Saturday, July 13, 2024

Pengertian Flash Sale

 


Flash sale adalah bentuk promosi penjualan yang melibatkan penjualan
barang dengan jumlah terbatas dan harga yang jauh lebih murah dari harga
normalnya. Program ini berlangsung dalam waktu singkat, bertujuan untuk
meningkatkan minat pembelian konsumen. Strategi ini menciptakan kesan
bahwa pembelian yang tidak dilakukan dengan cepat akan membuat konsumen
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan barang dengan harga murah,
karena barang tersebut dapat diambil oleh konsumen lain. Oleh karena itu,
banyak konsumen tertarik untuk mengikuti program Flash Sale karena
dorongan impulsive agar tidak ketinggalan dengan yang lain.
Flash sale merupakan taktik dalam dunia bisnis online yang digunakan
untuk menjual produk dengan harga eksklusif yang lebih murah dari harga
normalnya, dan ini dilakukan dalam jangka waktu yang sangat terbatas
(Darwipat et al., 2020).
Model bisnis flash sale menggambarkan strategi di mana perusahaan,
terutama yang berbasis online, menawarkan satu atau lebih produk atau
layanan dengan diskon besar dalam waktu terbatas, yang biasa kita kenal
sebagai 'penawaran hari ini' atau 'penawaran harian', karena periode penjualan
hanya berlangsung selama satu hari (Shi & Chen, 2015).
Flash sale dapat diidentifikasi sebagai pendekatan pemasaran e-
commerce yang terkenal di mana perusahaan berbasis internet menjual produk
atau layanan baru dalam jumlah terbatas dengan diskon harga selama periode
waktu tertentu sebelum memasuki periode penjualan normal (Zhang et al.,
2018).

Indikator Impulsive Buying

 


Indikator yang digunakan untuk mengukur Impulsive Buying konsumen
menurut (Sari & Suryani, 2014) adalah:
1) Pembelian tanpa direncanakan sebelumnya
Pembelian tanpa direncanakan sebelumnya merujuk pada keputusan
pembelian yang diambil secara spontan tanpa perencanaan atau
pertimbangan yang matang sebelumnya. Misalnya seseorang melihat
produk yang menarik perhatian atau sedang flash Sale, dan tanpa
mempertimbangkan dengan matang, langsung memutuskan untuk
membelinya.
2) Keadaan emosional
merujuk pada kondisi perasaan atau emosi yang dialami oleh pengguna
saat berinteraksi dengan platform e-commerce Shopee. Ini mencakup
berbagai perasaan atau respons emosional yang mungkin muncul selama
proses berbelanja, menelusuri produk, melakukan pembelian, atau
berinteraksi dengan fitur-fitur lainnya di Shopee.
3) Penawaran menarik
mengacu pada promosi atau diskon yang ditawarkan kepada pengguna
dengan tujuan untuk meningkatkan daya tarik produk atau meningkatkan
penjualan. Penawaran ini dapat berupa Flash Sale, diskon persentase,
promo beli satu gratis satu, cashback, atau jenis promosi lainnya yang
memberikan nilai tambah kepada pembeli.

Pengertian Impulsive buying

 


Impulsive Buying ialah keputusan pembelian yang dilakukan tanpa
perencanaan yang matang atau pertimbangan yang mendalam oleh konsumen
saat berbelanja di marketplace Shopee.
Impulsive Buying mengacu pada pembelian yang tidak direncanakan,
didasari oleh dorongan yang kuat dan keinginan yang kuat untuk membeli
suatu produk dengan cepat (Andriany & Arda, 2019).
Pembelian secara tiba-tiba dilakukan dengan cepat dan tanpa
perencanaan sebelumnya untuk membeli kategori produk, atau barang tertentu
(Tjiptono, 2011 ) .
Impulsive buying diartikan sebagai pembelian tanpa pertimbangan
terlebih dahulu, dimana konsumen tidak menentukan kategori produk atau
merek yang akan dibelinya (Adiputra, 2015).
Pembelian tanpa direncanakan merupakan keputusan emosional atau
menurut desakan hati, konsumen akan cenderung melakukan pembelian tanpa
memikirkan apa kegunaan dari barang yang akan dibeli, yang terpenting
konsumen merasa terpuaskan karena telah membeli barang yang di inginkan,
sehingga emosi menjadi hal yang sangat penting sebagai dasar pembelian suatu
produk (Schiffman & Kanuk, 2008).
Kesimpulan dari beberapa definisi diatas, bahwa Impulsive Buying
adalah di mana konsumen membuat keputusan pembelian secara spontan,
didorong oleh faktor emosional, desakan hati, dan pengaruh dari faktor
eksternal. Ketika seseoran menjelajahi halaman produk di platform online dan
tiba-tiba menemukan produk yang terlihat menarik. Tanpa pertimbangan
panjang, konsumen memutuskan untuk membeli produk tersebut karena
tampilannya yang menarik.

Pengaruh Perpektif Gender Pada Impulse Buying

 


Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku impulsive buying
konsumen terutama terkait cara pengambilan keputusan dalam membeli barang.
Gender termasuk jenis variabel demografi dan umumnya digunakan untuk
mengklasifikasikan perilaku konsumen (Chiger, 2001; Marks, 2002; Otnes dan
McGrath, 2001) dalam Coley dan Burgess (2003). Laki-laki dan perempuan
memiliki perbedaan cara pandang. Perbedaan yang muncul adalah alasan yang
mendasari kegiatan membeli barang.

Pengaruh Locus of Control Pada Impulse Buying

 


Park dan Burns (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa aktifitas
berbelanja pada dasarnya, melibatkan individu dalam proses penentuan pilihan
dan pengambilan keputusan. Salah satu faktor yang memegang peranan dalam
pengambilan keputusan adalah Locus of Control (Smith, 2007). Menurut
Widawati (2011), Locus of Control merupakan salah satu aspek personal yang
ikut menentukan munculnya perilaku pembelian atau belanja konsumen. Individu
dengan Locus of Control internal lebih mampu menunda kepuasan, tidak mudah
terpengaruhi oleh produk, dan mampu menahan dorongan untuk membeli.
Pinto (2004) mengatakan bahwa individu dengan Locus of Control internal
cenderung lebih percaya diri, lebih yakin, serta memiliki inisiatif dan berusaha
mengendalikan impulsifitas yang mereka rasakan. Sedangkan individu dengan
Locus of Control eksternal memiliki kecenderungan yang sangat besar untuk
melakukan perilaku Impulsive Buying. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Widawati (2011) mengenai hubungan antara Locus of Control pada perilaku
belanja impulsif. Hasilnya menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
Locus of Control dengan Impulsive Buying. Konsumen yang memiliki Locus of
Control eksternal melakukan pembelanjaan impulsif. 

Pengaruh Materialism pada Impulse Buying

 


Definisi materialism menurut Richins (2004) adalah hal yang bernilai
penting bagi individu yang melekat pada harta duniawi. Penelitian Richins dan
Dawson (1992) mengggambarkan materialism adalah nilai utama dalam
mengarahkan perilaku dan pengambilan keputusan individu dalam menjalani
kehidupan. Individu yang cenderung materialism meletakkan nilai yang
berlebihan pada aspek materil dan lemah dalam membangun hubungan
interpersonal dengan orang lain.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Cole dan Sherrel (1995)
menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara materialism dan impulsive
buying. Individu yang cenderung mencintai kebiasaan membeli barang untuk
kesenangan dan kepuasan pribadi, lebih mudah terjerumus dalam pembelian yang
tidak direncanakan (impulsive buying) tanpa memperhatikan dampak keuangan
yang muncul. Schor (1998, Pp 158) dalam Nye dan Hillyard (2013) berpendapat
bahwa kon4sumen tidak terlalu mementingkan angka pada setiap keputusan
keuangan yang diambil, berbeda ketika dalam posisi membeli barang. Setelah
barang yang diinginkan telah di dapatkan, poin berikutnya adalah memperhatikan 
angka yang tertera dalam label harga. Kondisi ini menuntut konsumen untuk
mulai cerdas dalam menggunakan uang yang ada

Financial Literacy

 


Financial literacy merupakan suatu proses yang memungkinkan konsumen
maupun investor untuk meningkatkan pemahaman dari konsep dan instrumen
keuangan, mengidentifikasi resiko yang akan dihadapi, menghasilkan keputusan
yang informatif serta melakukan aktifitas yang efisien untuk meningkatkan
kesejahteraan keuangan individu (Mason dan Wilson, 2000). Financial literacy
dapat pula diartikan sebagai pengetahuan keuangan untuk
mencapai tujuan individu yakni kesejahteraan keuangan (Lusardi dan Mitchell.
2007). Definisi menurut Chen dan Volpe (1998) bahwa financiaL literacy
memiliki 4 aspek yaitu pengetahuan umum tabungan, asuransi, dan investasi yang
sesuai dengan pengelolaan keuangan pribadi