Wednesday, July 11, 2018

Prinsip – prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process (AHP) (skripsi dan tesis)




Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1970-an merupakan suatu metode dalam pemilihan alternatif-alternatif dengan melakukan penilaian komparatif berpasangan sederhana yang digunakan untuk mengembangkan prioritas-prioritas secara keseluruhan berdasarkan ranking (Marimin, 2004).
AHP adalah prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk evaluasi atribut-atribut kualitatif. Atribut-atribut tersebut secara matematik dikuantitatif dalam satu set perbandingan berpasangan, yang kemudian digunakan untuk mengembangkan prioritas-prioritas secara keseluruhan untuk penyusunan alternatif-alternatif pada urutan ranking / prioritas.
Kelebihan AHP dibandingkan dengan metode yang lainnya karena adanya struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub- sub kriteria yang paling mendetail. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi  inkonsistensi  berbagai  kriteria  dan  alternatif  yang  dipilih  oleh  para pengambil keputusan (Marimin, 2004).
Karena menggunakan input persepsi manusia, model ini dapat mengolah data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Jadi kompleksitas permasalahan yang ada di sekitar kita dapat didekati dengan baik oleh model AHP ini. Selain itu AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-objektif dan multi- kriteria yang didasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hierarki. Jadi model ini merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komperehensif.
Ada  beberapa  prinsip  yang  harus  dipahami  dalam  menyelesaikan  persoalan dengan AHP, diantaranya adalah : decomposition, comparative judgement, synthesis of priority dan logical consistency (Mulyono, 2007).

3.1.1 Decomposition

Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarchy). Ada dua jenis hirarki yaitu lengkap dan tak lengkap. Dalam hirakri lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, dinamakan hirarki tak lengkap (Mulyono, 2007).
3.1.2 Comparative Judgement

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen- elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih baik bila disajikan dalam bentuk matriks  yang  dinamakan  matriks  pairwise  comparison.  Pertanyaan  yang  biasa diajukan dalam penyusunan skala kepentingan adalah (Mulyono, 2007):
a.   Elemen mana yang lebih (penting/disukai/mungkin) ?, dan b.   Berapa kali lebih (penting/disukai/mungkin) ?
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, seseorang yang akan memberikan jawaban perlu pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Dalam penyusunan skala kepentingan ini, digunakan acuan seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Skala prioritas dalam AHP


Tingkat Kepentingan

Definisi

Keterangan
1
Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh sama besar.
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen.
5
Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya
Pengalaman dan penilaian dengan kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya.
7
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam kenyataan.
9
Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang menguatkan.
2,4,6,8
Nilai-nilai di antara dua pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua komponen di antara dua pilihan.
Kebalikan
Jika untuk aktifitas ke-imendapat suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitaske-j, maka jmempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i.
Sumber : Saaty dalam Sheega et al (2012)

Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting daripada j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama pentingnya.
3.1.3 Synthesis of Priority
Dari setiap pairwise comparison kemudian dicari eigen vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting (Mulyono, 2007).
3.1.4 Logical Consistency

Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Aspek-aspek yang diukur dalam Balanced Scoredcard (skripsi dan tesis)



Model Balanced Scorecard (gbr 2.1) yang dibuat Kaplan dan Norton terbagi menjadi 4 perspektif. Di bawah ini, akan dijelaskan mengenai keempat perspektif tersebut diatas (Kaplan dan Norton dalam Yuwono dkk, 2007):
1)      Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
Dalam Perspektif keuangan, perusahaan mengukur kemampuan laba dan nilai pasar (Market Value) di antara perusahaan-perusahaan lain, sebagai indikator seberapa baik perusahaan memuaskan pemilik dan pemegang saham. Tolok ukur kinerja keuangan menunjukkan apakah stategi implementasi dan eksekusi perusahaan memberikan kontribusi pada perbaikan laba.
Menurut Kaplan dan Norton (2000), Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu:
a)      Bertumbuh (Growth)
Pada tahapan ini, perusahaan menghasilkan produk-produk dengan prospek yang cukup baik dan memiliki produk dan jasa yang secara signifikan mempunyai potensi pertumbuhan terbaik. Untuk mendukung perkembangan produk-produk mereka, perusahaan harus mengerahkan sumber daya yang dimiliki, misalnya dengan cara membangun dan memperluas berbagai fasilitas, jaringan distribusi dan prasarana. Tolok ukur kinerja yang cocok dengan tahap ini adalah tingkat pertumbuhan penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.
b)      Bertahan (Substain)
Pada tahapan ini, perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya. Perusahaan juga masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyratkan tingkat pengembalian terbaik. Di tahap ini sasaran keuangan diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
c)      Menuai
Pada tahapan ini, produk-produk yang dihasilkan perusahaan sudah mencapai titik jenuh. Disaat inilah perusahaan benar-benar menuai hasil investasi ditahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas masuk dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.
Tujuan perspektif keuangan menggambarkan tujuan jangka panjang perusahaan : pengembalian modal investasi yang tinggi dari setiap unit bisnis. Oleh sebab Itu penerapan Balanced Scorecard membantu tercapainya tujuan yang penting ini.
Balanced Scorecard memungkinkan eksekutif senior disetiap unit bisnis untuk menerapkan bukan hanya ukuran yang mengevaluasi keberhasilan jangka panjang perusahaan, tetapi juga berbagai variabel yang dianggap paling penting untuk menciptakan dan mendorong tercapainya tujuan jangka panjang.
2)       Perspektif Pelanggan (Customer Perspective)
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan mungukur mutu, pelayanan dan rendahnya biaya dibandingkan dengan perusahaan lainnya sebagai indikator seberapa baik perusahaan memuaskan pelanggan. Nilai pelanggan, menurut Kaplan dan Norton dapat dirumuskan dengan persamaan berikut (Kaplan dan Norton, 2000):
Nilai = Fungsi + Mutu + Citra + Harga + Waktu + Hubungan
Fungsi adalah manfaat generik produk kita bagi pelanggan; Mutu adalah daya kesesuaian dengan standar permintaan pelanggan; Citra adalah daya tarik produk bagi pelanggan yang tercipta karena proses komunikasi pemasaran; Harga merupakan perbandingan nilai relatif dengan produk pesaing; Waktu adalah ketersediaan dan kecepatan proses pemenuhan kebutuhan pelanggan dan hubungan merupakan dimensi antar manusia dalam proses bisnis dengan pelanggan.
Perspektif pelanggan berfokus pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya agar berhasil, tidak cukup hanya dengan mengetahui pelanggan dan harapan mereka. Suatu organisasi juga harus memberikan insentif kepada manajer dan karyawan yang dapat memenuhi harapan pelanggan. Bill Mariot mengatakan “Perhatikanlah karyawan anda dan mereka akan memperhatikan pelanggan anda.”
Tolok ukur yang biasa dipakai perusahaan untuk menilai kinerja perusahaannya dari perspektif pelanggan, adalah (Kaplan dan Norton, 2000):
a)      Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)
Menunjukkan apakah perusahaan memenuhi harapan pelanggan atau bahkan menyenangkannya.
b)      Retensi pelanggan (Customer Retention)
Menunjukkan bagaimana baiknya perusahaan berusaha mempertahankan pelanggan.
c)      Pangsa pasar (Market Share)
Mengukur proporsi perusahaan dari total usaha dalam pasar tertentu.
d)     Kemampuan laba Pelanggan
Pelanggan yang memberikan keuntungan kepada perusahaan. Mempunyai pelanggan yang puas dan setia dari pangsa pasar adalah baik, tetapi pencapaian tersebut tidak menjamin kemampuan laba.
3)       Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspective)
Dalam perspektif proses bisnis internal, agar dapat mencapai tujuan finansial perusahaan dan memberikan kepuasan kepada pelanggan maka manajer harus mengidentifikasi proses-proses bisnis internal yang penting yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan.
Proses bisnis suatu perusahaan secara umum dikelompokkan kedalam tiga bagian (Kaplan dan Norton, 2000):
a)        Inovasi
Dalam proses ini, perusahaan melakukan identifikasi terhadap kebutuhan pelanggan dengan cara merumuskan metode/strategi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Tolok ukur yang dapat digunakan adalah banyaknya produk baru yang dikembangkan oleh perusahaan secara relatif dibandingkan dengan pesaingnya, besarnya penjualan produk baru, jangka waktu yang diperlukan untuk mengembangkan produk serta break even time.
b)        Proses Operasi
Pada tahap ini, serangkaian kegiatan dilakukan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggannya. Proses ini menekankan efisiensi, konsistensi dan ketepatan waktu dalam penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan.
c)        Layanan Purna Jual (Post Sale Service)
Ini merupakan bagian terakhir dari rangkaian proses bisnis internal, dimana layanan purna jual meliputi garansi dan kegiatan perbaikan, perawatan dan pengembalian serta proses akhir.
4)       Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Prspektif keempat dari Balanced Scorecard, pembelajaran dan pertumbuhan, mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Tiga sumber utama pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan datang dari manusia, sistem, dan prosedur perusahaan.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dimasukkan sebagai salah satu indeks pengukuran kinerja dengan tujuan untuk mendorong perusahaan menjadi organisasi pembelajaran (learning organization) sekaligus mendorong perusahaan untuk bertumbuh. Hal ini merupakan faktor utama pendorong dihasilkannya kinerja perusahaan yang istimewa dalam tiga perspektif yang lain.
Tolok ukur untuk menilai kinerja para pekerja adalah kepuasan karyawan, retensi karyawan, produktivitas karyawan (Kaplan dan Norton, 2000), dan ditambahkan faktor pendorong yang dapat disesuaikan dengan situasi tertentu yakni: kompetensi staf (contoh: keahlian strategi, tingkat pelatihan, peningkatan keahlian), infrastruktur teknologi (contoh: basis data strategis, pengalaman, hak paten, hak cipta) dan iklim untuk bertindak (contoh: pemberdayaan staf, kerjasama tim, moral, fokus strategis). Adapun yang menjadi tolok ukur didalam perspektif ini, menurut Yuwono Et.al (2007) adalah:
a)      Kemampuan Sistem Informasi ( Information System Ability)
Jika karyawan dituntut untuk menjadi efektif dalam persaingan yang ada, mereka membutuhkan informasi yang baik dalam berbagai hal, seperti pelanggan, proses bisnis internal, konsekuensi keuangan dan keputusan yang mereka pilih. Untuk dapat memperoleh informasi yang baik maka dibutuhkan sistem informasi yang baik. Selain itu motivasi dan keahlian karyawan sangat diperlukan untuk meraih target yang yang telah ditetapkan.
b)      Iklim Organisasi ( Organization Climate)
Walaupun setiap karyawan terlatih dengan baik dan memiliki akses informasi yang baik, belum tentu akan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan organisasi jika mereka tidak mempunyai motivasi untuk bertindak dalam lingkup ketertarikan yang mendalam terhadap organisasi atau jika mereka tidak diberikan kebebasan untuk membuat keputusan dan bertindak.
c)      Kemampuan Karyawan ( Employee Capabilities)
Pengukuran kemampuan karyawan meliputi tiga kelompok yaitu (Himawan, 2005):
(1)   Tingkat Kepuasan Karyawan
      Dalam tingkatan ini, perusahaan mengakui bahwa moral karyawan adalah penting untuk memperbaiki produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan, dan tanggapan terhadap situasi. Manajer dapat mengukur kepuasan karyawan dengan mengirim survei, mewawancarai karyawan, mengamati karyawan pada saat kerja.


(2)   Tingkat Retensi Karyawan
      Dalam tingkatan ini, perusahaan membuat investasi jangka panjang dalam diri para karyawan sehingga setiap kali ada karyawan berhenti yang bukan atas keinginan perusahaan merupakan suatu kerugian modal intelektual bagi perusahaan. Para pekerja yang bekerja dalam jangka yang lama dan loyal membawa nilai perusahaan, pengetahuan tentang berbagai proses organisasional, dan diharapkan sensitivitasnya terhadap kebutuhan para pelanggan.
(3)   Tingkat Produktivitas Karyawan
      Merupakan suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral, dan keahlian karyawan, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuan produktivitas karyawan adalah untuk membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para karyawan dengan jumlah karyawan yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut.

Pengertian Balanced Scorecard (skripsi dan tesis)



Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu nilai (scorecard) dan balanced (berimbang), maksudnya adalah kartu nilai untuk mengukur kinerja personil yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan sebagai evaluasi. Balanced artinya berimbang, dalam hal ini kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal. Karena itu jika kartu skor/nilai personil digunakan untuk merencanakan nilai yang hendak diwujudkan di masa depan, personil tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non-keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat internal dan kinerja yang bersifat eksternal (fokus komprehensif) (Rusydiawan dan Krisnadi, 2011).
      Menurut (Mulyadi, 2007), Balanced Scorecard adalah metode alternatif yang digunakan perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan secara lebih komperhensif, tidak hanya terbatas pada kinerja keuangan, namun meluas ke kinerja non keuangan, seperti perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Sementara itu menurut Gasperse (2007), konsep Balanced Scorecard (BSC) diperkenalkan pertama kali oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton  pada tahun 1992 yang melaporkan suatu metodologi penelitian kinerja yang berorientasi pandangan strategi ke masa depan.
      Pada awal perkembangannya, BSC hanya ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990an eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif mengabaikan kinerja non keuangan seperti kepuasan pelanggan, produktifitas, dan kefektifan proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan pemberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan pelanggan.
      BSC menerjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam tujuan konkrit terorganisasi disepanjang jalur 4 perspektif yang berbeda: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan prinsip dasar BSC yang memfokuskan pada pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan, maka perusahaan akan mengamankan posisi financial di masa depannya (Rusydiawan dan Krisnadi, 2011).
Balance Scorecard tidak saja digunakan sebagai kinerja namun berkembang lebih lanjut sebagai sistem manajemen strategi ( Yuwono et el, 2007).

G


Rumah Sakit (skripsi dan tesis)



Rumah Sakit adalah institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan Gawat inap, Gawat jalan, Gawat Darurat dan pelayanan tindakan medik lain serta dapat sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan sarana penelitian.
      Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
      Menurut UU RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Kesehatan, maka pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan:
1.      Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
2.      Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.
3.      Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
4.      Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit.
Selain itu rumah sakit juga merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Pembangunan rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan rujukan kesehatan secara terpadu serta meningkatkan dan memantapkan manajemen rumah sakit yang meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, penggerakan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan. Dalam rangka meningkatkan mutu rumah sakit, penyelenggaraannya harus memperhatikan standar yang disesuaikan dengan kelas/ tipe rumah sakit yaitu:
1.    Standar Manajemen
Rumah sakit merupakan bagian dari jejaring pelayanan kesehatan untuk mencapai indikator kinerja kesehatan yang ditetapkan daerah. Oleh karena itu, rumah sakit harus mempunyai hubungan koordinatif, kooperatif dan fungsional dengan dinas kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.
2.    Standar Pelayanan
a.        Pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik, seperti pelayanan medik penyakit dalam, dedah, kebidanan dan kandungan serta kesehatan anak.
b.       Pelayanan medik spesialistik lainnya seperti poli mata, telinga, hidung dan tenggorokan (THT), kulit dan kelamin, kesehatan jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf, dan orthopedi.
c.        Pelayanan medik sub spesialistik seperti pelayanan medik umum yang tidak tertampung oleh pelayanan medik spesialistik yang ada.
d.       Pelayanan penunjang medic seperti Radiologi, Laboratorium, Anestesi, Gizi, Farmasi, Rehabilitasi medik.
e.        Pelayanan keperawatan.
f.        Pelayanan administrasi dan umum.
      Di Indonesia dikenal tiga jenis rumah sakit sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam rumah sakit, yaitu Rumah Sakit Pemerintah (Rumah Sakit Pusat, Rumah Sakit Provinsi, Rumah Sakit Kabupaten), Rumah Sakit BUMN/ABRI, dan Rumah Sakit Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA). Jenis rumah sakit yang kedua adalah Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kangker dan sebagainya). Jenis Rumah Sakit yang ketiga adalah Rumah Sakit kelas A, kelas B (pendidikan dan non pendidikan), Rumah Sakit kelas C, dan Rumah Sakit kelas D.
      Kelas rumah sakit juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada rumah sakit kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk subspesialistik. Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. Rumah sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak). Rumah sakit kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar.

Perilaku Orang Utan (skrispi dan tesis)


   Orangutan bersifat arboreal, artinya hewan itu menghabiskan besar waktunya di pohon untuk bergerak, makan dan beristirahat. Akan tetapi, ada beberapa kejadian, terutama di Borneo, yang menunjukkan Orangutan jantan dewasa berpipi (cheekpad/flanged male) beraktiitas di tanah. Saat beristirahat (terutama tidur di malam hari) Orangutan biasanya membuat sarang di pohon yang dibuat dari ranting pahon dan daun.
     Orangutan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada cabang-cabang pohon, atau yang biasa di panggil brachiating. Mereka juga dapat berjalan dengankedua kakinya, namun jarang sekali ditemukan. Orangutan tidak dapat berenang.
Beberapa fakta menarik mengenai Orangutan:
a.       Orangutan dapat memegang benda dengan tangan atau kakinya.
b.      Orangutan jantan terbesar memiliki rentangan tangan (panjang dari satu ujung tangan yang lain jika kedua tangan direntangkan) mencapai 2,3 m.
c.       Orangutan jantan dapat membuat panggilan jarak jauh yang dapat didengar dalam radius 1 km. Digunakan untuk menandai/mengawasi arealnya, memanggil sang betina., mencegah Orangutan jantan lainnya yang mengganggu. Mereka mempunyai kantung tenggorokan yang besar yang membuat mereka mampu melakukannya.
d.      Setiap petang, mereka membuat sarang di atas pohon.
Orangutan hidup semi soliter (cenderung sendiri). Aktivitas harian dimulai dengan bangun pagi saat matahari terbit (sekitar pukul 05:00-06:00), untuk kemudian mencari makan, berjalan, beristirahat dan diakhiri dengan membuat sarang setelah matahari terbenam (sekitar pukul 17:00-18:00). Dalam satu hari, Orangutan mampu menjelajah sejauh 1 sampai 2 km, tergantung pada ketersediaan sumber pakan. Selain itu, daerah jelajah jantan sangat ditentukan oleh sebaran betina dewasa.
Aktivitas harian yang dilakukan Orangutan dimulai dari meninggalkan sarang tidur pada pagi hari dan diakhiri dengan membuat sarang kembali dan tidur pada sore hari (Galdikas, 1984). Keberadaan pohon sarang juga menjadi kebutuhan yang penting bagi Orangutan, di beberapa tempat penelitian diketahui terdapat prefernsi pohon sarang pada Orangutan (Prasetyo dkk, 2007). Tumbuhan yang ada di Taman Nasional Sebangau tercatat sekitar 10 taksa yang dimanfaatkan Orangutan untuk bersarang. Taksa tersebut diantarana seperti Camnosperma, Shorea, Lithocarpus, Eugenia, Palaquium, Elaeocarpus, Chrysobalanaceae, Nephelium, Diospyros, dan Garcinia (Ancrenas, 2007).
Sepanjang setelah keluar dari sarang tidur, biasanya Orangutan melakukan seruan panjang (long call). agar diketahui keberadannya di lokasi tersebut oleh Orangutan lainnya yang berada disekitarnya. Selain itu, Orangutan juga melakukan buang air kecil (kencing) dan air besar. Aktivitas selanjutnya adalah bergerak pindah untuk mencari makanan pada pohon pakan. Variasi musim dan ketersediaan buah mempengaruhi aktivitas Orangutan (Mackinnon, 1974).
Penjelajahan adalah pergerakan (bergerak pindah) satwa dalam kutun waktu tertentu dan jarak tertentu. Jelajah harian adalah jarak yang ditempuh Orangutan, sejak meninggalkan sarang tidur (pagi) sampai kembali membuat sarang tidur (sore). Daerah jelajah adalah suatu daerah dimana Orangutan tertentu pernah dilihat dan bergerak pindah dalam kurun waktu tertentu. Di hutan dataran rendah Ketambe, TN Gn. Leuser, Aceh Tenggara, Sumatera, diketahui jantan dewasa bergerak lebih jauh per harinya (antara 600-1.000 m) daripada etina dewasa (600-700 m). Perbedaan jarak jelajah juga terlihat antara jantan berpipi dan jantan tidak berpipi, serta pada saat Orangutan berpasangan atau sendirian (soliter).
     Bila sendirian, jantan berpipi jarak jelajahnya lebih dekat (pendek), rata-rata 628,53 m/hari dibanding jantan tidak berpipi yang memiliki jarak jelajah lebih jauh mencapai 1033,9 m/hari. Sebaliknya, bila sedang berpasangan dengan betina dewasa, yang berpipi lebih jauh jarak jelajahnya (rata-rata 976,8 m/hari) dibandingkan dengan yang tidak berpipi hanya rata-rata 635,43 m/hari. Kondisi ini menunjukkan jarak jelajah harian Orangutan dewasa dipengaruhi oleh adanya Orangutan betina dan jantan berpipi lebih jauh penjelajahannya untuk mempertahankan betina tetap berada bersamanya.
     Daerah jelajah antar individu Orangutan saling tumpang tindih dan dapat melewati beberapa habitat, yaitu dari habitat (hutan) dataran rendah sampai perbukitan (Lelono, 1998). Orangutan memilih daerah jelajahanya berdasar kepentingan terkait produktivitas makan yang baik dan juga kepentingan reproduksi. Luas daerah jelajah Orangutan mencapai 900-1000 ha. Sedangkan hasil penelitian di hutan rawa Suaq Balimbing, TN Gn. Leuser, Aceh Selatan, daerah jelajah jantan minimum sekitar 2500 ha (Singletan dan van Schaik, 2001). Daerah jeajah ini dapat mendukung kehidupan sampai beberapa tahun, bahkan menggabungkn daerah jelajah dari dua atau lebih betina siap kawin, sehingga sering terjadi tumpang tindih daerah jelajah jantan betina (Sugardjito, 1986; Rodman, 1973; Rijksen, 1978, dan Rodman dan Mitani, 1987).
     Dari hasil penelitian jangka panjang tentang pola jelajahnya, secara umum ada 3 tipe Orangutan , yaitu:
a.       Penetap, individu yang sebagian besar waktunya dalam setiap tahun dihabiskan di kawasan tertentu (Rijksen, 1978). Biasanya mereka meguasai daerah jelajah sekitar 2-10 kilometer persegi dengan kualitas habitat yang tinggi dan umumnya mereka adalah individu dengan status sosial yang tinggi dan umumnya mereka adalah individu dengan status sosial yang tinggi (betina dewasa dan anaknya; jantan dewasa);
b.      Penglaju, individu yang secara teratur selama beberapa minggu atau beberapa bulan menetap di satu kawasan untuk kemudian pindah ke kawasan lain atau nomadis (umumnya jantan dewasa dan muda) (Rijksen dan Meijaard, 1999).
Menurut Galdikas (1982) dan Suhandi (1988) Orangutan berperan penting dalam keseimbangan ekosistem dengan memencarkan biji-biji dari dari tumbuhan yang penyebarannya tergantung oleh primata itu. Meskipun bukan mamalia terbang, Orangutan merupakan hewan arboreal yang berukuran besar, memiliki daerah jelajah yang luas, dan masa hidup pajang sehingga berperan penting dalam pemencaran biji.
     Sebagai makhluk hidup yang sangat tergantung pada keberadaan hutan, Orangutan dapat dianggap sebagai wakil terbaik dari struktur keanekaragaman hayati hutan hujan tropis yang berkualitas tinggi. Oleh karenanya, Orangutan dapat dijadikan sebagai spesies payung (umbrella species) untuk konservasi hutan hujan tropis. Hutan yang dihuni Orangutan dengan kepadatan 1-5 ekor/km2 dapat menyediakan habitat bagi paling sedikit 5 jenis burung rangkong (hornbills), 50 jenis pohon buah-buahan, 15 jenis liana, dan berbagai jenis hewan lainnya.

Makanan Orangutan (skripsi dan tesis)


Pada kondisi alami, orangutan lebih banyak mengonsumsi buah dibandingkan jenis pakan lainnya. Saat ketersediaan buah menurun, orangutan juga mengonsumsi berbagai pakan lainyang dapat ditemui. Pakan lain yang dikonsumsi orangutan adalah daun, pucuk, bunga, epifit, liana, kulit kayu (Galdikas 1984; Sinaga 1992), dan tanah (Meijaard et al. 2001). Pada beberapa kasus, orangutan juga mengonsumsi kukang (Nycticebuscoucang) (Utami & van Hooff 1997). Di tempat yang liar, Orang utan sehari harinya mendiami hutan dan makanan pokoknya adalah buah- buahan, biji – bijian, dan daun–daunan hijau (Walker, 1954; villee et al., 1968; Sajuthi, 1983).

Distribusi Geografis dan Variasi Kepadatan Orang Utan (skripsi dan tesis)


Orang utan adalah satu – satunya genus kera besar di Asia yang masih hidup sampai sekarang. Genus ini terdiri dari dua spesies yaitu pongo pygmaeus  (orangutan Kalimantan) dan Pongo abelii (orangutan Sumatra). Bukti fosil menunjukan bahwa  Orang utan tersebar relatif besar, meliputi Jawa, beberapa daerah di wilayah Cina dan juga daerah sebarannya sekarang yaitu di pulau – pulau Kalimantan dan sumatera (Hooijer, 1960 dalam Galdikas, 1984). Selain itu, spesies fosil, P. hooijeri, ditemukan di daerah Vietnam, dan beberapa fosil subspesies ditemukan dibeberapa bagian Asia tenggara. Tidak dijelaskan lebih lanjut apakah ini milik P. pygmaeus atau Abeli P. atau, pada kenyataannya, merupakan spesies yang sama sekali berbeda.
Di Sumatera, Orang utan dijumpai di bagian ujung utara pulau tersebut. Di Kalimantan Orang utan lebih luas tersebar (Galdikas, 1984). Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis di Asia Tenggara, yaitu di pulau Kalimatan dan Sumatra, kawasan Indonesia dan Malaysia. Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan hujan tropis, perbukitan dan dataran rendah, sekitar daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo, orangutan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan kerabatnya di Sumatra dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl.
Orangutan Sumatra (Pongo abelii) merupakan salah satu hewan endemis yang hanya ada di Sumatra. Orangutan di Sumatra hanya menempati bagian utara pulau itu, Keberadaan hewan mamalia ini dilindungi Undang-Undang 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan digolongkan sebagai Critically Endangered oleh IUCN. Dari catatan pemerintah Indonesia dalam Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia, Populasi orangutan liar di Sumatra diperkirakan sejumlah 6.667. Padahal pada era 1990 an, diperkirakan 200.000 ekor (Nellemann, C et.al, 2007). Populasi mereka terdapat di 13 daerah terpisah secara geografis. Kondisi ini menyebabkan kelangsungan hidup mereka semakin terancam punah. (Groves Colin. et al, 2005 ).
Sementar itu, Orangutan di Borneo dikategorikan sebagai endangered spesies oleh IUCN terbagi dalam tiga subspesies: Pongo pygmaeus pygmaeus yang berada di bagian utara Utara Kapuas sampai ke timur laut Sarawak; Pongo pygmaeus wurmbii yang ditemukan mulai dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito; dan Pongo pygmaeus morio yang ditemukan di daerah Sabah dan bagian Kalimantan timur. Data pemerintah Indonesia dalam Rencana Aksi Konservasi Orangutan tahun 2007 menyebutkan jumlah populasi orangutan Pongo pygmaeus  sebanyak kurang lebih 54.000 saja dengan jumlah terbanyak sub spesies P.p. wumbii di Kalimantan Tengah, dengan kelompok kawasan terbanyak di Taman Nasional Sebangau. Sebanyak 32.000 Orangutan dijumpai di hutan gambut di sebelah Utara Sungai Kapuas tetapi populasi tersebut tidak berada di dalam sebuah habitat yang berkesinambungan, melainkan tersebar ke dalam berberapa kantong habitat dengan ukuran populasi yang berbeda-beda. Populasi orangutan ini sangat terkait dengan perubahan hutan di Kalimantan. Kerusakan hutan yang cukup tinggi di Kalimantan menyebabkan banyak habitat orangutan yang hilang.
Tabel 2.1 Tabel Perkiraan Jumlah dan Wilayah Sebaran Sub Spesies Orang Utan Di Indonesia
Sumber:  Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017)
     Distribusi orangutan lebih ditentukan oleh faktor ketersediaan pakan yang disukai daripada faktor iklim. Orangutan termasuk satwa frugivora (pemakan buah), walaupun primata itu juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga, dan terkadang memakan tanah dan vertebrata kecil. Hingga saat ini tercatat lebih dari 1.000 spesies tumbuhan, jamur dan hewan kecil yang menjadi pakan orangutan.
     Kepadatan orangutan di Sumatera dan Kalimantan bervariasi sesuai dengan ketersediaan pakan. Densitas paling tinggi terdapat di daerah dataran banjir (flood-plain) dan hutan rawa gambut. Di Borneo terdapat 4 lokasi yang memiliki densitas rata-rata 2,9 ± 0,5 individu per Km2 . Sementara itu, di Sumatera terdapat 3 lokasi dengan densitas rata-rata 6,2 ± 1,4 individu per Km2. Daerah alluvial merupakan daerah dengan densitas tertinggi kedua, dengan 6 lokasi di Borneo yang memiliki rata-rata densitas 2,3 ± 0,8 individu per Km2 , dan 3 lokasi di Sumatera dengan rata-rata densitas           3,9 ± 1,4 individu per Km2. Di hutan perbukitan, orangutan ditemukan dalam densitas yang jauh lebih rendah dibandingkan kedua tipe hutan yang telah disebutkan sebelumnya (di Borneo rata-rata densitas 0,6 ± 0,4 individu per Km2   dan di Sumatera rata-rata 1,6 ± 0,5 individu per Km2).
Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo Orangutan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan kerabatnya di Sumatera dilaporkan dapat mencapai hutan pgunungan pada 1.000 m dpl.
     Kepadatan Orangutan, baik di Sumatera maupun di Kalimantan, menurun drastis dengan bertambahnya ketinggian dari atas permukaan laut. Meskipun ada laporan yang menyatakan individu Orangutan jantan soliter Sumatera dapat ditemukan sampai ketinggian 1.500 m dpl, sebagian besar populasi Orangutan dijumpai jauh di bawah ketinggian itu, yaitu di hutan rawa dataran rendah. Sayangnya, tipe-tipe hutan itulah yang menjadi target utama pembangunan industri kehutanan dan pertanian, sehingga tidak mengherankan jika konflik antara manusia dan Orangutan juga sering terjadi di sana.
     Distribusi Orangutan lebih ditentukan oleh faktor ketersediaan pakan yang diskai daripada faktor iklim. Orangutan termasuk satwa frugivora (pemakan buah), walaupun primata itu juga mengkonsumsi daun, liana, kulit kayu, serangga, dan terkadang memakan tanah dan vertebrata kecil. Hingga saat ini tercatat lebih dari 1.000 spesies tumbuhan, jamur dan hewan kecil yang menjadi pakan Oarngutan.
     Kepadatan Orangutan di Sumatera dan Kalimantan bervariasi sesuai dengan ketersediaan paka. Densitas paling tinggi terdapat di daerah dataran banjir (flood-plain) dan hutan rawa gambut. Di Borneo terdapat 4 lokasi yang memiliki densitas rata-rata 2,9 ± 0,5 individu per km2. Sementara itu, di Sumatera terdapat 3 lokasi dengan densitas rata-rata 6,2 ± 1,4 individu per km2. Daerah aluvial merupakan daerah dengan densitas tertinggi kedua, dengan 6 lokasi di Borneo yang memiliki rata-rata densitas 2,3 ± 0,8 individu per km2, dan 3 lokasi di Sumatera dengan rata-rata densitas 3,9 ± 1,4 individu per km2. Di hutan perbukitan, Orangutan ditentukan dalam densitas yang jauh lebih rendah dibandingkan kedua tipe hutan yang telah disebutkan sebelumnya (di Borneo rata-rata densitas 0,6 ± 0,4 individu per km2 dan di Sumatera rata-rata 1,6 ± 0,5 individu per km2).