Showing posts with label Konsultasi Skripsi Jogja. Show all posts
Showing posts with label Konsultasi Skripsi Jogja. Show all posts

Friday, May 17, 2024

Jenis – jenis Pemberdayaan

 


Adapun untuk jenis pemberdayaan dalam masyarakat, antara lain :

  1. Radikal :
    Sikap radikal adalah jenis pemberdayaan masyarakat yang dilakukan
    dalam upaya membentuk segala pembangunan dalam masyarakat
    melalui sistem kekuatan. Sistem ini bisa dipaksakan sebagai sitem
    paksaaan yang bersifat mengikat kepada seluruh masyarakat.
  2. Kebersamaan :
    Sikap kebersaan adalah jenis pemberdayaan masyarakat yang
    dilakukan mengedepankan kebersamaan dalam masyarakat. Kebersaan
    ini dilakukan dengan langkah akomodasi dari setiap kepentingan serta
    golongan dalam masyarakat.
  3. Pedekatan dengan Sistem Gagasan :
    Jenis pemberdayaan masyarakat selanjutnya, adalah sistem
    pemberdayaan yang mengedepankan pada gagasan sistem ini secara
    tidak langsung stimulasi daripada memberikan power kepada
    powerless. Keadaan ini bisa dikomdir masyarakat melaui syarat
    interaksi sosial dalam masyarakat yang baik dan akhirnya
    menimbulkan integrasi kepentingan bersama.

Pemberdayaan Masyarakat

 


Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang
menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya
kekuatan, erdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat
sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan.
Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari
empowerment dalam bahasa inggris. Pemberdayaan sebagai terjemahan dari
empowerment menurut Merrian Webster dalam Oxford English Dicteonary
mengandung dua pengertian :

  1. To give ability or enable to, yang diterjemahkan sebagai member
    kecakapan/kemampuan atau memungkinkan
  2. Togive power of authority to, yang berarti member kekuasaan. Dalam
    konteks pembangunan istilah pemberdayaan pada dasarnya bukanlah
    istilah baru melainkan sudah sering dilontarkan semenjak adanya
    kesadaran bahwa factor manusia memegang peran penting dalam
    pembangunan.
  3. Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono
    (1998:46) mengemukakan bahwa yang dimaksuh dengan
    pemberdayaan adalah sebagi berikut : “membebaskan seseorang dari
    kendali yang kaku, dan member orang kebebasan untuk bertanggung
    jawab terhadap ide-idenya, keputusan-keputusannya dan tindakan
    tidakannya.”

Pengertian CSR

 


Corporate Social Responsibility (CSR) atau dalam Bahasa indonesianya
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah mekanisme bagi suatu organisasi/
perusahaan untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap
lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholder,
yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang Hukum (Darwin, 2004 dalam
Anggraini, 2006). Corporate Social Responsibility merupakan salah satu bagian
dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang. Tanggung jawab sosial atau
corporate social responsibility adalah suatu konsep bahwa organisasi khususnya
perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan,
komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan seperti
terhadap masalah-masalah yang berdampak pada lingkungan seperti polusi,
limbah, keamanan produk dan tenaga kerja. CSR tidak hanya terbatas pada konsep
pemberian bantuan dana kepada lingkungan sosial, namun juga bagaimana
perusahaan memperlakukan karyawannya dengan tidak diskriminatif dan menjaga
hubungan baik dengan masyarakat.
Corporate social responsibility merupakan komitmen usaha untuk
bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan
ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan
keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara lebih luas (Sankat/Clement K,
2002) Berikutnya menurut Dougherty (2003) tanggung jawab sosial merupakan
perkembangan proses untuk mengevaluasi stakeholders dan tuntutan lingkungan
serta implementasi program-program untuk menangani isu-isu sosial

Kepercayaan (Trust)

 


Modal sosial erat kaitannya dengan kepercayaan agar segala tingkah laku
yang dilakukan oleh manusia dalam proses bermasyarakat. Kepercayaan memiliki
peranan penting dalam pemanfaatan modal sosial seiring dengan perkembangan
zaman. Francis Fukuyama merupakan salah satu tokoh penting yang mengangkat
hal-hal yang bersifat substansial dari modal sosial. Merujuk pada Fukuyama (2007:
36) ia berpendapat bahwa:
Trust, dengan demikian, adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah
komunitas yang berprilaku normal, jujur, dan kooperatif, berdasarkan
norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan anggota lain dari
komunitas itu.
Pandangan dari Fukuyama di atas, menunjukan bahwa dalam sebuah
komunitas/kelompok semua sepakat bahwa sebuah pengharapan akan muncul
dengan proses sesuai dengan fokus dari komunitas tersebut. Kaitannya dengan
pemuda jelas terlihat dari cara pemuda melakukan aktualisasi dirinya pada
organisasi Karang Taruna.
Organisasi karang taruna, jelas mengharapkan bahwa pemuda yang
tergabung dapat menjalakan peran sosialnya dalam masyarakat melalui
pemanfaatan modal sosial dalam pengelolaan bank sampah salah satunya.
Kepercayaan sangatlah diperlukan agar sebuah upaya peningkatan ekonomi dapat
terlaksana dengan baik. Fukuyama (2007: 38) mengatakan bahwa:
Social Capital memiliki konsekuensi-konsekuensi utama bagi penentuan
hakikat ekonomi industri yang akan bisa diciptakan oleh masyarakat. Jika
orang-orang yang bekerja bersama dalam sebuah perusahaan saling
mempercayai dan bekerja menurut serangkaian norma-norma etis bersama,
maka berbisnis hanya memerlukan sedikit biaya. Masyarakat demikian akan
lebih mampu berinovasi secara organisasional, karena tingkat kepercayaan
yang tinggi akan memungkinkan munculnya varietas hubingan sosial yang
lebih luas.

Norma (Norms)

 Pengertian norma yaitu memberi pegangan untuk seorang manusia dalam

berperan dalam masyarakat atau dapat dikatakan sebagai pedoman yang mengatur
tingkahlaku manusia dalam melaksakan fungsinya dalam masyarakat. Merujuk
pada pendapat Soejono Soekanto (2010: 174) menyatakan ada 4 pengertian yang
disusun sesuai dengan kekuatannya dari yang terlemah hingga yang terkuat yaitu:
“Cara (Usage), kebiasaan (Folkways), tata kelakuan (Mores), dan adat istiadat
(Custom)”.
Ditinjau dari definisi di atas, dapat dikatan bahwa norma sosial adalah
sebuah seperangkat aturan yang jika dilanggar oleh seseorang dalam masyarakat
maka akan mendapatkan sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya. Norma sosial
juga sangatlah penting bagi pemuda yang tergabung dalam sebuah organisasi atau
komunitas. Karang Taruna merupakan organisasi kepemudaan yang jika
didalamnya tidak terkandung norma sosial, maka akan menimbulkan permasalahan
seperti yang diutarakan oleh Fukuyama (2005:17) bahwa:
Masalah yang akan timbul dari tidak adanya norma, masalah pertama
berkaitan dengan kenyataan bahwa nilai-nilai moral dan aturan sosial
bukanlah semata-mata kekangan sewenang-wenang atas pilihan individu;
sebaliknya itulah prasyarat dari berbagai kerjasama. Masalah yang kedua
adalah akan berakhirnya komunitas jika aturan atau norma sosial itu tidak
ada.

Konsep Modal Sosial

 Modal sosial menyoroti tentang hubungan individu dengan sesama yang

mana hubungan tersebut dibangun oleh individu maupun kelompok agar dapat
berperan dalam sebuah lingkungan. Implementasi dari modal sosial dapat terlihat
dari kualitas individu yang secara sosial lebih peka terhadap lingkungan
masyarakat. Proses yang dibangun dalam modal sosial, tentu harus memliki sebuah
komitmen yang mana dapat mempersatukan individu dengan individu lainnya.
Menurut Field (2011: 1) menyatakan bahwa:
Orang membangun hubungan melalui serangkaian jaringan dan mereka
cenderung memiliki kesamaan nilai dengan anggota lain dalam jaringan
tersebut sejauh jaringan tersebut menjadi sumber daya, dia dapat dipandang
sebagai modal.
Pernyataan di atas tentu dapat menjelaskan bagaimana modal sosial
terbentuk. Penyelenggaraan modal sosial sangat dipengaruhi oleh jaringan sosial
yang dibangun. Jaringan sosial dapat dikatakan sebagai sebuah modal dalam
menjali hubungan baik individu dengan indivu, individu dengan kelompok,
maupun kelompok dengan kelompok.
Definisi lain dari modal sosial berasal dari Putnam yang dikutip dalam Field
(2011: 51) mengatakan bahwa: “modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosial
jaringan, norma, dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama
secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama”. Artinya, begitu
pentingnya modal sosial sebagai pendorong untuk pengembangan kapasitas dari
sumber daya manusia (SDM) terlihat dari proses pencapaian tujuan bersama secara
lebih efektif yang didorong oleh modal sosial yang terbagi menjadi jaringan kerja,
norma sosial, dan kepercayaan. 

Pelayanan Sosial

 


Pelayanan sosial merupakan suatu pekerjaan yang menjadi suatu kewajiban
dalam tuntutan pekerjaan yang dilakukan secara sistematis sebasgai upaya untuk
peningkatan kesejahteraan sosial dan mewujudkan kembalinya keberfungsian
sosial setiap individu. Sehingga tercapainya tujuan setiap orang dan terciptanya
kondisi yang sejahtera. Pelayanan-pelayanan sosial secara luas menurut Sainsbury
meliputi kesehatan, pendidikan, pemeliharaan penghasilan, perumahan dan
pelayanan sosial personal. Pengertian pelayanan sosial menurut Sainsbury dikutip
Fahrudin (2012: 50) menyatakan bahwa:
Pelayanan-pelayanan sosial adalah pelayanan yang digunakan untuk semua
(communal services) yang berkepentingan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan sosial dan mengurangi jenis-jenis masalah sosial tertentu
khususnya, kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang memerlukan
penerimaan publik secara umum atas tanggung jawab sosial dan yang
tergantung pada pengorganisasian hubungan-hungan sosial untuk
pemecahannya.
Definisi tersebut menjelaskan bahwa pelayanan-pelayanan sosial berlaku
untuk semua orang dan dilihat secara luas aspek pelayanan yang diperlukan.
Tujuannya dari pelayanan sosial agar tercapainya seluruh kebutuhan-kebutuhan
setiap orang dan mengurangi serta mengatasi masalah-masalah sosial setiap orang,
agar perannya dimasyarakat dapat diterima dan berfungsi kembali. Merujuk pada
peran individu pelayanan sosial memiliki pelayanan khusus kepada personal, maka
terdapat definisi pelayanan sosial dalam arti sempit menurut Romanyshyn yang
dikutip Fahrudin (2012: 51) pelayanan sosial adalah:
Pelayanan sosial sebagai usaha-usaha untuk mengembalikan,
mempertahankan, dan meningkatkan keberfungsian individu-individu dan
keluarga-keluarga melalui (1) sumber-sumber sosial pendukung, dan (2)
proses-proses yang meningkatkan kemampuan individu-individu dan
keluarga-keluarga untuk mengatasi stress dan tuntutan-tuntutan kehidupan
sosial yang normal

Pekerjaan Sosial

 


Pekerjaan sosial merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh pekerja
sosial dan ahli lainnya dalam upaya meningkatkan tingkat keberfungsian sosial dan
mencapai derajat sejahtera. Pekerjaan sosial merupakan suatu profesi dimana dalam
pelaksanaannya mencoba untuk mengembalikan keberfungsian sosial seseorang
melalui berbagai pendekatan. Pekerjaan sosial adalah profesi kemanusiaan yang
mengalami perkembangan sejalan dengan tuntutan perubahan dan aspirasi
masyarakat. Pekerjaan sosial menurut Zastrow dikutip Suharto (2011:32) adalah:
Pekerjaan sosial adalah aktivitas profesional untuk menolong individu,
kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas
mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi masyarakat yang
kondusif untuk mencapai tujuan tersebut.

Keberfungsian Sosial

 


Keberfungsisan sosial merupakan kosepsi penting bagi pekerja sosial.
Keberfungsian sosial merupakan resultant dari interaksi individu dengan berbagai
sistem sosial dimasyarakat, seperti sistem pendidikan, sistem keagamaan, sistem
keluarga, sistem politik, sistem pelayanan sosial dan seterusnya. Sebagai cintoh,
kemampuan melaksanakan peranan sosial adalah kapasitas seseorang dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan status sosialnya. Keberfungsian
sosial menurut Barlet dalam Fahrudin (2014: 62) sebagai berikut: “Keberfungsian
sosial adalah kemampuan mengatasi (coping) tuntutan (demands) lingkungan yang
merupakan tugas-tugas kehidupan”.
Proses pertolongan peranan pekerjaan sosial sangat beragam tergantung
pada konteksnya. Secara umum pekerjaan sosial dapat berperan sebagai mediator,
fasilitator atau pendamping, pembimbing, perencana, dan pemecah masalah.
Kinerja pekerja sosial dalam melaksanakan peningkatan keberfungsian sosial
seseorang atau kelompok maupun masyarakat dapat dilihat dari beberapa strategi
pekerjaan sosial sebagai berikut (Dubois dan Miley) dalam Suharto (2007: 5):

  1. Meningkatkan kemampuan orang dalam menghadapi masalah yang dialaminya.
  2. Menghubungkan orang dengan sistem dan jaringan sosial yang memungkinkan
    mereka menjangkau atau memperoleh berbagai sumber, pelayanaan dan
    kesempatan.
  3. Meningkatkan kinerja lembaga-lembaga sosial sehingga mampu memberikan
    pelayanan sosial secara efektif, berkualitas, dan berprikemanusiaan.
  4. Merumuskan dan mengembangkan perangkat hokum dan peraturan yang
    mampu menciptakan situasi yang kondusif bagi tercapainya kemerataan
    ekonomi dan keadilan sosial.
    Menurut Fahrudin (2014: 71) mengatakan bahwa secara tradisional
    pekerjaan sosial mempunyai tiga metode pokok dan tiga metode pembantu, yaitu:
    “(1) Metode Pokok: Social case work, Social group work, dan Community
    Organization/Community Development. (2) Metode Pembantu: Social work
    administration, Social action, dan Social work research”.

Pengertian Kesejahteraan sosial

 


Kesejahteraan sosial pada dasarnya sudah semestinya dimiliki oleh manusia
selama manusia itu hidup bermasyarakat. Kesejahteraan sosial dapat dikatakan
sebagai upaya dalam pencapaian sebuah arti dari kemanusiaan. Merujuk pada
pendapat Friedlander yang dikutip dalam Fahrudin (2011: 5) menyatakan bahwa:
Kesejahteraan sosial adalah sistem pelayanan-pelayanan dan institusinstitusi sosial yang terorganisir, yang dirancang untuk membantu individuindividu dan kelompok-kelompok untuk mencapai standar kehidupan dan
kesehatan, serta hubungan-hubungan pribadi dan sosial yang memuaskan
yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuankemampuan penuh mereka dan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga-keluarga mereka dan
masyarakat.

Konsep Kesejahteraan Sosial

 


Kesejahteraan sosial mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia
untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, taraf hidup yang dimaksud merupakan
hal yang tidak diukur secara ekonomi maupun fisik saja, melainkan menata
kehidupan sosial dan kebutuhan spiritual manusia. Kesejahteraan sosial merupakan
sebuah kondisi dimana manusia secara individu maupun masyarakat dalam konteks
kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup masyarakat.
Konsep yang berkaitan dengan konsep kesejahteraan sosial tedapat dalam
beberapa pengertian tentang kesejahteraan sosial. Pengertian kesejahteraan sosial
dijelaskan dalam beberapa pengertian yaitu pengertian kesejahteraan sebagai
keadaan atau kondisi, pengertian kesejahteraan sosial sebagai usaha dan sebagai
institusi dan kesejahteraan sebagai suatu disiplin ilmu akademik.
Konsep kesejahteraan sosial juga membicarakan beberapa konsep yang
berkaitan diantaranya terdapat konsep dalam dua pengertian yaitu secara luas dan
secara sempit. Didalam pengertian kesejahteraan sosial dan kaitannya dengan
konsep terdapat juga hubungannya antara kesejahteraan sosial dengan pekerjaan
sosial. Pembahasan konsep kesejahteraan sosial kali ini akan, peneliti akan
membahas: pengertian kesejahteraan sosial, keberfungsian sosial, dan pekerjaan
sosial.

Unsur-unsur Modal Sosial

 


Unsur-unsur modal sosial dalam penelitian ini adalah kepercayaan (trust),
norma dan resiprositas (hubungan timbal balik).
a. Kepercayaan (trust)
Unsur utama serta terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan, atau
dapat dikatakan trust yang mampu dipandang sebagai keharusan dalam
terbangunnya modal sosial yang kuat. Kepercayaan adalah seperangkat harapan
yang muncul dalam masyarakat yang ditunjukkan dengan adanya perilaku yang
jujur dan bekerja sama berdasarkan norma-norma yang telah disepakati bersama
Fukuyama (1995) dalam Widyawan (2020). Solidaritas yang kuat mampu
membuat individu bersedia menjalankan maupun menaati aturan, sehingga
memperkuat kebersamaan. Berdasarkan kepercayaan (saling percaya) yang
dimiliki, maka akan membentuk hubungan-hubungan kerja sama yang baik.
Kepercayaan akan semakin kuat jika didukung oleh adanya norma dan
resiprositas. Ketaatan dan keterkaitan terhadap norma sosial akan memberikan
hubungan timbal balik dalam satu kesepakatan bersama. Hal tersebut akan
membantu mempermudah anggota dalam membentuk dan mengenal kelompok
jaringan sosial. Yustika (2013) mengemukakan hal yang sama, bahwa
kepercayaan adalah salah satu kunci dalam modal sosial. Dasar dari kerja sama
yang terjalin antar individu maupun antar kelompok adalah kepercayaan.
Kepercayaan yang tinggi menunjukkan adanya kualitas hubungan yang kuat serta
semangat kerja yang tinggi. Persediaan modal sosial yang dimiliki masyarakat itu
berbeda-beda dalam radius dari kepercayaan, seperti sejauh mana jangkauan
norma-norma, kerja sama, kejujuran pada pemenuhan kewajiban, solidaritas, serta
rasa keadilan (Verawati, 2012). Hilangnya sebuah kepercayaan dapat
menyebabkan banyak waktu dan energi yang terbuang untuk mengatasi
permasalahan yang terjadi.
Tiga hal penting yang ada dalam kepercayaan, yaitu: (1) hubungan yang
terjalin antara dua orang atau lebih, (2) adanya harapan serta tujuan yang akan
dicapai dalam hubungan itu, yang tidak akan merugikan salah satu atau kedua
belah pihak dan (3) interaksi sosial yang memungkinkan harapan dan tujuan itu
terwujud (Saifuddin, 2008).
b. Norma
Menurut Saifuddin (2008) norma adalah sekumpulan aturan dengan
harapan akan dipatuhi dan diikuti oleh setiap anggota masyarakat dalam suatu
kelompok sosial tertentu. Aturan-aturan tersebut biasanya bukan aturan tertulis
tetapi dipahami dan dimengerti oleh setiap anggota yang terlibat dalam suatu
kelompok atau organisasi tertentu. Norma dapat terbentuk melalui tradisi atau
sejarah yang mampu membangun tata cara berperilaku seseorang atau kelompok
masyarakat, kemudian akan muncul modal sosial secara tidak sengaja atau
22
spontan dalam rangka menentukan aturan yang ditetapkan untuk kepentingan
pribadi maupun kelompok (Widyawan, 2020).
Sifat norma sosial menurut Saifuddin (2008), yaitu: (1) terjadinya
pertukaran yang saling menguntungkan kedua belah pihak akan memunculkan
norma, artinya jika pertukaran hanya memberikan keuntungan pada salah satu
pihak, maka pertukaran sosial berikutnya pasti tidak akan terjadi. Oleh karena itu,
norma yang muncul di sini bukan terjadi lewat salah satu pertukaran saja, tetapi
karena terjadi beberapa kali pertukaran yang menguntungkan bagi kedua belah
pihak dan menjadi sebuah kewajiban yang harus dipelihara, (2) bersifat resiprokal,
yaitu isi norma menyangkut dalam hak dan kewajiban kedua belah pihak yang
dapat menjamin keuntungan yang diterima dalam suatu kegiatan tertentu. Norma
jika dilanggar akan berdampak pada keuntungan yang diperoleh antara kedua
belah pihak serta akan diberikan sanksi, (3) keuntungan kedua belah pihak akan
merata jika hubungan yang terjalin sudah lama.
c. Resiprositas
Resiprositas merupakan pertukaran timbal balik antara individu atau antar
kelompok Sairin dalam Pribadhi (2011). Resiprositas atau hubungan timbal balik
yang dimaksud pada penelitian ini adalah kecenderungan untuk saling tukar
menukar kebaikan yang berwujud seperti kepedulian sosial, saling memperhatikan
satu dengan yang lain, dan saling membantu. Hubungan timbal balik (resiprositas)
antara patron dan klien yang terjalin, karena didorong oleh adanya norma yang
melekat dalam diri para pemilik usaha maupun pekerja usaha mikro kecil.
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik itu jasmani maupun rohani
akan selalu membutuhkan orang lain (Sembiring, 2006). Pertukaran yang terjadi
dilakukan antara orang per orang atau kelompok dengan kelompok, seperti barang
ataupun jasa untuk memenuhi kebutuhan.
Resiprositas merupakan pola pertukaran sosial ekonomi, di mana pada
pertukaran tersebut, individu memberikan serta menerima barang atau jasa karena
kewajiban sosial Pribadhi (2011). Kewajiban yang terdapat antara individu
maupun kelompok adalah untuk memberi, menerima, serta mengembalikan
kembali pemberian dalam bentuk yang sama atau berbeda. Teori resiprositas
pertama kali dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski. Teori resiprositas
dilandaskan pada prinsip transaksi ekonomi yang elementer, yakni di mana orang
akan menyediakan sebuah barang atau jasa dan sebagai imbalannya, akan
memperoleh barang atau jasa yang diinginkan. Segala bentuk yang diberikan akan
selalu disertai dengan pemberian imbalan karena pada dasarnya tidak ada
pemberian yang cuma-cuma (Pribadhi, 2011).

Konsep dan Pola Hubungan Patron Klien

 


Istilah patron berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang berarti seseorang
yang mempunyai kekuasaan, status, serta wewenang, sedangkan klien yang berarti
seorang bawahan yang dapat diperintah dan disuruh Scott dalam Muali (2015).
Pola hubungan patron klien terjadi di mana seorang patron akan bertindak sebagai
penjamin penuh kebutuhan kliennya. Seorang klien harus bersedia secara sukarela
memberikan tenaga dan dukungan bagi patron karena terikat oleh utang budi.
Teori tersebut untuk menjelaskan bahwa dalam sebuah interaksi sosial yang
terjadi, masing-masing individu maupun kelompok melakukan hubungan timbal
balik yang saling menguntungkan (resiprositas).
Scott dalam Muali (2015) menyatakan dalam hubungan patron dan klien
terdapat sebuah hubungan resiprositas yang mempunyai nilai dalam kehidupan
sosial. Norma resiprositas dalam hubungan patron klien mempunyai prinsip dasar,
yaitu harus membantu orang yang pernah membantu mereka atau jangan sampai
merugikannya. Hubungan patron dan klien berupa hubungan suatu kasus khusus
antara dua orang yang sebagian besar melibatkan persahabatan, di mana seseorang
memiliki kedudukan sosial ekonomi yang lebih tinggi (patron) Wibawa dan
Santosa (2015). Patron menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk
memberikan sebuah perlindungan maupun keuntungan terhadap orang yang
memiliki status sosial dan ekonomi yang lebih rendah (klien). Berdasarkan hal
tersebut, maka klien akan membalas kebaikan patron dengan memberikan
dukungan umum dan bantuan, termasuk jasa-jasa pribadi kepada patronnya.
Pertukaran hubungan patron dan klien ini merupakan jalinan yang berkelanjutan,
biasanya hubungan ini terjadi dalam jangka panjang Wibawa dan Santosa (2015).
Imbalan yang akan diberikan oleh klien terhadap patron bukan berupa materi.
Patron tidak mengharapkan materi atau uang dari klien, tetapi mengharapkan
imbalan jasa atau apapun yang sedang dibutuhkan oleh patron.
Scott dalam Muali (2015) menjelaskan ciri-ciri ikatan yang terjalin antara
patron dan klien sebagai berikut:

  1. Karena adanya kepemilikan sumber daya ekonomi yang tidak
    seimbang.
  2. Adanya hubungan resiprositas. Hubungan resiprositas adalah
    hubungan yang saling menguntungkan serta saling memberi dan
    menerima.
  3. Hubungan loyalitas. Loyalitas adalah adanya ketaatan atau kepatuhan.
  4. Hubungan personal. Hubungan personal adalah hubungan yang
    bersifat langsung antara patron dan klien, sehingga mengakibatkan
    hubungan yang terjalin bukan hanya bermotifkan keuntungan saja,
    namun juga mengandung unsur perasaan.

Definisi Ekonomi Kelembagaan

 


Menurut North dalam Yustika (2013) kelembagaan diartikan sebagai
batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk membentuk pola interaksi yang
harmonis antara seorang individu dalam melakukan interaksi politik, ekonomi,
dan sosial. North juga mengemukakan bahwa kelembagaan adalah sejumlah
peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam masyarakat maupun komunitas yang
mengatur adanya hak, kewajiban, serta kewenangan. Aturan-aturan tersebut
berupa aturan formal (misalnya, peraturan undang-undang, konstitusi, dan lainlain) dan aturan informal (misalnya, norma sosial, agama, dan adat istiadat).
Aturan-aturan tersebut juga menentukan struktur insentif masyarakat, khususnya
perekonomian. Manusia menciptakan aturan tersebut untuk membuat tatanan yang
baik serta mengurangi ketidakpastian dalam proses pertukaran yang dilakukan.
Menurut Yustika (2013) peran kelembagaan dalam perekonomian adalah
sebagai sebuah sarana untuk mengurangi ketidakpastian atau mengurangi adanya
resiko. Kelembagaan berperan penting mengatur sumber daya serta distribusi
13
untuk memperhatikan peningkatan potensi pembangunan ekonomi Suciati et al.
(2014). Kelembagaan hadir dalam masyarakat sebagai media maupun wadah
untuk membentuk kekuatan dalam memenuhi segala kebutuhan yang sesuai
dengan pola kelembagaan. Berdasarkan kelembagaan yang ditetapkan untuk
mengatur pola perilaku serta mensejahterakan masyarakat dalam pemenuhan
kebutuhan hidup, maka kontribusi kelembagaan dalam perekonomian sangat
penting.
Williamson dalam Sari (2012) mengemukakan institusi sebagai aturan
main ke dalam empat tingkatan institusi yang saling memiliki hubungan timbal
balik, yaitu:

  1. Tingkatan pertama merupakan social embeddedness atau lekat sosial di
    mana institusi telah melekat pada waktu yang sangat lama dalam
    kehidupan masyarakat serta telah dijadikan sebuah pedoman dalam
    kehidupan. Tingkatan pertama ini juga disebut sebagai institusi informal
    yang telah melekat dalam masyarakat seperti tradisi, adat istiadat, maupun
    agama. Perubahan yang terjadi dalam tingkatan ini terjadi sangat lambat,
    spontan, dan alamiah pada hitungan abad sampai milenium. Lambatnya
    perubahan yang terjadi dalam tingkatan ini karena institusi mampu
    diterima serta diakui oleh masyarakat.
  2. Tingkatan kedua terkait dengan lingkungan kelembagaan (institutional
    environment). Tingkatan kedua ini menekankan pada ekonomi
    kepemilikan (economics of property rights) yang terdiri dari aturan main
    formal. Institusi dalam tingkatan ini berhubungan dengan aturan hukum,
    khususnya hak kepemilikan, konstitusi, peraturan perundang-undangan,
    lembaga yudikatif, serta birokrasi. Pelaksanaan hak kepemilikan serta
    hukum kontrak adalah hal yang paling utama dalam tingkatan kedua ini.
    Sistem perusahaan swasta (private-enterprise) tidak mampu berfungsi
    dengan baik jika tidak ada hak kepemilikan akan sumber daya. Hak
    kepemilikan yang dimiliki akan memaksa orang yang hendak memakai
    sumber daya tersebut untuk membayar kepada pemiliknya.
  3. Tingkatan ketiga yaitu tentang struktur tata kelola (government) yang
    menekankan kontrak dan biaya transaksi (transaction cost economics).
    Hak milik, hukum kontrak, serta perlindungan kontrak tetap penting dan
    tidak dapat diabaikan. Hal tersebut mampu dilakukan dengan pengaturan
    serta penegakan sistem kontrak dengan baik. Mengurangi konflik,
    menciptakan tatanan yang baik, dan menghasilkan manfaat bersama
    (mutual gains) merupakan tujuan dari tata kelola.
  4. Tingkatan keempat menekankan pada efisiensi sumber daya serta struktur
    insentif. Tingkatan ini merupakan institusi dalam mengatur alokasi sumber
    daya. Institusi tersebut mengatur hubungan principal dan agent atau yang
    biasa dikenal dengan teori keagenan (agency theory). Hubungan ini akan
    terjalin dengan baik atau efisien jika ada sistem insentif (reward and
    punishment) di antara mereka yang dirancang dengan baik. Menciptakan
    sistem penetapan harga yang adil, menjaga, serta mengatur pasokan
    komoditas strategis dan sistem insentif yang berkeadilan yang mampu
    meningkatkan produktivitas. Teori keagenan (agency theory) menyatakan
    hubungan antara principal dan agent muncul ketika satu orang (principal)
    mempekerjakan orang lain (agent). Ciri asumsi teori keagenan adalah
    informasi tidak simetris karena agen memiliki pengetahuan lebih banyak
    tentang penyelesaian sebuah tugas. Selain itu, karena prinsipal dan agen
    mempunyai tujuan yang berbeda.

Hubungan Employee Engagement Pada Knowledge Sharing Behaviour


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasa tidak
memiliki keterikatan terhadap perusahaan semakin besar
pada karyawan yang akibatnya menyebabkan karyawan
cenderung bersikap skeptis. Hal tersebut berdampak pada
inisiatif dan komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan
tidak memiliki efek apapun, tentulah ini akan berpotensi
menular pada karyawan yang lainya (Perrin, 2003; Ellis and
Sorensen, 2007).
Sebuah studi yang dilakukan oleh Ford and Staples
(2008) mengemukakan alasan alternatif untuk kurangnya
berbagi pengetahuan yang didefinisikan sebagai kurangnya
perlindungan pengetahuan, tetapi juga kurangnya
komunikasi pengetahuan. Seorang "karyawan yang terlibat"
adalah orang yang sepenuhnya bekerja dan antusias
terhadap pekerjaan mereka dan akibatnya, mengambil
tindakan positif, seperti berbagi pengetahuan, untuk 
memajukan reputasi dan minat organisasi (Rich et al.,
2010; Schaufeli et al., 2002).
Selanjutnya diterangkan dalam penelitian Ford, et al
(2015) bahwa terdapat kontribusi antara teori dan praktik
dari identifikasi berbagi pengetahuan sebagai hasil positif
dari upaya melibatkan karyawan yang kemudian
didefinisikan bahwa dalam meningkatkan keterikatan
karyawan, perlu dengan peningkatan yang berarti dalam
tugas dengan menyertakan berbagi pengetahuan dalam
tugasnya. Hal Ini menyiratkan bahwa berbagi pengetahuan
dipandang sebagai perilaku non formal di tempat kerja dan
para manajer perlu melakukan upaya untuk
mempromosikan hal tersebut sebagai tugas penting yang
berhubungan dengan pekerjaan.

Hubungan Modal Sosial Pada Knowledge Sharing Behaviour

 


Kontribusi pada perdebatan tentang peran modal
sosial (Social Capital), penelitian Willem and Scarbrough
(2006) melakukan studi kualitatif di dua perusahaan Belgia.
Temuan analisis mengungkapkan bahwa modal sosial pada
umumnya cenderung meningkatkan berbagi pengetahuan
(Knowledge Sharing). Posisi individu dalam sebuah
organisasi memungkinkan mereka memiliki skala peluang
dan kemampuan untuk memberikan pengetahuan dan juga
menerima pengetahuan dari orang lain.
Penelitian Yu, et al (2013) menunjukkan bahwa
modal sosial di kedua tingkat tersebut (team level dan
individual level) secara bersama-sama mempengaruhi
berbagi pengetahuan explicit dan tacit. Selanjutnya, ketika
individu memiliki sentralitas tengah yang moderat dan
seluruh tim memiliki kepadatan jaringan yang moderat,
berbagi pengetahuan anggota tim dapat dimaksimalkan.
Temuan ini menawarkan pemahaman yang lebih
komprehensif dan tepat mengenai dampak multilevel modal
sosial terhadap perilaku berbagi pengetahuan anggota tim,
sehingga berkontribusi pada teori modal sosial, serta
penelitian dan praktik pengelolaan pengetahuan.
Mekanisme di mana modal sosial memanfaatkan
berbagi pengetahuan sangat banyak. Misalnya, norma dan
nilai yang melekat pada modal sosial dipandang sebagai
menciptakan keterbukaan, motivasi dan kemauan untuk
terlibat dalam pertukaran pengetahuan (Nahapiet and
Ghoshal, 1998). Lefebvre, et al (2016) dalam penelitianya
juga menunjukkan bahwa interaksi sosial dan modal sosial
kognitif secara positif dan signifikan terkait dengan berbagi
pengetahuan. Penelitian tersebut juga sejalan dengan
penelitian Willem and Scarbrough (2006) dan Chumg, et al
(2016) yaitu mengungkapkan bahwa modal sosial pada
umumnya cenderung meningkatkan berbagi pengetahuan.

Perilaku Berbagi Pengetahuan (Knowledge Sharing Behaviour)

 


Berbagi pengetahuan telah banyak mendapat
perhatian diantara banyak peneliti terlebih dalam bidang
bisnis (Doytchev and Hibberd, 2009; Wahlstrom, 2011).
Perilaku berbagi pengetahuan telah dibahas serius ditempat
kerja dengan mengkaitkan praktik-praktik dan strategi
dalam bisnis dan organisasi. Pada dasarnya prinsip berbagi
pengetahuan adalah proses yang dimaksudkan untuk
memperoleh pengalam dari orang lain. Pulakos, et al (2003)
menyebutkan bahwa berbagi pengetahuan mengacu pada
persiapan informasi pada tugas, pengetahuan untuk
berkolaborasi dengan orang lain untuk menfasilitasi orang
memecahkan masalah, menerapkan kebijakan atau
mengembangkan ide-ide baru.
Menurut Witherspoon, et al (2013) berbagi
pengetahuan adalah proses dalam manajemen pengetahuan
yang digunakan untuk membuat, memanen dan
mempertahankan proses bisnis. Berbagi pengetahuan juga
merupakan praktik pertukaran dan menyebarluaskan
gagasan, pengalaman dan pengetahuan dengan yang lain
untuk memastikan pengetahuan tersebut berlanjut untuk
mempertahankan bisnis dan organisasi. Sama seperti
Cabrera, et al (2006) pengetahuan yang dimiliki oleh
karyawan tertentu dalam bisnis harus dikeluarkan atau
ditularkan kepada karyawan lain agar nilainya disesuaikan.
Berbagi pengetahuan adalah segmen yang paling penting
dan merupakan tantangan manajemen pengetahuan
(Rahmatullah and Mahmood, 2013). Lebih dari itu,
Rahmatullah and Mahmoodand (2013) dan Alavi and
Leidner (2001) berbagi pengetahuan dapat direfleksikan
sebagai salah satu elemen paling utama dalam proses
manajemen pengetahuan dalam bisnis.

Teknik mengukur modal sosial

 


Menurut Ridell (1997) terdapat tiga parameter modal sosial yakni: kepercayaan
(trust), Norma-norma (norms) dan Jaringan-jaringan (networks).
Kepercayaan (trust) adalah harapan yang tumbuh didalam sebuah masyarakat yang
ditujukan oleh adanya perilaku jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan normanorma yang dianut bersama (Fukuyama, 1995);
Norma-norma (norms) terdiri dari pemahaman-pemahaman nilai-nilai harapanharapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok
orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral maupun standarstandar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan
berkembang berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan diterapkan untuk
mendukung iklim kerjasama (Putman, 1993 : Fukuyama, 1995).
Jaringan-jaringan (networks) adalah Infrastruktur dinamis dari modal sosial
berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia (Putman, 1993). Jaringanjaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan
tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama dan masyarakat yang sehat
cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Jaringan-jaringan sosial
yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaatmanfaat dari partisipasinya itu (Putman, 1995).
Bersandar pada parameter tersebut di atas, menurut Spellerber (1997) dan Suharto
(2005b), indikator kunci yang dapat dijadikan ukuran modal sosial antara lain:
ƒ Perasaan identitas
ƒ Perasaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi
ƒ Sistem kepercayaan dan ideologi
ƒ Nilai-nilai dan tujuan-tujuan
ƒ Ketakutan-ketakutan
ƒ Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat
ƒ Persepsi mengenai akses terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas (misalnya:
pekerjaan, pendidikan, perumahan, kesehatan, transportasi dan jaminan sosial)
ƒ Opini mengenai kinerja pemerintah yang telah dilakukan
ƒ Keyakinan dalam lembaga-lembaga masyarakat dan orang-orang pada umumnya
ƒ Tingkat kepercayaan
ƒ Kepuasan dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya
ƒ Harapan-harapan yang ingin dicapai dimasa depan

Sisi negatif modal sosial

 


Selain ada kegunaannya, ternyata modal sosial juga mempunyai sisi negatif, antara
lain sebagaimana yang diungkapkan para ahli, sebagai berikut:
Hasil penelitian yang dilakukan Gargiulo dan Bernassi (1999) menunjukkan bahwa
sikap solidaritas yang kuat di dalam sebuah kelompok menimbulkan sikap
diskriminatif pada kelompok lain. Ancok (2003): modal sosial akan menjadi
bencana apabila dimiliki oleh kelompok manusia yang tidak bermoral. Kelompok
gengster/mafia adalah kumpulan orang-orang yang memiliki modal sosial yang
tinggi. Oleh karena itu setiap usaha pengembangan modal sosial harus didasari oleh
semangat spiritual dan etika yang tinggi. Fanatisme kelompok yang
mendeskreditkan kelompok lain, adalah refleksi dari sisi negatif modal sosial.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada masyarakat nelayan Pulau
Lancang, sisi negatif dari modal sosial, sebagai berikut:
a. Timbul rasa keengganan dari masyarakat untuk beranjak atau keluar dari
kultur/budaya yang suka membolehkan (permissive).
Hal ini terjadi akibat dari tenggang rasa yang sedemikian tinggi diantara warga
masyarakat maupun dengan pihak luar, sehingga apabila diantara individu
warga masyarakat maupun pihak luar ada yang menyimpang, akan timbul rasa
tidak enak/sungkan untuk penegakkan, yang pada akhirnya (lama-kelamaan),
mengkristal menjadi permissive.
b. Dalam konteks nyambang, sebagaimana yang penulis jelaskan dalam Bab IV,
dari sisi nelayan Pulau Lancang, modal sosial sedikit banyaknya menimbulkan
perasaan unggul (superior), sedangkan dari sisi masyarakat yang nyambang
timbul perasaan masa bodo (pokoknya tidak mau tahu) yang penting nyambang
yang seolah-olah menjadi ritual wajib antara pukul 05.30 WIB s.d. 06.00 WIB
setiap harinya.
Perasaan unggul (superior) ini, nampak jelas/kelihatan sekali dalam
kehidupan sehari-hari nelayan Pulau Lancang yang secara rutinitas memberikan
sebahagian hasil tangkapan ikannya kepada masyarakat yang nyambang. Sulit
sekali bagi penulis untuk mengungkapkan dalam bentuk tulisan perasaan uggul
ini, namun demikian penulis dapat merasakan karena dalam keseharian penulis
selalu bersama-sama dengan nelayan Pulau Lancang.

Kegunaan modal sosial

 


Dari berbagai peran modal sosial yang telah diungkapkan tersebut di atas,
ternyata modal sosial juga mempunyai kegunaan dalam kehidupan bermasyarakat,
seperti yang diungkapkan oleh para ahli, sebagai berikut:
Putnam (1993) menunjukkan bukti bahwa pertumbuhan ekonomi sangat
berhubungan erat dengan modal sosial. Pertumbuhan ekonomi suau masyarakat
akan baik apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Hadirnya hubungan yang erat antar anggota masyarakat;
b. Adanya pemimpin yang jujur dan egaliter yang memperlakukan dirinya sebagai
bagian dari masyarakat dan bukan sebagai penguasa.
Goleman (1995) berargumentasi bahwa kemajuan karir seseorang lebih ditentukan
oleh angka kecerdasan emosional (EQ) (modal sosial) dari pada angka kecerdasan
yang bersifat kognitif (IQ). Menurut Lin dan Dumin (1996): suksesnya seseorang
didalam memperoleh pekerjaan dipengaruhi oleh modal sosial yang dimilikinya.
Burt (1997): kompensasi yang diperoleh pekerja juga dipengaruhi oleh modal
sosial yang dimilikinya.
Menurut Gabbay dan Zukerman (1998): individu yang memiliki modal sosial yang
tinggi ternyata lebih maju dalam karir jika dibandingkan dengan mereka yang
modal sosialnya rendah. Ancok (2003): modal sosial akan memungkinkan manusia
bekerjasama untuk menghasilkan sesuatu yang lebih besar. Akumulasi pengetahuan
akan berjalan lebih cepat melalui interaksi antar manusia yang berbagi wawasan.
Akumulasi pengetahuan sebagai hasil dari interaksi sosial menjadi kekuatan
organisasi karena dia bisa menciptakan berbagai inovasi.