Tuesday, July 2, 2024

Jenis-Jenis Konflik

 


Menurut (Wirawan, 2010) terdapat lima jenis konflik, diantaranya :
a. Kompetisi (competing)
Kompetisi merupakan gaya yang berorientasi pada kekuasaan, dimana
seseorang akan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk
memenangkan konflik terhadap lawannya.
b. Kolaborasi (collaborating)
Kolaborasi merupakan upaya dalam melakukan negosiasi untuk
menciptakan solusi yang sepenuhnya memuaskan pihak-pihak yang terlibat
konflik. Menurut Derr dalam (Wirawan, 2010) kolaborasi merupakan gaya
manajemen konflik yang paling disukai karena mendorong hubungan
interpersonal, kekuatan kreatif untuk inovatif dan perbaikan, meningkatkan
balikan dan aliran informasi, serta mengembangkan iklim organisasi yang
lebih terbuka, terpercaya, pengambilan resiko dan perasaan terhadap
integritas.
c. Kompromi (compromising)
Kompromi merupakan gaya dalam konflik yang berada di tengah antara
kolaborasi dan kompromi. Dalam keadaan tertentu, kompromi berarti
membagi perbedaan diantatra dua posisi untuk mencari titik tengah.
d. Menghindari (avoiding)
Menurut Thomas dan Kilman (Wirawan, 2010) bentuk menghindar tersebut
bisa berupa menjauhkan diri dari pokok masalah, menunda pokok masalah
hingga waktu yang tepat, atau menarik diri dari konflik yang mengencang
dan merugikan.
e. Mengkomodasi (accomudating)
Mengkomodasi merupakan gaya mengabaikan kepentinngan diri sendiri
dan upaya dalam memuaskan kepentingan dari lawan konfliknya. Gaya
akomodasi memberi kesan dalam menyetujui ide seseorang dan ingin
bekerja sama dan kesan demikian hanya diperlukan bukan kenyataan

Faktor – Faktor terjadinya Konflik

 

  1. Perbedaan Pendapat
    Suatu konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat, dimana masing-
    masing pihak merasa paling benar. Bila suasana makin tidak baik, maka
    dapat menimbulkan perasaan kurang enak, ketegangan, dan lain-lain.
  2. Salah paham
    Salah paham juga termasuk salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik.
    Misalnya tindakan seseorang yang mungkin bertujuan baik tapi dianggap
    pihak lain sebagai tindakan yang merugikan.
  3. Perbedaan Kepribadian
    Penyebab konflik ditempat kerja juga terjadi karena perbedaan karakter dan
    kepribadian tiap karyawan.
  4. Titik Tekanan
    Disetiap tempat kerja, seringkali seorang karyawan yang mendapat kritikan
    dapat memicu konflik. Karena setiap orang mempunyai titk tekanan atau
    suatu hal yang dapat menjadi pemicu dirinya bereaksi terhadap situasi
    tertentu.
  5. Masalah Pribadi
    Beberapa tanda seseorang mempunyai masalah pribadi diantaranya sering
    datang terlambat ke tempat kerja, kurang produktif, sering izin karena sakit,
    ssering gagal menyelesaikan tugas tepat waktu.

Bentuk – Bentuk Koflik dalam Organisasi

 


Menurut (Taufiq, 2016) ada 4 bentuk konflik dalam suatu organisasi, yaitu
sebagai berikut :
a. Konflik Hierarki (Hierarchical Conflict), yaitu konflik yang terjadi pada
tingkatan hierarki organisasi.
b. Konflik Fungsional (Funcitional Conflict), yaitu konflik yang terjadi dari
bermacam-macam fungsi departemen dalam organisasi.
c. Konflik Staff dengan Kepala Unit (Line Staff Conflict), yaitu konflik yang
terjadi antara pemimpin unit dengan staffnya, terutama staff yang
berhubungan dengan wewenang atau otoritas kerja.
d. Konflik Formal-Informal (Formal-Informal Conflict), yaitu konflik yang
terjadi yang berhubungan dengan norma yang berlaku di organisasi informal
dengan organisasi formal.

Pengertian Konflik Kerja

 


Menurut (Fahmi, 2014) konflik adalah sebuah persepsi yang
berbeda dalam melihat suatu situasi dan kondisi yang selanjutnya teraplikasi
dalam bentuk aksi-aksi sehingga telah menimbulkan pertentangan dengan
pihak-pihak tertentu. Menutur (P. Hasibuan, 2013), konflik merupakan
suatu persaingan kurang sehat berdasarkan ambisi dalam hal-hal seperti
ketidakcocokan, ketidaksetujuan atau ketegangan baik antar bagian,
individu maupun interentitas sosial seperti individu, kelompok, atau
organisasi.
Konflik kerja adalah suatu ketidaksesuaian, perselisihan dan
pertentangan anatara dua orang atau dua kelompok dalam suatu organisasi
atau perusahaan karena adanya hambatan atau perbedaan komunikasi,
persepsi, status, nilai, tujuan dan sikap sehingga salah satu atau keduanya
saling terganggu. Konflik adalah suatu proses interaktif yang termanifestasi
dalam hal-hal sepeti ketidakcocokan, ketidaksetujuan, atau kejanggalan
baik diantara individu maupun intern entitas sosial seperti individu,
kelompok ataupun organisasi.
Menurut Tommy (2010), konflik kerja adalah adanya suatu
pertentangan antara seseorang dengan orang lain atau ketidakcocokan
kondisi yang dirasakan pegawai karena adanya hambatan komunikasi,
perbedaan tujuan dan sikap sserta ketergantungan aktivitas kerja.
Sedangkan Menurut Wahyudi (2011), konflik kerja adalah suatu
perselisihan, pertentangan antara dua orang atau dua kelompok dimana
adanya perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah
satu atau keduanya saling merasa terganggu.
Konflik kerja adalah ketiaksesuaian dua orang atau lebih anggota
atau kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa
mereka harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan kerja atau
karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan nilai
dan persepsi (Nawawi, 2010).
Konflik kerja dapat diukur dengan menggunakan indikator menurut
(Fitriana, 2013) antara lain :
a. Kesalahan komunikasi.
b. Perbedaan tujuan.
c. Perbedaan persepsi.
d. Interdependensi aktivitas kerja.

Pentingnya Perilaku Kerja

 


Keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh
perilaku manusia, terutama perilaku keerja. Sebagian orang menyebut perilaku
kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja. Oleh karena itu
diupayakan untuk membentuk perilaku kerja yang konsisten dan positif. Menurut
Sinamo (2011), ada delapan paradigm di tingkat perilaku kerja yang sanggup
menjadi basis keberhasilan baik ditingkat pribadi, organisasional maupun sosial,
yaitu :

  1. Bekerja Tulus
    Bekerja dengan tulus merupakan pilar utama terlaksananya
    pekerjaan secara maksimal, mencapai hasil yang terbaik, dan
    kepuasan diri terhadap profesi yang telah dijalani.
  2. Bekerja Tuntas
    Dalam bekerja seorang karyawan mampu mengorganisasikan
    bagian usaha secara terpadu dari awal sampai akhir untuk dapat
    menghasilkan usaha sampai selesai dengan maksimal.
  3. Bekerja Benar
    Dimana seseorang karyawan bekerja dan masih belajar untuk
    menjadi dewasa dalam sikap maupun rohani.
  4. Bekerja Keras
    Seorang karyawan yang bekerja secara sungguh-sungguh tanpa
    mengenal lelah atau berhenti sebelum target kerja tercapai dan selalu
    mengutamakan atau memperhatikan kepuasan hasil pada setiap
    kegiatan yang dilakukan.
  5. Bekerja Serius
    Bekerja serius ialah bekerja dengan sungguh-sungguh dan menekuni
    pekerjaan yang sedang dijalaninya.
  6. Bekerja Kreatif
    Bekerja kreatif tidak hanya dibutuhkan oleh karyawan-karyawan
    yang bergerak dibidang tertentu saja, yang membutuhkan karyawan
    yang memiliki daya kreatifitas tinggi, tapi juga mereka yang bekerja
    dibidang-bidang lainnya.
  7. Bekerja Unggul
    Bekerja unggul dapat dilihat dari kerja keras, selalu terdepan,
    memiliki kelebihan dibandingkan yang lain, dan tidak pernah
    merasa puas atas prestasi yang diraihnya.
  8. Bekerja Sempurna
    Bekerja sempurna adalah bekerja dengan keahlian karyawan yang
    dimiliki sehingga memiliki kecocokan ketika menjalaninya

Indikator Perilaku Kerja

 


Dalam melakukan sebuah penelitian akan menjadi lebih mudah bila
mana ada indikator atau pengukurannya yang bertujuan untuk mempermudah dan
memperjelas sebuah penulisan. Maka indikator perilaku kerja menurut Andi Eko
Prasetyo (2011:26) antara lain persepsi karyawan tentang :

  1. Motivasi
  2. Produktif
  3. Tanggung jawab
  4. Kerja keras
    Ada empat indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui
    perilaku kerja menurut Griffiths (2003:41).
  5. Sosial relationships (hubungan sosial)
    Seorang pekerja harus memiliki hubungan sosial yang baik dengan
    pekerja lain, dimana masing-masing pekerja harus mengawasi rekan
    kerja agar bertindak dijalan yang benar dan mengingatkan apabila
    ada kesalahan.
  6. Vocational skill (keahlian kejuruan)
    Keahlian yang dimiliki seseorang sesuai dengan pekerjaannya.
    Misalnya seseorang dengan keahlian memasak cocok untuk menjadi
    seorang chef.
  7. Work Motivation (motivasi kerja)
    Adanya kemauan untuk bekerja untuk mencapai suatu tujuan
    tertentu seperti kebutuhan fisiologi, rasa aman, cinta, harga diri, dan
    aktualisasi diri.
  8. Initiative-confidence (inisiatif-percaya diri)
    Dalam perilaku kerja yang baik harus memupuk rasa percaya diri
    yang penuh serta mengambil inisiatif bahwa semua pekerjaan dapat
    dilaksanakan sesuai dengan job description yang ada

Faktor-Faktor Pembentukkan Perilaku Karyawan

 


Sebagai seorang anggota suatu organisasi, seharusnya tidak kehilangan identitasnya
yang khas karena hal itu merupakan kekhususan atau kebanggaan tersendiri yang
dimiiki orang tersebut. Orang yang mampu mempertahankan identitasnya kan
mempunyai harga diri yang tinggi pada gilirannya kan muncul dalam bentuk
keinginan untuk dihormati dan diperlakukan secara manusiawi oleh pimpinannya.
Oleh karna itu, seorang manager perlu memahami faktor-faktor pembentukan
perilaku seorang karyawan Siagian (2016).

  1. Faktor genetic
    Faktor genetic dalam hal ini adalah sifat-sifat yang dibawa sejak lahir
    yang bahkan merupakan warisan dari kedua orang tuanya. Oleh karna
    itu diperlukannya data setiap karyawan mengenai latar belakang
    kehidupan karyawan. Data tersebut dikumpulkan pada saat karyawan
    melamar pada perusahaan. Data demikian akan sangat penting untuk
    referensi dalam mengarahkan perilaku karyawan yang bersangkutan,
    baik dalam melakukan koreksi terhadap perilaku organisasi yang
    sifatnya positif.
  2. Faktor lingkungan
    Faktor lingkungan disini adalah situasi dan kondisi yang dihadapi
    seseorang pada masa muda di dalam rumah dan dalam lingkungan yang
    lebih luas, termasuk lingkungan sekolah dan lingkungan masyaraka.
    Beberapa hal yang berpengaruh terhadap lingkungan seseorang adalah :
    a. Lingkungan yang tentram, dalam arti penuh kedamaian dan bebas
    dari kehidupan yang curiga mencurigai.
    b. Lingkungan yang rukun, dimana esama warga tidak memiliki sikap
    acuh tak acuh.
    c. Lingkungan yang bersih.
    d. Tersedianya fasilitas yang memadai.
    e. Suasana masyarakat yang mencerminkan keakraban.
  3. Faktor pendidikan
    Pendidikan dapat bersifat formal dan non formal. Sasaran pendidikan
    tidak semata-mata pengalihan pengetahuan dan keterampilan saja. Salah
    satu bagian yang teramat penting adalah pembinaan watak (caracter
    bulding). Berkaitan dengan pendidikan sebagai faktor pembentukan
    perilaku kerja adalah keterampilan. Yang dimaksud keterampilan adalah
    kemampuan untuk melakukan sesuatu kegiatan tertentu yang dapat
    dipelajari dan dikembangkan.
  4. Faktor pengalaman
    Pengalaman seseorang sejak kecil turut membentuk perilaku dalam
    kehidupan organisasinya. Pengalaman dapat membentuk sifat apatis,
    keras kepala, tidak toleran, mudah putus asa, dan sebagainya. Salah satu
    sumber pengalaman lain yang dapat membentuk perilaku kerja
    seseorang adalah peristiwa yang mungkin pernah dilaluinya pada
    organisasi lain, baik secara langsung maupun tidak