Sunday, June 30, 2024

Personal Selling

 


Personal selling merupakan komunikasi langsung antara penjual dengan
calon pembeli untuk memperkenalkan suatu produk kepada calon pelanggan dan
membentuk pemahaman kebutuhan pelanggan terhadap produk sehingga mereka
kemudian akan mencoba dan membelinya (Shinta,.2004) . Penjualan tatap muka
seperti ini merupakan cara yang efektif untuk membujuk , mengkomunikasikan
pilihan pembeli, keyakinan pembeli dan Tindakan pembeli pada tingkat tertentu
dalam proses pembelian. Personal selling adalah interaksi antar individu, saling
bertemu muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai atau
mempertahankan hubungan pertukaran yang saling menguntungkan dengan pihak
lain.
Kegiatan personal selling merupakan komunikasi langsung (tatap muka)
antara penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada
calon pelanggan untuk membentuk pemahaman pelanggan terhadap suatu produk
tersebut. Maka dari itu kegiatan ini para sales yang melakukan kegiatan komunikasi
pemasaran ini harus membekali skill yang mumpuni. Karena strategi komunikasi
pemasaran personal selling ini interaksi antara dua belah pihak dimana saat
menerangkan produk , sales harus membujuk dan mengkomunikasikan produk
tersebut agar calon pelanggan tersebut akhirnya membeli barang tersebut. Tidaklah
mudah menghadapi berbagai macam karakteristik calon pelanggan, karena hal ini
melibatkan pikiran dan emosi satu sama lain. Oleh karena berhadapan langsung
dengan konsumen potensial, personal selling mempunnyai kelebihan dibandingkan
alat promosi lainnya

Brand awareness

 


Kesadaran merek (brand awareness), diartikan sebagai kesanggupan
seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat Kembali bahwa, suatu
merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Sucahyo, Y.A.,2017).
Brand awareness adalah kemampuan dari pelanggan potensial untuk
mengenali dan mengingat suatu merek dalam kategori tertentu (Utami & Sugiat,
2023).
Brand awareness mengukur seberapa banyak konsumen dipasar yang
sanggup untuk mengenali dan mengingat tentang keberadaan suatu brand atau
merek terhadap kategori tertentu dan dengan semakin sadarnya konsumen
terhadap suatu merek, semakin dimudahkan dalam pengambilan keputusan
pembelian. Brand awareness memiliki beberapa tingkatan , dari tingkatan
yang paling rendah (tidak menyadari brand) sampai tingkatan yang paling
tinggi yaitu top of mind (Utami & Sugiat, 2023).

Pengaruh Brand Awareness dengan Keputusan Pembelian

 Kesadaran merek mempengaruhi pembentukan dan tingkat asosiasi yang

membentuk citra merek. Konsumen mempertimbangkan merek, saat mereka
melakukan pembelian yang dapat diterima atau untuk memenuhi suatu kebutuhan.
Menurut Ferrinadewi (2008) brand awareness menjadi penting karena brand
awareness menjadi kondisi yang sangat diperlukan ke dalam pertimbangan
konsumen dalam proses keputusan pembelian. Dikutip dari jurnal karya Moisescu
(2009) yang berjudul “The Importance of Brand Awareness in Consumers’ Buying
Decision & Perceived Risk Assesment” dikatakan bahwa kesadaran merek sangat
penting dalam pengambilan keputusan pembelian karena dengan demikian
konsumen dapat mudah untuk mengingat merek dalam konteks kategori produk
tertentu, kesadaran meningkatkan probabilitas bahwa merek akan menjadi
kelompok pertimbangan mereka. Kesadaran juga mepengaruhi keputusan tentang
merek dalam sekelompok pertimbangan, bahkan tanpa adanya asosiasi merek.
Kesadaran merek adalah kesan pelanggan terhadap suatu merek. Dimensi ini
mencerminkan seberapa banyak pelanggan mengetahui dan memahami merek
tersebut. Kesadaran merek mewujudkan kekuatan kehadiran merek dalam pikiran
konsumen (Aaker, 1996). Hal tersebut dipandang sebagai komponen utama dari
efek merek dalam keramahan dan pariwisata (Kim dan Kim, 2004) Banyak ahli
(Kwun dan Oh, 2004; Oh, 2000) menemukan kesadaran merek untuk menghasilkan
nilai pelanggan dan untuk meningkatkan kinerja perusahaan perhotelan (Kim dan
Kim, 2005). Menurut Rizal & Wali (2013) dari penelitian yang mereka lakukan
dimensi kesadaran merek perlu ditingkatkan di industri perhotelan hal tersebut
disebabkan dimensi kesdaran merek dapat mempertinggi kecenderungan konsumen
untuk memilih jasa atau layanan perhotelan yang ditawarkan kepada kosumen.

Perilaku Konsumen

 


Perilaku konsumen merupakan proses yang dinamis yang mencakup
perilaku konsumen individual, kelompok dan anggota masyarakat yang secara terus
menerus mengalami perubahan. Asosiasi Pemasaran Amerika dalam (Suryani,
2013) perilaku konsumen didefiniskan sebagai interaksi yang kuat dan dinamis
dalam melibatkan perasaan, wawasan, perilaku dan lingkungan ketika individu
melakukan pertukaran dalam berbagai hal di dalam kehidupannya, sedangkan
menurut Solomon (2018) perilaku konsumen adalah studi tentang proses
keterlibatan ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau
membuang produk, layanan, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan. Agar dapat memahami perilaku konsumen secara tepat pemasar
perlu memperhatikan tindakan langsung yang dilakukan konsumen dalam
mendapatkan, mengonsumsi dan menghabiskan barang dan jasa, termasuk proses
keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan ilmu yang mempelajari
individu sebagai konsumen dalam memperoleh dan mendapatkan untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginannya.
Menurut Daryanto (2012) menjelaskan pada gambar 2.2. terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi tingkah laku konsumen yang pertama adalah faktor –
faktor budaya kemudian faktor sosial, faktor pribadi, faktor psikologis yang
akhirnya menuntun individu melakukan pembelian.
Faktor pertama adalah faktor budaya. Faktor tersebut terdiri atas budaya,
subbudaya, kelas sosial. Budaya merupakan sekumpulan nilai – nilai dasar,
persepsi, keinginan dan tingkah laku yang dipelajari oleh seseorang anggota
masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Selanjutnya adalah
subbudaya yang merupakan sekelompok orang yang mempunyai sistem nilai sama
berdasarkan pada pengalaman hidup dan situasi. Bagian yang terakhir dari budaya
adalah kelas sosial, kelas sosial merupakan bagian masyarakat yang relatif
permanen dan teratur dengan para anggotanya menganut nilai – nilai, minat dan
tingkah laku yang serupa.

Indikator Brand Awareness

 


Menurut Aeker (1996) pengukuran brand awareness yaitu top of mind,
brand recognition, brand recall. Top of mind menurut Clow & Baack (2014)
adalah ketika konsumen konsumen diminta untuk mengidentifikasi merek yang
dengan cepat ada dalam pikiran anda dari kategori produk tertentu. Kemudian
Brand recognition (pengenalan merek) memembutuhkan penekanan pada
presentasi visual dari produk dan logo. Brand recognition tujuannya untuk
menciptakan atau memperkuat hubungan mental dengan cara meningkatkan
jangkauan media yang tepat untuk digunakan (Clow & Baack, 2014). Memperkuat
atau membuat tautan antara merek dan simpul-simpul informasi lain yang ada
dalam struktur pengetahuan orang tersebut menjadi tujuan brand recognition.
Pengulangan untuk mengingat merek (brand recall) membantu menanamkan
merek dalam memori kognitif konsumen. Pengulangan untuk mengingatkan merek
membantu konsumen untuk menanamkan merek dalam memori kognitif,
contohnya ketika iklan 30 detik mengulangi nama restoran tujuh kali, menjadi lebih
mudah diingat ketika dinyatakan hanya sekali atau dua kali. Upaya untuk
meningkatkan brand recall adalah frekuensi lebih penting dibandingkan jangkauan
pemasaran

Brand Awareness (Kesadaran Merek)

 


Kesadaran merek dianggap sebagai kemampuan pembeli untuk
mengidentifikasi merek secara cukup rinci untuk melakukan pembelian. Periklanan
dapat meningkatkan kesadaran akan merek (Clow & Baack, 2014). Brand
Awareness menurut Keller (2013) adalah ketika seorang calon pembeli memiliki
kemampuan untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari
suatu kategori produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan
karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek
yang dilibatkan. Berdasarkan definisi – definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
brand awareness atau kesadaran akan merek berarti konsumen mengenali atau
mengingat merek atau nama perushaan tertentu ketika mereka mempertimbangkan
opsi pembelian. Brand awareness menurut Ferrinadewi (2008) dapat diartikan
sebagai kesadaran konsumen akan keberadaan nama merek dalam benaknya ketika
konsumen memikirkan suatu kategori produk (recognition) dan merupakan nama
yang paling mudah diingatnya untuk kategori tersebut, (recall) kemampuan
konsumen untuk mengingat kembali ketika diberikan kategori produk.
Menurut Ferrinadewi (2008) brand awareness menjadi penting karena
pertama brand awareness menjadi kondisi yang sangat diperlukan saat melibatkan
beberapa merek ke dalam pertimbangan konsumen dalam proses keputusan
pembelian, kedua brand awareness menjadi kondisi yang memungkinkan sebuah
pilihan dapat diambil oleh konsumen dengan keterlibatan rendah dalam
pengambilan keputusan pembelian, kemudian brand awareness memberikan
pengaruh pada sifat dan kekukatan asosiasi merek.
Kesadaran dapat mempengaruhi persepsi dan sikap kemudian dapat
merubah seseorang merasakan sesuatu yang lebih baik dan menanamkan
kepercayaan diri dan dalam beberapa konteks juga dapat menjadi penggiring
pemilihan sebuah merek dan bahkan loyalitasnya. Awareness atau kesadaran
terhadap merek menurut Ferrinadewi (2008) direfleksikan dalam kemampuan
konsumen mengidentifikasi merek dalam berbagai situasi yang berbeda.
Kemampuan konsumen akan ditentukan juga oleh derajat motivasinya. Ketika
konsumen berada dalam situasi pembelian dengan motivasi tinggi, maka konsumen
akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk menjadi familiar pada merek.
Manfaat dari brand awareness menurut Keller (2013):

  1. Manfaat Pembelajaran
    Kesadaran merek mempengaruhi pembentukan dan tingkat asosiasi yang
    membentuk citra merek. Untuk membuat citra merek, pemasar pertama-tama harus
    membangun simpul merek dalam memori yang sifatnya memengaruhi seberapa
    mudah konsumen mepelajari dan menyimpan asosiasi merek tambahan. Langkah
    pertama dalam membangun brand equity adalah mendaftarkan merek di benak
    konsumen. Jika elemen merek yang tepat dipilih, tugas menjadi lebih mudah.
  2. Manfaat Pertimbangan
    Konsumen harus mempertimbangkan merek, saat mereka melakukan
    pembelian yang dapat diterima atau memenuhi suatu kebutuhan. Meningkatkan
    kesadaran merek meningkatkan kemungkinan bahwa merek tersebut akan menjadi
    anggota set pertimbangan, segelintir merek yang menerima pertimbangan serius
    untuk pembelian.
  3. Manfaat pilihan
    Keuntungan ketiga dari menciptakan tingkat kesadaran merek yang tinggi
    adalah bahwa hal itu dapat memengaruhi pilihan di antara merek dalam
    pertimbangan, bahkan jika pada dasarnya tidak ada asosiasi lain dengan merek
    tersebut

Ekuitas Merek

 


Ekuitas merek mewakili sekumpulan karakteristik yang unik untuk suatu
merek (Clow & Baack, 2014). Kemudian ekuitas merek juga dapat dianggap
sebagai aset tak berwujud yang nilainya dapat melebihi nilai dari aset fisiknya yang
kadang disebut sebagai goodwill. Ekuitas merek menurut Kotler & Keller (2016)
adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek tercermin
dalam cara konsumen dan bertindak dalam hubugannya dengan merek dan juga
harga pangsa pasar dan profitabilitas yang diberikan bagi perusahaan. Ekuitas
merek berbasis pelanggan tejadi ketika konsumen memliki tingkatan kesadaran
kefamiliaran yang tinggi dengan merek dan memegang kekuatan, persepsi
menyenangkan, dan keunikan asosiasi merek dalam benak konsumen. Misalnya,
dalam keputusan keterlibatan rendah ketika konsumen bersedia mendasarkan
pilihan mereka pada keakraban belaka. Namun, dalam sebagian besar kasus lain,
kekuatan, daya tarik, dan keunikan asosiasi merek memainkan peran penting dalam
menentukan respons diferensial yang membentuk ekuitas merek. Pemasar juga
harus meyakinkan konsumen bahwa ada perbedaan yang berarti antara merek.
Membangun citra merek positif dalam memori konsumen, asosiasi merek yang
kuat, unik dan menguntungkan berjalan seiring dengan menciptakan kesadaran
merek untuk membangun ekuitas merek berbasis pelanggan (Keller, 2013). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek merupakan kekuatan sebuah
merek agar sebuah perusahaan dapat bertahan di tengah persaingan.
Clow & Baack (2014) menjelaskan manfaat dari ekuitas merek adalah
untuk memperoleh margin kotor lebih tinggi, memberikan kekuatan pada pengecer
dan grosir, sebagai senjanta melawan konsumen yang berpindah karena promosi
penjualan dan menghindari penurunan pangsa pasar. Menurut Durianto, dkk (2004)
konsep ekuitas merek di latar belakangi oleh pemikiran bahwa merek yang
bereputasi merupakan aset yang juga dapat diperjualbelikan kepada perusahaan
lainnya. Aeker (1996) menjelaskan bahwa merek adalah sekumpulan aset dan
kewajiban (liabilitas) yang berhubungan dengan nama merek dan simbol untuk
menambah yang menambah (atau mengurangi) nilai yang diberikan oleh suatu
produk atau layanan kepada perusahaan atau konsumen perusahaan. Dengan
demikian dari ekuitas merek dapat disimpulkan bahwa merek bukan hanya sebuah
nama atau simbol melainkan aset berharga dari sebuah perusahaan. Ekuitas Merek
menurut Aeker dalam Liu, dkk. (2017):
a. Brand Awareness merupakan sejauh mana kemampuan konsumen dapat
mengenali suatu merek sebagai bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran
terhadap merek direfleksikan dalam kemapuan konsumen mengidentifikasi
merek dalam berbagai situasi yang berbeda.
b. Brand Loyalty merupakan ikatan antara konsumen dengan merek dan
merupakan dimensi utama dalam brand equity. Konsumen yang setia kan
memberikan manfaat seperti menciptakan hambatan bagi pemain baru untuk
masuk ke industri yang sama dan konsumen menjadi lebih luwes terhadap harga.
c. Brand Association menghubungkan antara informasi dalam benak konsumen
dengan merek tertentu. Konsumen akan menggunakan asosiasi untuk
memproses, mengorganisir dan menyimpan informasi dalam ingatannya hingga
semuanya dapat digunakan untuk menyederhanakan proses pegambilan
keputusan.
d. Perceived Quality merupakan persepsi yang ada di dalam benak konsumen
dalam memandang sebuah merek. Persepsi kualitas dalam konteks branding
sebagai persepsi konsumen terhadap kualitas keseluruhan atau keunggulan suatu
produk atau layanan. Hal tersebut terbentuk setelah konsumen dapat
membandingkan harapan yang ada dengan persepsi layanan yang sebenarnya
dirasakan