Thursday, July 11, 2024

Faktor-Faktor Atribut Toko

 

  1. Lokasi
    Lokasi yang strategis, mudah dicapai, pada lalu lintas yang tidak terlalu
    pada dan dilewati oleh trasportasi umum.
  2. Ragam dan Kualitas barang
    Meliputi macam-macam barang-barang yang dijual sekaligus kualitas
    yang ditawarkan.
  3. Harga
    Harga merupakan faktor penting sehinga perushaan retail harus
    menentukan harga yang terjangkau.
  4. Karyawan
    Toko Karyawan toko yang penuh pengetahuan terhadap produk dan sangat
    membantu konsumen, juga menentukan persepsi konsumen mengenai
    image toko.
  5. Layanan yang diberikan
    Bentuk-bentuk pelayanan misalnya, layanan siap antar, penerimaan kartu
    kredit dan debit, bisa menerima pembayaran kredit dan bahkan layanan
    kasir.
  6. Atribut fisik toko
    Fasilitas seperti AC, toilter yang nyaman, penempatan barang, rak-rak
    yang rapih dan tersusun sesuai kategori, lahan parkir dan pintu keluar yang
    dekat dan tempat pembayaran, juga menentukan citra baik atau buruk
    suatu toko.
  7. Suasana Toko
    Suasana toko yang menyenakan, misalnya, kebersihan, penerangan, aroma
    yang menyegarkan sekaligus relaxing dan warna yang atraktif dapat
    menentukan apakah konsumen akan tinggal dan berbelanja atau ingin
    cepat keluar dari tempat tersebut.

Ruang Lingkup Atribut Toko

 


Ruang Lingkup Atribut Toko Di dalam jurnal “Cultural influence on
loyality tendency and evaluation of retail store attributes.” (Seock dan Lin, 2011 :
96) mengutip teori Lindquist (1974) bersintesis mengenai konsep store attribute
menjadi 9 dimensi :

  1. Merchandising, yaitu mengenai barang-barang yang dijualnya
  2. Service, yaitu mengenai pelayanan yang diberikan
  3. Cliente, yaitu sifat pengunjung
  4. Physical facilities, yaitu fasilitas fisik yang tersedia
  5. Convenience, yaitu kenyamanan berbelanjan
  6. Promotion, yaitu promosi yang telah dilakukan
  7. Store atmosphere, yaitu mengenai atmosfir lingkukang toko
  8. Instituational factors, yaitu mengenai fakto-faktor institusi
    (kelembagaan)
  9. Past transacations, yaitu mengenai transaksi yang terdahulu.
    Dikarenakan keputusan konsumen sering diambil setelah berada di toko,
    karena informasi yang didapatkan konsumen diperoleh saat berbelanja di
    toko. Maka dari itu berbagai perusahaan sering membuat atribut toko
    (Store attribute) yang menarik (Sumarwan,2002:276)

Atribut Toko

 


Menurut Chang et, al (2015) store attributes dapat diartikan sebagai
lingkungan ritel yang menstimulasi keinginan konsumen untuk membeli yang
terdiri dari kualitas produk, kualitas jasa dan kualitas toko.
Menurut Nurdiyanto, A. D., & Ubaidillah, Z. S. N. (2019). Atribut toko
merupakan faktor eksternal yang mendorong konsumen berbelanja di ritel.
Beberapa kategori dalam atribut toko, antara lain lokasi, pelayanan, atribut fisik
toko, harga, barang-barang fesyen, suasana toko maupun hambatan kenyamanan
yang diperoleh konsumen ketika berbelanja.
Menurut Dinata, E. S., Maduwinarti, A., & Andayani, S. (2017). Atribut
toko adalah dapat menimbulkan suatu perasaan pada konsumen sehingga konsumen
tertarik untuk berbelanja. Pada umumnya toko yang baru menawarkan konsep yang
berbeda baik dari tata letak barang-barang, toko maupun sistem pelayanan.
Menurut Sumarwan (2002:276) dalam Manurung, J. A. (2013). Atribut
Toko adalah kepribadian sebuah toko. Kepribadian atau atribut toko
menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko
tertentu. Atribut toko (Store attributes) dapat dibangun melalui display produk,
suasana lingkungan toko, tata letak (layout).
Menurut Husein Umar (2007) dalam Sari, N. M., & Pratmutoko, B.
(2023). Atribut toko adalah keseluruhan atribut yang dirasakan oleh pembeli
melalui pengalamannya berbelanja dalam toko. Atribut toko dapat diaplikasikan
sesuai dengan bentuk dari toko tersebut, apakah itu supermarket atau hypermarket
atau bentuk ritel lainnya istilah lain dari atribut toko adalah atribut pengecer atau
atribut ritel

Indikator Orientasi Belanja

 

  1. Impulse Purchase Orientation
    Impulse Purchase Orientation pada orientasi belanja merujuk pada perilaku
    belanja yang dilakukan secara spontan tanpa direncanakan dengan baik.
    Pelanggan yang memiliki orientasi belanja ini cenderung melakukan
    pembelian impulsif karena mereka tergoda oleh produk yang dipajang atau
    dibuat "menarik". Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi orientasi belanja
    ini antara lain pencahayaan dan tampilan produk. Oleh karena itu, orientasi
    belanja Impulse Purchase Orientation dapat menjadi faktor penting dalam
    strategi pemasaran dan penjualan toko.
  2. Brand Orientation
    Brand Orientation dimana fokus utama adalah pada pengembangan merek
    sebagai pembeda dari pesaing. Namun, bagi konsumen, efek dari brand
    orientation mungkin terlihat pada kualitas dan pengalaman merek yang
    diberikan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan berhasil membangun citra
    merek yang kuat dan konsisten, konsumen mungkin akan lebih cenderung
    untuk mempercayai merek tersebut, membeli produk merek tersebut secara
    teratur, dan merekomendasikannya kepada orang lain. Oleh karena itu, brand
    orientation dapat berdampak positif pada persepsi dan keputusan pembelian
    konsumen.
  3. Quality Orientation
    Quality Orientation pada konsumen supermarket merujuk pada sifat dan
    tingkat kepekaan atau perhatian konsumen terhadap kualitas produk atau
    layanan di supermarket. Konsumen yang memiliki Quality Orientation
    cenderung lebih memperhatikan kualitas produk, termasuk bahan,
    keterampilan pembuatan, manfaat produk, dll. Sehingga pihak supermarket
    perlu memperhatikan hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan dan menjaga
    kepuasan konsumen.
    Menurut Siahaan,S.D.N. & Sitompul,H.P (2021). Orientasi Belanja terdiri
    dari 6 indikator yaitu :
  4. Shopping Orientation
    Orientasi atau sikap belanja yang dimiliki oleh konsumen dan berkaitan
    dengan preferensi, tujuan, nilai-nilai, motivasi dan perilaku pembelian.
  5. Brand Consciousness
    Kesadaran atau perhatian yang dimiliki oleh konsumen terhadap merek atau
    brand tertentu.
  6. Price Consciousness
    Kesadaran atau perhatian konsumen terhadap harga suatu produk.
    Konsumen yang memiliki price consciousness akan memperhatikan harga
    suatu produk dan cenderung memilih produk dengan harga yang lebih
    murah atau terjangkau.
  7. Shopping Confidence
    Kepercayaan atau keyakinan konsumen dalam berbelanja atau memilih
    produk. Konsumen yang memiliki shopping confidence cenderung lebih
    percaya diri dalam memilih produk dan membuat keputusan pembelian.
  8. Convinience/Time Consciouness
    Kebutuhan atau preferensi konsumen terhadap kenyamanan dan kemudahan
    dalam berbelanja. Konsumen dengan orientation ini biasanya akan
    memperhatikan faktor-faktor seperti lokasi toko, waktu operasional,
    kemudahan dalam mencari dan memilih produk, serta tingkat kemudahan
    dalam proses pembayaran dan pengiriman barang.
  9. Brand /Store Loyalty.
    Tingkat kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap suatu merek atau
    toko. Jika seorang konsumen memiliki brand/store loyalty yang tinggi,
    mereka cenderung memilih untuk membeli produk dari merek atau toko
    tertentu secara konsisten, bahkan jika ada pilihan lain yang tersedia

Dimensi Orientasi Belanja

 


Menurut Seock dalam Kusuma dan Septarini (2013) menyatakan bahwa
orientasi belanja memiliki tujuh dimensi, yaitu:

  1. Shopping enjoyment
    Yang merupakan kesenangan individu ketika melakukan belanja.
  2. Brand/fashion consciousness
    Yang merupakan kesadaran individu terhadap harga merek atau mode
    busana.
  3. Price consciousness
    Yang merupakan kesadaran individu terhadap harga produk.
  4. Shopping confidence
    Yang merupakan kepercayaan individu terhadap kemampuan
    berbelanjanya.
  5. Convinience/time consciuosness
    Yang merupakan kesadaran individu terhadap waktu dan kenyamanan
    ketika berbelanja.
  6. In-home shopping tendency
    Yang merupakan kecenderungan individu untuk melakukan pembelian
    dengan tidak keluar rumah.
  7. Brand/store loyalty
    Yang merupakan kesetiaan individu terhadap merek dan toko ketika
    melakukan kegiatan berbelanja

Orientasi Belanja

 


Menurut Thamizhvanan dan Xavier (2013) dalam Adriansyah, M. A., &
Rahman, M. T. (2022). Adalah orientasi terhadap merek. Terbentuknya
kepercayaan terhadap merek produk atau pada toko fisik maupun online akan
menumbuhkan rasa nyaman.
Menurut Solomon (2011) dalam Mardiah, A., Evanita, S., & Septrizola,
W.(2021). Shopping orientation atau orientasi belanja merupakan bentuk
ketertarikan seseorang yang memotivasinya untuk melakukan pembelian.
Menurut Siahaan,S.D.N. & Sitompul,H.P. (2021) Konsumen akan selalu
mempertimbangkan harga sebelum melakukan pembelian dan mengunjungi
berbagai toko online terlebih dahulu untuk membandingkan harga sebelum
memutuskan pembelian. Setelah itu faktor dominan yang mempengaruhi orientasi
berbelanja responden dalam penelitian ini adalah Convinience Consciousnessatau
kenyamanan berbelanja. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden dalam
penelitian ini menyukai berbelanja pada brandatau toko yang sudah disukai. Jika
konsumen sudah nyaman dan percaya terhadap suatu brand dan toko, maka
konsumen akan cenderung untuk melakukan pembelian yang sama pada toko atau
brand tersebut.
Menurut Imari et al (2017) menyatakan orientasi belanja sebagai gaya
pembelanja yang menempatkan penekanan khusus pada spesifik perbelanjaan
yang meliputi kegiatan belanja, ketertarikan dan pendapat, serta merefleksikan
pandangan perbelanjaan sebagai kompleks sosial, rekreasi dan fenomena
ekonomi.
Menurut Ikranegara (2017) Orientasi berbelanja seorang konsumen
mencerminkan pandangan konsumen secara sosial, ekonomi, budaya dan juga
tujuan pribadi dalam berbelanja, karena itu dipercaya bahwa orientasi
berbelanja konsumen juga dapat merefleksikan keadaan dan nilai ekonomi,
sosial, budaya, serta lingkungan konsumen itu sendiri

Pengaruh Ease Of Use Terhadap Pembelian Impulsive


Ease Of Use mejadi salah satu faktor yang menentukan keputusan
pembelian seseorang pada transaksi secara online karena konsumen yang ingin
melakukan pembelian secara online itu cenderung menuntut aktifitasnya lebih
mudah daripada harus ke tokonya langsung. Jadi, jika perusahaan membuat akses
transaksi secara online kemudian aksesnya itu sulit dan membuat bingung
konsumen itu malah akan membuat konsumen tidak jadi melakukan pembelian
begitupun dengan sebaliknya. Transaksi online dibuat awalnya untuk
memudahkan konsumen, oleh karena itu aksesnya harus mudah bukan sebaliknya.
Hal ini dikarenakan konsumen yang merasa lebih mudah dalam
mengakses sebuah website akan lebih meningkatkan keinginannya dalam
melakukan pembelian. Jika suatu website dari onlineshop itu sulit diakses maka
akan menurunkan niat beli dari konsumen karena banyak menemukan kendala
sebelum melakukan pembelian. Dalam proses transaksi dari sebuah website juga
harus mudah karena berkemungkinan konsumen batal membeli karena kesulitan
dalam transaksinya.
Menurut Hartono (2007) kemudahan (easy to use) didefinisikan sebagai
sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas
dari usaha. Dan nantinya faktor kemudahan ini akan berdampak pada perilaku,
yaitu semakin tinggi presepsi seseorang tentang kemudahan menggunakan sistem,
semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan teknologi informasi. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukanoleh Riski Armanti (2017) yang
menyatakan, kemudahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian secara online (Studi kasus pada pengguna media social Semarang)