Friday, June 30, 2023

Kualitas Audit

 


Auditor dengan kemampuan profesionalisme tinggi akan lebih melaksanakan
audit secara benar dan cenderung menyelesaikan setiap tahapan-tahapan proses audit
secara lengkap dan mempertahankan sikap skeptisme dalam mempertimbangkan
bukti-bukti audit yang kurang memadai yang ditemukan selama proses audit untuk
memastikan agar menghasilkan kualitas audit yang baik (Ardini, 2010). Berkualitas
atau tidaknya pekerjaan auditor akan mempengaruhi tepat atau tidaknya keputusan
yang akan diambil oleh pihak luar perusahaan. Seorang auditor dituntut harus
memiliki rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) dalam setiap melaksanakan
pekerjaannya dan memiliki sikap profesional, agar dapat mengurangi pelanggaran
atau penyimpangan yang dapat terjadi pada proses pengauditan sehingga akuntabilitas
dan profesionalisme merupakan elemen penting yang harus dimiliki oleh seorang
auditor. 
Kualitas auditor dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban
(akuntabilitas) dan profesionalisme yang dimiliki oleh seorang auditor dalam
menyelesaikan proses audit tersebut (Mulyadi, 2012). 

Teori Keagenan (Agency Theory)

 


Penelitian Resti (2014) menyatakan teori keagenan (agency theory) adalah
teori yang dapat digunakan untuk memahami hubungan antara manajemen dan
pemilik perusahaan yaitu teori keagenan. Teori keagenan berusaha menjelaskan
hubungan antara agen (manajemen perusahaan) dan prinsipal (pemilik perusahaan).
Dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak yang mana satu orang atau lebih
(perusahaan) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama
prinsipal dan memberikan wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang
terbaik bagi prinsipal.
Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dalam Resti
(2014) teori ini mencoba menjelaskan adanya konflik kepentingan antara manajemen
selaku agen dan pemilik serta entitas lain dan kontrak (misal akuntan publik) selaku
prinsipal. Prinsipal ingin mengetahui segala informasi termasuk aktivitas manajemen,
yang terkait dengan investasi atau dananya dalam perusahaan. Hal ini dilakukan 
dengan meminta laporan pertanggungjawaban dari agen (manajemen). Berdasarkan
laporan tersebut, prinsipal dapat menilai kinerja manajemen. Namun yang sering kali
terjadi adalah kecenderungan manajemen untuk melakukan tindakan yang membuat
laporannya terlihat baik, sehingga kinerjanya dianggap baik. Untuk mengurangi atau
meminimalkan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dan membuat laporan
keuangan yang dibuat manajemen lebih dapat dipercaya, maka diperlukan pengujian
dan dalam hal itu pengujian tersebut hanya dapat dilakukan oleh pihak ketiga yaitu
akuntan publik atau auditor independen

Keterbatasan Pengendalian Intern

 


Azhar Susanto (2008:110) dalam bukunya Sistem Informasi
Akuntansimengemukakan bahwa ada beberapa keterbatasan dari pengendalian
intern, sehingga pengendalian intern tidak dapat berfungsi, yaitu:
1. Kesalahan (error)
Kesalahan dapat muncul ketika karyawan melakukan pertimbangan yang
salah atau perhatiannya selama bekerja terpecah.
2. Kolusi
Kolusi terjadi ketika dua atau lebih karyawan berkonspirasi untuk
melakukan pencurian (korupsi) ditempat mereka bekerja. Meskipun
dimungkinkan menerapkan kebijakan prosedur untuk mendeteksi pencurian
dimana kolusi terjadi, kebanyakan manajer lebih mempertimbangkan upaya
menggunakan karyawan yang baik dan membuatnya puas terhadap
pekerjaannya. Hal ini dianggap mengurangi keinginan untuk mencuri dan
kolusi. Umumnya akuntan dan para manajer mengakui bahwa bila kolusi
terjadi maka pengendalian yang ada tidak akan efektif dalam
menghindarinya.
3. Penyimpangan manajemen
Karena manajemen suatu organisasi memiliki lebih banyak otoritas
dibandingkan dengan karyawan biasa, proses pengendalian efektif pada
tingkat manajemen bawah dan tidak efektif pada tingkat atas.
Penyimpangan yang dilakukan oleh manajer seperti kolusi sulit untuk
dicegah dengan berbagai alasan. Langkah yang dilakukan adalah dengan
mengerjakan manajer yang baik dan memberikan kompensasi yang layak
agar memberikan kinerja yang baik. Kemungkinan terjadinya
penyimpangan yang dilakukan oleh para manajer adalah rendahnya kualitas
pengendalian intern.
4. Manfaat dan biaya
Konsep jaminan yang meyakinkan atau masuk akal mengandung arti bahwa
biaya pengendalian intern tidak melebihi manfaat yang dihasilkannya.
Pengendalian yang masuk akal adalah pengendalian yang memberikan
manfaat lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkannya untuk melakukan
pengendalian tersebut

Unsur-Unsur Pengendalian Intern

 


Unsur-unsur pengendalian intern dibuat untuk mencapai tujuan dari
pengendalian intern. Krismiaji (2010:223) mengutip komponen model
pengendalian intern yang dikeluarkan oleh Committe of Sponsoring Organization
(COSO) yaitu:
1) Lingkungan Pengendalian
Tulang punggung sebuah perusahaan adalah karyawan meliputi atribut
individu, seperti integritas, nilai etika, dan kompetensi dan lingkungan
tempat karyawan tersebut bekerja. Mereka merupakan mesin penggerak
organisasidan merupakan fondasi untuk komponen lainnya. AICPA
mengidentifikasikan tujuh faktor penting untuk sebuah lingkungan
pengendalian, faktor-faktor tersebut yaitu :
1. Komitmen terhadap nilai integritas dan nilai etika
2. Filosofi dan gaya operasi manajemen
3. Struktur organisasi (Organizational structure)
4. Komite audit (The audit comitee of the board of directors)
5. Metoda penetapan wewenang dan tanggung jawab (methode of assigning
authority and responsibillity)
6. Praktik dan kebijakan tentang sumberdaya manusia (Human policies and
practicies)
7. Pengaruh eksternal (external influences)
2) Aktivitas Pengendalian
Perusahaan harus menetapkan prosedur dan kebijakan pengendalian dan
melaksanakannya, untuk membantu menjamin bahwa manajemen dapat
menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghadapi
ancaman-ancaman yang muncul, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai
secara efektif. Umumnya aktivitas pengendalian dapat dikelompokan
menjadi lima kelompok sebagai berikut :
1. Otorisasi yang tepat terhadap aktivitas dan transaksi
2. Pemisahan tugas
3. Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai
4. Perlindungan yang memadai terhadap akses dan penggunaan aktiva dan
catatan
5. Pengecekan independen terhadap kinerja
3) Pengukuran Risiko
Organisasi harus menyadari dan waspada terhadap berbagai risiko
yangdihadapinya. Oleh karena itu, perusahaan harus menetapkan
serangkaian tujuan, yang terintegrasi dengan kegiatan penjualan, produksi,
pemasaran, keuangan, dan kegiatan lainnya sehingga organisasi dapat
beroperasi sebagaimana mestinya. Organisasi harus pula menetapkan
mekanisme untuk mengindentifikasi, menganalisis, dan mengelola risikorisiko terkait.
4) Informasi dan Komunikasi
Sistem informasi dan komunikasi mengitari kegiatan pengawasan. Sistem
tersebut memungkinkan karyawan organisasi untuk memperoleh dan
menukar informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan, mengelola, dan
mengendalikan kegiatan organisasi.
5) Pemantauan
Seluruh proses bisnis harus dipantau dan dilakukan modifikasi sepenuhnya.
Dengan cara ini, sistem akan bereaksi secara dinamis, yaitu berubah jika
kondisinya menghendaki perubahan. Ada beberapa metoda kunci (pokok)
dalam melakukan pemantauan kinerja, yaitu :
1. Supervisi yang efektif
2. Pelaporan pertanggungjawaban
3. Internal auditing

Tujuan Pengendalian Intern

 


Krismiaji (2010:215) berpendapat bahwa tujuan dilakukannya pengendalian
adalah untuk mencegah timbulnya kerugian bagi sebuah organisasi, yang timbul
antara lain karena sebab-sebab sebagai berikut:
1. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan boros.
2. Keputusan manajemen yang tidak baik.
3. Kesalahan yang tidak disengaja dalam pencatatan dan pemrosesan data.
4. Kehilangan atau kerusakan catatan yang secara tidak sengaja.
5. Kehilangan aktiva karena kecerobohan karyawan.
6. Tidak ditaatinya kebijakan manajemen dan peraturan lainnya oleh para
karyawan.
7. Perubahan secara tidak sah terhadap Sistem Informasi Akuntansi atau
komponen-komponennya.
Sedangkan menurut Ersa Tri Wahyuni dkk (2009:389) dalam
bukuPengantar Akuntansi Adaptasi Indonesia menyatakan bahwa
“Tujuan pengendalian internal adalah menyediakan keyakinan yang
memadai bahwa (1) aset telah dilindungi dan digunakan untuk keperluan
bisnis, (2) informasi bisnis akurat, dan (3) karyawan mematuhi hukum dan
peraturan yang berlaku”.
Adapun Jerry J. Weygandt (2007:454) menyatakan bahwa, Pengendalian
internal (internal control) mencakup rencana organisasi serta metode-metode
terkait dan pengukuran yang diadopsi perusahaan untuk:
1. Melindungi aset dari pencurian, perampokan, dan penyalahgunaan oleh
karyawan.
2. Meningkatkan keakuratan dan kebenaran pencatatan akuntansi. Hal ini
dapat dilakukan dengan menurunkan risiko kesalahan (kesalahan yang tidak
disengaja dan ketidakteraturan (kesalahan yang disengaja dan
kesalahpahaman) dalam proses akuntansinya.

Pengertian Pengendalian Intern

 


Krismiaji (2010:218) mengatakan bahwa pengendalian intern (internal
control) adalah
“rencana organisasi dan metoda yang digunakan untuk menjaga atau
melindungi aktiva, menghasilkan informasi yang akurat dan dapat
dipercaya,memperbaiki efisiensi, dan untuk mendorong ditaatinya kebijakan
manajemen”
Selain itu, Krismiaji (2010:222) mengutip definisi pengendalian intern
menurut Committee of Sponsoring Organization (COSO) yaitu:
“pengendalian intern adalah proses yang diterapkan oleh dewan
direktur,manajemen, dan untuk memberikan jaminan yang cukup bahwa
tujuan pengendalian berikut ini dapat dicapai, yaitu”:
1. Efektifitas dan efisiensi operasi
2. Daya andal pelaporan keuangan
3. Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Sedangkan Mulyadi (2008:163) mengatakan bahwa:
“sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode,
danukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”.

Jenis – jenis pendapat audit

 


Di dalam SA (Standar Auditing) Seksi 508 paragraf 10 (2001)
menurutKomite Standar Auditing IAI, ada lima jenis laporan audit yang
diterbitkan oleh Auditor:
1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material,
posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas satuan usaha tertentu sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ini adalah pendapat yang
dinyatakan dalam laporan audit bentuk baku.
2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan yang
Ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku (Unqualified Opinion with
explanatory language).
Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu
paragraph penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan
audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian
atas laporan keuangan.
3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Dengan pendapat wajar dengan pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material,
posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas satuan usaha tertentu dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum, kecuali untuk dampak hal-hal yang
berhubungan dengan yang dikecualikan.
4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Dalam pendapat tidak wajar, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan
tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas
satuan usaha tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
5. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion)
Dengan pernyataan tidak memberikan pendapat auditor menyatakan bahwa
ia tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan

Standar atas pelaporan

 


Guy, Alderman, dan Winters (2003) mengungkapkan bahwa laporan auditor
merupakan poduk utama dari suatu proses audit dalam bukunya yang berjudul
Auditing. Ada empat standar pelaporan dari standar auditing yang berlaku umum
yaitu :
1. Laporan harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai
dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Laporan harus mengidentifikasi keadaan dimana prinsip – prinsip semacam
itu tidak diobservasi secara konsisten pada peridoe berjalan dalam kaitannya
dengan priode sebelumnya.
3. Pengungkapan informative dalam laporan keuangan harus dipandang
sebagai kepastian yang layak, kecuali dinyatakan lain dalam laporan.
4. Laporan harus memuat pernyataan pendapat tentang laporan keuangan
secara keseluruhan atau asersi yang mengakibatkan suatu pendapat tidak
dapat diberikan.

Pelaksanaan Pengujian Audit

 


Mulyadi (2012) mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul Auditing
secara garis besar terdapat tiga golongan yang dapat dilakukan atas pelaksanaan
pengujian audit oleh seorang auditor professional, yaitu:
1. Pengujian Analitik
Pengujian pada tahap awal yang dilakukan oleh auditor ialah melakukan
pengujian analitik, dengan cara mempelajari perbandingan dan hubungan
antara data yang satu dengan data yang lain. Pengujian analitik
dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien juga
untuk menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Karena
sebelum seorang auditor melaksanakan audit secara rinci dan mendalam
terhadap objek audit, auditor harus memperoleh gambaran yang menyeluruh
mengenai perusahaan yang diaudit.
2. Pengujian Pengendalian
Frekuensi pelaksanaan aktivitas pengendalian yang ditetapkan, mutu
pelaksanaan aktivitas pengendalian yang ditetapkan, karyawan yang
melaksanakan aktivitas pengendalian yang ditetapkan, merupakan informasi
yang dibutuhkan oleh seorang auditor professional untuk melakukan
pengujian pengendalian yang tujuannya untuk memverifikasi efektivitas
pengendalian intern klien.
3. Pengujian substantive
Pengujian substantif merupakan prosedur audit yang dirancang untuk
menemukan kemungkinan kesalahan moneter yang secara langsung
mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan.
Prosedur pengujian substantif meliputi:
a. Pengujian materialitas
b. Membuat vouching atas saldo piutang usaha

Perencanaan AuditPerencanaan Audit

 


Mulyadi (2012) mengungkapkan tahap kedua setelah auditor menerima
perikatan audit dari kliennya ialah merencanakan audit. Ada tujuh tahap yang
harus ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya:
1. Memahami bisnis dan industri klien
Pemahaman atas bisnis klien memberikan panduan penting tentang sumber
informasi bagi auditor untuk memahami bisnis dan industri klien.
2. Melaksanakan prosedur analitik
Mengidentifikasi perhitungan/perbandingan yang harus dibuat, menganalisa
data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan, menyelidiki perbedaan
signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi perbedaan tersebut,
menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap perencanaan audit.
Merupakan beberapa prosedur yang harus dilakukan dalam prosedur
analitik.
3. Mempertimbangkan tingkat materialitas awal
Ada dua tingkat yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam materialitas
awal yaitu pertama, tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo akun.
Materialitas pada tingkat laporan keuangan diterapkan oleh auditor karena
pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan diterapkan pada laporan
keuangan sebagai keseluruhan. Tingkat saldo akun pun penting karena
auditor perlu melakukan verifikasi saldo akun.
4. Mempertimbangkan risiko bawaan
Beberapa risiko yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam setiap tahap
proses auditnya yaitu, perencanaan audit, pehaman dan pengujian
pengendalian intern, penaksiran risiko pengendalian, pelaksanaan pengujian
substantif, penetapan risiko deteksi, penerbitan laporan keuangan, dan yang
terakhir penilaian risiko audit.
5. Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal,
jika perikatan dengan klien berupa audit tahun pertamaAuditor harus
menentukan bahwa saldo awal mencerminkan penerapan kebijakan
akuntansi yang semestinya dan bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara
konsisten dalam laporan keuangan tahun berjalan.
6. Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan
Auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit terhadap
asersi individual atau golongan transaksi. Ada dua strategi yaitu Primaliry
substantive approach dan lower assessed level of control risk approach.
7. Memahami pengendalian intern klien
Mempelajari unsur – unsur pengendalian intern yang berlaku merupakan
langkah awal dalam memahami pengendalian intern klien, selanjutnya
adalah melakukan penilaian atas efektivitas pengendalian intern dengan
menentukan kekuatan dan kelamahan pengendalian intern tersebut.

Penerimaan Perikatan Audit

 


Perikatan adalah kesepakatan antara dua belah pihak untuk mengadakan
suatu ikatan perjanjian. Langkah awal dalam mengaudit suatu laporan keuangan
ialah mengambil keputusan untuk menerima atau menolak perikatan audit dari
calon klien atau untuk melanjutkan bahkan menghentikan perikatan audit dari
klien yang berulang. Mulyadi (2012) mengungkapkan dalam perikatan perjanjian
tersebut klien menyerahkan pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor
dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan audit tersebut berdasarkan
kompetensi professional yang dimilikinya.
Ada enam unsur yang ditempuh auditor untuk mempertimbangkan
penerimaan klien :
1. Mengidentifikasi kondisi khusus dan risiko yang tidak biasa.
Mengidentifikasi pemakaian laporan audit, mendapatkan informasi tentang
stabilitas keuangan dan legal calon klien di masa depan, serta mengevaluasi
kemungkinan dapat atau tidaknya laporan keuangan calon klien diaudit.
Merupakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan auditor dalam
mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa.
2. Menilai kompetensi untuk melaksanakan audit.
Sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus
mempertimbangkan apakah ia dan anggota tim auditnya memiliki
kompetensi memadai untuk menyelesaikan perikatan tersebut.
3. Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran professionalnya
dengan kecermatan dan keseksamaan.
Kecermatan dan keseksamaan penggunaan kemahiran professional auditor
ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk merencanakan dan
melaksanakan audit.
4. Mengevaluasi independensi
Auditor juga harus memastikan bahwa setiap professional yang menjadi
anggota tim auditnya tidak terlibat atau memiliki kondisi yang menjadikan
independensi tim auditnya diragukan oleh pihak yang mengetahui salah satu
dari delapan golongan informasi.
5. Mengevaluasi integritas manajemen
Untuk dapat menerima perikatan audit, auditor berkepentingan untuk
mengevaluasi integritas manajemen, agar auditor mendapat keyakinan
bahwa manajemen perusahaan klien dapat dipercaya, sehingga laporan
keuangan yang diaudit bebas dari salah saji.
6. Membuat surat perikatan audit
Surat perikatan audit dibuat oleh auditornya untuk kliennya yang berfungsi
untuk mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas
penunjukkan oleh klien.

Jenis – jenis Auditing

 


Agoes (2012:10) mengungkapkan jenis audit dapat dibedakan dari luasnya
pemeriksaan dan jenis pemeriksaan dalam bukunya yang berjudul Auditing yaitu :
Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit dapat dibedakan atas:
1. Pemeriksaan Umum (General Audit)
Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh kantor
akuntan publik independen dengan tujuan untuk bias memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit)
Suatu pemeriksaan terbatas yang dilakukan oleh kantor akuntan publik
independen, dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan
pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Standar Auditing

  


Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan
Publik Indonesia (2011:150.1-150.2) terdiri atas sepuluh standar yang
dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: Standar Umum, Standar
Pekerjaan Lapangan, dan Standar Pelaporan.
Berikut ini adalah rincian Standar Auditing yang berlaku umum:
1. Standar Umum
1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang akan dilakukan.
3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
3. Standar Pelaporan
1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
2) Laporan Auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada
ketidakkonsistenan penerapan standar akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
standar akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan

Definisi Audit

  


Arens, Elder, Beasley (2011:3) mengungkapkan pengertian auditing dalam
bukunya yang berjudul Auditing dan Pelayanan yaitu :
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information
to determine and report on the degree of correspondence between the
information and established criteria. Auditing shpuld be done by a
competent, independent person”.
Konrath (2002:5) mengungkapkan pengertian audit dalam bukunya yang
berjudul Auditing: A Risk Analysis Approach yaitu :
“Suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan
mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan - kegiatan ekonomi
untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria
yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak -
pihak yang berkepentingan”.
Agoes (2012:4) mengungkapkan pengertian audit dalam bukunya yang
berjudul Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan Publik
yaitu :
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak
yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
management, beserta catatan - catatan pembukuan dan bukti - bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut”.
Mulyadi (2013:9) mengungkapkan pengertian audit dalam bukunya yang
berjudul Auditing yaitu :
“Proses sistematis untuk mempelajari dan mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
penyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.

Prosedur Audit Kas dan Setara Kas

 


Menurut Mulyadi (2016:4) bahwa prosedur merupakan urutan klerikal
yang melibatkan beberapa pihak dalam suatu departemen, yang dibuat 
dengan tujuan sebagai jaminan atas penanganan transaksi perusahaan yang
terjadi berulang-ulang.
Prosedur audit kas merupakan langkah – langkah untuk menilai suatu
kebenaran atas bukti – bukti yang berkaitan dengan kas serta melaporkan
apakah bukti – bukti kas tersebut telah sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan. Adapun uji substantif yang dilakukan untuk melaksanakan
prosedur kas dan setara kas. Tujuan dari pengujian substantif atas kas dan
setara kas adalah:
1. Mendapat keyakinan mengenai keandalan informasi catatan akuntansi
yang terkait dengan kas
2. Membuktikan bahwa keberadaan kas dan keterjadian transaksi yang
berkaitan dengan kas yang terdapat di dalam laporan posisi keuangan.
3. Membuktikan bahwa akun kas yang terdapat di dalam laporan posisi
keuangan benar – benar milik klien.
4. Membuktikan kewajaran atas penilaian, penyajian, dan pengungkapan
kas yang terdapat di laporan posisi keuangan.

Tujuan Pemeriksaan Kas dan Setara Kas

 


1. Untuk mengecek apakah terdapat internal kontrol yang baik terhadap
kas dan setara kas beserta transaksi atas penerimaan dan pengeluaran
kas bank.
2. Untuk mengecek apakah saldo atas kas dan setara kas yang berada di
neraca per tanggal neraca benar – benar ada dan dimiliki perusahaan
(existence).
3. Untuk mengecek apakah semua transaksi yang ada benar – benar terjadi
dan tidak ada transaksi yang dibuat – buat (occurance).
4. Untuk mengecek apakah transaksi dan waktunya telah dicatat secara
tepat dalam buku penerimaan dan pengeluaran kas sehingga tidak ada
transaksi yang dihapus atau dihilangkan (completeness).
5. Untuk mengecek bahwa tidak ada kesalahan dalam perhitungan
sistematis, tidak ada kesalahan dalam memposting kedalam buku
penerimaan dan pengeluaran kas, klasifikasi (accuracy, posting, and
summarization, and classification).
6. Untuk mengecek apakah terdapat adanya pembatasan untuk penggunaan
saldo kas dan setara kas.
7. Untuk mengecek jika ada saldo kas dan setara kas dalam valuta asing,
apakah saldo tersebut telah di ubah atau dikonversikan ke dalam Rupiah
dan menggunakannya dalam kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal
neraca dan apakah selisih kurs yang terjadi telah dibebankan atau
dikreditkan ke dalam laba rugi komprehensif tahun berjalan.
8. Untuk mengecek apakah penyajiannya dalam neraca telah sesuai dengan
standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS)

Internal Kontrol atas Kas

 


Untuk menjaga kas dan untuk memastikan keakuratan catatan akuntansi
kas, perusahaan memerlukan pengendalian internal yang efektif atas kas.
Adapun perlakuan internal kontrol yang baik terhadap kas dan setara kas
serta transaksi atas penerimaan dan pengeluaran kas bank, yaitu:
a. Melakukan pembagiaan tugas dan tanggung jawab antara yang
mengeluarkan dan menerima kas dengan yang melakukan pencatatan,
pengeluaran dan penerimaan kas bank.
b. Dalam membuat rekonsiliasi bank, karyawannya harus berbeda dengan
karyawan yang mengerjakan buku bank. Dan rekonsiliasi bank harus
dibuat setiap bulannya dan kepala bagian akuntansi akan mereview.
c. Saat mengelola kas kecil, menggunakan metode imprest fund system.
d. Saat penyetoran ke bank, penerimaan kas, cek dan giro harus dalam
jumlah yang seutuhnya dan paling lambar disetorkan keesokan harinya.
e. Menyimpan kas perusahaan pada tempat yang aman seperti brangkas,
box, atau bisa juga disimpan dibank.
f. Untuk memberikan hasil yang optimal pada kas, dan jika ada kas yang
menganggur atau terlalu banyak disimpan di rekening giro alangkah
baiknya disimpan dalam deposito berjangka panjang dan bisa juga di
belikan surat berharga agar sewaktu-waktu dapat dicairkan sehingga
bisa menghasilkan dividen.
g. Saat akan penandatangan cek dan giro lebih baik menuliskan atas nama
beserta mlampirkan bukti – bukti pedukung yang lengkap. Dan untuk
menghindari penyalahgunaan, cek dan giro ditandatangani oleh 2 orang.
h. Menggunakan kwitansi yang bernomor urut tercetak (prenumbered).
i. Untuk menghindari adanya kemungkinan pembayaran dua kali (double
payment), maka bukti – bukti pengeluaran kas yang telah dibayar harus
di stempel lunas.

Pengawasan Kas

 


Kas merupakan aset yang mudah berpindah tangan dan sering terjadi
penyelewengan dan penggelapan oleh oknum yang tidak bertanggung
jawab. Maka dari itu perlu diadakan pengawasan yang baik terhadap
jalannya kas.
1. Penerimaan Kas
Perusahaan menerima uang dari berbagai sumber seperti dari pelunasan
piutang atau pinjaman dan penjualan tunai. Pengawasan kas bisa
dilakukan dengan cara :
1. Melakukan pembagian tugas sesuai dengan fungsi penerimaan,
penyimpanan dan pencatatan kas 
2. Jika terjadi penerimaan kas segera dicatat dan dibuatkan bukti atas
penerimaan kas tersebut lalu disetorkan ke bank
3. Bedakan setiap fungsi antara pengelolaan dan pencatatan kas
4. Selalu membuat laporan kas setiap harinya
5. Mengadakan pemeriksaan kas secara intern tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu
2. Pengeluaran kas
Pengeluaran kas digunakan ketika perusahaan melakukan suatu
pembayaran dengan berbagai macam transaksi. Maka pengawasan yang
dapat dilakukan pada pengeluaran kas yaitu:
1. Jika pengeluaran yang jumlahnya relatif besar harus menggunakan
cek
2. Membuat laporan kas setiap harinya
3. Bedakan anatara yang menandatangani cek, menulis cek dan
mencatat cek
4. Mengadakan pengeluaran kas kecil yang jumlahnya relatif sedikit
dan sifatnya rutin
5. Melakukan pemeriksaan dalam jangka waktu yang tidak ditentukan
3. Pemeriksaan Kas
Pemeriksaan kas dilakukan secara mendadak tanpa memberitahukan
terlebih dahulu, yaitu dengan cara :
a. Mencocokkan catatan saldo kas perusahaan dengan bukti fisik uang
yang dipegang perusahaan
b. Menyelenggarakan pengujian atas catatan – catatan dengan kegiatan
– kegiatan perusahaan seperti cek pengeluaran dengan setoran ke
bank.
4. Perhitungan Kas
Pengawasan terhadap perhitungan kas dapat dilakukan oleh saksi – saksi
yang tidak bersangkutan dengan pengelolaan kas yang telah ditunjuk 
sebagai petugas untuk melakukan dan melaporkan perhitungan kas
secara terperinci dan jumlahnya harus sama dengan laporan kas,
kemudian akan dibuatkan berita acara

Karakteristik Kas

  


Dikarenakan kas merupakan aset yang bersifat likuid dan sering terjadi
perpindahan, maka kas juga mempunyai beberapa karakteristik yang
berbeda dengan aset lainnya, yaitu :
a. Kas biasa digunakan untuk basis perhitungan dan pengukuran
b. Kas juga bisa digunakan sebagai alat pertukaran yang paling umum
c. Kas merupakan salah satu aset perusahaan yang sifatnya paling llikuid

Jenis – Jenis Kas

 


Kas terbagi menjadi beberapa jenis pada perusahaan, diantara lain :
1. Kas Kecil (Petty Cash)
Kas kecil merupakan kas yang dimiliki perusahaan untuk kegiatan
operasional yang sering digunakan setiap waktu dengan jumlah yang
relatif kecil. Ada dua metode yang digunakan untu mencatat transaksi
dana kas kecil yaitu sistem dana tetap (imperst fund system) yang dimana
untuk membentuk kas kecil, harus menyerahkan jumlah sebesar cek
kepada kasir kas kecil dan saldonya selalu tetap. Sedangkan sistem dana
berubah (fluctuation fund system) yaitu terjadi setiap pengeluaran uang
dari kas kecil langsung dicatat dan saldonya tidak tetap tetapi
berfluktuasi sesuai jumlah pengisian kembali dan pengeluaran –
pengeluaran lainnya dari kas kecil.
2. Kas di Bank (Cash in Bank)
Kas di bank merupakan kas perusahaan yang disimpan di bank dengan
jumlah yang relatif besar, biasanya dalam berbentuk giro. Dikarenakan
jumlah yang besar maka sangat rentan akan kecurangan dan diperlukan
internal kontrol yang lebih baik. 
3. Pelaporan kas
Pelaporan kas dapat dilakukan secara langsung. Dalam pelaksaannya
biasanya sering terjadi beberapa kendala, yaitu bank overdrafts yang
dimana nasabah menuliskan cek melebihi jumlah yang berada di dalam
rekeningnya dan diakui sebagai utang sehingga dapat dilaporkan,
restricted cash biasanya perusahaan memisahkan kas khusus yang akan
digunakan untuk membayar utang yang nilainya besar di masa yang
akan datang, dan cash equivalents yang biasa disebut setara kas yang
berada pada kelompok aset dengan jangka waktu kurang dari tiga bulan.

Thursday, June 29, 2023

Jenis-jenis Independensi Auditor

 


Menurut R.K. Mautz dan Sharaf dalam Theodorus M. Tuanakotta (2011:
64-65) menekankan tiga jenis dari Independensi sebagai berikut:
1. Independensi Penyusunan Program (Programming Independence)
Programing Independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian
atau pengaruh orang lain, misalnya dalam bentuk pembatasan) untuk
memilih teknik dan prosedur audit, dan berapa dalamnya teknik dan
prosedur audit itu diterapkan..
2. Independensi Investigasi (Investigative Independence)
Investigative Indepenence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian
atau pengaruh orang lain, misalnya dalam bentuk pembatasan) untuk
memilih area, kegiatan, hubungan pribadi, dan kebijakan manajerial
yang akan diperiksa. ini berarti, tidak boleh ada sumber informasi yang
legitimate (sah) yang tertutup bagi auditor.
3. Independensi Pelaporan (Reporting Independence)
Reporting Inedependence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian
atau pengaruh orang lain, misalnya dalam bentuk pembatasan) untuk
menyajikan fakta yang terungkap dari pemeriksaan atau pemberian
rekomendasi atau opini sebagai hasil pemeriksaan.
Berdasarkan ketiga dimensi independensi tersebut di atas, Mautz dan Sharaf
mengembangkan petunjuk yang mengindikasikan apakah ada pelanggaran atas
independensi. Mautz dan Sharaf menyarankan:
a. Programing Independence
1) Bebas dari tekanan atau intervensi manajerial atau friksi yang
dimaksudkan untuk menghilangkan (eliminate) apapun dalam
audit.
2) Bebas dari intervensi apapun atau dari sikap tidak koperatif yang
berkenaan dengan penerapan prosedur audit yang dipilih.
b. Investigative Independence
1) Akses langsung dan bebas atas seluruh buku, dan sumber
informasi lainnya mengenai kegiatan perusahaan.
2) Bebas dari upaya pimpinan perusahaan untuk menugaskan atau
mengatur kegiatan yang harus diperiksa atau menentukan dapat
diterimanya suatu evidential metter (sesuatu yang mempunyai nilai
pembuktian).
c. Reporting Independence
1) Menghindari peraktik untuk mengeluarkan hal-hal penting dari
laporan formal dalam bentuk apapun.
2) Menghindari penggunaan Bahasa yang tidak jelas (kabur,smarsamar) baik yang disengaja maupun yang tidak dalam pernyataan
fakta.
Adapun jenis-jenis independensi lainnya menurut Hekinus Manao dkk
dalam filosofi auditing BPKP (2007) yaitu:
1.Independensi program
Independensi program adalah kebebasan auditor dari pengaruh dan
kendali pihak manapun termasuk kliennya, dalam penentuan sasaran dan
ruang lingkup pengujiannya, dalam hal penerapan prosedur audit yang
dipandang perlu, dan dalam hal ini pemilihan teknik audit yang hendak
digunakan. Independensi ini harus nyata pada seluruh tahap perencanaan
dengan upaya mencegahkeinginan manajemen klien yang cenderung
menghindari cakupan audit pada bidang-bidang yang sensitive atau hanya
menginginkan dilaksanakannya prosedur atau teknik pemeriksaan tertentu.
2.Independensi Investigasi
Independensi investigasi adalah kebebasan auditor dari pengaruh atau
kendali pihak lain., termasuk manajemen audit dalam melakukan aktivitas
pembuktian yang diperlukannya, termasuk dalam hal akses terhadap
semua sumber data atau informasi yang diperlukan, dukungan teknis dari
pihak audit dalam rangka pemeriksaan lapangan atau pengujian fisik, dan
pemerolehan keterangan dari setiap pejabat atau personel organisasi
3.Independensi Pelaporan
Independensi pelaporan dimaksudkan agar auditor memiliki kebebasan
tanpa pengaruh dan kendali klien atau pihak lain dalam mengemukakan
fakta yang telah diuji, atau dalam menetapkan judgement serta
simpulannya. Maupun dalam menyampaikan opini serta rekomendasinya.
Termasuk dalam hal ini adalah kebebasan dari pengaruh auditan dalam
pemilihan bahasa atau kata-kata, maupun urutan temuan sebagimana
hendak dimuat dalam laporan. Dengan demikian, harus ada jaminan penuh
bahwa klien tidak mempengaruhi materi laporan audit.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa setiap
auditor harus memelihara agar independensinya terjaga dan waspada terhadap
kemungkinan pengaruh pihak lain, teruama pihak klien yang berkepentingan untuk
mengarahkan tindakan-tindakan serta isi laporan audit agar sesuai dengan
kemauannya. (BPKP 2007)

Pengertian Independensi Auditor

 


Independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di
dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan
audit.
Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010:40) independensi
adalah sebagai berikut :
“Independen artinya tidak mudah di pengaruhi, karena auditor
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Auditor tidak
dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun”.
Randal J. Elder, Mark S. Beasley, dan Alvin A. Arens yang dialih bahasakan
Amir Abadi Jusuf (2012:74) meyatakan bahwa :
”Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak
biasa dalam melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil pengujian, dan
penerbitan laporan audit”.
Sedangkan menurut Mautz dan Sharaf dalam Theodorus M. Tuanakotta
(2011:64) menyatakan bahwa independensi yaitu:
“Independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak dibawah
pengaruh tekanan atau pihak tertentu dalam mengambil tindakan dan
keputusan”
Selanjutnya menurut Soekrisno Agoes (2012:34-35) pengertian independen
bagi akuntan publik (eksternal auditor dan internal auditor) dibagi menjadi 3 (tiga)
jenis independensi adalah sebagai berikut :
1. “Independence in fact (independensi dalam kenyataan/dalam
menjalankan tugasnya).
In fact, akuntan publik seharusnya independen, sepanjang dalam
menjalankan tugasnya memberikan jasa profesionalnya, bisa menjaga
integritas dan selalu mentaati kode etik profesionalnya, profesi akuntan
publik, dan standar professional akuntan publik. Jika tidak demikian,
akuntan publik in fact tidak independen. In fact internal auditor bisa
independen jika dalam menjalankan tugasnya selalu mematuhi kode etik
internal auditor dan jasa professional practice framewrok of internal
auditor, jika tidak demikian internal audior in fact tidak independen.
2. Independence in appearance (independensi dilihat dari penampilannya
di struktur organisasi perusahaan).
In appearance, akuntan publik adalah independen karena merupakan
pihak luar perusahaan sedangkan internal auditor tidak independen
karena merupakan pegawai perusahaan.
3. Independence in mind (independensi dalam pikiran).
In mind, misalnya seorang auditor mendapatkan temuan audit yang
memiliki indikasi pelanggaran atau korupsi atau yang memerlukan audit
adjusment yang material. Kemudian dia berpikir untuk menggunakan
findings tersebut untuk memeras auditee walaupun baru pikiran, belum
dilaksanakan. In mind auditor sudah kehilangan independensinya. Hal
ini berlaku baik untuk akuntan publik maupun internal auditor”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa
independensi merupakan salah satu komponen yang harus dijaga atau dipertahankan
oleh akuntan publik. Independensi dimaksudkan seorang auditor mempunyai
kebebasan posisi dalam mengambil sikap maupun penampilannya dalam hubungan
pihak luar terkait dengan tugas yang dilaksanakannya. Independensi bertujuan untuk
menambah kreedibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika
akuntan tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan
tambahan apapun

Pertimbangan Perusahaan dalam Memilih Kantor Akuntan Publik

 


Sebenarnya penyusunan suatu kriteria khusus yang dapat dipakai oleh
semua perusahaan dalam memilih KAP adalah sulit. Masing-masing perusahaan
memiliki kriteria yang berbeda-beda yang didasarkan pada kebutuhannya. Tetapi ada
faktor penting yang umumnya bias digunakan untuk memilih kantor akuntan yang
baik.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan terhadap
Kantor Akuntan Publik, dapat diperkirakan apa yang menjadi keinginan perusahaan
terhadap akuntan publik, agar hubungan kerja antara klien dan akuntan publik terus
berlanjut.
Menurut Agus Muhammad (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi
perusahaan dalam memilih Kantor Akuntan Publik adalah sebagai berikut :
1. Reputasi Kantor Akuntan
Biasanya, para pemakai laporan keuangan akan segera mengenal
bahwa suatu kantor akuntan yang dipilih memang benar-benar
mempunyai kecakapan yang cukup dan integritas yang tinggi
memberikan jaminan kepada para baner yang eksekutif lembaga
keuangan lainnya, atau calon investor untuk bahan masukan kepada
mereka sebelum suatu keputusan dikeluarkan.
2. Kualitas Personel yang Ditugaskan
Kualitas personel yang ditugaskan untuk menyelesaian pekerjaan di
suatu perusahaan merupakan faktor yang paling penting. Latar
belakang pendidikan dan pengalaman sebelumnya individu-individu
tersebut merupakan unsur penting dalam proses penilaian.
3. Macam Jasa yang ditawarkan
Selain memberikan jasa audit yang berkaitan dengan pemeriksaan atas
kewajaran laporan keuangan yang telah disusun pihak manajemen
perusahaan, akuntan publik juga dapat memberikan jasa-jasa lainnya
pada perusahaan. Macam-macam jasa tersebut antara lain meliputi
konsultasi manajemen, konsultasi pajak, pelayanan akuntansi dan
pelayanan akuntansi pembukuan. Oleh sebab itu, pemilikan suatu
kantor akuntan yang mau memberikan pelayanan jasa untuk keperluan
sekarang dan dimasa yang akan datang mungkin merupakan salah satu
faktor yang perlu dipertimbangkan.
5. Keahlian Dalam Industri Tertentu
Suatu kantor akuntan yang memiliki keahlian khusus dalam bidang
industri tertentu, akan lebih mampu untuk memberikan jasa yang lebih
baik dibandingkan kantor lain yang belum pernah sama sekali
menangani bidang tersebut. Pengalaman dalam bidang khusus tersebut
akan meningkatkan efisiensi pelayanan atas jasa yang diberikan. Hal ini
juga akan meningkatkan jaminan bahwa perusahaan akan mendapatkan
kualitas jasa yang lebih baik terutama dalam kenaikan saran-saran
perbaikan sistem pengendalian intern perusahaan.
6. Sikap Bebas Tidak Memihak
Sikap independen atau sering kita artikan sebagai suatu sikap bebas
tidak memihak merupakan salah satu faktor lain yang tidak boleh kita
tinggalkan dalam proses pemilihan ini. Adanya hubungan bisnis antara
kantor akuntan dengan pegawai, direktur, pemegang saham utama dari
perusahaan yang akan diperiksa kadang-kadang menimbulkan kerugian
piak luar mengenai sikap bebas kantor akuntan tersebut. sikap bebas
tidak memihak (independen) ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai
berikut :
a. Independen dalam kenyataan
Artinya auditor mempertahankan sikap bebas tidak memihak dalam
melaksanakan pekerjaannya,
b. Independen dalam penampilan
Artinya para pemakai menganggap auditor bertindak independen
dalam melaksanakan tugasnya. Dengan adanya independensi
akuntan publik, diharapkan akan menghasilkan hasil pemeriksaan
atas kewajaran laporan keuangan yang dapat menimbulkan
keercayaan semua pihak yang berkepentingan dalam laporan
keuangan tersebut. Menurut Mulyadi (1992:36) tanpa adanya
jaminan independensi yang objektif dari profesi akuntan publik,
masyarakat akan meragukan pendapat yang diberikan atas
kewajaran laporan keuangan perusahaan yang diperiksanya.
7. Tarif jasa yang diberikan
Tarif jasa yang dimaksud adalah honorarium yang diterima akuntan
publik atas jasa audit yang diberikan atau yang biasa disebut audit
fee. Tarif akuntan publik yang lebih rendah akan mempengaruhi
penilaian perusahaan terhadap KAP. Hal ini sesuai dengan konsep
produksi yang dinyatakan oleh Kotler (1992:24) bahwa para
langganan akan menyukai produk-produk yang tersedia secara luas
dan murah.
8. Kesulitan Keuangan
Scwatz dan Menon (1984) meneliti faktor kesulitan keuangan
sebagai pendorong perusahaan untuk berpindah auditor. Dalam
penelitian tersebut sampel yang di ambil dari perusahaan go public
di New York Stock Exchange (NYSE) dan American Stock Exchange
(AMSE) yang terancam bangkrut. Kelompok pengendali yang
digunakan dalam penelitian Scwatz dan Menon tersebut di atas
adlah perushaan yang sehat, sebanyak perusahaan yang terancam
bangkrut. Perusahaan tersebut mempunyai tendensi yang kuat untuk
berpindah auditor dibandingkan dengan perusahaan yang sehat.
9. Jarak Antara Kantor Akuntan Dengan Klien
Faktor jarak antara kantor akuntan dengan tempat perusahaan akan
mempengaruhi perusahaan dalam memilih Kantor Akuntan Publik.
Dalam hal ini apakah jarak yang jauh atau jarak yang dekat akan
berpengaruh terhadap kantor akuntan karena jarak satu lokasi
dengan lokasi lain yang berjauhan akkan membuat seseorang
enggan untuk mengunjungi atau untuk melakukan hubungan
tertentu dibandingkan dengan jarak yang berdekatan.
10. Pengalaman Kantor Akuntan di masa lalu
Pengalaman Kantor Akuntan akan memberikan jaminan bahwa
perusahaan akan mendapatkan kualitas jasa yang lebih baik
terutama dalam kaitan saran-saran perbaikan sistem pengendalian
internal perusahaan.
11. Hubungan Kantor Akuntan Publik Dengan Klien
Faktor hubungan kantor akuntan dengan perusahaan dengan
kliennya akan mempengaruhi perusahaan dalam memilih Kantor
Akuntan Publik. Hubungan klien dengan kantor akuntan merupakan
variabel yang berpengaruh terhadap Kantor Akuntan Publik.
12. Terlambat menyerahkan Laporan Hail Audit
Seringkali kantor akuntan sngat sibuk, tetapi tidak mau menambah
pegawai baru dengan alas an antara lain ingin untung lebih besar.
Penugasan tenaga yang ada seperti di paksakan seingga tidak cukup
waktu. Dalam keadaan seperti ini biasanya klien-klien kecil kurang
diperhatikan, akibatnya laporan akuntan atas laporan keuangan
terlambat diselesaikan diserahkan.
Pernyataan ini didukung leh Amin Wijaya Tunggal (1994:4) yang
dinyatakan sebagai berikut :
“Ketepatan waktu (Timeliness). Ini sebenarnya lebih dariada keinginan
suatu klien. Ia diharapkan sebagai suatu bagian yang normal dari jasa
akuntan. Sebab itu suatu keharusan bagi setiap akuntan. Akan tetapi
disayangkan, beberapa akuntan tidak dapat dapat menyelesaikan pekerjaan
pada saat diperlukan”.

Kategori Kantor Akuntan Publik

 


Menurut Arens et al. (2012:32) kategori ukuran Kantor Akuntan Publik
adalah sebagai berikut :
1. Kantor Internasional Empat Besar. Keempat KAP terbesar di Amerika
Serikat disebut kantor akuntan publik internasional “Big Four”.
Keempat kantor ini memiliki cabang di seluruh Amerika Serikat dan
seluruh dunia. Kantor “Big Four” mengaudit hampir semua perusahaan
besar baik di Amerika Serikat maupun dunia serta banyak juga
perusahaan yang lebih kecil juga.
2. Kantor Nasional. Tiga KAP di Amerika Serikat disebut kantor nasional,
karena memiliki cabang di sebagian kota besar kota utama. Kantor
nasional memberikan jasa yang sama seperti kantor “Big Four” dan
bersaing secara langsung dengannya untuk mendapat klien. Setiap
kantor nasional berafiliasi dengan kantor-kantor di Negara lain dan
karenanya mempunyai kemampuan bertaraf internasional .
3. Kantor Regional dan Kantor Lokal yang Besar. Terdapat kurang dari
200 KAP yang memiliki staf profesional lebih dari 50 orang. Sebagian
hanya memiliki satu kantor dan terutama melayani klien–klien dalam
jangka yang tidak begitu jauh. KAP yang lainnya memiliki beberapa
cabang di satu Negara bagian atau wilayah dan melayani klien dalam
radius yang lebih jauh.
4. Kantor Lokal Kecil. Lebih dari 95 persen dari semua KAP mempunyai
kurang dari 25 KAP tenaga profesional pada kantor yang hanya
memiliki satu cabang, dan entitas nirlaba, meskipun beberapa memiliki
satu atau dua klien dengan kepemilikan publik. Banyak kantor lokal
kecil tidak melakukan audit dan terutama memberikan jasa akuntansi
serta perpajakan bagi klien-kliennya.”
Sedangkan menurut Messier et al. (2014:41) kategori ukuran Kantor
Akuntan Publik adalah sebagai berikut :
“Kantor akuntan publik sering dikategorikan berdasarkan ukuran. Kantor
yang terbesar adalah kantor akuntan publik “Big 4”: Deloitte, Ernst &
Young, KPMG, dan Pricewaterhouse Coopers.”
Pada Buku Direktori IAI (2011), IAI mengklasifikasikan KAP yang
beroperasi di Indonesia menjadi dua, yaitu:
1. KAP yang melakukan kerjasama dengan KAP asing.
2. KAP yang tidak melakukan kerjasama dengan KAP asing.
Dari beberapa kategori di atas dapat disimpulkan bahwa kategori ukuran
KAP di Indonesia, jika dihubungkan dengan keberadaan KAP bertaraf intenasional,
maka ukuran KAP dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. KAP Nasional yang berafiliasi denagan KAP Internasional big four,
yaitu KAP asing big four yang membuka KAP cabang di Indonesia
atau KAP di Indonesia yang melakukan kerjasama/berafiliasi dengan
KAP asing big four, yakni Deloitte, Ernst & Young, KPMG, dan
Pricewaterhouse Coopers.
2. KAP Nasional yang berafiliasi dengan KAP internasional non big four,
yaitu KAP asing non big four yang membuka KAP cabang di Indonesia
atau KAP di Indonesia yang melakukan kerjasama/berafiliasi dengan
KAP asing non big four, yakni Kreston International, PKF
International, dan sebagainya.
3. KAP Nasional, yaitu KAP Indonesia yang berdiri sendiri,
terletak/berpusat di kota besar di Indonesia dan KAP tersebut membuka
cabang di kota-kota besar utama di Indonesia
4. KAP Regional dan Lokal Besar, yaitu KAP di Indonesia yang berdiri
sendiri dan pada umumnya terpusat di suatu wilayah. Sebagian KAP di
Indonesia merupakan KAP regional dan lokal besar, terutama yang
terpusat di Pulau Jawa. Beberapa diantaranya hanya melayani klien di
dalam jangkauan wilayahnya, dan beberapa dari yang lainnya memiliki
beberapa kantor cabang di daerah lain tetapi bukan di kota-kota besar di
Indonesia.
5. KAP Lokal Kecil, yaitu KAP yang berdiri sendiri, tidak membuka
cabang, dan memiliki kurang dari 25 orang tenaga kerja profesiona

Hirarki Kantor Akuntan Publik

 


Auditor independen atau auditor eksternal melaksanakan kegiatannya di
bawah suatu kantor akuntan publik.
Menurut Halim (2008:17-18), hierarki staff organisasi kantor akuntan publik
pada umumnya adalah sebagai berikut:
2. Partner, merupakan top legal client relantionship yang bertugas mereview pekerjaan audit, menandatangani laporan audit, menyetujui
masalah fee dan penagihannya, dan penanggungjawab atas segala hal
yang berkaitan dengan pekerjaan audit.
3. Manager, merupakan staf yang banyak berhubungan dengan klien,
mengawasi langsung pelaksanaan tugas-tugas audit, mer-review lebih
rinci terhadap pekerjaan audit, dan melakukan penagihan atas fee.
4. Akuntan senior, merupakan staf yang bertanggungjawab langsung
terhadap perencanaan dan pelaksanaan pekerjaaan audit, dan mereview
pekerjaan para akuntan yunior yang dibawahinya.
5. Akuntan junior, merupakan staf pelaksana langsung dan
bertanggungjawab atas pekerjaan lapangan. Para yunior ini
penugasannya dapat berupa bagian-bagian dari pekerjaan audit, dan
bahkan bila memungkinkan memberikan pendapat atas bagian yang
diperiksa.
Dari pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa hirarki auditor di KAP
dalam hal penugasan audit sangat jelas dengan adanya tingkatan-tingkatan di dalam
KAP itu sendiri.

Organisasi Kantor Akuntan Publik

 


Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan
Publik pada pasal menyebutkan bahwa “Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah
badan usaha yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-undang ini”.
Di Indonesia persyaratan untuk menjalankan praktik sebagai akuntan
publik yang sebelumnya telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No.423/KMK.06/2002 tentang jasa Akuntan Publik
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No.359/KMK.06/2003 dinyatakan tidak memadai lagi sehingga perlu
mengatur kembali dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.17/PMK.01/2008 tentang jasa Akuntan Publik.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.17/PMK.01/2008 Bab
III (perizinan) pasal 5 persyaratan untuk menjadi akuntan publik adalah sebagai
berikut:
a. Memiliki nomor Registrasi Negara untuk Akuntan
b. Memiliki Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP)
yang diselenggarakan oleh IAPI.
c. Dalam hal tanggal kelulusan USAP sebagaimana dimaksud pada huruf b telah
melewati masa 2 tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti
program pendidikan berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 (enam puluh)
satuan kredit PPL (SKP) dalam 2 (dua) tahun terakhir.
d. Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling
sedikit 1000 (seribu) jam dalam 5 (lima) tahun terakhir dengan paling sedikit
500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan
audit umum, yang disahkan oleh pemimpin RekanKAP.
e. Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu
Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
f. Memiliki Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP).
g. Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin Akuntan Publik; dan
h. Membuat surat permohonan, melengkapi formulir permohonan izin Akuntan
Publik, membuat surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 46, dan membuat surat pernyataan bermaterai cukup
yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar
dengan menggunakan lampiran I sebagaimana terlampir dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini

Ukuran Reputasi Kantor Akuntan Publik

 


KAP boleh memiliki kerjasama dengan Kantor Akuntan Publik Asing
(KAPA) dan Organisasi Akuntan Asing (OAA) setelah mendapat persetujuan dari
Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Keuangan. Di dalam dunia profesi akuntan
publik Indonesia dikenal KAP kelompok besar, yaitu 4 KAP yang berafiliasi dengan
KAPA BIG 4 (Deloitte Touche Tohmatsu, KPMG International, Ernst & Young
Global Limited, dan PricewaterhouseCoopers) yang selanjutnya KAP tersebut juga
disebut BIG 4. Empat KAPA ini memiliki jaringan luas yang hampir ada disetiap
Negara, di Indonesia sendiri rata-rata perusahaan berskala besar diaudit oleh keempat
KAP ini. Selain keempat KAP ini sering disebut KAP Sedang dan KAP Kecil,
sebenarnya pengelompokan ini bersifat informal dan lebih banyak diukur bukan dari
jumlah penghasilannya tetapi dari jumlah auditornya Sedangkan Non-Big Four Firms
terdapat perusahaan lapis kedua yang disebut second-tier accounting firms yang
memiliki jaringan internasional, meskipun tidak cukup besar seperti jaringan Big
Four. Menurut Tuanakotta, yang termasuk pada second-tier accounting firms yaitu
BDO Seidmana, Grant Thornton, McGladrey & Pullen, dan Crowe Chizek.
Adityasih (2010) mengelompokkan KAP Indonesia berdasarkan jumlah
auditornya yaitu KAP BIG 4, KAP Menengah, dan KAP Kecil:
a. KAP BIG 4 (KAP First Tier) Kelompok ini adalah KAP yang mempunyai
jumlah Profesional Staff diatas 400 orang yang terdiri dari
PricewaterhouseCooper, deloitte, KPMG, dan Ernst & Young. KAP tersebut
adalah KAP asing yang bekerjasama dengan KAP Indonesia berupa network
maupun asosiasi.
b. KAP Menengah (KAP Second Tier) Kelompok ini adalah KAP yang
mempunyai jumlah profesional staff antara 100-400 orang.
c. KAP kecil (KAP Third Tier) Kelompok ini adalah KAP yang mempunyai
jumlah profesional staff dibawah 100 orang.
Berdasarkan direktori PPAJP Kementrian Keuangan RI tahun 2012 terdapat
387 KAP yang menyampaikan laporan tahunan. Di dalam laporan tahunannya KAP
wajib menyampaikan kegiatannya selama satu periode termasuk di dalamnya laporan
keuangan, kerjasama dengan KAPA dan OAA, jumlah klien, dan jumlah staff. Hasil
pengelompokan KAP berdasarkan jumlah professional staff sebagai berikut:
a. KAP First Tier Kelompok ini merupakan kelompok KAP yang memiliki
jumlah professional staff diatas 400 orang. KAP yang masuk dalam kelompok
ini berjumlah 4 yang semuanya merupakan kelompok KAP BIG 4.
b. KAP Second Tier Kelompok ini merupakan kelompok KAP yang memiliki
jumlah professional staff antara 100-400 orang, yang masuk dalam kelompok
ini berjumlah 13 KAP.
c. KAP Third Tier Kelompok ini merupakan kelompok KAP yang memiliki
jumlah professional staff dibawah 100 orang, yang masuk dalam kelompok ini
berjumlah 370 KAP. Terdiri dari 327 KAP dengan professional staff dibawah
25 orang, 32 KAP dengan professional staff antara 26-50 orang, dan 11 KAP
dengan professional staff antara 51-100 orang.

Pengertian Ukuran Kantor Akuntan Publik

 


Menurut Andra (2012) dalam Firyana (2014) Pengertian Ukuran Kantor
Akuntan Publik adalah sebagai berikut :
“Ukuran KAP adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan besar
kecilnya suatu Kantor Akuntan Publik. Ukuran KAP dapat dikatakan besar
jika KAP tersebut berafiliasi dengan Big 4, mempunyai cabang dan klienya
perusahaan-perusahaan besar serta mempunyai tenaga professional di atas
25 orang. Sedangkan Ukuran Kantor Akuntan Publik dikatakan kecil jika
tidak berafiliasi dengan Big 4, tidak mempunyai kantor cabang dan klienya
perusahaan kecil serta jumlah tenaga profesionalnya kurang dari 25 orang.”
Sedangkan menurut Arsih (2015) ukuran KAP adalah sebagai berikut:
“Ukuran KAP adalah cerminan besar kecilnya KAP, semakin besar KAP
maka semakin tinggi kualitas audit yang dihasilkan, jadi perusahaan akan
mengganti auditor dari KAP kecil ke auditor dari KAP besar untuk
meningkatkan reputasi dan kualitas laporan keuangannya.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Ukuran Kantor
Akuntan Publik (KAP) adalah besar kecilnya Kantor Akuntan Publik yang digunakan
suatu perusahaan untuk melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan
perusahaan. Jika dihubungkan keberadaannya KAP yang ada di Indonesia, maka
ukuran KAP terbesar yakni KAP yang berafiliasi dengan KAP asing yang tergolong
Big 4

Pengertian Kantor Akuntan Publik .

 


Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2011, Kantor
Akuntan Publik yang selanjutnya disingkat KAP adalah badan usaha yang didirikan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17/PMK.01/2008 mengakui IAPI sebagai organisasi profesi akuntan publik
yang berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan
penerbitan standar profesional dan etika akuntan publik, serta menyelenggarakan
program pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik di Indonesia.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa organisasi
yang dibentuk untuk memberikan jasa akuntansi professional termasuk audit, pada
umumnya didirikan sebagai kepemilikan pribadi atau persekutuan.

Faktor-faktor Masa Perikatan Audit Tenure

 


Terdapat beberapa alasan secara logis yang bisa diungkapkan untuk
menjelaskan peranan hubungan klien dan KAP tersebut menurut Flint (1988) dalam
Wijayanti (2010:2) dalam Finna Fauzia Atika (2018) diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Klien dan KAP menjalin hubungan yang lama;
Maka klien bisa memahami dengan baik karakteristik auditor yang
ditugaskan oleh KAP. Klien yang bisa memahami dengan baik
kepribadian maupun karakteristik dari auditor, maka klien akan mampu
melakukan berbagai bentuk pendekatan kepada auditor, sehingga klien
bisa mempengaruhi auditor atas hasil audit yang dilakukan.
b. Auditor yang ditugaskan KAP telah lama menjalin hubungan dengan
klien;
Maka terdapat interaksi yang semakin kuat bahkan di luar jasa audit
KAP. Jalinan atau hubungan yang semakin intensif antara klien dan
auditor, maka tingkat ketergantungan auditor terhadap klien semakin
besar. Kondisi seperti ini menjadi kekuatan penawaran bagi klien untuk
bisa mendesak auditor baik secara langsung atau tidak langsung,
sehingga bisa mempengaruhi hasil audit yang dilakukan.
c. Auditor menjalin hubungan yang lama dengan KAP;
Maka akan terdapat ikatan emosional yang semakin kuat antara auditor
dan klien. Ketika terdapat ikatan emosional, maka auditor secara mental
ikut memikirkan nasib klien sebagai dampak dari hasil audit yang
dilakukan. Dalam situasi demikian, maka penilaian auditor tidak
obyektif atas hasil audit karena mempertimbangkan nasib klien jika hasil
auditor dinilai merugikan klien.
Menurut Ruchjat Kosasih (2010:47-48) ada empat jenis risiko yang dapat
merusak independensi akuntan publik , yaitu :
a. Self interest risk, yang terjadi apabila akuntan publik menerima manfaat
dari keterlibatan keuangan klien.
b. Self review risk, yang terjadi apabila akuntan publik melaksanakan
penugasan pemberian jasa keyakinan yang menyangkut keputusan yang
dibuat untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain yang
mengarah pada produk atau pertimbangan yang mempengaruhi
informasi yang menjadi pokok bahasan dalam penugasan pemberian jasa
keyakinan.
c. Advocacy risk, yang terjadi apabila tindakan akuntan publik menjadi
terlalu erat kaitanya dengan kepentingan klien.
d. Client influence risk, yang terjadi apabila akuntan publik mempunyai
hubungan erat yang kontinyu dengan klien, termasuk hubungan pribadi
yang dapat mengakibatkan intimidasi oleh atau keramahtamahan
(familiarity) yang berlebihan dengan klien.
Menurut Johnson et.al (2002), telah mengembangkan model masa perikatan
audit (tenure) dari membangun teori dan penelitian empiris yang ada. Model yang
disajikan oleh Johnson et.al (2002), dalam penelitian ini dijadikan sebagai faktorfaktor masa perikatan audit tenure, yaitu :
“1. Audit firm tenure
a. Lamanya KAP melakukan Perikatan Audit dengan klien.
b. Lamanya KAP melakukan Pergantian dengan klien.
2. Audit partner tenure
a. Lamanya partner tetap melakukan penugasan audit.
b. Lamanya partner melakukan pergantiandalam pekerjaan audit”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat dijelaskan bahwa tenure
kantor akuntan publik menunjukan lama hubungan kinerja terhadap kliennya dalam
melaksanakan kegiatan audit. Yang mengatur pemberian jasa audit atas laporan
keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 (lima)
tahun berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun
bertutut-turut

Lama Hubungan dengan Klien

 


Di Indonesia, masalah kerja auditor dengan klien sudah diatur pada pasal 3
dalam Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik.
Peraturan menteri tersebut membatasi masa kerja Auditor paling lama untuk 3 (tiga)
tahun berturut-turut untuk klien yang sama, sedangkan untuk Kantor Akuntan Publik
(KAP) paling lama 6 (enam) tahun berturut-turut. Pembatasan ini agar jarak antara
auditor dengan klien tidak terlalu dekat sehingga tidak akan menimbulkan skandal
akuntansi yang akan mempengaruhi sikap independensi (Tuanakotta, 2011). Untuk
mengetahui lama hubungan auditor dengan klien digunakan indikator “lama
mengaudit klien”.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan hasil yang bertentangan
mengenai lamanya hubungan dengan klien. Penelitian yang dilakukan oleh Kasidi
(2007) bahwa lamanya hubungan audit antara auditor yang mengaudit dengan klien
yang diaudit tidak mempengaruhi independensi auditor. Pada temuan ini mengartikan
bahwa lamanya hubungan antara auditor dengan klien tidak mempengaruhi
independensi sehingga kualitas audit tetap terjaga. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Yuvisa, Rohman, Handayani (2008) menemukan bahwa lamanya
hubungan keterikatan antara auditor dengan klien (Auditor Tenure) dapat semakin
mempererat hubungan antara auditor dengan pihak klien. Hubungan yang terjalin
lama antara auditor dengan klien mempunyai potensi untuk menjadikan auditor puas
akan kinerja yang dilakukannya, melakukan prosedur audit yang kurang tegas, dan
ketergantungan atas penyataan manajemen, yang menjadikan kualitas audit menurun

Peraturan Mengenai Audit Tenure

 


Di Indonesia sendiri, peraturan yang mengatur tentang Audit Tenure adalah
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 42/KMK.06/2002, yang
mengatur bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas
dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan
oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa jangka waktu
di Indonesia ketentuannya telah dimuat dalam Peraturan Menteri Keuagan

Pengertian Audit Tenure

 


Menurut Johnson et.al (2002) Audit Tenure adalah sebagai berikut:
“Tenure KAP adalah masa jangka waktu perikatan yang terjalin antara KAP
dengan auditee yang sama”.
Tenure KAP diukur dengan menghitung tahun dimana KAP yang sama
telah melakukan prikatan dengan auditee dalam batas regulasi yang telah
ditentukan oleh pemerintah. Masa perikatan audit dibagi menjadi tiga
kategori. Kategori pertama adalah pendek, yaitu satu sampai tiga tahun,
kategori kedua adalah medium atau sedang yang panjang perikatannya
empat sampai delapan tahun dan kategori ketiga adalah panjang, yaitu lebih
dari delapan tahun.
Rick hayes et al (2005:51) menyatakan bahwa :
“Salah satu ciri dari panjang masa audit (Audit Tenure) adalah keterlibatan
tahun pertama audit masa Audit Tenure pendek dianggap kurang
menyeluruh (kurang mendalam) karena hal ini membutuhkan waktu
beberapa waktu untuk mengidentifikasi semua risiko audit potensial untuk
klient baru, sehingga mengurangi kualitas audit”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa Audit
Tenure adalah masa perikatan antara suatu Kantor Akuntan Publik dengan klien
terkait jasa audit yang disepakati

Faktor-faktor Penentu Besarnya Audit Fee


Terdapat faktor-faktor penentu besarnya biaya audit. Dalam faktor tersebut
sangat memengaruhi biaya audit pada seorang auditor. Menurut Abdul Halim
(2008:107) ada tiga faktor dominan yang menentukan besarnya Audit Fee, yaitu
sebagai berikut :
1. Karakteristik Keuangan, seperti tingkat penghasilan, laba, aktiva,
modal, dan lain-lain.
2. Lingkungan, seperti persaingan, pasar tenaga profesional, dan lainlain.
3. Kegiatan Eksternal Auditor, seperti pengalaman, tingkat koordinasi
dengan internal auditor dan lain-lain.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa faktor-faktor
tersebut sangat mendukung untuk menentukan besarnya pembayaran biaya audit.
Misalkan jika seorang auditor memiliki pengalaman yang banyak diantara auditor
yang lain maka kemungkinan auditor tersebut akan menerima biaya atau Audit Fee
sesuai dengan kualitas audit yang dihasilkan auditor tersebu

Imbalan Jasa Profesional dan Bentuk Remunerasi Lainnya


Dalam melakukan negosiasi mengenai jasa profesional yang diberikan,
praktisi dapat mengusulkan jumlah imbalan jasa profesional yang dipandang sesuai.
Fakta terjadinya jumlah imbalan jasa profesional yang diusulkan oleh praktisi yang
satu lebih rendah dari praktisi yang lain bukan merupakan pelanggaran terhadap kode
etik profesi. Namun demikian, ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika
profesi dapat terjadi dari besaran imbalan jasa profesional yang diusulkan (Standar
Profesional Akuntan Publik Seksi 240.1).
Ancaman tergantung dari beberapa faktor, seperti besaran imbalan jasa
profesional yang diusulkan, serta jenis dan lingkup jasa professional yang diberikan.
Sehubungan dengan potensi ancaman tersebut, pencegahan yang tepat harus
dipertimbangkan dan diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut antara lain :
a. Membuat klien menyadari persyaratan dan kondisi perikatan, terutama dasar
penentuan imbalan jasa profesional, serta jenis dan lingkup jasa professional yang
diberikan.
b. Mengalokasikan waktu yang memadai dan menggunakan staf yang kompeten
dalam perikatan tersebut (Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 240.1)
Imbalan jasa profesional yang bersifat kontinjen telah digunakan secara luas
untuk jasa profesional tertentu selain jasa asuansi. Namun demikian, dalam situasi
tertentu imbalan jasa profesional yang bersifat kontinjen dapat menimbulkan
ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi, yaitu ancaman
kepentingan pribadi terhadap objektivitas. Signifikansi ancaman tersebut akan
tergantung dari beberapa faktor sebagai berikut :
a. Sifat perikatan;
b. Rentang besaran imbalan jasa profesional yang dimungkinkan;
c. Dasar penetapan besaran imbalan jasa profesional;
d. Ada tidaknya penelaahan hasil pekerjaan oleh pihak ketiga yang independen
(Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 240.3).
Signifikansi setiap ancaman harus dievaluasi dan jika ancaman tersebut
merupakan ancaman selain ancaman yang secara jelas tidak signifikan, maka
pencegahan yang tepat harus dipertimbangkan dan diterapkan untuk menghilangkan
ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima. Pencegahan
tersebut anatara lain :
a. Perjanjian tertulis dengan klien yang dibuat di muka mengenai dasar penentuan
imbalan jasa profesional.
b. Pengungkapan kepada pihak pengguna hasil pekerjaan praktisi mengenai dasar
penentuan imbalan jasa profesional.
c. Kebijakan dan prosedur pengendalian mutu.
d. Penelahaan oleh pihak ketiga yang objektif terhadap hasil pekerjaan praktisi
(Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 240.4)
Dalam situasi tertentu, seorang praktisi dapat menerima imbalan jasa
profesional rujukan atau komisi (Fee Referal) yang terkait dengan diterimanya suatu
perikatan. Apabila praktisi tidak memberikan jasa profesional tertentu yang
dibutuhkan, maka imbalan jasa dapat diterima oleh praktisi tersebut sehubungan
dengan penujukan klien yang berkelanjutan (continuing client) tersebut kepada
tenaga ahli atau praktisi yang lain. Praktisi dapat menerima komisi dari pihak ketiga
sehubungan dengan penjualan barang atau jasa kepada klien. Penerimaan imbalan
jasa profesional rujukan atau komisi tersebut dapat menimbulkan ancaman
kepentingan pribadi terhadap objektivitas, kompetensi, serta sikap kecermatan dan
kehati-hatian profesional (Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 240.5).
Setiap praktisi tidak boleh membayar atau menerima imbalan jasa
profesional rujukan atau komisi, kecuali jika praktisi telah menerapkan pencegahan
yang tepat untuk mengurangi ancaman atau menguranginya ke tingkat yang dapat
diterima. Pencegahan tersebut mencakup antara lain :
a. Mengungkapkan kepada klien mengenai perjanjian pembayaran atau penerimaan
imbalan jasa profesional rujukan kepada praktisi lain atas suatu perikatan.
b. Memperoleh persetujuan di muka dari klien mengenai penerimaan komisi dari
pihak ketiga atas penjualan barang atau jasa kepada klien (Standar Profesional
Akuntan Publik Seksi 240.7)

Komisi dan Fee Referal

 


Menurut Sukrisno Agoes (2012:54) ada beberapa Fee di luar Fee utama
diterima seorang auditor asalkan Fee tersebut tidak mengurangi independensi auditor,
di antaranya yaitu:
A. Komisi
Komisi audit adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk
lainnya yang diberikan kepada atau diterima dari klien atau pihak lain
untuk memperoleh perikatan dari klien atau pihak lain.
B. Fee Referal
Fee referal adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama
penyedia jasa profesional akuntan publik.
Sedangkan Mulyadi (2008:65) membedakan antara komisi dan fee referal
sebagai berikut :
A. Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk
lainnya yang diberikan kepada atau diterima dari klien/pihak lain untuk
memperoleh perikatan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak
diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila
pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.
B. Fee Referal (Rujukan)
Fee Referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima
kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik.Fee Referal
(rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa selain biaya
audit terdapat juga biaya lainnya. Berdasarkan biaya lainnya yang telah dikemukakan
di atas, maka seorang auditor bisa mendapatkan biaya lain di luar biaya utama.
Dengan adanya biaya lain ini maka diharapkan sikap independensi dari seorang
auditor terjaga, sehingga klien atau pihak lain yang berkepentingan percaya kepada
KAP dan auditor tersebut.

Standar Penetapan Audit Fee

 


Berdasarkan surat keputusan ketua umum Institut Akuntan Publik Indonesia
Nomor : KEP.024/IAPI/VII/2008 mengenai panduan penetapan imbal jasa (fee) audit
adalah sebagai berikut :
“ 1. Prinsip dasar dalam menetapkan imbal jasa:
a. Kebutuhan klien;
b. Tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties);
c. Tingkat keahlian (level of expertise) dan tanggung jawab yang
melekat pada pekerja yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas
pekerjaan;
d. Independensi;
e. Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh
anggota dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan; dan
f. Basis penetapan fee yang disepakat.
2. Penetepan tarif imbal jasa
a. Tarif imbal jasa (charge-out rate) harus menggambarkan remunerasi
yang pantas bagi anggota dan stafnya, dengan memperhatikan
kualifikasi dan pengalaman masing-masing;
b. Tarif harus ditetapkan dengan memperhitungkan:
- Gaji yang pantas untuk menarik dan mempertahankan staf yang
kompeten dan berkeahlian;
- Imbalan lain diluar gaji;
- Beban overhead, termasuk yang berkaitan dengan pelatihan dan
pengembangan staf, serta riset dan pengembangan;
- Jumlah jam tersedia untuk suatu periode tertentu (project chargeout
time) untuk staf profesional dan staf pendukung; dan
- Marjin laba yang pantas
c. Tarif imbal jasa per-jam (hourly charge-out rates) yang ditetapkan
berdasarkan informasi di atas dapat ditetapkan untuk setiap staf atau
untuk setiap kelompok staf (junior, senior, supervisor, manajer) dan
partner. “
Berdasarkan surat keputusan ketua umum Institut Akuntan Publik Indonesia
PP No.2/IAPI/III/2016 mengenai panduan penetapan imbal jasa (fee) audit adalah
sebagai berikut :
 Prinsip Dasar
1. Dalam menetapkan imbalan jasa audit, Anggota harus mempertimbangkan:
a. Kebutuhan klien dan ruang lingkup perkejaan;
b. Waktu yang dibutuhkan dalam setiap tahapan audit;
c. Tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties);
d. Tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat
pada pekerjaan yang dilakukan;
e. Tingkat kompleksitas pekerjaan;
f. Jumlah personel dan banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif
digunakan oleh Anggota dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan;
g. Sistem Pengendalian Mutu Kantor; dan
h. Basis penetapan imbalan jasa yang disepakati.
2. Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan dan banyaknya staf yang dilibatkan pada berbagai
tingkatan atau sesuai dengan ruang lingkup dan kompleksitas penugasan, nilai
jasa yang diberikan bagi klien atau bagi Kantor Akuntan Publik yang
bersangkutan.
a. Dalam hal imbalan jasa tidak dikaitkan dengan banyaknya waktu
pekerjaan, Anggota harus menyampajkan Surat Perikatan (Engagement
Letter) yang setidaknya memuat:
 Tujuan lingkup pekerjaan serta pendekatan dan metodologinya; dan
 Basis penetapan dan besaran imbalan jasa (atau estimasi besaran
imbalan jasa) serta cara dan/atau termin pembayarannya.
b. Anggota agar selalu:
 Memelihara dokumentasi lengkap mengenai proses perhitungan dan
penentuan imbalan jasa; dan
 Menjaga agar basis pengenaan imbalan jasa yang disepakati konsisten
dengan praktik yang lazim berlaku.
3. Imbalan jasa audit harus mencerminkan secara wajar pekerjaan yang
dilakukan untuk klien dan seluruh faktor yang dikemukakan dalam Paragraf 4
diatas (Dalam hal ini Anggota harus memperhatikan Kode Etik yang mengatur
mengenai Independensi). Anggota tidak diperkenankan menetapkan imbalan
jasa berbasis kontinjensi baik langsung atau tidak langsung.
4. Sebelum perikatan disepakati, Anggota sudah harus menjelaskan kepada
klien, basis pengenaan imbalan jasa, cara dan termin pembayaran, dan total
imbalan jasa yang akan dikenakan.
5. Dalam hal kemungkinan besar imbalan jasa akan meningkat secara substansial
di masa datang, klien harus sudah diberitahukan sebelumnya dan alasan
kenaikan imbalan jasa.
6. Imbalan jasa atas pekerjaan pertama yang diberikan kepada klien tidak boleh
didiskon sebagai imbalan jasa perkenalan, dengan maksud untuk mengenakan
imbalan jasa lebih tinggi atau pemberian jasa lainnya di masa datang.
7. Anggota harus dapat menunjukkan bahwa pekerjaannya dilakukan secara
profesional dan memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan, dan
memenuhi kebutuhan klien.
8. Anggota dimungkinkan untuk mengenakan imbalan jasa minimum sepanjang
imbalan jasa tersebut menutupi biaya pokok jasa dan tidak mengurangi
kecukupan prosedur dalam pelaksanaan audit sesuai SPAP dan Kode Etik.
9. Untuk mempertahankan independensinya, Anggota sudah harus menerima
imbalan jasa atas pekerjaan yang telah dilakukan pada periode sebelumnya,
sebelum memulai pekerjaan untuk periode berikutnya.
10. Anggota yang imbalan jasanya belum dibayar boleh menahan dokumen
tertentu milik klien yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaannya, dan
boleh menolak untuk meneruskan informasi yang dimilikinya kepada klien,
pihak lain, atau auditor/akuntan penerus sebelum imbalan jasanya dibayar.
11. Anggota tidak diperkenankan menerima perikatan apabila klien belum
membayar lunas kewajiban kepada auditor terdahulu.
 Penetapan Tarif Imbalan Jasa
12. Tarif imbalan jasa (charge out rate) harus menggambarkan remunerasi yang
pantas bagi Anggota dan stafnya, dengan memperhatikan kualitikasi dan
pengalarnan masing masing.
13. Tarif imbalan jasa harus ditetapkan dengan memperhitungkan:
a. Gaji yang pantas untuk menarik dan mempertahankan staf yang kompeten
dan berkeahlian;
b. Imbalan lain diluar gaji;
c. Beban overhead, termasuk yang berkaitan dengan pelatihan dan
pengembangan akuntan publik beserta staf, serta riset dan pengembangan;
d. Jumlah jam tersedia untuk suatu periode tertentu (projected charge-out
time) untuk akuntan publik, staf profesional dan staf pendukung; dan
e. Marjin laba yang pantas.
 Pencatatan Waktu
14. Pencatatan waktu yang memadai dengan menggunakan time sheet yang sesuai
perlu dilakukan secara teratur untuk dapat menghitung imbalan jasa secara
akurat dan realistis, dan untuk dapat menjaga eflsiensi dan efektifltas
pekerjaan. Time sheet sekaligus berfungsi sebagaj kartu kendali staf dan dasar
dari pengukuran kinerja.
 Penagihan Bertahap
15. Praktik yang baik mengharuskan dilakukannya penagihan secara bertahap atas
pekerjaan yang diselesaikan untuk periode lebih dari satu bulan. Penagihan
harus segera dilakukan begitu termin yang disepakati telah jatuh waktu

Pengertian Audit Fee

 


Menurut Sukrisno Agoes (2012:18) Audit Fee adalah sebagai berikut:
“Besarnya biaya tergantung antara lain resiko penugasan, kompleksitas jasa
yang diberikan, tinggi keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa
tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan
professional lainnya.”
Indikator dari fee audit dapat di ukur dari:
1. Besaran fee bergantung pada resiko penugasan
Sebagai sebuah profesi yang beresiko terhadap pertanggung jawaban
kerjaannya maka resiko penugasan menjadi pertimbangan besar
kecilnya biaya yang akan ditentukan untuk tugas yang diberikan.
2. Besaran fee bergantung Kompleksitas jasa yang diberikan
Semakin sulit tugas audit yang diberikan, maka akan semakin besar
pula biaya yang dikeluarkan oleh sebuah audit.
3. Besaran fee bergantung pada Tingkat keahlian
Tingkat keahlian yang yang diperlukan untuk melaksanakan jasa
tersebut.
4. Besaran fee bergantung pada struktur biaya KAP
Sebagai sebuah bidang ahli yang sejajar dengan profesi khusus
lainnya, pertimbangan nilai seorang auditor akan disesuaikan dengan
profesi khusus lainnya.
Dalam Jurnal JAAI Vol 12. 2 Desember 2008 dalam Y.Putri 2016. Iskak
mendefinisikan Audit Fee sebagai berikut:
“Audit Fee adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada
perusahaan auduitee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap
laporan keuangan. Penetapan biaya audit yang dilakukan oleh KAP
berdasarkan biaya perhitungan dari biaya pokok pemeriksaan yang terdiri
dari biaya langsung dan tidak langsung”
Dari beberapa pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa yang
dimaksud Audit Fee ialah besaran biaya audit yang bergantung pada risiko
penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan jasa tersebut

Jenis-jenis Auditor

 


Menurut Arens et.al (2011:19) jenis-jenis auditor adalah sebagai berikut :
a. Kantor Akuntan Publik
Kantor Akuntan Publik bertanggung jawab mengaudit laporan keuangan
historis yang dipublikasikan oleh semua perusahaan terbuka,
kebanyakan perusahaan lain yang cukup besar, dan banyak perusahaan
serta organisasi nonkomersial yang lebih kecil.
b. Auditor Internal Pemerintah
Auditor Internal Pemerintah adalah auditor yang bekerja untuk Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna melayani
kebutuhan pemerintah.
c. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan
Auditor Badan Pemeriksa Keuangan adalah auditor yang bekerja untuk
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia dan badan yang
didirikan berdasarkan Konstitusi Indonesia.
d. Auditor Pajak
Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak bertanggung jawab untuk
memberlakukan peraturan pajak salah satu utama Ditjen Pajak adalah
mengaudit SPT wajib pajak untuk memberlakukan apakah SPT itu
adalah untuk mematuhi peraturan pajak yang berlaku. Audit ini murni
bersifat audit ketaatan. Auditor yang melakukan pemeriksaaan ini
disebut auditor pajak.
e. Auditor Internal
Auditor Internal dipekerjakan oleh perusahaan untuk melakukan audit
bagi manajemen, sama seperti BPK mengaudit untuk DPR.
Sedangkan menurut Mulyadi (2003:29) jenis-jenis auditor adalah sebagai
berikut :
“Orang atau kelompok orang yang melaksanakan audit dapat dikelompokan
menjadi tiga golongan yaitu:
1. Auditor Independen
2. Auditor Pemerintah
3. Audit Intern”.
Jenis-jenis auditor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Auditor Independen.
Yang dimaksud dengan Audit Independen yaitu sebagai berikut:
“Audit independen adalah auditor professional yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan
keuangan yang dibuat oleh kliennya”.
Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai
informasi keuangan seperti: kreditor, investor, calon kreditor, calon investor, dan
instansi pemerintahan (terutama instansi pajak).
Pihak yang memanfaatkan jasa auditor independen terutama adalah pihak
selain kliennya. Oleh karena itu, independensi auditor dalam melaksanakan keahlian
merupakan hal yang pokok, meskipun auditor tersebut dibayarkan oleh klien karena
jasa yang diberikan tersebut.
Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang
praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor
harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan
dalam perusahaan yang diauditnya. Di samping itu, auditor tidak hanya berkewajiban
mempertahankan sikap mental independen, tetapi ia harus pula menghindari keadaankeadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya.
2. Auditor Pemerintah
Yang dimaksud dengan Auditor Pemerintah yaitu sebagai berikut :
“Auditor Pemerintah adalah audit professional yang bekerja di instansi
pemerintah yang bekerja di instansi pemerintahan yang tugas pokoknya
melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh
unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban
keuangan yang ditujukan pada pemerintah”.
Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi pemerintah,
namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), serta instansi pajak.
3. Auditor Intern
Auditor Intern bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi
kepentingan manajemen perusahaan, seperti halnya auditor pemerintah bagi
pemerintah. Yang dimaksud dengan Auditor intern yaitu sebagai berikut:
“Auditor intern adalah auditor yang bekerja di perusahaan (perusahaan
negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah
menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh
manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya
penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan
efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan
informasi yang dihasilakn oleh berbagai bagian organisasi”.
Berdasarkan uraian di atas dapat diinterpretasikan bahwa pada umumnya
pemakai jasa auditor adalah Dewan Komisaris atau Direktur Utama Perusahaan.Untuk menjalankan tugasnya dengan baik, audit intern harus berada di luar fungsi lini
suatu organisasi, tetapi tidak lepas dari hubungan bawahan atasan seperti hubungan
lainnya. Auditor intern wajib memberikan informasi yang berharga bagi manajemen
untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasi perusahaan.
Kebutuhan akan adanya audit internal di dalam suatu perusahaan semakin
meningkat sejalan dengan meningkat operasi perusahaan. Pentingnya audit internal
sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan bertambah kompleknya sistem
akuntansi. Dengan semakin besarnya organisasi perusahaan, untuk itu diperlunya
pendelegasian wewenang. Pendelegasian wewenang ini diperlukan karena tidak
mungkin semua wewenang dan berbagai departemen, bagian seksi, ataupun satuan
organisasi lainnya berada dan dipegang oleh satu orang . mengingat akan hal tersebut,
maka diperlukan adanya bagian yang disebut dengan audit internal. (Sumaryatir,
2006)

Jenis-jenis Audit

 


Menurut Sukrisno Agoes (2012) jenis-jenis audit adalah sebagai berikut :
1. Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas:
a. Pemeriksaan Umum
Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan
oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara
keseluruhan.
b. Pemeriksaan Khusus
Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang
dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir
pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap
kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas:
a. Manajemen Audit
Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan,
termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah
ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan
operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan
ekonomis.
b. Pemeriksaan ketaatan
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan
sudah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang
berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan
(manajemen, dewan komisaris) maupun pihak eksternal
(Pemerintah, Bapepam-LK, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal
Pajak, dan lain-lain).
c. Pemeriksaan Intern, Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian
internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan
catatan akuntansi, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen
yang telah ditentukan.
d. Computer Audit
Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data
akuntansinya dengan menggunakan Electronic Data Processing
(EDP) System.
Sedangkan menurut Elder, Beasley dan Arens, yang dialih bahasakan oleh
Jusuf (2012:6) jenis-jenis audit adalah sebagai berikut :
Audit Laporan Keuangan yang berkaitan dengan kegiatan memperoleh data
mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas dengan maksud agar dapat
memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum (GAAP).
1. Audit Kepatuhan
Audit yang berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa
bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi
suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan, dan peraturan
tertentu.
2. Audit operasional
Audit yang berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi
bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas
dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu.”
Berdasarkan uraian di atas dapat diinterpretasikan bahwa dari berbagai jenis
audit yang dilakuan kecuali laporan audit keuangan, keseluruhan audit memiliki
tujuan yang (hampir) sama yaitu menilai bagaimana manajemen mengoperasikan
perusahaan, mengelola sumber daya yang dimiliki, meningkatkan efisiensi proses
dalam mencapai tujuan perusahaan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK).

Tujuan Audit

 


Proses auditing dilakukan berdasarkan standar auditing yang berlaku umum.
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung
jawab profesionalnya. Seorang auditor professional dalam melaksanakan audit,
memiliki tujuan tersendiri.
Menurut Institut Akuntan Publik Indonesia (2011:110:1) tujuan audit adalah
sebagai berikut :
“Tujuan audit umum atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah
untuk menyatakan pendapat atas kewajaran. Dalam semua hal yang
material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Laporan auditor merupakan sarana
bagi auditor yang menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan
mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapatnya. Baik
dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak
memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah
dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia. Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia
mengharuskan auditor menyatakan apakah menurut pendapatnya, laporan
keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan
menunjukkan keadaan-keadaan yang dalam prinsip tersebut tidak secara
konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dihubungkan dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode
sebelumnya”.
Sedangkan menurut Alvin A. Arens (2012:104) berdasarkan seksi PSA 02
(SA 110) tujuan audit adalah sebagai berikut:
“Tujuan umum audit atas laporan keuangan oleh auditor independen
merupakan pemberian opini atas kewajaran dimana laporan tersebut telah
disajikan secara wajar, dalam segala hal yang material, posisi keuangan,
hasil usaha dan arus kas, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia”.
Jika auditor yakin bahwa laporan tidak disajikan secara wajar atau tidak
mampu menarik kesimpulan dikarenakan bahan bukti yang tidak memadai, maka
auditor bertanggung jawab untuk menginformasikan kepada pengguna laporan
keuangan melalui laporan auditnya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diinterpretasikan bahwa auditing
dilakukan oleh para Auditor yang bertujuan untuk memberikan pendapat atas laporan
keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dan
berlaku secara umun.

Perbedaan Kualitas Audit di Indonesia dan Malaysia


Baik buruknya kualitas audit yang dihasilkan oleh seorang auditor
disebabkan oleh beberapa faktor. Kualitas audit yang baik adalah
dimana auditor berhasil untuk menemukan dan menganalisis salah saji
material yang terdapat pada keuangan perusahaan. Kualitas audit tiap
negara tentunya memiliki perbedaan diikuti juga dengan peraturan yang
berbeda – beda mengenai jasa audit.
Indonesia dan Malaysia merupakan negara yang serumpun dimana
diantara keduanya memiliki beberapa kesamaan mengenai kepedulian
terhadap kewajiban rotasi audit sehingga kedua negara tersebut
mengeluarkan kebijakan mengenai aturan rotasi wajib audit. Tidak
menutup kemungkinan dengan adanya perbedaan lamanya kebijakan
tersebut di Indonesia dengan Malaysia memiliki kualitas audit yang
berbeda.
Dengan adanya perbedaan dari segi lamanya kebijakan seperti
rotasi audit dapat menyebabkan adanya perbedaan kualitas audit antara
Indonesia dengan Malaysia. Jika melihat dari sisi audit fee berdasarkan
penelitian komparatif yang dilakukan Chintya (2015) maka Indonesia
lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia. Hal tersebut diketahui dari
penentuan audit fee pada laporan keuangan perusahaan Malaysia dan
Indonesia. Data penentuan audit fee di Indonesia berupa professional
fees dimana sudah terdapat campuran biaya konsultasi lainnya
sedangkan, Malaysia berupa audit remuneration yang menggambarkan
audit fee sebenarnya. Perbedaan tersebut mengenai audit fee juga dapat

memengaruhi perbedaan kualitas audit di kedua negara 

Hubungan antara Rotasi Audit dengan Kualitas Audit

 


Berdasarkan pada upaya peningkatan kualitas audit, peraturan
yang mengatur mengenai kewajiban rotasi audit perlu untuk diuji dan
dibuktikan keefektifannya. Adanya beberapa pihak menyatakan bahwa
akan adanya peningkatan audit fee yang signifikan akibat terjadi rotasi
audit karena seakan auditor terus dihadapkan pada tahun awal dari
pelaksanaan jasa auditnya yang membutuhkan investasi sumber daya
untuk mempelajari sifat bisnis kliennya yang unik.
Kewajiban mengenai rotasi audit dalam perspektif teori agensi
dimana teori tersebut menggambarkan keberadaan perusahaan. Untuk
meningkatkan kepercayaan investor dan pengguna laporan keuangan
maka perusahaan berusaha untuk bisa meningkatkan laporan keuangan
auditan yang berkualitas juga. Oleh karena itu, rotation mandatory audit
partner perlu untuk dilakukan agar kepercayaan pengguna laporan
keuangan meningkat.
Penelitian sebelumnya memberikan hasil rotasi audit berpengaruh
positif terhadap kualitas audit. Seperti pada penelitian Mgbame (2012),
Dianti (2014), Pratistha dan Widhiyani (2014), serta Kurniasih dan
Rohman (2014) menunjukkan bahwa rotasi audit berpengaruh positif
terhadap kualitas audit. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan
bahwa kebijakan mengenai rotasi audit memiliki efek yang baik
terhadap kualitas audit karena dapat memungkinkan untuk
mengembalikan kepercayaan pengguna laporan keuangan terhadap
fungsi audit

Hubungan antara Audit Fee dengan Kualitas Audit

 


Pada suatu perusahaan yang rasional, seorang manajer tersebut tidak
akan memilih auditor dengan kualitas audit yang tinggi serta audit fee
yang tinggi ketika, kondisi keuangan perusahaan tersebut sedang tidak
baik. Hal tersebut terjadi dengan adanya anggapan auditor yang
memiliki kualitas audit yang tinggi dapat mendeteksi salah saji material
pada kondisi perusahaan yang kurang baik lalu menyampaikannya
kepada pengguna laporan keuangan. Pada penelitian Fitriany, et al
(2013) menunjukkan hasil bahwa ketika auditor mendapatkan fee yang
rendah menyebabkan auditor memberikan peluang bagi manajemen
dalam melakukan manajemen laba sehingga laporan keuangan menjadi
bias, hal tersebut menunjukkan ketika audit fee yang rendah mengurangi
independensi auditor yang menyebabkan kualitas audit juga berkurang.
Sehingga, ketika auditor diberikan audit fee yang tinggi akan
memunculkan keinginan auditor untuk memberikan hasil kualitas audit
yang baik dan meningkatkan kualitas auditnya.
Audit fee yang didapat oleh akuntan publik dari kliennya
merupakan sebagian besar dari total pendapatan kantor akuntan publik
tersebut atau bisa jadi hanya sebagian kecil dari pendapatan kantor
akuntan publik. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh beberapa peneliti
dan mendapatkan hasil audit fee memiliki pengaruh positif terhadap
kualitas audit. Sebut saja penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti
(2011), Kurniasih dan Rohman (2014), serta Pratistha dan Widhiyani
(2014) membuktikan audit fee berpengaruh positif terhadap kualitas
audit. Apabila audit fee tinggi akan berpengaruh terhadap auditor dalam
meningkatkan kualitas auditnya. Audit fee yang diberikan selama satu
tahun serta estimasi biaya operasional yang dibutuhkan selama
pelaksanaan proses audit dapat meningkatkan kualitas audit yang
dihasilkan.