aspek diantara banyak aspek lainnya, di mana
konsumen mendasarkan persepsi mereka tentang kualitas (Becker, 2000 dalam Isa
Cardosa, 2013: 3).
Banyak peneliti menunjukkan bahwa negara asal tidak hanya berfungsi sebagai
tanda kualitas, tetapi juga memiliki makna simbolis dan emosional bagi konsumen
(Verlegh dan Steenkamp, 1999 dalam Isa Cardosa, 2013: 3). Peterson dan
Jolibert, 1995 dalam Isa Cardosa, (2013: 3) menyatakan bahwa pengaruh daerah
asal lebih besar dalam evaluasi produk dari pada minat beli. Citra daerah asal
dalam penyebaran produknya biasanya melalui iklan, gambar yang disampaikan
adalah bahwa jenis produk memiliki kualitas tertentu yang terutama didasarkan
pada pengetahuan manusia dan alam lingkungan daerah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi citra daerah dan kualitas tertentu dari Produk menciptakan
identitas produk yang unik dan dengan demikian dapat menambah nilai produk
(Ittersum et al., 2003 dalam Isa Cardosa, 2013: 3)

Hubungan Pengalaman Merek Terhadap Kepribadian merek

 


Pengalaman merek adalah sebuah konsep yang telah menarik perhatian dan minat
dari penelitian pemasaran, yang mengakui bahwa konsumen mencari merek yang
mampu memberikan pengalaman yang unik dan mudah diingat (Zarantonello dan
Schmitt, 2010 dalam Isa cardosa, 2013:2). Menurut beberapa peneliti, pengalaman
merek terjadi karena respons yang dirasakan konsumen terhadap rangsangan
merek terkait selama kontak (Chang dan Chieng, 2006 dalam Isa Cardisa, 2013:
2). Konsumen tidak lagi mencari merek karena manfaat fungsionalnya, melainkan
saat ini pilihan konsumen didasarkan pada jenis pengalaman merek yang
dirasakan oleh konsumen (Brakus et al, 2009;. Schmitt, 1999; Zarantonello dan
Schmitt, 2010 dalam Isa Cardosa, 2013: 2).
Yang terpenting bagi konsumen adalah apakah merek dapat menawarkan
pengalaman yang menarik, fitur-fitur khusus dan kepribadian yang unik.
Konsumen mengharapkan sesuatu yang dapat merangsang indra mereka,
konsumen akan mencari sesuatu yang baru, asli dan otentik (Schmitt, 2009 dalam
Isac Cardosa, 2013:2). Pengalaman adalah sesuatu yang intrinsik dan individu,
oleh karena itu, walaupun banyak orang memiliki pengalaman yang sama, akan
tetapi tidak ada yang akan menjalaninya dengan cara yang sama. Produk yang
sepadan, layanan berwujud dan pengalaman tak terlupakan (Pine dan Gilmore,
1998 dalam Isa Cardosa, 2013: 2).

Hubungan Kepercayaan Merek Terhadap Kepribadian Merek

 


Tujuan utama dari pemasaran adalah untuk menciptakan ikatan yang kuat antara
konsumen dan merek, adapun komponen yang harus di perkuat yaitu jaringan
dalam kepercayaan (Delgado-Ballester et al., 2003 dalam Isa Cardosa, 2013: 2).
Untuk kepercayaan mengartikan bahwa merek adalah elemen aktif, hubungan ini
didasarkan pada harapan bahwa konsumen memiliki kinerja dalam merek
(Delgado- Ballester et al., 2003 dalam Isa Cardosa, 2013: 2). Penjelas lain
menurut (Holbrook dan Chaudhuri, 2001 dalam Isa Cardosa, 2013: 2)
menjelaskan kepribadian merek sebagai kesediaan konsumen untuk
mengandalkan kemampuan merek untuk menjalankan fungsi yang ditetapkan.
Kepercayaan mengurangi ketidakpastian dalam lingkungan yang rentan karena
konsumen tahu bahwa mereka dapat mempercayai merek. Ketika konsumen sudah
percaya terhadap suatu merek maka tidak ada lagi keraguan yang ada di dalam
benak konsumen untuk membeli produk tersebut. Delgado-Ballester et al. (2003)
dan Li et al. (2007) dalam Isa Cardosa (2013: 2) menjelaskan dimensi kepribadian
merek, dimana kepribadian merek terdiri dari keamanan (kepercayaan konsumen
pada merek) dan niat.

Perilaku Konsumen

 


Menurut Engel, Blackwell dan Miniard dalam Suryani (2008:8) pemahaman
terhadap perilaku konsumen mencakup pemahaman terhadap tindakan yang
langsung yang dilakukan konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan
mengikuti tindakan tersebut. Hal yang hampir sama diungkapkan oleh Sciffman
dan kanuk dalam Suryani (2008:9) bahwa perilaku konsumen merupakan studi
yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan
sumberdaya yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang, dan usaha) untuk
mendapatkan barang atau jasa yang nantinya akan dikonsumsi.
Sedangkan menurut Swastha (1990) perilaku konsumen dapat didefinisikan
sebagai kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang-barang dan jasa termasuk didalamnya proses
pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan tersebut, perilaku
konsumen dalam mengambil keputusan, mempertimbangkan barang dan jasa apa
yang akan di beli, dimana, kapan, bagaimana, berapa jumlah dan mengapa
membeli produk tersebut.
Loudon dan Bitta dalam Suryani (2008:21) menjelaskan juga bahwa perilaku
konsumen mencakup proses pengambilan keputusan dan kegiatan yang dilakukan
konsumen secara fisik dalam pengevaluasian, perolehan penggunaan atau
mendapatnkan barang dan jasa. Jadi dalam menganalisis perilaku konsumen tidak
hanya menyangkut factor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan saat
pembelian, akan tetapi juga meliputi proses pengambilan keputusan yang
menyertai pembelian. Merujuk pada beberapa pengertian tentang perilaku
konsumen, maka terlihat bahwa memahami perilaku konsumen bukanlah suatu
pekerjaan yang mudah karena banyaknya variabel yang mempengaruhi dan
variabel-variabel tersebut saling berinteraksi.