Monday, July 1, 2024

Dampak kreativitas karyawan

 


Aktivitas kreatif yang dijalankan oleh karyawan tidak hanya
memberi nilai tambah positif untuk perusahaan, tetapi juga menghasilkan
dampak yang bermanfaat bagi perkembangan individu karyawan (Zhou,
1996). Dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan tingkat efisiensi
dan efektivitasnya dalam meraih tujuan organisasional serta merancang
strategi untuk mengurangi tekanan dalam lingkungan persaingan. Selain
memberikan keuntungan bagi perusahaan, partisipasi dalam kegiatan
kreatif juga memberikan manfaat bagi karyawan secara individu. Hal ini
cenderung meningkatkan kepuasan psikologis mereka dan mendorong
kesejahteraan individu dalam lingkungan kerja. Aktivitas kreatif yang
dilakukan oleh karyawan adalah langkah awal yang penting dalam proses
inovasi organisasi. Proses inovasi diawali dengan munculnya ide kreatif
yang berasal dari perseorangan atau kelompok kecil (Zhou, 1996).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas karyawan

 


Menurut Shalley, Zhou, dan Oldham (2004) berikut faktor
lingkungan kerja yang bisa mempengaruhi kreativitas:

  1. Job complexity
    Salah satu aspek yang signifikan dalam mendukung motivasi
    intrinsik serta meningkatkan kinerja kreatif di lingkungan kerja adalah
    rancangan pekerjaan. Pekerjaan yang memiliki tingkat kompleksitas
    tinggi, umpan balik yang terstruktur, dan variasi tugas yang signifikan,
    diyakini dapat menjadi pendorong utama untuk meningkatkan dan
    mendukung tingkat motivasi intrinsik yang tinggi. Respon terhadap
    motivasi intrinsik ini dapat tercermin dalam pengembangan ide-ide
    kreatif yang menghasilkan inovasi di tempat kerja. Kompleksitas
    pekerjaan diketahui dapat memperkuat minat individu terhadap tugas
    yang dihadapi, menstimulasi kesenangan dalam menyelesaikannya,
    dan akhirnya, memicu ekspresi kreatif (Shalley et al., 2004).
  2. Goal setting
    Dengan menetapkan goal setting dapat mengetahui target dan
    arahan yang jelas dan menyelesaikan pekerjaan dengan terstruktur. Di
    saat menyelesaikan tugas atau pekerjaan dengan goal setting karyawan
    mampu mendapatkan ide-ide kreatif tentang pekerjaan yang akan
    dikerjakan selanjutnya. Namun goal setting dapat membantu atau
    menghambat adanya task engagement, apakah goal setting berfokus
    pada individu yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja
    kreatif.
  3. Feedback dan evaluasi
    Dalam konteks motivasi intrinsik, seseorang cenderung
    menginterpretasikan evaluasi kritik pada hasil kerjanya sebagai bentuk
    pengendalian atau pengawasan eksternal (Shalley et al., 2004).
    Akibatnya, individu cenderung memusatkan perhatian mereka pada
    penelitian tersebut daripada pada substansi pekerjaan itu sendiri, yang
    kemudian dapat mengakibatkan penurunan dalam tingkat motivasi
    intrinsik dan kreativitas karyawan. Namun dinamika ini dapat berubah
    ketika evaluasi disampaikan dengan pendekatan yang konstruktif dan
    mendukung. Hasil studi yang dilaporkan oleh Zhou (1998)
    mengindikasikan bahwa umpan balik yang bersifat afirmatif, misalnya
    “kerja bagus, kamu sudah berusaha dengan baik” menghasilkan tingkat
    kreativitas yang lebih tinggi pada tugas tersebut dibanding respon
    yang sifatnya mengkritisi.
  4. Hubungan karyawan dengan rekan kerja
    Kemungkinan adanya peningkatan dalam kreativitas karyawan
    diyakini terkait dengan adanya dukungan serta lingkungan yang
    memfasilitasi dari rekan-rekan kerja mereka (Shalley et al., 2004).
    Situasi ini timbul ketika tindakan rekan kerja mampu memperkuat
    dorongan motivasi intrinsik. Sebaliknya, keberadaan rekan kerja yang
    kurang mendukung serta bersifat kompetitif bisa menghambat tingkat
    motivasi intrinsik dan mengurangi tingkat kreativitas.
  5. Hubungan karyawan dengan atasan
    Peran pemimpin memiliki kontribusi krusial dalam memajukan
    kreativitas karyawan. Ketika pemimpin mengadopsi prakarsa seperti
    merangsang partisipasi dalam penyampaian pendapat, dampak
    positifnya terhadap tingkat kreativitas karyawan dapat terwujud
    (Jaskyte dan Kisieliene, 2006).
  6. Gaya kepemimpinan atasan
    Beberapa penelitian sudah menyelidiki korelasi gaya
    kepemimpinan dengan tingkat kreativitas yang dimiliki oleh karyawan.
    Gaya kepemimpinan yang bersifat mendukung atau memberikan
    dukungan bisa meningkatkan motivasi intrinsik, sementara gaya
    kepemimpinan yang mengarah dan mengontrol biasanya mengurangi
    motivasi intrinsik dan menekan tingkat kreativitas (Shalley et al.,
    2004). Pemimpin yang berfokus pada pengembangan karyawan dapat
    meningkatkan emosi positif karyawan. Emosi positif mendorong
    kreativitas dan meningkatkan pemahaman karyawan untuk
    memecahkan masalah. (Amabile et al., 2005)

Kreativitas Karyawan

 


Secara umum kreativitas tidak hanya tentang menumbuhkan dan
menciptakan ide-ide baru, melainkan mengkombinasikan ide-ide sebelumnya
(Rompas, Pio, dan Rumawas, 2021). Stenberg dan Lubart (1996)
mendeskripsikan secara singkat kreativitas sebagai keterampilan untuk
memandang sesuatu dengan cara yang baru. Ide-ide yang dianggap atau dirasa
baru jika ide tersebut unik dibandingkan dengan ide lain dalam organisasi
(Shalley et al., 2004). Menurut Zhou dan Shalley (2003), kreativitas adalah
pengembangan dari ide-ide dalam mengatasi tantangan atau rintangan di
tempat kerja, sehingga ide tersebut bermanfaat dalam organisasi atau tempat
kerja (Xu et al., 2017). Yahya dan Sukarno, (2021) mengemukakan kreativitas
adalah ide, tahapan, fleksibel, estetika bisa disatukan, dibedakan serta efektif.
Perilaku Kreatif Karyawan dapat didefinisikan sebagai peran dan
potensi karyawan untuk memulai dan menghasilkan ide-ide inovatif (Amabile,
1988). Berpikir kreatif mengacu pada tindakan karyawan dalam mendekati
masalah, menggunakan keterampilan sebagai solusi dan kemampuan untuk
menempatkan ide-ide sebagai sebuah kombinasi yang baru (Amabile,
1998). Dalam lingkungan kerja, hal-hal yang sederhana dapat
menimbulkan dan meningkatkan kreativitas karyawan seperti mengadakan
kegiatan bersama dengan tujuan mendekatkan karyawan dan berdiskusi
sehingga memantik ide serta kreativitas karyawan (Zhou 1996). Karyawan
dapat terlibat dalam kegiatan kreatif dengan memberikan saran dan
melaksanakan tahapan baru yang lebih baik dan efisien dalam menjalankan
pekerjaan (Zhou, 1996).
Perilaku kreatif karyawan mengacu pada produksi pendapat karyawan
mengenai produk, praktik, proses, dan prosedur yang baru serta meliputi
adanya solusi kreatif terhadap permasalahan (Amabile, 1996). Menurut
Unsworth (2001) menyatakan kreativitas menjadi salah satu bagian dari
persyaratan kerja karyawan. Academy of Management, mendefinisikan
kreativitas karyawan di tempat kerja sebagai penciptaan ide dan solusi yang
inovatif dan bermanfaat. Amabile (2000) mendefinisikan kreativitas karyawan
sebagai ide baru dan bermanfaat yang dimiliki karyawan. Sehingga kreativitas
karyawan dapat didefinisikan sebagai pandangan atau tanggapan karyawan
terkait dengan ide atau gagasan untuk mengembangkan produk, praktik, dan
prosedur serta memberikan keuntungan kepada organisasi. Karyawan yang
kreatif memiliki kemampuan atau keterampilan serta pengetahuan yang
relevan, yang memungkinkan untuk menemukan motivasi instrinsik dalam
bekerja sehingga menjadi individu yang mandiri. Karyawan kreatif sangat
tertarik dan responsif untuk mencoba ataupun mengupayakan hal-hal baru dan
tidak takut menghadapi tantangan (Simonton, 2000).

Dimensi Kepemimpinan Transformasional.

 


Bass et al (1987) mengemukakan bahwa pemimpin
transformasional mempunyai tiga dimensi keterampilan, yaitu:
a. Perhatian individual, yaitu perhatian yang berupa bimbingan kepada
karyawannya dengan memberikan perhatian secara personalatau
pribadi agar karyawannya merasa dihargai dan diperhatikan dengan
tujuan agar dapat mengembangkan kemampuannya.
b. Stimulus intelektual, yaitu kemampuan pemimpin dalam
mendekatkan diri pada karyawan sehingga menjadi sebuah
keakraban untuk mendorong karyawannya agar menciptakan ide
kreatif serta dapat menstimulus pemikiran dari karyawan dalam
memecahkan suatu masalah.
c. Kharisma, yaitu menguatkan visi dan misi, menciptakan rasa hormat,
meningkatkan optimisme sehingga dapat membuat keryawan yang
lebih percaya diri.
Menurut Prajoyo (2013) pada awalnya Bass et al (1987)
menyatakan tiga dimensi kepemimpinan transformasional, kemudian
pada tahun 1990 Bass merevisi dimensi tersebut dengan menambahkan
dimensi motivasi inspirasional (inspirational motivation).
Hampir semua penelitian menggunakan Multifactor Leadership
Questionnaire (MLQ) yang disusun oleh Bass pada tahun 1988,
meskipun dalam skala tersebut tercantum kepemimpinan tranformasional
dan transaksional secara bersamaan serta hanya menggunakan tiga
dimensi kepemimpinan transformasiona

Pengertian Kepemimpinan Transformasional.

 Menurut Bushra et al (2011) kepemimpinan transformasional

adalah kecenderungan seorang pemimpin untuk mempengaruhi
karyawannya agar menghasilkan kinerja yang melebihi harapan melalui
keyakinan dan nilai–nilai tinggi. Karyawan yang dapat mengerti betapa
penting kontribusinya terhadap perusahaan akan lebih termotivasi dan
terdorong untuk bekerja secara kreatif demi mencapai tujuan perusahaan
yang diharapkan.
Menurut Tjahjono dkk (2018) pemimpin transformasional adalah
seorang pemimpin yang mampu mengubah kepentingan individu menjadi
kepentingan kelompok agar dapat bermanfaat secara kolektif. Pemimpin
transformasional dapat mengubah individu dari yang sebelumnya kurang
produktif menjadi seorang yang berdedikasi, berkomitmen, dan mampu
bekerja keras.
Menurut Hughes et al (2012) kepemimpinan transformasional
memiliki tujuan dan mengelola kesan yang baik digunakan untuk
meningkatkan ikatan emosi karyawanagar mereka bersedia untuk bekerja
mencapai tujuan pemimpin. 

Pengertian Kepemimpinan.

 


Menurut Rivai dan Mulyadi (2011) kepemimpinan adalah tahapan
mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi atau perusahaan
dengan cara menentukan tujuan organisasi serta memotivasi para
karyawanagar dapat mencapai tujuan suatu organisasi. Sedangkan
menurut Thoha (2010) kepemimpinan yaitu usaha untuk mempengaruhi
perilaku manusia secara individu maupun kelompok.
Kepemimpinan sebagai tahapan yang dilaksanakan oleh
seseorang untuk mengelola serta memberikan inspirasi kepada pekerja
untuk mencapai tujuan organisasi melalui teknik yang digunakannya
(Yamin dan Maisah, 2012).
Secara umum kepemimpinan juga memiliki peran dalam
membangun keefektifan karyawan termasuk didalamnya kreativitas.
Kreativitas karyawan dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dari
pemimpin di perusahaan (Tjahjono, 2004).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi seseorang untuk berperilaku
dan bertindak sesuai dengan yang diharapkannya.
Kepemimpinan itu sendiri mempunyai beberapa gaya. Robbins
(dalam Fitria, 2017 )mengemukakan beberapa gaya kepemimpinan, yaitu
sebagai berikut :
a. Gaya Kepemimpinan Kharismatik.
Gaya kepemimpinan ini membuat pengikut atau bawahan
terpacu dan terinspirasi dengan kemampuan kepemimpinan
atasannya, inspirasi ini diperoleh ketika bawahan mengamati
perilaku–perilaku tertentu dari pemimpin mereka.
b. Gaya Kepemimpinan Transaksional.
Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang
memotivasi para pengikut atau bawahan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dengan cara memperjelas pembagian peran dan
tugas.
c. Kepemimpinan transformasional.
Pemimpinan transformasional adalah pemimpin yang memberikan
perhatian dan membangkitkan semangat para bawahannya untuk
mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
d. Kepemimpinan Visioner.
Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin untuk
menciptakan visi dan misi tentang masa depan organisasi yang telah
ada dan sedang berkembang.
Dari penjelasan diatas secara umum kepemimpinan
transformasional merupakan kepemimpinan yang lebih mengarah ke
memotivasi orang lain untuk menjalankan tugas sesuai yang
diharapkan

Knowledge Sharing memediasi pengaruh Kepemimpinan Visioner terhadap Kreativitas Karyawan

 


Pada penelitian sebelumnya menunjukan bahwa kreativitas sangat
tergantung pada proses di mana karyawan memperoleh pengetahuan dan
keterampilan baru (Dong et al., 2017). Saat terlibat dalam proses berbagi
pengetahuan, karyawan cenderung membangun bahasa yang sama dan
seperangkat keyakinan yang mengarah pada rasa saling percaya, yang
secara positif memengaruhi kreativitas. Selain itu, semakin banyak
karyawan terlibat dalam proses berbagi pengetahuan, semakin banyak
peluang yang mereka miliki untuk meningkatkan pengetahuan dan
pengalaman mereka melalui stimulasi timbal balik dari ide-ide yang
berbeda, sehingga meningkatkan kreativitas mereka. Namun disamping itu
terdapat peran pemimpin dalam memfasilitasi para karyawan berbagi
pengetahuan untuk meningkatkan kreativitas. Dalam penelitian Amabile et
al., (2004) menyelidiki perilaku pemimpin terkait dengan dukungan
pemimpin yang dirasakan dan menemukan bahwa pemimpin dapat
menumbuhkan kreativitas melalui bantuan langsung dengan proyek,
pengembangan keahlian bawahan dan peningkatan motivasi intrinsik
bawahan. Selain itu, gaya kepemimpinan juga mempengaruhi karyawan
dalam berbagi pengetahuan. Zhou et al., (2018) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa kepemimpinan visioner memiliki efek positif yang
lebih kuat pada berbagi pengetahuan karyawan