Monday, July 1, 2024

Dampak Kreativitas Karyawan

 


Kegiatan kreatif yang dilakukan oleh karyawan memberikan manfaat baik
bagi organisasi, maupun bagi karyawan itu sendiri (Zhou, 1996). Manfaat bagi
organisasi berupa lebih efisisen dan efektif dalam mencapai tujuan, serta
memiliki tujuan dan strategi yang lebih tepat untuk mengurangi tekanan
kompetitif. Selain bermanfaat bagi perusahaan, karyawan juga mendapat manfaat
dengan melakukan kegiatan kreatif. Karyawan cenderung merasa baik dan
mendapatkan kesejahteraan psikologis.
Kegiatan kreatif karyawan merupakan tahapan pertama yang penting dari
inovasi organisasi. Inovasi dimulai oleh ide-ide kreatif yang dihasilkan oleh
individu atau kelompok-kelompok kecil (Zhou, 1996). Kreativitas mengarah pada
tahap menciptakan ide, sedangkan inovasi merupakan tahap selanjutnya dimana
ide yang telah diciptakan tersebut diimplementasikan untuk membuat prosedur,
praktik, atau produk perusahaan menjadi lebih baik (Anderson dkk., 2014).
Kreativitas dan inovasi sangatlah penting bagi organisasi untuk kesuksesan
performance organisasi (Anderson dkk., 2014), terutama dalam menghadapi
persaingan dan menjaga eksistensi organisasi di dunia industri

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Karyawan

 


Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kreativitas. Faktor-faktor
tersebut meliputi kognitif (Amabile, 1988; Oldham dan Cummings, 1996 dalam
Jaskyte dan Kisieliene, 2006), motivasi intrinsik (Amabile, 1998), lingkungan
kerja (Amabile, 1997), kepribadian (Amabile dan Gryskiewicz, 1987; Hogan dan
Morrison, 1993; Oldham dan Cummings, 1996; Sternberg dan Lubart, 1996 dalam
Hughes, 1999), serta peran pemimpin (Amabile dkk., 2004).
Terdapat banyak faktor lingkungan kerja yang dapat berpengaruh pada
kreativitas:

  1. Job complexity
    Desain pekerjaan disadari memiliki kontribusi yang penting pada
    motivasi intrinsik dan kinerja kreatif di tempat kerja. Pekerjaan yang
    kompleks yang ditandai dengan tingginya tingkat otonomi, umpan
    balik, dan variasi, diduga dapat mendukung dan mendorong tingginya
    level motivasi intrinsik, dan merespon motivasi tersebut dengan
    mengembangkan ide-ide kreatif (Hackman dan Oldham, 1980 dalam
    Shalley dkk., 2004). Pekerjaan yang kompleks akan meningkatkan
    ketertarikan individu terhadap pekerjaan tersebut dan minat individu
    dalam menyelesaikannya. Hal tersebutlah yang mendorong kreativitas
    (Shalley dkk., 2004).
  2. Goal setting
    Goal memberikan target dan arahan yang jelas terkait perhatian
    individu dalam menyelesaikan pekerjaan. Perhatian terhadap
    menyelesaikan tugas tersebut secara bersamaan mengalihkan
    perhatian individu dari datangnya ide-ide kreatif tentang pekerjaan
    mereka. Namun memungkinkan bahwa goal dapat sekaligus
    membantu atau menghalangi task engagement tergantung pada apakah
    goal memfokuskan individu pada aspek tugas yang dapat
    memfasilitasi atau menghambat kinerja kreatif (Zhou dan Shalley,
    2003).
  3. Feedback dan evaluasi
    Berdasarkan perspektif motivasi intrinsik, individu menganggap
    evaluasi yang bersifat kritik terhadap pekerjaannya sebagai kontrol /
    pengawasan (Shalley dkk., 2004). Sehingga individu cenderung
    memfokuskan perhatiannya terhadap evaluasi tersebut dibandingkan
    dengan pekerjaannya itu sendiri. Hal tersebut berdampak pada
    menurunnya motivasi intrinsik dan kreativitas individu. Namun akan
    berbeda dengan evaluasi yang disampaikan dengan cara yang bersifat
    membangun. Penelitian yang dilakukan oleh Zhou (1998 dalam
    Shalley dkk., 2004) menunjukkan bahwa evaluasi yang diawali
    dengan apresiasi yang membangun seperti "kerja bagus, kamu sudah
    berusaha dengan baik" menghasilkan kreativitas yang lebih tinggi
    pada pekerjaan tersebut dibandingkan dengan pada pekerjaan yang
    diberikan evaluasi bersifat kritik.
  4. Hubungan karyawan dengan rekan kerja
    Kreativitas karyawan diduga dapat meningkat ketika rekan kerja
    mereka mengayomi dan mendukung (Shalley dkk., 2004).Hal tersebut
    terjadi apabila perilaku perilaku rekan kerja tersebut meningkatkan
    motivasi intrinsik. Sebaliknya, rekan kerja yang tidak suportif dan
    cenderung kompetitif dapat menurunkan motivasi intrinsik dan
    kreativitas.
  5. Hubungan karyawan dengan atasan
    Pemimpin memegang peran yang penting dalam meningkatkan output
    kreativitas karyawan, yaitu dengan menciptakan budaya, struktur
    organisasi, serta praktik sumber daya manusia yang tepat. Selain itu,
    perilaku pemimpin seperti mendorong karyawan untuk mengutarakan
    pendapat, memberikan feedback yang membangun, memberikan
    kebebasan serta tanggung jawab, memahami apa yang dirasakan oleh
    karyawan, serta memfasilitasi perkembangan skill karyawan dapat
    mempengaruhi kreativitas karyawan (Jaskyte dan Kisieliene, 2006).
  6. Gaya kepemimpinan atasan
    Beberapa penelitian telah meneliti hubungan antara gaya
    kepemimpinan supervisor dengan kreativitas karyawan. berdasarkan
    perspektif motivasi intrinsik, gaya kepemimpinan yang suportif
    diduga dapat meningkatkan motivasi intrinsik, sedangkan gaya
    kepemimpinan yang cenderung mengatur diduga dapat menurunkan
    motivasi intrinsik dan kreativitas (Deci dan Ryan, 1985 dalam Shalley
    dkk., 2004). Pemimpin yang berfokus pada pengembangan karyawan
    dapat memunculkan emosi yang positif pada karyawan. Emosi positif
    tersebut berguna untuk memfasilitasi kreatifitas dengan memperbesar
    lingkup perhatian dan kognisi yang menyebabkan meningkatnya
    kemampuan pemecahan masalah pada karyawan (Fredickson, 1998;
    Amabile dkk., 2005; Estrada dkk., 1994; Friedman dan Forster, 2001
    dalam Yoshida dkk., 2012)

Kreativitas Karyawan

 


Kreativitas karyawan adalah pengembangan ide-ide terkait dengan
praktek, prosedur, produk, dan pelayanan yang baru dan berpotensi untuk berguna
bagi organisasi (Oldham dan Cummings, 1996; Shalley dkk., 2004 dalam Coelho
dkk., 2011). Kreativitas karyawan mengacu pada generasi, promosi, dan
implementasi ide-ide baru yang bergguna terkait dengan produk, praktik, jasa,
atau prosedur (Zhou, 2003 dalam Ma dkk., 2013). Ide-ide dianggap baru jika
mereka unik dibandingkan dengan ide lain yang tersedia di organisasi tersebut
(Shalley dkk., 2004). Sedangkan ide dianggap berguna apabila memiliki
berpotensi memiliki nilai bagi organisasi, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dan dalam jangka waktu panjang maupun pendek. Ide kreatif dapat
dihasilkan oleh karyawan di setiap pekerjaan dan di setiap level organisasi
(Madjar dkk., 2002; Shalley dkk.,2000 dalam Shalley, Zhou dan Oldham, 2004).
Karyawan terlibat dalam kegiatan kreatif dalam bentuk membuat saran
yang belum pernah terjadi sebelumnya, menghasilkan dan menggunakan prosedur
baru yang lebih efisien dalam melakukan pekerjan (Zhou, 1996).

Kreativitas dalam Konteks Organisasi

 


Kreativitas kerja berbeda dengan kreativitas seni karena kegunaannya yang
sangat penting, dimana produk kreativitas kerja haruslah praktis, berguna, dan
memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi (Stein dkk., 1958 dalam
Zhou, 1996). Kreativitas dalam lingkungan kerja dapat berawal dari hal yang
sederhana, sebagai contoh seorang karyawan dapat melakukan tugas kreatifnya
dengan bentuk merevisi tugas tanpa meminta intruksi eksplisit dari atasan (Straw
dan Boettger, 1990 dalam Zhou 1996).
Dalam konteks organisasi, kreativitas adalah fungsi dari karakteristik
pribadi karyawan, karakteristik kontekstual dimana ia bekerja, dan juga interaksi
antara karakteristik-karakteristik tersebut. Karakteristik pribadi meliputi
kepribadian dan dimensi gaya kognitif. Karakteristik yang diharapkan
mempengaruhi kreativitas individu dengan mempengaruhi jangkauan dimana
individu tersebut menerapkan berbagai strategi yang dapat memfasilitasi produksi
ide kreatif. Karakteristik kontekstual merupakan dimensi lingkungan kerja yang
berpotensi mempengaruhi kreativitas karyawan, tetapi yang bukan merupakan
bagian dari individu. Karakteristik kontekstual meliputi pekerjaan, lingkungan
kerja, dan hubungan dengan rekan kerja dan supervisor.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, karakteristik kontekstual
mempengaruhi kreativitas melalui dampaknya pada motivasi intrinsik karyawan
untum melakukan pekerjaan (Amabile, 1996; Deci dan Ryan, 1985 dalam Shalley
dkk., 2004).
Kreativitas dalam organisasi dapat memenuhi dua tujuan, yaitu penciptaan
ide, jasa, atau prosedur yang baru dan efisien baik untuk melakukan segala
sesuatu dalam lingkungan yang relatif stabil, maupun untuk menciptakan strategi
dalam menghadapi perubahan lingkungan (Zhou, 1996). Ketika lingkungan
organisasi relatif stabil kinerja kreatif dapat membawa strategi baru untuk
mencapai tujuan organisasi dengan lebih efektif dan tepat waktu. Sedangkan
ketika lingkungan organisasi sedang menghadapi banyak perubahan, kinerja
kreatif dapat memungkinkan organisasi untuk menemukan strategi baru guna
mengatasi perubahan tersebut

Aspek Kreativitas / Divergent Thingking

 


Terdapat 4 Aspek dari kreativitas atau divergent thingking yang sering
disebutkan dalam literatur:

  1. Fluency (Kelancaran berpikir)
    Kelancaran berpikir adalah kemampuan untuk menghasilkan
    banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam
    kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas
    (Guilford, 1967 dalam Munandar, 2009). Fluency terkait dengan jumlah
    tanggapan yang diberikan, atau jumlah ide yang dapat diberikan oleh
    individu (Runco, 1999 dalam Kaufman dkk., 2008).
  2. Originality (Originalitas)
    Originalitas adalah kemampuan untuk mencetuskan ide / gagasan
    baru yang unik (Guilford, 1967 dalam Munandar, 2009). Dengan kata lain,
    originalitas terkait dengan keunikan ide yang dicetuskan oleh individu,
    atau keunikan respon yang dimunculkan individu terhadap suatu stimulus
    (Runco, 1999 dalam Kaufman dkk., 2008).
  3. Flexibility (Keluwesan berpikir)
    Keluwesan berpikir adalah kemampuan individu untuk
    memproduksi sejumlah ide, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi.
    Dimana individu dapat menginterpretasikan suatu masalah secara luas,
    mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu
    menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran.
    (Guilford, 1967 dalam Munandar, 2009).
  4. Elaboration (Elaborasi)
    Elaborasi adalah kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan
    menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan
    atau situasi sehingga menjadi lebih menarik (Guilford, 1967 dalam
    Munandar, 2009).

Definisi Kreativitas

 


Kreativitas adalah suatu hal yang cukup kompleks untuk didefinisikan.
Banyak peneliti telah berusaha untuk mendefinisikan kreativitas. Kreativitas
terkait dengan kemampuan individu dalam memunculkan ide-ide baru yang
berguna dan dapat ditindaklanjuti (Amabile, 1998). Kreativitas dapat diartikan
sebagai produksi ide baru dan berguna terkait dengan produk, servis, proses, dan
prosedur (Zhou dan Shalley, 2003), dan juga meliputi solusi kreatif terhadap
masalah bisnis, strategi bisnis yang kreatif, serta perubahan yang kreatif dalam
proses pekerjaan.Berpikir kreatif mengacu pada bagaimana individu mendekati
masalah dan solusi menggunakan kapasitas mereka untuk menempatkan ide-ide
yang ada ke dalam suatu kombinasi yang baru (Amabile, 1998). Sementara
Stenberg dan Lubart (1996) menjelaskan kreativitas dengan definisi yang lebih
sederhana, yaitu kreativitas sebagai kemampuan untuk melihat sesuatu dengan
cara baru.
Dalam pembahasan mengenai kreativitas, terdapat istilah divergent
thingking, yang merupakan dasar dari penelitian kreativitas dalam beberapa
dekade terakhir ini (Kaufman dkk., 2008). Beberapa ahli menyamakan antara
kreativitas dengan kemampuan berpikir divergen. Salah satunya adalah Guilford
(1967 dalam Munandar 2009) yang menyatakan bahwa kreativitas merupakan
kemampuan berpikir divergen atau pemikiran yang menjajaki bermacam-macam
alternatif jawaban terhadap suatu persoalan yang sama. Cronbach (1984) juga
berpendapat bahwa kreativitas atau divergent thinking adalah kemahiran
seseorang dalam memuat observasi baru dan ide-ide. Dalam definisi tersebut,
Cronbach menekankan adanya pandangan / insight yang melibatkan melihat suatu
hal dan melihat hal lainnya

Ekonomi Kreatif

 


Era ekonomi kreatif dimulai pada tahun 1990-an. Departemen
Perdagangan Republik Indonesia (2008a) menjelaskan ekonomi kreatif sebagai
wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas.
Yang mana pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai suatu iklim
perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang
terbarukan. Ekonomi kreatif manifestasi dari semangat bertahan hidup yang
sangat penting baik bagi negara maju maupun berkembang, yang menawarkan
pemanfaatan cadangan sumber daya yang terbaru dan tak terbatas, yaitu talenta
dan kreativitas (Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008a). Ekonomi
kreatif digerakkan oleh sektor industri yang disebut dengan industri kreatif.