Monday, July 1, 2024

Pengaruh Servant Leadership dan Motivasi Intrinsik terhadap Kreativitas Karyawan

 


Untuk mempermudah memahami dinamika hubungan yang terjadi antar
variabel penelitian (servant leadership, motivasi intrinsik, dan kreativitas
karyawan), sebelum mengkaji hubungan teoritis antar variabel, penulis terlebih
dahulu merangkum sejumlah garis besar dari tinjauan pustaka yang telah
dipaparkan sebelumnya. Penulis memulainya dengan konsep kreativitas karyawan
serta peran motivasi intrinsik yang mempengaruhinya. Kemudian beralih pada
gaya kepemimpinan atasan sebagai faktor yang mempengaruhi kreativitas.
Selanjutnya barulah membahas tentang pengaruh servant leadership dan motivasi
intrinsik terhadap kreativitas karyawan.
Kreativitas memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan
perusahaan dalam menghadapi persaingan usaha. Agar dapat tetap unggul dalam
menghadapi persaingan usaha, perusahaan dituntut untuk terus berinovasi. Dalam
rangka inovasi, ide kreatif dari sumber daya manusia yang terdapat dalam
organisasi sangatlah dibutuhkan oleh organisasi. Oleh sebab itu, tantangan yang
dihadapi oleh perusahaan terutama bagi perusahaan yang tergabung dalam sektor
industri kreatif adalah bagaimana menjaga dan meningkatkan kreativitas sumber
daya manusianya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kreativitas karyawan adalah
motivasi intrinsik karyawan. Untuk menjadi kreatif, karyawan harus memiliki
ketertarikan kepada masalah dan / atau hasil tertentu, serta memiliki ketertarikan
dalam mencari cara untuk memecahkan masalah atau mencapai hasil yang
diinginkan (Coelho dkk., 2011). Karyawan menjadi paling kreatif ketika mereka
mengalami tingkat motivasi intrinsik yang tinggi, yaitu ketika mereka
bersemangat tentang kegiatan kerja dan tertarik untuk terlibat di dalamnya demi
kegiatan itu sendiri (Amabile, 1983, 1987; Shalley, 1991 dalam Oldham dan
Cummings, 1996). Di bawah kondisi ini, karyawan bebas dari kekhawatiran asing
dan cenderung mengambil risiko untuk mengeksplorasi jalur kognitif baru, dan
bermain dengan ide-ide dan bahan (Amabile dkk., 1990 dalam Oldham dan
Cummings, 1996). Mereka juga cenderung untuk lebih fokus pada sifat tugas
secara internal dan bekerja lebih lama pada ide atau masalah. Situasi yang
mendorong eksplorasi dan ketekunan ini dapat meningkatkan kemungkinan
kinerja kreatif.
Gaya kepemimpinan atasan / supervisor juga menjadi faktor yang
mempengaruhi kreativitas karyawan. Pemimpin dapat mempengaruhi ketiga
komponen kreativitas, yaitu keahlian, keterampilan berfikif kreatif, dan motivasi.
Namun dalam mempengaruhi komponen keahlian dan keterampilan berpikir
kreatif, akan lebih sulit dan membutuhkan banyak waktu dibandingkan dengan
mempengaruhi komponen motivasi (Amabile, 1998)

Dampak Motivasi Intrinsik

 


Karyawan yang termotivasi secara intrinsik cenderung akan lebih
fleksibel secara kognitif dan tekun (McGraw dan Fiala, 1982; McGraw dan
McCullers, 1979, dalam McMahon dan Ford, 2012). Memiliki motivasi intrinsik
yang tinggi meningkatkan kecenderungan rasa ingin tahu, fleksibel secara
kognitif, pengambilan risiko, dan gigih dalam menghadapi hambatan (Utman,
1997; Zhou dan Shalley, 2003 dalam Shalley dkk., 2004). Selain itu dengan
motivasi intrinsik lebih tinggi, akan cenderung lebih tertarik untuk mengerjakan
dan bersemangat karena tugas itu sendiri, daripada mengerjakan tugas yang hanya
dalam rangka pertukaran untuk hasil yang ekstrinsik (Deci dan Ryan, 1985 dalam
McMahon dan Ford, 2012).

Komponen Motivasi Intrinsik

 


Dalam motivasi intrinsik terdapat komponen kognitif dan afektif
(Amabile, 1994). Berdasarkan cognitive evaluation theory (Deci dan Ryan,
1985dalam Amabile, 1994), komponen kognitif yang meliputi self-determination
dan competence merupakan komponen utama dalam motivasi intrinsik.
Self-determination terkait dengan preferensi untuk pilihan dan otonomi
(preference for choice and autonomy ). Individu yang termotivasi secara intrinsik
merasa seperti dapat berperilaku dengan bebas (deCharms, 1968 dalam Amabile
dkk., 1994). Individu yang memiliki skor tinggi dalam orientasi otonomi memiliki
derajat pilihan yang tinggi pula terkait dengan inisiasi dan regulasi perilaku
mereka sendiri. Ketika termotivasi secara intrinsik, individu akan terdorong untuk
mencari kenikmatan atau tantangan (Ryan dan Deci, 2000). Berdasarkan
cognitive evaluation theory, struktur dan situasi interpersonal yang mendorong
adanya perasaan akan kompetensi (feelings of competence) dapat meningkatkan
motivasi intrinsik karena memungkinkan memuaskan kebutuhan psikologis akan
kompetensi.
Amabile (1994) beranggapan bahwa tidak hanya persepsi diri terkait
dengan kebutuhan akan competence dan self-determination saja yang merupakan
bagian dari motivasi, namun juga semua aspek kognitif dan emosi. Komponen
afektif dalam motivasi intrinsik meliputi interest dan excitement (Izard, 1977
dalam Amabile, 1994), serta deep task involvement (Csikszentmihalyi, 1978
dalam Amabile, 1994).
Interest atau ketertarikan adalah mekanisme dari perhatian yang selektif
(Izard dan Ackerman, 2000). Interest tidak hanya berfokus pada perhatian pada
suatu obyek, individu, situasi, atau pekerjaan tertentu, namun merupakan emosi
yang menyediakan motivasi dan energi untuk mobilisasi keterlibatan dan
interaksi. Pengalaman emosi merupakan perasaan atau keadaan motivasi yang
meliputi kecenderungan tindakan atau perasaan akan kesiapan aksi (feeling of
action readiness). Pernyataan emosi yang positif meliputi joy dan interest. Interest
biasanya terjadi berhubungan dengan sukacita (enjoyment). Menurut Deci (1992
dalam Izard dan Ackerman, 2000) interest dan joy merupakan suatu kesatuan
karakteristik dari motivasi intrinsik, yang merupakan emosi bawaan yang ditandai
dengan pernyataan perasaan. Joy experience dibedakan dengan kenikmatan
sensori, namun lebih mengarah pada pembentuknya dan mengarah kepada
interaksi sosial yang menyenangkan. Joy dapat meningkatkan keterbukaan
terhadap pengalaman yang dapat menyebabkan perilaku afiliatif dan menguatkan
ikatan sosial 

Definisi Motivasi Intrinsik

 


Motivasi intrinsik adalah sejauh mana seorang karyawan bersemangat
tentang aktivitas kerja dan termotivasi untuk terlibat didalamnya demi aktivitas itu
sendiri (Oldham dan Cummings, 1996 dalam Coelho dkk., 2011). Karyawan dapat
memiliki motivasi intrinsik terhadap pekerjaannya karena pekerjaan itu menarik
dan memuaskan dalam beberapa hal (Amabile, 1994).
Motivasi intrinsik dalam setting pekerjaan adalah berupa dorongan yang
berasal dari ketertarikan yang mendalam serta keterlibatan dalam pekerjaan,
dengan rasa ingin tahu, senang, atau perasaan pribadi (Amabile, 1997). Motivasi
intrinsik mengacu pada sejauh mana seorang individu gembira tentang aktivitas
pekerjaannya dan terlibat didalamnya demi kegiatan itu sendiri (Utman, 1997
dalam Shalley dkk., 2004)

Dampak Servant Leadership

 


Komitmen servant leader adalah untuk membantu pengikutnya tumbuh
(Giampetro-Meyer dkk., 1998 dalam Yoshida dkk., 2013). Komitmen tersebutlah
yang mendasari munculnya sikap servant leader yang memberikan pelayanan dan
pengembangan pengikutnya (Cooper dan Thatcher, 2010 dalam Mittal dan
Dorfman, 2012), serta mengutamakan untuk memastikan bahwa pengikutnya
menjadi lebih bijaksana, bebas, serta mandiri (Greenleaf, 1970 dalam Mittal dan
Dorfman, 2012). Seorang servant leader membantu pengikutnya untuk tumbuh
dengan memberikan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan pengikut,
mempromosikan keberhasilan mereka, serta mendorong pengikut untuk terlibat
dalam kesempatan pelayanan masyarakat diluar pekerjaan (Hunter dkk., 2013).
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, servant leader dapat
memberikan banyak hal positif terkait dengan kemajuan karyawan dan organisasi.
Servant leadership dapat menghasilkan lingkungan organisasi yang suportif,
sehingga dapat memunculkan perasaan positif dan komitmen karyawan terhadap
organisasi (Bobbio dkk., 2012). Lingkungan positif tersebut juga menumbuhkan
kepuasan karyawan terhadap terhadap pemimpin dan organisasi, sehingga
meningkatkan keinginan karyawan untuk “membayar” organisasi yang telah
memberikan lingkungan yang positif dan bermanfaat tersebut dengan cara tidak
menarik diri dari lingkungan tersebut (Blau, 1964 dalam Hunter dkk., 2013).
Dengan kata lain, intensitas turn over pada karyawan menjadi berkurang

Definisi Servant Leadership

 


Servant Leadership pertama kali diperkenalkan oleh Greenleaf (1970).
Greenleaf menjelaskan bahwa servant leadership dimulai dari perasaan alamiah
seseorang untuk melayani orang lain. Kemudian perasaan alamiah tersebut
membawa seseorang bercita-cita untuk memimpin. Dalam memimpin, seorang
servant leader mengutamakan untuk memastikan bahwa kebutuhan prioritas
orang yang ia pimpin telah terlayani, apakah mereka menjadi lebih sehat, lebih
bijaksana, lebih bebas, lebih mandiri, dan memungkinkan untuk menjadi seorang
servant (Greenleaf, 1970 dalam Mittal dan Dorfman, 2012).
Cooper dan Thatcher (2010) mendukung gagasan Greenleaf, dengan
menjelaskan bahwa seorang servant leader berorientasi pada pelayanan dan
pengembangan pengikutnya, mengutamakan rasa aman dan keselamatan, serta
memiliki perspektif bahwa pemimpin mereka berhubungan dengan perilaku
normatif yang diharapkan. Selain itu, seorang servant leader menunjukkan
komitmen yang berkelanjutan dan altruistik untuk membantu pengikutnya untuk
tumbuh (Giampetro-Meyer dkk., 1998 dalam Yoshida dkk., 2013)

Definisi Leadership

 


Leadership atau kepemimpinan merupakan suatu proses dimana individu
mempengaruhi suatu kelompok individu dalam rangka pencapaian tujuan bersama
(Northouse, 2001). Northouse mengidentifikasi beberapa komponen dari
kepemimpinan, yaitu meliputi:

  1. Kepemimpinan adalah sebuah proses
    Proses yang dimaksudkan adalah bahwa seorang pemimpin
    mempengaruhi dan juga dipengaruhi oleh pengikutnya. Sehingga
    terjadi proses interaktif dua arah antara pemimpin dan pengikutnya.
  2. Kepemimpinan melibatkan pengaruh
    Berkaitan dengan bagaimana seorang pemimpin mempengaruhi
    pengikutnya. Kepemimpinan tidak akan terjadi tanpa adanya
    mempengaruhi.
  3. Kepemimpinan muncul dalam konteks kelompok
    Kelompok dapat merupakan suatu kelompok kecil, komunitas, ataupun
    organisasi.
  4. Kepemimpinan melibatkan perhatian terhadap tujuan.
    Kepemimpinan adalah bagaimana mengarahkan suatu kelompok
    individu dalam pencapaian suatu tujuan bersama.