Wednesday, June 26, 2024

Definisi Preferensi Merek (Brand Preference)

 


Brand preference didefinisikan sebagai kecenderungan konsumen terhadap
merek yang bervariasi tergantung pada keyakinan penting yang dimiliki pada waktu
tertentu; bias konsumen terhadap merek tertentu; sejauh mana konsumen menyukai
satu merek dibandingkan merek lain (Ebrahim dalam Ngurah Bagus dan I Putu
Miartana, 2018: 103). Terdapat 3 (tiga) pengertian di dalam brand preference yaitu
nilai, budaya, dan kepribadian. Disamping itu, merek juga menyatakan nilai, artinya
Elzatta menunjukkan bahwa nilai mereknya adalah efisien. Konsumen yang
membutuhkan komunikasi yang cepat, mungkin berpikir bahwa efisiensi
merupakan hal yang penting dari suatu produk, merek mencerminkan budaya
tertentu. Misalnya Elzatta mencerminkan muslim fashion dengan corak khas
nusantara. Konsumen cenderung akan memilih produk yang sesuai dengan budaya
atau kebiasaannya. Merek juga bisa memproyeksikan kepribadian tertentu, artinya
Elzatta mencerminkan sesuatu yang narutal dan menyenangkan, sehingga
konsumen akan memiliki persepsi bahwa produk Elzatta mencerminkan
kepribadian tersebut.
Brand preference didefinisikan sebagai segala sesuatu dimana konsumen
lebih memilih brand dari suatu produk berdasarkan pengalaman pertamanya di
dalam menggunakan brand tersebut dibandingkan dengan brand lain yang sejenis.
Sutisna berpendapat bahwa brand preference juga diartikan sebagai keyakinan atau
informasi yang diterima oleh konsumen yang akan mempengaruhi perilakunya
untuk memilih suatu merek tertentu untuk dibeli (Ngurah Bagus dan I Putu
Miartana, 2018: 105). Berdasarkan beberapa definisi, maka brand preference
diartikan sebagai kecenderungan konsumen untuk memilih suatu merek dibanding
merek lainnya.

Preferensi Merek (Brand Preference)

 Zajonc dan Markus memaknai kata preferensi sebagai keinginan atau

pilihan alternatif, oleh karena itu maka brand preference muncul ketika seorang
pelanggan sudah terbiasa pada suatu merek tetapi dapat berpindah ke merek lain
apabila merek tersebut sudah susah didapat (Farela dan Darma, 2015: 3). Brand
Preference adalah pertimbangan atau informasi yang diterima customer yang
dimana akan mempengaruhi pola pembelian suatu produk (Widana dan Darma,
2017: 45). Oleh karenanya, agar merek dapat dipertimbangkan oleh konsumen,
maka merek tesebut harus terlihat kredibilitasnya (Aaker dalam Asri dan Rozy,
2018: 271). Disamping itu, brand preference dapat dipengaruhi oleh usage
experience, yaitu pengalaman yang dialami oleh konsumen selama menggunakan
merek tertentu.

Pendekatan Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

 


Pada loyalitas merek (Brand Loyalty) tidak ada lagi merek yang
dipertimbangkan untuk dibeli selain merek sering dibeli. Ketika merek produk itu
tidak ada di toko/outlet maka konsumen terus berusaha mencari produk tersebut
sampai ketempat yang jauh sekalipun sampai menemukannya. Terdapat dua
pendekatan loyalitas merek antara lain: (Asri dan Rozy, 2018: 273)
1) Pendekatan pengondisian instrumental (instrumental conditioning)
Pendekatan pengondisian instrumental (instrumental conditioning)
memandang bahwa pembelian yang konsisten sepanjang waktu
menunjukkan loyalitas merek. Pengukuran bahwa seorang konsumen itu
dikatakan loyal atau tidak dapat dilihat dari frekuensi dan konsistensi
perilaku pembeliannya terhadap suatu merek.
2) Pendekatan berdasarkan teori kognitif
Menurut pendekatan ini, loyalitas menyatakan bahwa komitmen terhadap
merek tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian yang terus
menerus. Konsumen mungkin sering membeli merek tersebut karena
harganya murah, dan ketika harganya naik, konsumen akan pindah ke merek
lain.

Indikator Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

 


Indikator yang digunakan untuk mengukur brand loyalty diadaptasi dari
studi yang dilakukan oleh Dhurup et al dalam Gima dan Emmanuel (2017: 3), yaitu
sebagai berikut :

  1. Prilaku atau Kebiasaan (Habit)
    Loyalitas merek terbentuk karena suatu pola pembelian konsumen yang
    sudah menjadi kebiasaan.
  2. Liking the brand
    Konsumen loyal dengan suatu merek karena menyukai merek tersebut dan
    merasa nyaman dengan merek tersebut.
  3. Kepuasan (Satisfaction)
    Loyalitas terhadap merek terjadi karena konsumen puas dengan merek
    tersebut.
  4. Komitmen (Commitment)
    Artinya konsumen enggan beralih ke merek pesaing karena sudah memiliki
    ikatan batin dan tertanam komitmen dengan merek yang dikonsumsinya.
    Brand Loyalty adalah suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada suatu
    merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya
    seorang pelanggan beralih ke merek produk lain. Aaker dalam Asri dan Rozy (2018:
    270) mengilustrasikan 5 (lima) dimensi dalam brand loyalty yaitu :
  5. Pembeli yang berpindah-pindah (Switcher)
    Merupakan tingkatan awal dimana pembeli tidak peduli pada brand, sama
    sekali tidak loyal terhadap brand. Bagi para pembeli, brand apapun
    dianggap memadai, sehingga pada tingkatan ini brand hanya memegang
    peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Apapun yang
    kualitasnya lebih baik dan mengobral kenyamanan akan dipilih.
  6. Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual buyer)
    Merupakan tingkatan dimana pembeli merasa puas terhadap suatu produk,
    atau setidaknya tidak mengalami kekecewaan terhadap suatu produk, dan
    membeli brand produk tertentu karena kebiasaan. Bagi jenis pembeli yang
    demikian, tidak ada faktor kekecewaan yang membuat brand beralih ke
    brand lain, karena tidak ada alasan bagi brand untuk memperhitungkan
    alternatif lain.
  7. Pembeli yang puas (Satisfied buyer)
    Tingkatan ini ditandai dengan kepuasan para pembeli, akan tetapi brand
    juga memikul biaya peralihan (switching cost), yaitu biaya dalam waktu,
    uang, atau resiko kinerja yang berhubungan dengan tindakan beralih ke
    brand lain. Oleh karena itu untuk menarik minat pembeli pada tingkatan ini,
    kompetitor perlu mengatasi biaya peralihan dengan memberikan bujukan
    untuk beralih atau dengan tawaran manfaat yang cukup besar sebagai
    kompensasi.
  8. Mulai menyukai merek (Liking the brand)
    Tingkatan ini pembeli sudah mulai menyukai suatu brand dengan sungguh-
    sungguh, dimana preferensi brand didasarkan pada suatu asosiasi, seperti
    simbol, pengalaman sebagai pengguna, atau persepsi kualitas yang tinggi.
  9. Pembeli yang berkomitmen (Committed buyer)
    Merupakan tingkatan puncak dalam piramida brand loyalty, yang ditandai
    dengan pembeli yang setia dan berkomitmen terhadap suatu brand, dan
    bangga menjadi pengguna dari brand tersebut. Brand tersebut penting bagi
    brand dari segi fungsi maupun kebanggaan sebagai ekspresi mengenai siapa
    brand sebenarnya. Brand trust pada brand mendorong untuk
    merekomendasikan brand tersebut kepada orang lain, sehingga semakin
    banyak konsumen yang memutuskan untuk menjadi konsumen brand
    tersebut.
    Rangkuti dalam Ichsan (2017: 78) menjelaskan bahwa loyalitas merek dapat
    diukur melalui:
  10. Behavior Measures
    Suatu cara langsung untuk menentukan loyalitas terutama untuk habitual
    behavior (perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola
    pembelian aktual.
  11. Measuring Switch Cost
    Pengukuran pada variabel ini dapat mengidentifiksikan loyalitas pelanggan
    dalam suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk mengganti merek
    sangat mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju
    penyusutan kelompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.
  12. Measuring Satisfaction
    Pengukuran terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan suatu merek
    merupakan indikator paling penting dalam loyalitas merek. Bila
    ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada
    umumnya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain
    kecuali bila ada faktor penarik yang cukup kuat.
  13. Measuring Liking Brand
    Kesukaan terhadap merek, kepecayaan, perasaan hormat atau bersahabat
    dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dan kedekatan dalam
    perasaan pelanggan. Akan sulit bagi merek lain untuk menarik pelanggan
    yang berada dalam tahap ini. Ukuran rasa suka tersebut adalah kemauan
    untuk membayar harga yang lebih mahal untuk mendapatkan produk
    tersebut.
  14. Measuring Commitment
    Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan
    terkait dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan akan suatu merek akan
    mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada orang lain
    baik dalam taraf menceritakan atau sampai tahap merekomendasikan.

Definisi Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

 


Loyalitas merek (Brand loyalty) adalah suatu ukuran keterkaitan pelanggan
kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin
tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh pesaing,
terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut
kemasan, harga ataupun atribut lainnya (Aaker dalam Asri dan Rozy, 2018: 270).
Tjiptono menjelaskan bahwa brand loyalty yaitu ukuran menyangkut
seberapa kuat konsumen memiliki keterikatan dengan merek tertentu (Gima dan
Emmanuel, 2017: 2). Ukuran ini sekaligus merefleksikan permintaan relatif
konsumen terhadap sebuah brand. Brand Loyalty merupakan faktor yang sangat
penting bagi sebuah perusahaan, terutama perusahaan muslim fashion karena jika
seseorang sudah loyal terhadap suatu merek, maka ia akan cenderung melakukan
pembelian terhadap apapun produk/ merek yang diproduksi oleh perusahaan
tersebut. Loyalitas merek adalah sikap positif seorang pelanggan terhadap suatu
merek, pelanggan memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang merek yang sama
pada saat sekarang maupun masa mendatang.
Menurut Rangkuti brand loyalty adalah ukuran dari kesetiaan konsumen
terhadap suatu merek (Asri dan Rozy, 2018: 271). Ukuran tersebut memberikan
gambaran mengenai mungkin atau tidaknya seorang pelanggan berpindah ke suatu
merk produk yang lain, terutama jika merk tersebut didapati adanya perubahan, baik
menyangkut harga ataupun atribut lain. Oliver menyebutkan bahwa kesetiaan
merek (brand loyalty) merupakan janji untuk membeli kembali, dimana tidak akan
merubah kesetiaan terhadap suatu produk di bawah kondisi apapun (Yosef, 2017:
604)

Faktor Terbentuknya Citra Merek (Brand Image)

 


Citra merek (brand image) terdiri dari beberapa faktor yang membentuknya.
Diantaranya adalah sebagai berikut: (Kotler dan Keller, 2016: 81)

  1. Keunggulan produk merupakan salah satu faktor pembentuk brand image,
    dimana produk tersebut unggul dalam persaingan. Karena keunggulan
    kualitas (model dan kenyamanan) dan ciri khas itulah yang menyebabkan
    suatu produk mempunyai daya tarik tersendiri bagi konsumen. Favorability
    of brand association adalah asosiasi merek dimana konsumen percaya
    bahwa atribut dan manfaat yang diberikan oleh merek akan dapat memenuhi
    atau memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka sehingga mereka
    membentuk sikap positif terhadap merek;
  2. Kekuatan merek merupakan asosiasi merek tergantung pada bagaimana
    informasi masuk kedalam ingatan konsumen dan bagaimana proses
    bertahan sebagai bagian dari citra merek. Kekuatan asosiasi merek ini
    merupakan fungsi dari jumlah pengolahan informasi yang diterima pada
    proses ecoding. Ketika seorang konsumen secara aktif menguraikan arti
    informasi suatu produk atau jasa maka akan tercipta asosiasi yang semakin
    kuat pada ingatan konsumen. Pentingnya asosiasi merek pada ingatan
    konsumen tergantung pada bagaimana suatu merek tersebut
    dipertimbangkan;
  3. Keunikan merek adalah asosiasi terhadap suatu merek mau tidak mau harus
    terbagi dengan merek-merek lain. Oleh karena itu, harus diciptakan
    keunggulan bersaing yang dapat dijadikan alasan bagi konsumen untuk
    memilih suatu merek tertentu. Dengan memposisikan merek lebih
    mengarah kepada pengalaman atau keuntungan diri dari image produk
    tersebut. Dari perbedaan yang ada, baik dari produk, pelayanan, personil,
    dan saluran yang diharapkan memberikan perbedaan dari pesaingnya, yang
    dapat memberikan keuntungan bagi produsen dan konsumen

Indikator Citra Merek (Brand Image)

 


Citra merek (brand image) adalah persepsi konsumen tentang suatu merek
sebagai refleksi dari asosiasi merek yang ada pada pikiran konsumen. Adapun
indikator yang digunakan mengacu pada pengukuran yang digunakan dalam
penelitian Asri dan Rozy (2018: 273):

  1. Produk memiliki kualitas yang baik;
  2. Produk memiliki karakteristik yang lebih baik disbanding pesaing;
  3. Merek yang baik;
  4. Salah satu merek yang terbaik di industrinya.
    Dimensi terbentuknya brand image dalam keterkaitannya dengan asosiasi
    Merek yaitu (Kotler dan Keller, 2016: 78)
  5. Strength of Brand Association
    Kekuatan asosiasi brand. Semakin dalam seseorang memikirkan mengenai
    informasi produk dan menghubungkannya ke pengetahuan merek yang telah
    ada, semakin kuat pula brand association yang terjadi. Dua faktor yang
    meningkatkan asosiasi terhadap informasi adalah keterkaitan personal dan
    konsistensi yang dilakukan sepanjang waktu.
  6. Favorability of Brand Association
    Keunggulan brand association. Salah satu faktor pembentuk brand image
    adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut unggul dalam
    persaingan. Konsumen tidak akan menganggap semua asosiasi dari merek
    sama pentingnya dan menyukai brand association tersebut secara sama.
    Asosiasi dari suatu brand dapat bergantung pada situasi dan konteks dan
    bervariasi bergantung pada keputusan pembelian dan konsumsi dari
    konsumen.
  7. Uniqueness of Brand Association
    Keunikan brand association. Merupakan keunikan–keunikan yang di miliki
    oleh produk tersebut. Hal yang penting dari dari brand positioning yaitu
    brand harus memiliki keuntungan kompetitif yang berkelanjutan atau
    “Unique Selling Proposition” yang memberikan alasan bagi konsumen
    untuk membeli produk dari brand tersebut