Tuesday, July 2, 2024

Definisi Nilai Perusahaan


Nilai perusahaan adalah tujuan normative dari manajemen keuangan
(Husnan dan Pudjiastuti, 2010). Nilai perusahaan merupakan persepsi
investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang terkait erat dengan
harga sahamnya, Sujoko dan Soebiantoro, (2010).. Meningkatnya nilai
perusahaan adalah sebuah prestasi, yang sesuai dengan keinginan para
pemiliknya, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan, maka
kesejahteraan para pemilik juga akan meningkat. Nilai perusahaan akan
terlihat dari harga sahamnya.
Nilai perusahaan merupakan nilai pasar dari suatu ekuitas perusahaan
ditambah nilai pasar hutang. Dengan demikian, penambahan dari jumlah
ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai
perusahaan. (Kusumajaya, 2011). Bagi pengusaha untuk masuk dan
membuat kontrak dengan pekerja dan para pemilik modal, tanah dan sumber
daya lain untuk setiap tahap produksi dan distribusi yang terpisah.
Sebaliknya pengusaha biasanya mau kedalam kontrak yang besar dan
berjangka panjang dengan tenaga kerja untuk mengerjakan berbagai tugas
dan berbagai tunjangan lain. Sebaliknya perusahaan berusaha untuk
berhemat biaya transaksi semacam itu.

Dengan menginternalisasi berbagai transaksi, perusahaan juga dapat
menghemat pajak penjualan dan peraturan pemerintah yang berlaku hanya
untuk transksi antar perusahaan.
Menurut (Syahyunan, 2015) nilai perusahaan merupakan hasil kerja
manajemen dari beberapa dimensi diantaranya adalah arus kas bersih dari
keputusan investasi, pertumbuhan dan biaya modal perusahaan. Bagi
investor, nilai perusahaan merupakan konsep penting karena nilai
perusahaan merupakan indikator bagaimana pasar menilai perusahaan secara
keseluruhan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik
perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran
pemegang saham juga tinggi.
Nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan kinerja perusahaan yang baik.
Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum apabila harga saham meningkat. Semakin tinggi harga saham
sebuah perusahaan maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham.
Enterprise Value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai
perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan
indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Nilai
perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli jika
perusahaan tersebut dijual (Nurlela dan Ishaluddin, 2008 dalam
kusumadilaga, 2011).

Monday, July 1, 2024

Indikator Kinerja

 


Menurut Khurosani (2018) Indikator yang dapat mengukur Kinerja
adalah:

  1. Kuantitas
    Diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas yang
    ditugaskan beserta hasilnya.
  2. Kualitas
    Dapat diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan
    yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan
    dan kemampuan karyawan. Hasil pekerjaan yang dilakukan
    mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari
    pekerjaan tersebut.
  3. Pemanfaatan waktu kerja
    Diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang
    diselesaikan dari awal waktu sampai menjadi output. Dapat
    menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta
    memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain.
  4. Kerja Sama
    Kemampuan menangani hubungan dengan orang lain

Faktor yang mempengaruhi Kinerja

 


Faktor-Faktor yang mempengaruhi kinerja Karyawan Sugiono (2019)
yaitu :

  1. Kualitas Pekerjaan (Quality of Work)
    Merupakan tingkat baik atau buruknya sesuatu pekerjaan yang
    diterima bagi seorang pegawai yang dapat dilihat dari segi
    ketelitian dan kerapian kerja, keterampilan kerja dan kecakapan.
  2. Kuantitas Pekerjaan (Quantity of Work)
    merupakan proses penetapan seorang pegawai yang sesuai dengan
    background pendidikan atau keahlian dalam suatu pekerjaan. Hal
    ini ditinjau dari kemampuan pegawai dalam memahami hal-hal
    yang berkaitan dengan tugas yang mereka lakukan.
  3. Kreatifitas (Creativity)
    merupakan kemampuan seorang pegawai dalam menyelesaikan
    pekerjaannya dengan cara atau inisiatif sendiri yang dianggap
    mampu secara efektif dan efisien serta mampu menciptakan
    perubahan-perubahan baru guna perbaikan dan kemajuan
    organisasi.

Pengertian Kinerja

 


Menurut Khurosani (2018) Kinerja berasal dari kata Job Performance
atau Actual Performance (Prestasi Kerja atau Prestasi sesungguhnya
yang dicapai oleh seseorang) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Sugiono (2019) Kinerja juga dapat diartikan sebagai kualitas dan
kuantitas dari hasil pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan sesuai
dengan standar kerja tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan,
kinerja berdasarkan suatu hasil yang diraih dari suatu pekerjaan
berdasarkan serangkaian syarat kerja tertentu.
Menurut Putri (2017) Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari
suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu
aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau
kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk
berprestasi. Kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh
karyawan dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab yang diberikan organisasi dalam upaya mencapai visi,
misi, dan tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Menurut Josephine (2017) kunci keberhasilan atau kegagalan
perusahaan sangat ditentukan oleh karyawan perusahaan. Karyawan
yang memiliki kemampuan atau kompetensi tinggi dalam bekerja
mampu memberikan kinerja yang tinggi bagi perusahaan, sehingga
ketika karyawan tersebut keluar dari perusahaan berarti perusahaan
telah mengalami kerugian.
Zuriana (2019) Kinerja karyawan pada perusahaan merupakan fondasi
dasar yang harus dibangun, dijaga dan di kembangkan dalam
perusahaan agar memberikan dampak yang positif bagi perusahaan baik
dalam kualitas maupun kuantitasnya. Kinerja yang lebih tinggi
mengandung arti terjadinya peningkatan efisiensi, efektifitas, atau
kualitas yang lebih tinggi dari penyelesaian serangkaian tugas yang
dibebankan kepada seorang karyawan dalam suatu organisasi atau
perusahaan.
Rahayu (2020) mendifinisikan kinerja merupakan perilaku nyata yang
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan (organisasi).
Wibasuri (2014) Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
Menurut Alvian dan Betty Magdalena (2018) Keberhasilan suatu
perusahaan dapat dipengaruhi oleh kinerja indvidu karyawannya. Setiap
perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan,
dengan harapan apa yang menjadi tujuan perusahaan akan tercapai.
Penentu keberhasilan meningkatkan kinerja karyawan salah satunya
melalui proses pemberian kompensasi yang layak dan motivasi yang
tepat. Melalui proses-proses tersebut, karyawan diharapkan akan lebih
memaksimalkan tanggung jawab atas pekerjaan mereka

Hubungan Kinerja Kreatif dengan Regulasi Diri

 


Mengutip dari pendapat beberapa peneliti, Choi (2004) menyatakan bahwa
kreativitas telah diidentifikasi sebagai sumber inovasi organisasi dan dengan
demikian dianggap sebagai faktor kunci untuk kinerja yang tinggi dari operasional
organisasi yang dalam keadaan tak menentu dan lingkungan yang kompetitif.
Selanjutnya, mengutip dari pendapat beberapa peneliti, Luthans, Avey, dan Luthans
(2011) berpendapat bahwa proses dari kinerja kreatif yang mengarah ke pelaksanaan
ide-ide inovatif adalah pusat untuk membangun dan mempertahankan keunggulan
kompetitif baik secara individual maupun organisasional.
Kinerja kreatif adalah perwujudan perilaku dari proses kreatif yang telah
menjadi karakteristik individu sehinga ide-ide inovatif tersampaikan dan
menghasilkan sesuatu yang baru dan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah
di setiap domain aktivitas manusia serta menjadi sumber inovasi organisasi dan kunci
kelangsungan dan keberhasilan jangka panjang. Kinerja kreatif individu harus
dipahami sebagai hasil dari persimpangan atau pertukaran yang kompleks antara
faktor individu dan konteks mereka (Oldham & Cummings, 1996; Woodman, dkk.,
1993, dalam Choi, 2004). Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan individu untuk
dapat menunjukkan kinerja kreatif. Individu memerlukan faktor internal diri yang
menunjang timbulnya kinerja kreatif. Amabile (1996, dalam Choi, 2004)
membuktikan bahwa motivasi intrinsik mempengaruhi kinerja kreatif. Lalu, Bandura
(1977, 1986, dalam Tierney & Farmer, 2002) menyatakan bahwa penilaian efikasi
merupakan suatu konsep self-regulatory yang melekat dalam proses motivasi.

Komponen Regulasi Diri

 


Miller dan Brown (1991, dalam Neal & Carey, 2005; Hoyle & Davisson,
2011) berpendapat bahwa regulasi diri terdiri atas tujuh komponen. Ketujuh
komponen tersebut merupakan proses atau tahapan-tahapan dari regulasi diri.
Komponen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Receiving: Tahap awal dimana individu menerima informasi-informasi yang
relevan.
b. Evaluating: tahap kedua dimana individu melakukan evaluasi diri mengenai
tingkah lakunya. Dalam proses evaluasi diri, individu menganalisis informasi
dengan membandingkan tingkah lakunya tersebut dengan norma.
c. Triggering: Tahap ketiga dimana individu mulai mendapat dorongan untuk
berubah sebagai hasil dari adanya kesenjangan atau perbedaan. Kesenjangan
atau perbedaan tersebut adalah hasil dari evaluasi diri pada tahap sebelumnya.
d. Searching: Tahap keempat dimana individu mulai mencari cara atau alternatif
pilihan untuk mengurangi perbedaan atau kesenjangan yang ada.
e. Formulating: Tahap kelima dimana individu merumuskan perencanaan untuk
perubahan tingkah laku. Tahap ini merupakan tahap perencanaan aspek-aspek
pokok agar dapat mencapai target atau tujuan.
f. Implementing: Tahap keenam dimana penerapan rencana mulai dilakukan.
Individu pada tahap ini mulai melakukan aksi atau tindakan untuk
merealisasikan rencana-rencana yang telah ditetapkan pada tahapan
sebelumnya yang mengarah ke tujuan dan memodifikasi sikap sesuai dengan
yang diinginkan dalam proses.
g. Assessing: Terakhir, pada tahap ini individu menilai efektivitas dari rencana
tersebut. Pengukuran ini dapat membantu dalam menentukan dan menyadari
apakah perencanaan yang direalisasikan itu sesuai dengan yang diharapkan
atau tidak, serta apakah hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan.

Definisi Regulasi Diri

 


Konsep Bandura yang menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat
mengatur diri sendiri (regulasi diri), mempengaruhi tingkah laku dengan cara
mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi
tingkah lakunya sendiri dan kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif
hasil yang diinginkan di masa yang akan datang dengan mengembangkan strategi
tingkah laku yang membimbing kearah tujuan jangka panjang (Alwisol, 2009).
Hoyle dan Davisson (2011) menyatakan bahwa regulasi diri merupakan istilah
umum yang digunakan oleh para ilmuwan perilaku untuk merujuk pada proses
dimana orang mengendalikan perilaku mereka dalam mengejar tujuan. Lalu, Brown
(1998, dalam Hoyle & Davisson, 2011) mendefinisikan regulasi diri sebagai kapasitas
untuk merencanakan, membimbing, dan memonitor perilaku seseorang secara
fleksibel dalam menghadapi perubahan keadaan. Sementara, Ilkowska dan Engle
(2010, dalam Hoyle & Davisson, 2011) berpendapat bahwa regulasi diri adalah
proses dimana seseorang memonitor, mengarahkan perhatian, mempertahankan, dan
memodifikasi perilaku untuk mendekati tujuan yang diinginkan. Selain itu,
Duckworth dan Seligman (2006, dalam Heo, 2014), regulasi diri telah dipahami
sebagai penghindaran risiko dan penundaan pemuasan dalam perjuangan antara
impuls dan menahan diri.
Selanjutnya, Carey, Neal, dan Collins (2004) mendefinisikan regulasi diri
merupakan kemampuan atau keterampilan seseorang dalam mengarahkan perilaku
pada pencapaian tujuan, dan memungkinkan seseorang untuk menunda kepuasan
dalam jangka pendek untuk mencapai hasil yang diinginkan di masa depan. Selain itu,
Baumeister, Gailliot, DeWall, dan Oaten (2006) menyatakan bahwa regulasi diri
sangat adaptif, merupakan sifat khas manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menimpa dan mengubah respon mereka, termasuk mengubah diri mereka sehingga
dapat memenuhi standar sosial dan lainnya. Sebagai tambahan, regulasi diri adalah
proses kepribadian penting dimana orang berusaha untuk melakukan kontrol atas
pikiran, perasaan, impuls, keinginan, dan kinerja tugas mereka.