Wednesday, July 10, 2024

Lingkungan Kerja

 


Lingkungan kerja merupakan salah satu aspek penting yang dapat
mempengaruhi kinerja karyawan dalam suatu perusahaan yang kemudian dapat
mengakibatkan pengaruh terhadap karyawan untuk mengerjakan pekerjaannya
dalam pencapaian tujuan perusahaan. Lingkungan kerja merupakan salah satu
faktor penting dalam menciptakan kinerja karyawan karena lingkungan kerja
mempunyai pengaruh langsung terhadap karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaan yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas perusahaan.
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan apabila karyawan dapat melaksanakan
kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.
Menurut Afandi (2016: 51) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada
disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas yang
diembankan kepadanya misalnya dengan adanya air conditioner (AC),
penerangan yang memadai sebagainya. Sedangkan menurut Sedarmayanti dalam
Trian (2016: 17) mendefinisikan bahwa lingkungan kerja adalah semua yang ada
disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas
yang dibebankannya. Lebih lanjut, Sedarmayanti (2017: 26) menyatakan bahwa
lingkungan kerja dapat mempengaruhi suatu kinerja karyawan, dalam hal ini
ditunjang oleh kondisi lingkungan yang sesuai sehingga mencapai suatu hasil
yang optimal. Perusahaan harus dapat memperhatikan kondisi yang ada dalam
perusahaan baik didalam maupun diluar ruangan tempat kerja, sehingga karyawan
dapat bekerja dengan lancar dan merasa aman

Faktor yang Memengaruhi Kompensasi

 


Menurut Elmi (2018) ada beberapa faktor yang memengaruhi
kompensasi adalah sebagai berikut:

  1. Faktor intern organisasi
    a. Dana organisasi
    Kemampuan organisasi dalam pemberian kompensasi
    tergantung pada dana yang terhimpun untuk keperluan
    tersebut. Terhimpunnya dana tentunya didapat atas prestasi
    kerja yang telah karyawan berikan. Semakin besarnya
    prestasi kerja maka semakin besar juga keuntungan yang
    didapatkan oleh perusahaan.
    b. Serikat pekerja
    Bagi para pekerja atau karyawan yang bergabung dalam
    serikat pekerja dapat memengaruhi pelaksanaan atau
    penetapan kompensasi dalam sebuah perusahaan. Serikat
    pekerja menjadi simbol kekuatan dalam menuntut perbaikan
    kondisi.
  2. Faktor pribadi karyawan
    a. Produktivitas kerja 
    Produktivitas kerja dapat dipengaruhi juga oleh prestasi
    kerja. Prestasi kerja merupakan faktor yang akan
    diperhitungkan dalam pembagian kompensasi. Dengan
    adanya pengaruh ini memungkinkan karyawan dalam setiap
    posisi dan jabatan yang sama akan mendapatkan kompensasi
    yang berbeda. Dalam pemberian kompensasi ini sebagai
    bentuk untuk meningkatkan produktivitas karyawan.
    b. Posisi dan jabatan
    Posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi menunjukkan
    perbedaan dalam tanggung jawabnya. Semakin tinggi posisi
    dan jabatan seseorang, akan semakin besar tanggung
    jawabnya dan semakin tinggi pula kompensasi yang akan
    diterima.
    c. Pendidikan dan pengalaman
    Pendidikan dan pengalaman kerja juga merupakan faktor
    dalam pemberian kompensasi. Karyawan yang lebih
    berpengalaman dan berpendidikan tinggi akan mendapatkan
    kompensasi yang lebih besar dibandingkan karyawan yang
    kurang berpengalaman dan lebih rendah pendidikannya.
    Faktor ini merupakan pertimbangan dalam wujud
    penghargaan pada prestasi seorang karyawan serta dapat
    menjadikan motivasi bagi karyawan lain untuk
    meningkatkan pengetahuannya.
    d. Jenis dan sifat pekerjaan
    Besarnya kompensasi karyawan yang bekerja dilapangan
    dengan karyawan yang bekerja di dalam ruangan. Pemberian
    kompensasi yang berbeda ini karena besarnya risiko dan
    tanggung jawab organisasi yang bertugas di lapangan.
  3. Faktor ekstern
    a. Penawaran dan permintaan kinerja  
    Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas, dimana pada
    kondisi penawaran (supply) tenaga kerja lebih dari
    permintaan (demand) yang akan menyebabkan rendahnya
    kompensasi yang telah diberikan. Besarnya nilai kompensasi
    yang ditawarkan merupakan daya tarik calon karyawan
    untuk memasuki organisasi tersebut.
    b. Biaya hidup
    Besarnya kompensasi terutama gaji harus disesuaikan
    dengan besarnya biaya hidup atau biaya hidup minimal.
    Kompensasi yang diberikan harus sama dengan atau diatas
    biaya hidup minimal. Jika kompensasi yang diberikan lebih
    rendah dari biaya hidup minimal maka yang terjadi adalah
    pemiskinan bangsa.
    c. Kebijakan pemerintah
    Pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari
    kesewenang-wenangan dan keadilan. Kaitannya dengan
    kompensasi, pemerintah menentukan upah minimum, jam
    dan hari kerja, pria dan wanita pada batas umur tertentu.
    Dengan adanya peraturan tersebut pemerintah menjamin
    keberlangsungan proses kemakmuran bangsa dan mencegah
    organisasi yang memiskinkan bangsa.
    d. Kondisi perekonomian
    Kompensasi yang diterima di negara maju jauh lebih besar
    dibandingkan di negara berkembang dan atau negara miskin.
    Besarnya rata-rata kompensasi yang diberikan oleh
    organisasi dalam suatu negara mencerminkan kondisi
    perekonomian negara tersebut dan sebuah penghargaan
    negara terhadap sumber daya manusianya.

Pengertian Kompensasi

 


Kompensasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang,
barang langsung atau tidak langsung, yang diterima oleh karyawan sebagai
imbalam atas jasa yang telah diberikan kepada perusahaan (Hasibuan,
2019). Kompensasi adalah imbalan yang diterima karyawan atas hasil
kerjanya atau jasa yang telah diberikan untuk organisasi. Kompensasi juga
bisa berupa fisik maupun non fisik dan diberikan karyawan sesuai dengan
pengorbanan yang telah diberikannya untuk perusahaan (Ariandi, 2018).
Menurut Hamali (2018) kompensasi merupakan fungsi yang penting
dalam manajemen sumber daya manusia. Kasus yang terjadi dalam
hubungan pekerjaan mengandung masalah kompensasi dari berbagai segi
yang terkait, seperti tunjangan, struktur kompensasi, dan skala kompensasi.
Menurut Ekhsan (2019) menyatakan bahwa kompensasi merupakan
penghargaan yang didapatkan oleh karyawan secara layak dan adil atas
prestasi dan jasa yang telah diberikan kepada perusahaan.  

Faktor-faktor yang mempengaruhi Workplace Well-being

 


Menurut Kahneman et al (1999) terdapat dua faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan individu dalam pekerjaannya yaitu faktor lingkungan dan faktor
individu. Yang termasuk faktor lingkungan antara lain:

  1. Kesempatan akan personal control meliputi penilaian kinerja, kebebasan
    berkehendak, tidak adanya supervisi yang terlalu ketat, self determination,
    partisipasi dalam pengambilan keputusan dan kebebasan dalam memilih.
  2. Kesempatan untuk mengaplikasikan keahlian yang terdiri dari penggunaan
    keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan.
  3. Exterbally generated goal meliputi tuntutan pekerjaan, tuntutan tugas beban
    kerja secara kualitatif dan kuantitatif, tuntutan akan perhatian kerja,
    tanggung jawab atas peran, tuntutan yang berkonflik, konflik peran, konflik
    kerja serta tuntutan norma yang harus dipenuhi.
  4. Variasi terdiri dari variasi dalam konten dan lokasi pekerjaan, pekerjaan
    yang tidak berulang, variasi dalam kemampuan dan variasi dalam tugas.
  5. Kejelasan dalam lingkungan meliputi kejelasan mengenai informasi akan
    konsekuensi dari suatu tingkah laku, umpan balik tugas, informasi masa
    depan, adanya keamanan dalam pekerjaan, ambiguitas peran rendah.
  6. Ketersediaan uang meliputi tingkat pendapatan, jumlah pendapatan dan
    sumber finansial.
  7. Keamanan fisik terdiri atas hilangnya bahaya, kondisi kerja yang baik,
    peralatan yang memadai, tingkat temperatur dan kebisingan yang aman.
  8. Supervisi yang mendukung meliputi pimpinan yang perhatian, dukungan
    dari atasan, manajemen yang mendukung, kepemimpinan yang efektif.
  9. Kesempatan untuk melakukan kontak interpersonal meliputi kuantitas dan
    kualitas interaksi, hubungan yang baik dengan orang lain, dukungan sosial
    dan komunikasi yang baik.
  10. Penilaian dalam posisi sosial terdiri dari penilaian atas status pekerjaan di
    masyarakat, peringkat sosial, prestise akan pekerjaan, penilaian yang lebih
    khusus tentang status pekerjaan, penilaian personal atas signifikansi dari
    tugas, peranan dalam tugas, kontribusi terhadap orang lain, kebermaknaan
    pekerjaan serta penghargaan diri dari pekerjaan

Dimensi-dimensi Workplace Well-being

 


Page (2005) menyatakan bahwa workplace well-being memiliki 13 bagian
yang terbagi atas dimensi intrinsik dan ekstrinsik, yaitu :
a. Dimensi intrinsik yang terdiri atas lima bagian antara lain :

  1. Tanggung jawab dalam pekerjaan (amount of responbility at work)
    yaitu perasaan seseorang mengenai tanggung jawab dan
    kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk dapat melakukan
    pekerjaan dengan baik.
  2. Makna kerja (meaningfulness of work) yaitu perasaan bahwa
    pekerjaan memiliki makna dan mempunyai tujuan baik secara
    personal maupun pada tingkatan yang lebih tinggi.
  3. Kemandirian kerja (independence of work) yaitu perasaan dapat
    mengerjakan pekerjaan sendiri tanpa harus mendapat arahan atau
    instruksi dari manajemen.
  4. Penggunaan kemampuan dan pengetahuan kerja (use of abilities and
    knowladge of work) yaitu perasaan bahwa lingkungan pekerjaan
    mengijinkan menggunakan kemampuan dan pengetahuan dan bakat
    personalnya.
  5. Perasaan berprestasi dalam bekerja (sense of achievment from work)
    yaitu perasaan berprestasi yang berasal dari formasi dan kepuasan
    yang berkaitan dengan pekerjaan.
    b. Dimensi ekstrinsik terdiri dari delapan bagian yaitu :
  6. Penggunaan waktu yang sebaik-baiknya (convenience of work
    hours) yaitu perasaan bahwa waktu kerja memungkinkan seseorang
    untuk menyeimbangkan kehidupan pribadi dan pekerjaannya.
  7. Kondisi kerja (work condition) yaitu kepuasan karyawan terhadap
    kondisi kerja seperti ruang kerja dan budaya organisasi.
  8. Supervisi (supervisor) yaitu perasaan bahwa supervisor
    memperlakuan individu sebagai karyawan dengan baik,
    memberikan dorongan, umpan balik yang sesuai serta pengakuan.
  9. Peluang promosi (promotional opportunies) yaitu perasaan bahwa
    lingkungan kerja memberikan ruang untuk pengembangan
    profesinya.
  10. Pengakuan akan pekerjaan yang baik (recognition for good work)
    perasaan bahwa institusi mampu memperlakukan secara berbeda
    antara karyawan yang berkualitas baik dan buruk.
  11. Nilai sebagai manusia (value as a person at work) yaitu perasaan
    bahwa supervisor mampu mengapresiasi karyawan sebagai individu
    yang unik.
  12. Upah (pay) yaitu kepuasan akan gaji, keuntungan dan penghargaan
    yang terkait dengan uang dari lingkungan kerja.
  13. Keamanan kerja (job security) yaitu kepuasan terhadap rasa aman di
    posisi kerjanya

Definisi Workplace Well-being

 


Dalam penelitian ini, definisi workplace well-being yang disampaikan oleh
Page (2005) yaitu :
“The sense of well-being that employees gain from their. It is
concepyualized as core affect plus the satisfaction of intrinsic and/or extrinsic,
work values”
Dari definisi ini, workplace well-being merupakan perasaan well-being
(sehat sejahtera) yang diperoleh karyawan dari pekerjaan mereka, yang
berhubungan dengan perasaan karyawan secara umum (core affect) dan kepuasan
terhadap nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan (work values).
Menurut Danna dan Griffin (1999), workplace well-being meliputi health,
yaitu mencakup gejala fisiologis dan psikologis yang berkaitan dengan konteks
medis. Selanjutnya workplace well-being, yaitu mencakup pengukuran terhadap
kesejahteraan berdasarkan pengalaman hidup dan pengalaman yang berkaitan
dengan pekerjaan.
Sivanathan, Arnold, Turner, dan Barling (2004) mendefinisikan workplace
well-being sebagai peningkatan kesehatan pada karyawan, baik kesehatan
psikologis maupun fisik. Di sisi lain, Harter, Schmidt, dan Keyes (2002)
mendefinisikan workplace well-being sebagai kesehatan mental karyawan yang
dipengaruhi oleh pertumbuhan pribadi, tujuan hidup, hubungan positif dengan
orang lain, penguasaan terhadap lingkungan, integrase social dan kontribusi sosial.
Cooper dan Catwright (1994) menjelaskan kesejahteraan dan kesehatan
pegawai memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan secara finansial dan
keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan. Berdasarkan penelitian tersebut
workplace well-being dan kesehatan pegawai merupakan isu penting yang harus
diperhatikan oleh organisasi atau perusahaan untuk dapat meningkatkan
prodiktifitas kerja pegawai untuk mendukung pencapaian tujuan suatu organisasi
atau perusahaan

Dimensi Employee Engagement

 


Menurut Soebandono (2011) keterikatan kerja karyawan merupakan
persenyawaan (amalgam) dari beberapa konstruk yang berkaitan, dan tidak bisa
dipisahkan kaitannya dengan lainnya. Menurut Kahn (1990) keterikatan kerja
karyawan dari beberapa dimensi yaitu : keterikatan kerja kognitif (cognitive
engagement), keterikatan kerja emosional (emotional engangement), dan
keterikatan kerja fisik (physical engagement).
Schaufeli et al (2004) menyatakan bahwa keterikatan kerja karyawan
memiliki beberapa dimensi yaitu : gairah kerja atau semangat (vigor), dedikasi
(dedication) dan meresap atau larut (absorb) dalam pekerjaan. Semangat atau
gairah kerja merupakan tingkatan energi tinggi serta ketahanan mental yang besar
ketika individu menyelesaikan pekerjaannya, memiliki kemauan untuk berupaya
ekstra dan tetap konsisten pada saat menghadapi kesulitan dalam bekerja. Dedikasi
adalah karakteristik yang merujuk pada perasaan yang kuat, keterlibatan yang tinggi
pada pekerjaan, antusiasme, terinspirasi, memiliki rasa bangga, dan penuh
tantangan. Larut dalam pekerjaan merujuk pada karakteristik penuh konsentrasi dan
perasaan senang terhadap pekerjaan, waktu dirasakan berjalan cepat dan sulit
melepaskan diri dari pekerjaan.

  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Employee Engagement
    Kahn (1990) menyatakan bahwa keterikatan kerja karyawan dapat diperoleh
    dari kebermaknaan secara psikologis (psychological meaningfulness), adanya rasa
    aman secara psikologis (psychological safety). serta keberadaan atau kesediaan
    dirinya (psychological availability). Menurut Ferguson (2007) kebermaknaan
    secara psikologis merupakan kondisi psikologis yang dimaknai dengan individu
    merasa bermakna (psychological meaningfulness), rasa bahwa apa yang
    dikerjakannya berguna, bermanfaat (bisa dipakai) dan bernilai, tidak merasakan
    perbedaan, diperlakukan secara adil dan tidak disepelekan serta pekerjaan yang
    dipunyai diakui telah memberi makna pada organisasi.
    Kahn (1990) mengungkapkan ada tiga faktor yang mempengaruhi
    kebermaknaan psikologis, yaitu :
  2. Karakteristik tugas
    Ketika seseorang mengerjakan tugas yang menantang, jelas, bervariasi,
    kreatif dan memungkinkan karyawan memiliki otonomi, ia cenderung mengalami
    kebermaknaan psikologis.
  3. Karakteristik peran
    Ketika seseorang mampu untuk mempengaruhi, menempati posisi yang
    bermakna dalam sistemnya dan memperoleh status yang diinginkan, maka ia akan
    memperoleh kebermaknaan psikologis.
  4. Interaksi kerja
    Ketika performa kerja seseorang, termasuk didalamnya memiliki interaksi
    interpersonal yang berharga dengan rekan kerja dan klien, maka ia juga akan
    mengalami kebermaknaan psikologis.
    Rasa aman secara psikologis (psychological safety) menurut Kahn (1990)
    ketika individu dapat menunjukkan diri tanpa harus merasa takut terhadap
    kemungkinan adanya konsekuensi negatif terhadap citra diri, status atau karirnya.
    Ada empat faktor yang secara langsung mempengaruhi keamanan psikologis, yaitu
    hubungan interpersonal, dinamika kelompok, gaya menajerial dan norma
    organisasi. Kesediaan diri (psychological availability) dimaknai jika karyawan
    memiliki sumber daya yang diperlukan peralatan, perlengkapan dan informasi
    untuk mengerjakan pekerjaanya. Menurut Kahn (1990) ada empat hal yang dapat
    mengganggu adanya ketersediaan psikologis, yaitu kehabisan energi fisik,
    kehabisan energi emosional, perasaan tidak nyaman terhadap status pekerjaan dan
    kehidupan di luar pekerjaan