Wednesday, June 26, 2024

Tahapan Loyalitas Konsumen

 


Hurriyati (2005) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan terdiri atas tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
a. The Courtship
Pada tahap ini hubungan yang terjalin antara perusahaan dengan pelanggan terbatas pada transaksi,
pelanggan masih mempertimbangkan produk dan harga. Apabila penawaran produk dan harga yang
dilakukan pesaing lebih baik maka mereka akan berpindah.
b. The Relationship
Pada tahapan ini tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dengan pelanggan. Loyalitas yang
terbentuk tidak lagi didasarkan pada pertimbangan harga dan produk, walaupun tidak ada jaminan
konsumen akan melihat produk pesaing. Selain itu pada tahap ini terjadi hubungan saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
c. The Marriage
Pada tahapan ini hubungan jangka panjang telah tercipta dan keduanya tidak dapat dipisahkan.
Pelanggan akan terlibat secara pribadi dengan perusahaan dan loyalitas tercipta seiring dengan
kepuasan terhadap perusahaan dan ketergantungan pelanggan. Tahapan marriage yang sempurna
diterjemahkan ke dalam Advote customer yaitu pelanggan yang merekomendasikan produk perusahaan
kepada orang lain dan memberikan masukan kepada perusahaan apabila terjadi ketidakpuasan.

Karakteristik Loyalitas Konsumen

 


Pemahaman loyalitas pelanggan sebenarnya tidak hanya dilihat dari transaksi nya saja atau pembelian
berulang (repeat customer). Ada beberapa ciri sebuah pelanggan bisa dianggap loyal menurut Dharmesta
dan Irawan (1994) antara lain:
a. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang secara teratur
b. Pelanggan yang membeli untuk produk yang lain ditempat yang sama
c. Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain
d. Pelanggan yang tidak dapat dipengaruhi oleh pesaing untuk pindah

Pengertian Loyalitas Konsumen

 


Pengukuran terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan konsumen suatu merek merupakan indikator yang
penting dari loyalitas merek. Loyalitas secara harfiah diartikan kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang
terhadap suatu objek. Mowen dan Minor (dalam Mardalis 2005
dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek
Konsumen merupakan fokus utama dalam pembahasan mengenai kepuasan dan kualitas jasa. Oleh karena
itu, dalam hal ini konsumen memegang peranan cukup penting dalam mengukur kepuasan terhadap
produk maupun pelayanan yang diberikan perusahaan. Subroto dan Nasution (2001) mengatakan loyalitas
konsumen adalah persepsi konsumen terhadap satu jenis pelayanan yang didapatkannya, loyalitas
konsumen adalah kunci untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang dan tetap memberikan
kesenangan kepada konsumen adalah merupakan kebutuhan bisnis setiap orang.
Griffin (dalam Hurriyati, 2005) menyatakan bahwa Loyality is defined as non random purchase expressed
over time by some decision making unit yang berarti bahwa loyalitas didefenisikan sebagai pembelian non
random yang diekspresikan sepanjang waktu dengan melakukan serangkaian pengambilan keputusan.

Empat Dimensi Ekuitas Merek

 


Menurut Aaker (1997) sumber-sumber utama ekuitas merek adalah loyalitas merek (brand loyalty),
kesadaran terhadap merek (brand awareness), persepsi kualitas merek (brand perceived quality), asosiasi
merek (brand associations).
a. Brand Loyalty (Loyalitas merek), menurut Peter dan Olson (2000) bahwa 4 pendekatan ekuitas merek
yang sebenarnya merupakan bagian dari loyalitas merek, yaitu:

  1. Subtitutability. Kalau konsumen sulit beralih ke merek lain, walaupun mereka dirangsang untuk
    melakukannya, itu merupakan pertanda ekuitas merek yang tinggi.
  2. Repeat purchase rate. Perhatikan persentase konsumen yang membeli merek pada waktu yang
    lalu dan akan membeli merek itu lagi pada masa yang akan datang..
  3. Concentration. Kalau pasar terkonsentrasi, berarti para pemasar telah membangun ekuitas yang
    tinggi pada mereknya. Misalnya, saat ini Daihatsu Xenia menguasai sekitar 60 % pasar MPV.
    Hal ini menunjukkan Ekuitas Merek Daihatsu Xenia yang tinggi.
  4. Demand elasticity. Kalau konsumen menempatkan nilai yang tinggi pada sebuah merek, mereka
    akan merespons penurunan harga merek itu secara antusias, tetapi tidak bereaksi pada
    penurunan harga pesaing.

Brand Equity (Ekuitas Merek)

 


Ekuitas merek memiliki posisi yang terpenting dalam tercapainya tujuan perusahaan. Bagi perusahaan
yang ingin tetap bertahan dan melangkah lebih maju untuk memenangkan persaingan, sangat perlu
mengetahui kondisi ekuitas merek produknya. Ekuitas merek yang kuat akan mampu mengembangkan
keberadaan suatu merek dalam persaingan apapun dalam jangka waktu yang panjang.
sset dan kewajiban (liabilities) merek yang
berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan perusahaan tersebut. Agar
asset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, keduanya harus saling berhubungan dengan nama atau
simbol sebuah merek. Dimensi ekuitas merek terdiri atas kesadaran merek (brand awaraness), kesan
kualitas merek (brand perceived quality), asosiasi merek (brand associations) dan loyalitas merek (brand
loyality)
(brand equity) disebut juga nilai merek,
yang menggambarkan keseluruhan kekuatan merek di pasar. Ekuitas merek memberikan suatu
keunggulan kompetitif bagi sebuah perusahaan karena orang lebih cenderung membeli produk yang
Susanto dan Wijanarko (2004) menyatakan bahwa dalam
menghadapi persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai, dan
berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu bagi
pemasaran. Keller (2003) menyatakan brand equity adalah keinginan seseorang untuk melanjutkan
menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran dari brand equity sangatlah berhubungan kuat dengan
kesetiaan dan bagian pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia.
Ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan
merek, anggota saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan
kekuatan, daya tahan, dan keunggulan yang dapat membedakan dengan merek pesaing (Astuti dan
Cahyadi, 2007). Kotler dan Keller (2007), mendefinisikan ekuitas merek sebagai nilai tambah yang
diberikan kepada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam bentuk cara seorang konsumen dalam
berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki
perusahaan. Knapp (2001), mendefinisikan ekuitas merek sebagai totalitas dari persepsi merek,
mencangkup kualitas relatif dari produk dan jasa, kinerja keuangan, loyalitas konsumen, kepuasan dan
keseluruhan penghargaan terhadap merek. Menurut Astuti dan Cahyadi (2007), jika pelanggan tidak
tertarik pada suatu merek dan membeli karena karateristik produk, harga, kenyamanan, dan dengan hanya
sedikit memperdulikan merek, kemungkinan ekuitas mereknya rendah. Sedangkan jika para pelanggan
cenderung membeli suatu merek walaupun dihadapkan pada para pesaing yang menawarkan produk yang
lebih unggul, misalnya dalam hal harga dan kepraktisan, maka merek tersebut memiliki nilai ekuitas yang
tinggi (Astuti dan Cahyadi, 2007). Pendekatan ekuitas merek yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan ekuitas merek berbasis pelanggan. Pendekatan ekuitas merek berbasis pelanggan akan
memandang ekuitas merek dari sudut konsumen. Dasar pemikiran model ekuitas merek berbasis
pelanggan mengungkapkan bahwa kekuatan suatu merek terletak pada apa yang telah dilihat, dibaca,
didengar, dipelajari, dipikirkan, dan dirasakan konsumen tentang merek selama ini (Kotler dan Keller,
2007). Menurut Kotler dan Keller (2007), ekuitas merek berbasis pelanggan dapat didefinisikan sebagai
perbedaan dampak dari pengetahuan merek terhadap tanggapan konsumen pada merek tersebut. Suatu
merek dapat dikatakan memiliki ekuitas merek berbasis pelanggan yang positif apabila konsumen
bereaksi lebih menyenangkan terhadap produk tertentu. Sebaliknya, suatu merek dapat dikatakan
memiliki ekuitas merek berbasis pelanggan yang negatif apabila konsumen bereaksi secara kurang
menyenangkan terhadap aktivitas pemasaran merek dalam situasi yang sama

Peranan dan Kegunaan Brand (Merek)

 


Brand memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen dengan
perusahaan yang menciptakan suatu produk, sehingga tercipta ikatan emosional antara konsumen dengan
perusahaan penghasil produk. Menurut Darmadi, dkk (2001) brand menjadi sangat penting karena
beberapa faktor diantaranya:
a. Emosi konsumen terkadang naik turun, brand membuat janji emosi menjadi konsisten dan
stabil
b. Brand mmpu menembus setiap pagar budaya dan pasar
c. Brand mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen
d. Brand sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen
e. Brand memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen
f. Brand berkembang menjadi sumber asset terbesar bagi perusahaan

Cara Membangun Merek

 


Menurut Rangkuti, (2008) membangun merek yang kuat tidak berbeda dari membangun sebuah rumah.
Untuk memperoleh bangunan rumah yang kokoh, kita memerlukan fondasi yang kuat. Begitu juga dengan
apa yang dikatakan Rangkuti, membangun dan mengembangkan merek, ia memerlukan fondasi yang kuat
dengan cara sebagai berikut:

  1. Memiliki positioning yang tepat
    Merek dapat di-positioning-kan dengan berbagai cara,misalnya dengan menempatkan
    posisinya secara spesifik di benak pelanggan. Membangun positioning adalah menempatkan
    semua aspek dari brand value (termasuk manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu
    menjadi nomor satu di benak pelanggan. Menjadi nomor satu dibenak pelanggan merupakan
    tujuan utama dari positioning. Menjadi nomor satu dibenak pelanggan bukan berarti selalu
    menjadi nomor satu untuk semua aspek. Keberhasilan positioning adalah tidak sekedar
    menemukan kata kunci atau ekspresi dari core benefit suatu merek, tetapi lebih jauh lagi,
    menjembatani keinginan dan harapan pelanggan sehingga dapat memuaskan pelanggan.
    Positioning ini berubah terus setiap saat, positioning yang tepat memerlukan pemahaman yang
    mendalam terhadap produk yang bersangkutan, perusahaan, tingkat persaingan, kondisi pasar
    serta pelanggan.
  2. Memiliki brand value yang tepat
    Semakin tepat merek di-positioning-kan di benak pelanggan merek tersebut akan semakin
    competitive. Untuk mengelola hal tersebut kita perlu mengetahui brand value. Diibaratkan
    sebuah pakaian, positioning adalah kesesuaian ukuran bagi pemakainya. Sedangkan brand
    value adalah keindahan warna serta model pakaian tersebut. Brand value membentuk brand
    personality. Brand personality lebih cepat berubah dibandingkan brand positioning, karena
    brand personality mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen. Brand value juga
    mencerminkan brand equity secara real sesuai dengan customer values-nya.
  3. Memiliki konsep yang tepat
    Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang tepat kepada
    konsumen harus didukung oleh konsep yang tepat. Pengembangan konsep merupakan proses
    kreatif, karena berbeda dari positioning, konsep dapat terus-menerus berubah sesuai dengan
    daur hidup produk yang bersangkutan. Konsep yang baik adalah dapat mengkomunikasikan
    semua elemen-elemen brand value dan positioning yang tepat, sehingga brand image dapat
    terus-menerus ditingkatkan.