Saturday, July 13, 2024

Aspek-Aspek Pembelian Impulsif

 


Berikut terdapat beberapa aspek penting dalam pembelian impulsif yang
dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Verplanken & Hebaradi (Qitbiyah, 2015
: 20) mengemukakan aspek pembelian impulsif yaitu:
a. Aspek Kognitif
Aspek ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang
meliputi:

  1. Kegiatan pembelian yang dilakukan tanpa pertimbangan harga suatu
    produk.
  2. Kegiatan pembelian tanpa mempertimbangkan suatu produk.
  3. Individu tidak melakukan perbandingan produk.
    b. Aspek Afektif
    Aspek ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang meliputi:
  4. Adanya dorongan perasaan untuk segera melakukan dorongan
    pembelian.
  5. Adanya perasaan kecewa yang muncul setelah melakukan pembelian.
  6. Adanya proses pembelian yang dilakukan tanpa perencanaan.

Tipe Pembelian Impulsif

 


Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen tidak memiliki rencana
mengenai suatu produk atau merek yang akan dibeli ketika memasuki toko.
Menurut Stren (Kusnawan, 2019 : 148) menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe
pembelian impulsif yaitu:

  1. Impulsif Murni (Pure Impulse)
    Pembelian karena loyalitas terhadap sebuah merk yang mempengaruhi
    status sosial seseorang.
  2. Impulsif Pengingat (Reminder Impulse)
    Pembelian produk yang biasa dibeli tetapi tidak terdaftar dalam list
    belanja.
  3. Impulsif Saran (Suggestion Impulse)
    Suatu produk baru yang baru ditemui dan menstimulasi keinginan
    konsumen untuk mencobanya.
  4. Impulsif Terencana (Planned Impulse)
    Respon konsumen terhadap beberapa insentif yang diperoleh ketika
    membeli produk (diskon).

Pengertian Pembelian Impulsif

 


Konsumen seringkali melakukan proses pembelian yang tidak direncanakan
untuk memenuhi kepuasan emosionalnya tanpa melihat konsekuensi negatif yang
didapat dari hasil pembelian tersebut. Menurut Mowen dan Minor (Fitrawaty dan
Hasibuan, 2018 : 22) "pembelian impulsif impulse purchase adalah tindakan
membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu
pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko”. Dapat
dikatakan bahwa impulse buying merupakan sesuatu yang alamiah dan merupakan
reaksi yang cepat. Menurut Sutisna (Fitrawaty dan Hasibuan (2018 : 23)
“pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengambil keputusan pembelian
yang mendadak”. Emosi dapat menjadi sangat kuat dan berlaku sebagai dasar dari
motif pembelian yang domain. Menurut Rook dan Gardner (Sari, 2014 : 57)
menjelaskan bahwa "pembelian impulsif didefinisikan sebagai pembelian yang
spontan yang ditandai dengan pengambilan keputusan yang relatif cepat”. 

Emosi Positif

 


Emosi adalah uji reaksi (positif atau negatif) dari sistem saraf yang
kompleks seseorang terhadap rangsangan eksternal maupun internal dan sering
dikonseptualisasikan sebagai dimensi umum, seperti pengaruh positif dan negatif
(Sarwono, 2012, Laros dan Steenkamp, 2005). Pada dasarnya pendekatan
psikologi mengajukan pandangannya mengenai perilaku manusia bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh lingkungannya. Menurut Park, et al.,(2006) emosi
adalah sebuah efek dari mood yang merupakan faktor penting konsumen dalam
keputusan pembelian. Faktor perasaan/emosi merupakan konstruk yang bersifat
temporer karena berkaitan dengan situasi atau objek tertentu.
Emosi diklasifikasikan menjadi dua dimensi emosi positif dan negatif.
Perasaan positif dapat didefenisikan sebagai pengaruh positif yang mencerminkan
sejauh mana seseorang merasa antusias, aktif, dan waspada. Ini adalah kondisi
energi tinggi, konsentrasi penuh, dan keterlibatan yang menyenangkan (Baron dan
Byrne, 2003).
Emosi positif dapat ditimbulkan oleh suasana hati individu yang sudah ada
sebelumnya, disposisi afektif, dan reaksi terhadap lingkungan (misalnya item
yang diinginkan, promosi penjualan). Emosi sangat mempengaruhi tindakan
termasuk pembelian impulsif (Beatty dan Ferrell, 1998; Hausman, 2000; Rook
dan Gardner, 1993; Youn dan Faber, 2000 dalam Park 2006). Apalagi bila
dibandingkan dengan emosi negatif, konsumen dengan emosi positif dipamerkan
pembelian impulsif lebih besar karena perasaan menjadi tidak dibatasi, keinginan
untuk menghargai diri konsumen sendiri, dan tingkat energi yang lebih tinggi
(Rook dan Gardner, 1993).
Saat berbelanja di dalam toko, emosi dapat mempengaruhi niat pembelian
dan pengeluaran sebagai persepsi kualitas, kepuasan, dan nilai (Babin dan Babin,
2001 dalam Park 2006 ). Beatty dan Ferrell (1998) menemukan emosi positif
konsumen dikaitkan dengan dorongan untuk membeli secara impulsif. Hal ini
mendukung temuan sebelumnya bahwa pembelian impulsif lebih emosional
dibandingkan dengan pembelian non impulsif (Weinberg dan Gottwald, 1982
dalam Park, 2006).
Karena pembeli impulsif menunjukkan perasaan positif yang lebih besar
(misalnya kesenangan, kegembiraan, sukacita), mereka sering menghabiskan lebih
saat berbelanja (Donovan dan Rossiter, 1982 dalam Park, 2006). Selain itu,
pembelian pakaian yang tidak direncanakan memenuhi kebutuhan emosional
berasal dari interaksi sosial yang melekat dalam pengalaman berbelanja (Cha,
2001 dalam Park,2006). Oleh karena itu, emosi konsumen dapat menjadi faktor
penting untuk memprediksi pembelian impulsif di toko ritel.
Mehrabian dan Russel (1974) dalam Semuel (2004) menyatakan bahwa
respon afektif lingkungan atas perilaku pembelian dapat duraikan dalam 3 (tiga)
variabel yaitu:
a. Pleasure
Pleasure mengacu pada tingkat di mana individu merasakan baik, penuh
kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut. Pleasure
diukur dengan penilaian reaksi lisan ke lingkungan (bahagia sebagai lawan
sedih, menyenangkan sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai
lawan tidak puas, penuh harapan sebagai lawan berputus asa, dan santai
sebagai lawan bosan). Konseptualisasi terhadap pleasure dikenal dengan
pengertian lebih suka, kegemaran dan perbuatan positif.
b. Arousal
Arousal mengacu pada tingkat di mana seseorang merasakan siaga,
digairahkan, atau situasi aktif. Arousal secara lisan dianggap sebagai
laporan responden, seperti pada saat dirangsang, ditentang, atau
diperlonggar (bergairah sebagai lawan tenang, hiruk pikuk sebagai lawan
sepi, gelisah/gugup sebagai percaya diri, mata terbuka sebagai lawan
mengatuk) dan dalam pengukurannya digunakan metode semantic
differential, dan membatasi arousal sebagai sebuah keadaan perasaan yang
secara langsung ditaksir oleh laporan verbal. Beberapa ukuran non verbal
telah diidentifikasi dapat dihubungkan dan sesungguhnya membatasi
sebuah ukuran dari arousal dalam situasi sosial.
c. Dominance
Dominance ditandai dengan laporan responden yang merasa dikendalikan
sebagai lawan mengendalikan, mempengaruhi sebagai lawan dipengaruhi,
terkendali sebagai lawan diawasi, penting sebagai lawan dikagumi,
dominan sebagai lawan bersikap tunduk, dan otonomi sebagai lawan
dipandu.

Kecenderungan Konsumsi Hedonik

 


Hirschman dan Holbrook dalam Park et al., (2006) menyatakan bahwa
konsumsi hedonik adalah salah satu segi dari perilaku konsumen yang
berhubungan dengan aspek multi-sensori, fantasi, dan emosi dalam
pengalaman yang dikendalikan oleh berbagai manfaat seperti kesenangan
dalam menggunakan produk.
Sherry (1990) dalam Park et al., (2006) mengatakan tawar menawar
merupakan bentuk pengalaman berbelanja yang berhubungan dengan kenikmatan
dalam berbelanja. Hal ini menyimpulkan bahwa pengalaman berbelanja
mungkin menjadi lebih penting dibanding sekedar memperoleh produk.
Konsumen dalam berbelanja juga didorong oleh motivasi hedonis yang tidak
hanya berkaitan belanja karena hanya membeli tetapi juga menghabiskan waktu
dengan teman-teman, mengikuti tren dan diskon terbaru. Hal ini membutuhkan
stimulus pada sensorik dan gratifikasi, serta terlibat dalam aktivitas fisik seperti
untuk motif pribadi atau sosial (Tauber1972 dalam Gultekin dan Ozer, 2012).
Pembelian impulsif memainkan peran penting dalam memenuhi keinginan
hedonis yang terkait dengan konsumsi hedonis (Hausman, 2000; Piron, 1991;
Rook, 1987 dalam Park et al., 2006). Peran ini mendukung hubungan konseptual
antara motivasi hedonis belanja dan perilaku pembelian impulsif. Artinya,
konsumen lebih mungkin terlibat dalam pembelian impulsif ketika mereka
termotivasi oleh keinginan hedonis atau dengan alasan non ekonomi, seperti
menyenangkan, fantasi, dan sosial atau kepuasan emosional (Hausman, 2000;
Rook, 1987). Tujuan dari pengalaman belanja adalah untuk memenuhi kebutuhan
hedonik, produk yang dibeli selama kunjungan tampaknya dipilih tanpa
perencanaan sebelumnya dan mewakili suatu peristiwa pembelian impulsif.
Perilaku pembelian impulsif berorientasi fashion termotivasi oleh versi baru dari
gaya fashion dan arti penting citra merek yang mendorong konsumen sebagai
pengalaman belanja hedonik (Goldsmith dan Emmert, 1991 dalam Park, 2006).
Peran ini mendukung hubungan konseptual antara motivasi hedonik
belanja dan perilaku pembelian impulsif. Selain itu, kecenderungan konsumsi
hedonik dapat bertindak sebagai mediator untuk menentukan terjadinya perilaku
pembelian impulsif (Park et al.,2006)

Pembelian Impulsif

 


Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek
tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, biasanya
karena adanya ransangan yang menarik dari toko tersebut (Utami, 2010).
Penelitian memperlihatkan bahwa tindakan pembelian impulsif dapat
mencerminkan suatu jenis perilaku yang berbeda secara psikologis. Menurut Rook
dalam Engel, Blacwell dan Miniard (1995), pembelian impulsif terjadi ketika
konsumen mengalami desakan tiba-tiba yang biasanya kuat dan menetap untuk
membeli sesuatu dengan segera.
Menurut Mowen dan Minor (2001) dalam Gültekin dan Özer (2012)
definisi pembelian impulsif adalah tindakan membeli yang dilakukan tanpa
memiliki masalah sebelumnya atau maksud atau niat membeli yang terbentuk
sebelum memasuki toko. Intinya pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai
pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai
suatu benda. Dengan kata lain faktor emosi merupakan ”tanda masuk” ke dalam
lingkungan dari orang-orang yang memiliki gairah yang sama atas segala sesuatu
barang.
Cobb and Hoyer, (1986) mengemukakan bahwa pembelian impulsif
seringkali melibatkan komponen hedonik atau affektive. Pembelian impulsif
terjadi ketika konsumen merasakan adanya dorongan yang kuat untuk membeli
sesuatu dengan segera. Dorongan yang dirasakan oleh konsumen berkaitan
dengan motivasi konsumen untuk membeli barang secara hedonik yang mungkin
menimbulkan konflik secara emosional. Konsumen yang mengkonsumsi barang
atau jasa secara impulsif biasanya tidak mempertimbangkan konsekuensi dari
keputusan yang dibuat tersebut (Rook, 1985 dalam Hausman, 2000).
Pembelian impulsif menurut Rook (1985) dikaitkan dengan elemen
sebagai berikut; permulaan dari perilaku sebelumnya, sifat yang dapat
menyebabkan seorang individu merasakan secara temporer di luar kontrol dan
konflik psikologi yang mugkin terjadi. Sering konsumen merasa nyaman terhadap
produk yang merupakan objek impulsif. Reaksi impulsif sebagai suatu kondisi
yang melibatkan antara kesenangan dan realitas.

Pengertian Atmosfer Toko

 


Menurut utami, (2010;255) Suasana toko ( Store Atmosfer ) merupakan kombinasi
dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, tata leta, pencahayaan, pemajangan, warna,
music, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen,
melalui suasana toko yang sengaja diciptakan para ritel, ritel harus berupaya untuk
mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga maupun ketersediaan
barang-barang dagang yang bersifat fashionable.
Menurut Ma’ruf, Atmosfer dalam toko yang nyaman membuat konsumen nyaman
dalam memilih barang belanjaan. Oleh karena itu semakin nyaman sebuah toko, maka
semakin lama konsumen menghabiskan waktu di dalam toko dan itu memperbesar peluang
impulse buying, dan atmosfer toko merupakan salah satu marketing mix dalam gerai yang
berperan penting dalam memikat pembeli, membuat mereka nyaman dalam memilih barang
belanjaan, dan mengingatkan mereka produk apa yang ingin dimiliki baik untuk keperluan
pribadi, maupun untuk keperluan rumah tangga.(dalam Hafizh)
Berdasarkan beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa atmosfer toko merupakan
salah satu bagian dari bauran ritel yang memiliki arti yang sangat penting dalam
menjalankan bisnis ritel. Dengan adanya suasana toko yang baik, maka akan menari
pengunjung dan melakukan pembelian.