Saturday, June 29, 2024

Brand Loyality

 


Loyalitas merek dari kelompok pelanggan seringkali merupakan inti dari ekuitas
merek. Menurut Rangkuty (2002 dalam Hazizah 2018) loyalitas merek adalah
suatu ukuran kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Ukuran ini mampu
memberikan gambaran mengenai mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih
ke merek produk yang lain. Terutama jika pada merek produk tersebut didapati
adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain. Apabila
pelanggan tidak tertarik pada merek dan membelinya karena karakteristik suatu
produk, harga, dan kenyamanan dengan sedikit mempedulikan merek, maka
kemungkinan ekuitas mereknya kecil. Sebaliknya, apabila para pelanggan
melanjutkan untuk membeli merek tersebut kendati dihadapkan pada para
kompetitor yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dari segi
harga dan kepraktisannya, berarti ada nilai yang sangat besar dalam merek
tersebut dan barangkali juga dalam simbol dan selogannya (Aaker 2018:57).
Loyalitas merek sudah lama menjadi gagasan sentral dalam pemasaran,
merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelangan pada sebuah merek.
Apabila loyalitas pelanggan cukup tingi maka pengaruhnya sangat kecil dari
serangan kompetitor. Konsumen yang loyal atau setia akan melanjutkan
penggunaan merek meskipun banyak bermunculan alternatif merek produk
pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang unggul (Pamungkas 2014).
Menurut Aaker (57:2018) Terdapat beberapa tingkatan loyaitas, dari
tingkatan yang paling rendah yaitu pembeli tidak loyal dan sama sekali tidak
tertarik pada merek tersebut hingga tingkatan yang paling tinggi yaitu pelanggan
dengan komitmen yang paripurna. Berikut adalah tingkatan dari brand loyality.

  1. Tingkatan loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal sama sekali
    dan tidak tertarik pada merek tersebut. Dengan demikian, merek memainkan
    peran yang kecil dalam keputusan pembelian.
  2. Tingkatan kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk, atau
    setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Para pembeli pada tipe ini bisa
    disebut sebagai para pembeli kebiasaan. Beberapa segmen bisa rentan
    terhadap pra kompetitor yang mampu menciptakan suatu manfaat untuk
    beralih ke merek lain.
  3. Tingkatan ketiga adalah para pembeli yang puas namun dengan biaya
    peralihan (switching cost) yakni baya dalam waktu, uang, atau resiko kinerja
    berkenaan dengan tindakan beralih merek. Untuk menarik minat para
    pembelipada tipe ini, para kompetitor perlu mengatasi biaya peralihan
    dengan menawarkan bujukan untuk beralih atau dengan tawaan suatu
    manfaat yang cukup besar bagi kompensasinya.
  4. Pada tingkatan keempat, para pembeli yang sungguh-sungguh menyukai
    merek tersebut. Biasanya preferensi mereka dilandaskan pada suatu asosiasi
    seperti suatu simbo, rangkaian pengalaman dalam menggunakan, atau kesan
    kualitas (perceived quality) Namun, rasa suka sulit untuk diukur karena
    setiap pelanggan memiliki prilaku yang berbeda.
  5. Tingkatan kelima atau tingkat teratas adalah pelanggan yang setia. Para
    pembeli pada tingkatan ini memiliki suatu kebanggaan atau rasa percaya diri
    mereka terhadap merek tersebut. Merek tersebut sangat penting bagi mereka
    dari segi fungsi maupun sebagai sebagai suatu ekspresi mengenai siapa
    mereka sebenarnya

Perceved Quality (Persepsi Kualitas)

 


Menurut Durianto, dkk (2017:96) perceived quality dapat didefinisikan sebagai
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.
Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan
menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut (Rahmadani 2017)
Menurut Sadat (2009 dalam Kuncoro, dkk 2017) Perceved Quality
(kesan kualitas) menggambarkan respon keseluruhan pelanggan terhadap
kualitas dan keunggulan yang ditawarkan merek. Kesan kualitas tidak dapat
ditetapkan secara objektif, karena kesan kualitas merupakan persepsi dan juga
melibatkan apa yang penting bagi pelanggan.
Perceved Quality (kesan kualitas) berbeda dengan kepuasan, karena
seseorang yang menilai produk tersebut berkualitas tinggi tidak identik dengan
harapan yang rendah. Suatu sikap positif bisa ditimbulkan karena suatu produk
dengan dengan kualitas sangat rendah. Sebaliknya, seseorang mempunyai sikap
negatif terhadap produk kualitas tingi yang terlalu mahal.
Menurut Aaker (2018:126) perceved quality (sikap kualitas)
memberikan nilai dalam beberapa bentuk.

  1. Alasan Untuk Membeli
    Kesan kualitas terkait dengan keputusan pembelian, maka kesan kualitas
    perlu mengefektifkan semua elemen program pemasaran. Apabila kesan
    kualitas tinggi, kemungkinan besar periklanan dan promosi yang dilakukan
    akan efektif.
  2. Diferensiasi / Posisi
    Konsume ingin memilih aspek tertentu sebagai keunikan dan kelebihan
    produk. Aspek yang memiliki perceived quality yang tinggi akan dipilih
    konsumen.
  3. Harga Optimum
    Keuntungan kesan kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam menetapkan
    harga optimum (price premium) kepada seorang calon pembeli. Harga
    optimum bisa meningkatka laba dan memberikan sumber daya reinvestasi
    pada merek tersebut. Berbagai sumber daya bisa digunakan dalam
    membangun merek seperti menguatkan kesadaran, atau asosiasi, atau segala
    aktifitas litbang untuk meningkatkan mutu produk.
  4. Meningkatkan Minat Saluran Distributor
    Perceved quality (kesan kualitas) juga mempunyai arti penting bagi para
    pengecer, distributor dan berbagai pos saluran lainnya, karena itu perceved
    quality membantu dalam mendapatkan distribusi. Saluran distributor
    termotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang sangat diminati para
    pelanggan.
  5. Perluasan Merek
    Perceved quality (kesan kualitas) bisa dieksploitasi dengan cara mengenalkan
    berabagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk
    masuk ke katogori produk baru. Sebuah merek yang kuat dalam hal kesan
    kualitas akan dapat memperluas produknya lebih jauh

Brand Awareness (Kesadaran Merek)

 


Menurut Durianto, dkk (2017:54) Brand awareness adalah kesanggupan seorang
calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek sebagai
bagian dari suatu kategori produk tertentu. Masyarakat lebih cenderung
menyukai atau membeli merek yang sudah dikenal karena mereka merasa aman
dengan sesuatu yang dikenal. Kebanyakan dari mereka berasumsi bahwa sebuah
merek yang sudah dikenal mempunyai kemungkinan bisa diandalkan,
kemantapan dalam bisnis, dan kualitas yang bisa dipertanggung jawabkan.
Menurut Husnawati (2017) brand awareness (kesadaran merek)
merupakan salah satu dimensi dasar dari ekuitas suatu merek yang sering
dianggap sebagai salah satu persyaratan dari keputusan pembelian seorang
konsumen, karena merupakan faktor penting dalam pertimbangan suatu merek.
Faktor kesadaran penting dalam konteks dimana merek selalu diutamakan dalam
suatu rangkaian pertimbangan dalam keputusan pembelian. Brand awareness
berada pada rentang perasaan seseorang yang tidak pasti terhadap pengenalan
suatu merek sampai pada perasaan seseorang yakin bahwa merek produk
tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan
(Pamungkas, 2014). Merek yang tidak dikenal biasanya hanya mempunyai
sedikit peluang untuk menarik calon konsumen. Kesadaran merek membutuhkan
jangkauan kontinum (continum ranging) dari perasaan yang tak pasti bahwa
merek tertentu dikenal, menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan
satu-satunya dalam kelas produk bersangkutan. Menurut Putri dan Suasana
(2018) brand awareness dihubungkan pada kuatnya kesan yang tersimpan dalam
memori yang direfleksikan pada kemampuan pelanggan untuk mengingat
kembali atau mengenali kembali sebuah merek didalam kondisi yang berbeda.
Menurut Muzaqqi, dkk (2016) kesadaran merek diindikasikan dengan
penerimaan konsumen terhadap sebuah merek yang memiliki asosiasi atau
image terhadap produk. Brand awareness meliputi suatu proses mulai dari
perasaan tidak mengenal merek hingga yakin bahwa merek itu adalah satu-
satunya dalam kelas produk atau jasa tertentu (Rahmadani 2017). Memiliki
peran dalam menciptakan brand equity yang kuat yang tergantung pada
tingkatan akan pencapaian kesadaran dibenak konsumen.
Brand awareness memiliki beberapa tingkatan daritingkatan yang
paling rendah (tidak menyadari brand) sampai tingkatan yang paling tinggi yaitu
Top of Mind (Aaker 2018:91).

Brand (Merek)

 


Menurut Aaker (2018:9) Brand (Merek) adalah nama dan/atau simbol yang
bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud
mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok
penjual tertentu, dengan demikian dapat lebih mudah membedakan barang dan
jasa yang dihasilkan oleh para kompetitor. Merek-merek tersebut bersaing dalam
benak konsumen untuk menjadi yang terbaik. Menurut Kartajaya (2010 dalam
Putri dan Suasana 2018), mendefinisikan merek sebagai aset yang menciptakan
nilai bagi pelanggan dengan meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas.
Menurut Santoso (2013) Merek memegang peran sangat penting, karena suatu
merek akan terkait dengan janji dan harapan, sehingga salah satu perannya
adalah menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan
sesuatu kepada konsumen. Konsumen sebelum memutuskan untuk membeli
sebuah barang atau menggunakan sebuah jasa, terblebih dahulu
mempertimbangkan beberapa aspek mulai dari sudut harga hingga kualitas
produk atau jasa yang dipilihnya (Pamungkas dan Sugiarto, 2015).
Merek yang berhasil adalah adalah produk/jasa yang hebat, didukung
oleh perencana yang seksama, sejumlah besar komitmen jangka panjang, dan
pemasaran yang dirancang dan dijalankan secara kreatif dan merek yang kuat
dapatmenghasilkan loyalitas konsumen yang tinggi. Merek dapat
mengidentifikasi sumber atau pembuat produk dan memungkinkan konsumen
untuk menuntut tanggung jawab atas kierja terhadap perusahaan atau distributor
tertentu. Pelangan dapat mengevaluasi produk yang sama secara berbeda
tergantung pada pemerekan tersebut.

Pemasaran

 


Menurut Santoso (2013) Pemasaran merupakan suatu tindakan yang berdasarkan
konsep-konsep inti seperti kebutuhan, keinginan dan permintaan, produk, nilai
biaya, kepuasan, pertukaran, transaksi, hubungan, dan jaringan kerja pasar dan
pemasaran serta pemasar. Menurut Subagyo (2010 dalam Husnawati 2017)
pemasaran adalah sebuah sistem bagian dari kegiatan bisnis yang dirancang
untuk merencanakan, memberi harga, dan mempromosikan dan
mendistribusikan jasa seta barang-barang pemuas keinginan pasar.
Menurut Supranto dan Limakrisna (2011:1) Tujuan utama pemasaran
ialah memenuhi kebutuhan konsumen dan keinginan konsumen secara
memuaskan. Konsumen dipuaskan agar menjadi loyal. Konsumen yang loyal
akan akan membeli berkali-kali, mengajak orang lain membeli dan menceritakan
kepada orang lain tentang kebaikan produk atau perusahaan yang
memproduksinya. Sedangkan tujuan utama dalam pendekatan konsep penjualan
adalah memproduksi dari sebuah pabrik, kemudian meyakinkan konsumen agar
bersedia membelinya (Sudar 2014)

Kepercayaan Merek Memediasi Pengaruh Aktivitas Pemasaran Media Sosial Terhadap Ekuitas Merek

 


Menurut Ebrahim (2020) kepercayaan merek memiliki peran
mediasi terhadap aktivitas pemasaran media sosial terhadap ekuitas
merek. Hal ini didasari oleh aktivitas pemasaran media sosial dalam
membuat konten yang dapat dipercaya oleh pelanggan dan dapat
membuat hubungan jangka panjang dengan pelanggan sehingga
membuat ekuitas yang mengarah kepada nilai merek yang unik di benak
pelanggan. Hal ini juga sejalan dengan Hafez (2021) menyatakan
bahwa kepercayaan merek memediasi aktivitas pemasaran media sosial
terhadap ekuitas merek sebab, perusahaan secara intensif melakukan
promosi dengan media sosial sehingga mampu menghasilkan
kepercayaan merek yang bermanfaat untuk membangun ekuitas merek.

Pengaruh Kepercayaan Merek Berpengaruh Terhadap Ekuitas Merek

 


Kepercayaan merek merupakan kepercayaan pelanggan terhadap
suatu merek karena persepsi bahwa merek tersebut dapat diandalkan
dan bertanggung jawab atas produk yang dikeluarkan. Menurut Yu dan
Yuan (2019), menyatakan bahwa kepercayaan merek berpengaruh
positif dengan ekuitas merek. Kepercayaan merek berpengaruh positif
terhadap ekuitas merek perusahaan, sebab kepercayaan menjadi
indikator (syarat) untuk membangun hubungan jangka panjang dan
kemudian mampu meningkatkan ekuitas merek dimaksudkan dengan
menciptakan nilai merek di benak pelanggan (Hafez, 2021). Selain itu
kepercayaan terhadap merek harus dibangun oleh perusahaan dengan
dikembangkan melalui berbagai pengalaman pelanggan terhadap merek
di media sosial sehingga mampu meningkatkan ekuitas merek
(Ebrahim, 2020).