Saturday, January 30, 2021

Remunerasi Direksi (skripsi dan tesis)

  Remunerasi memiliki makna yang luas, tidak hanya berupa gaji tapi juga dapat berupa barang atau saham dan properti. Remunerasi dibagi menjadi tiga komponen yaitu, pembayaran langsung, pembayaran tidak langsung, dan ganjaran non finansial. Pembayaran langsung berupa gaji, insentif dan bonus. Pembayaran tidak langsung berupa tunjangan dan asuransi sedangkan ganjaran non finansial berupa tugas-tugas yang menarik (Milkovich dan Newman, (1999) dalam Armas 2016) Menurut Samsudin (2006) berpendapat bahwa tujuan pemberian remunerasi antara lain sebagai berikut: 1. Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi Pegawai menerima kompensasi berupa gaji, upah, atau bentuk lain adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. 2. Menunjukkan Keseimbangan dan Keadilan Ini berarti pemberian remunerasi berhubungan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pegawai pada jabatan yang ia duduki, sehingga tercipta keseimbangan antara input dan output. 3. Memajukan Lembaga atau Perusahaan Semakin berani suatu lembaga memberikan remunerasi yang tinggi dapat dijadikan tolok ukur bahwa semakin berhasil lembaga tersebut membangun prestasi kerja pegawainya, karena pemberian remunerasi yang tinggi hanya mungkin dilakukan apabila lembaga tersebut memiliki pendapatan yang cukup tinggi dan mau memberikan remunerasi yang tinggi pula dengan harapan akan semakin maju lembaga tersebut. 4. Meningkatkan Produktivitas Kerja Pemberian Kompensasi yang makin baik akan dapat mendorong pegawai bekerja lebih produktif. Milkovich dan Newman (1999) menyebutkan bahwa remunerasi mengacu pada segala bentuk keuntungan baik bersifat finansial (transaksional) maupun nonfinansial (relasional). Pada dasarnya, remunerasi merupakan alat untuk mewujudkan visi dan misi organisasi karena remunerasi itu sendiri bertujuan untuk menarik karyawan yang cakap dan berpengalaman, mempertahankan karyawan yang berkualitas, memotivasi karyawan untuk bekerja dengan efektif, memotivasi terbentuknya perilaku yang positif, dan menjadi alat untuk mengendalikan pengeluaran, di mana hal tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat membantu pencapaian visi misi organisasi. 

Gender Diversity Dalam Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

 Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana laki-laki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan oleh kultur setempat yang berkaitan dengan peran, sifat, kedudukan, dan posisi dalam masyarakat tersebut. Diversitas gender atau keragaman gender dalam penilitian ini diproksikan dengan keberadaan wanita dalam jajaran dewan komisaris dan dewan direksi. Diversifikasi struktur sumberdaya manusia yang berkaitan dengan ras dan campuran gender seringkali 21 dipandang sebagai hal penting untuk memaksimalkan sumberdaya penting perusahaan (Siciliano, 1996). Menurut Kusumatuti dkk. (2007), wanita memiliki sikap kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko, dan lebih teliti dibandingkan pria. Sisi inilah yang membuat wanita tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Untuk itu dengan adanya wanita dalam jajaran direksi dikatakan dapat membantu mengambil keputusan yang lebih tepat dan berisiko lebih rendah. Dalam penelitian Teg dan Utami (2013) menjelaskan sehubungan hal-hal positif yang diperoleh dari keberadaan perempuan dalam organisasi, beberapa beberapa isu dapat ditemukan dalam literatur-literatur maupun hasil-hasil penelitian sebelumnya sebagai berikut: a. Gender diversity dipercaya memberikan hal positif terhadap organisasi karena alasannya bahwa perempuan dianggap memiliki “perasaan” kogninif (Krishnan dan Park, 2005). Perasaan kognitif ini memberikan pengaruh terhadap nilai dan keharmonisan organisansi yang dapat mendorong sharing informasi dan sumber daya, memfasilitasi konflik dan memberikan kepemimpinan demokratik yang lebih baik. b. Kehadiran perempuan dalam tim manajemen puncak dianggap melalui persaingan relatif ketat dengan laki-laki, oleh karenanya perempuan telah melalui tantangan terhadap hirarki yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki. Pencapaian ini memberikan keunggulan-keunggulan secara psikologis, meningkatkan interaksi antar rekan, dan posisi yang dihormati dalam lingkungan perusahaan. Peningkatan kreatifitas dan inovasi sepertinya terjadi 22 ketika gender diversity ada atau lebih tinggi di tim manajemen puncak (Cox. Jr., 1991)

Kinerja Perusahaan (skripsi dan tesis)

  Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perushaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standart yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi sutu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakatin. Kinerja perusahaan merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengalokasikan sumber daya. Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagi organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kinerja perusahaan sendiri  adalah kemampuan perusahaan dalam menjelaskan operasionalnya. Penilaian kinerja perusahaan dapat dilihat dari segi analisis laporan keuangan dan dari segi perubahan harga saham.Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi para pelaku manajemen dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan. Terdapat banyak ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaa. Menurut Pudjiastuti dan Mardiyah (2007) dalam Hanani & Aryani (2011) kinerja perusahaan dapat diukur dengan Return on Capital (ROC), Return on Equity (ROE) dan Economic Value Added (EVA). Sedangkan Darmawati et al (2004) menguji pengaruh corporate governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan menggunakan Rasio Tobin’s Q sebagai pengukuran pasar dan ROE sebagai pengukuran operasional dan hasilnya menunjukan bahwa corporate governance berpengaruh terhadap ROE, tetapi tidak berpengaruh terhadap Tobin’s Q.

Good Corporate Governance (GCG) (skripsi dan tesis)

  Tata kelola perusahaan (corporate governance) menjelaskan rerangka bagaimana perusahaan diarahkan dan diawasi misalnya penetapan tujuan perusahaan dan monitoring terhadap kinerja sehubungan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dari corporate governance diantaranya agar para pemegang saham dapat memperoleh haknya dan agar perusahaan melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (Effendi, 2009). Rerangka ini menggabungkan komponen structural dan perilaku. Komponen structural melibatkan pemisahan peran anatara komisaris dan direktur, dan seberapa banyak jumlah komisaris independen dalam dewan. Sedangkan komponen perilaku meliputi tingkat kehadiran komisaris dan kebijakan remunerasi. Corporate governance menjelaskan seperangkat hubungan anatar manajemen perusahaan, dewan komisarisnya, pemegang sahama, dan pemangku kepentinganya. Corporate governance merupakan proses dimana komisaris dan   auditor me-manage tanggung jawab mereka terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingannya. Sedangkan bagi pemegang saham corporate goverance dapat meningkatkan keyakinan mereka pada return yang adil dari investasi mereka (Meier, 2005 dalam Sudiartana, 2011). Sedangkan bagi stakeholder perusahaan adanya corporate governance memberikan jaminan bahwa perusahaan akan mengelola dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat dalam cara-cara yang bertanggungjawab. Menurut kusumastuti dkk. (2006), corporate governance merupakan system tata kelola yang diselenggarakan dengan mempertimbangkan semua factor yang mempengaruhi proses institusional termasuk semua factor yang berkaitan dengan regulator. Coporate governance perusahaan dikatakan baik jika perusahaan memenuhi prinsip fairness, transparency, accountability, dan responsibility. 

Agency theory (skripsi dan tesis)

  Teori keagenan(agency theory) menjelaskan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak atau perjanjian antara manajemen perusahaan sebagai agent dan pemegang saham (insvestor) sebagai principal yang terkadang menimbulkan adanya asimetris informasi dari manager kepada investor sehingga menimbulkan adanya biaya keagenan,(Jensen dan Meckling (1976) dalam Hanani & Aryani (2011)). Dalam hubungan keagenan (agency relationship) terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintah agent untuk melakukan suatu jasa atas nama principal dan memberi wewenang kepada agent untuk membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Pihak principal juga dapat membatasi perbedaan kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan bersedia mengeluarkan biaya pengawasan (monitoring cost) untuk mencegah risiko yang terjadi dari agen. untuk mencegah hazard dari agen. Namun, sebaliknya teori keagenan juga dapat mengimplikasikan adanya asimetri informasi. Konflik antar kelompok atau agency problem merupakan konflik yang 16 timbul antara pemilik dan manajer perusahaan ada kecenderungan manajer lebih mementingkan tujuan individu daripada tujuan perusahaan. Adanya good corporate governance diharapkan dapat mengurangi timbulnya konflik antara manajemen perusahaan dengan para investor, sehingga dapat mengurangi timbulnya biaya keagenan (agency cost) sebagai akibat dari adanya konflik. Implementasi dari good corporate governance dalam manajemen perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan dalam mengimplementasikan konsep ini (Effendi, 2009): 1. Fairness Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor. Penetapan tanggung jawab dewan komisaris, direksi, kehadiran komisaris independen dan komite audit serta penyajian informasi (terutama laporan keuangan) dengan pengungkapan penuh merupakan perwujudan dari prinsip keadilan/kewajaran ini. 2. Transparency Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan. 3. Accountability  Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris. 4. Responsibility Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminandipatuhinya nilai-nilai sosial. Prinsip tanggung jawab ini juga berhubungan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku, termasuk juga prinsip-prinsip yang mengatur tentang penyusunan dan penyampaian laporan keuangan perusahaan. Teori keagenan berfokus pada peran dewan dalam mengendalikan dan mengawasi perilaku eksekutif sehingga dengan adanya diversitas pada dewan perusahaan maka masing-masing anggota dewan akan memberikan kumpulan dari pengalaman, attachment, dan pandangan yang berbeda-beda bagi dewan dalam mengelola perusahaan dan mengungkapkan informasi. Keberadaan wanita dalam jajaran dewan komisaris dan direksi menandakan bahwa perusahaan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang tanpa ada diskriminasi. Wanita dinilai memiliki sikap kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari resiko, dan lebih teliti dibandingkan dengan pria sehingga akan mengungkapkan informasi lebih banyak kepada pemegang saham. Dibandingkan dengan pria yang mana memiliki kewajiban yang lebih besar dalam hal pencapaian ke arah materi lebih cenderung adanya tindakan oportunistik yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.  Sedangkan dengan adanya pemberian Remunerasi dapat memotivasi kinerja direksi sehingga akan berdampak pada kinerja perusahaan pula. Dalam penelitian Teg dan Utami (2013) menyatakan bahwa pemilik modal menstimulus para manager sehingga dapat mengurangi biaya keagenan (agency cost). Rangsangan yang diberikan dapat berupa motivasi yang antara lain berupa imbalan-imbalan (remunerasi). Dengan bekurangnya agency cost dalam arti yang luas maka akan mendorong kinerja perusahaan menjadi lebih baik.

Manajemen Keuangan (skripsi dan tesis)

 Didalam teori manajemen kita bisa mendapati beberapa klasifikasi dari ilmu manajemen. Manajemen keuangan sendiri pada dasarnya adalah ilmu manajemen yang mempelajari tentang pengelolaan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk mengetahui darimana dana yang didapatkan dari suatu perusahaan, sampai pada pengelolaan dana bagi perusahaan secara efisien, untuk mendapatkan keuntungan perusahaan secara umum. Beberapa masukan bagi ilmu manajemen keuangan seperti Horne dan Wachowicz, (2005: 5) mengatakan segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan serta pengelolaan aktiva dengan tujuan menyeluruh. Dari sinilah kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pada dasarnya manajemen keuangan berbicara tentang bagaimana pengelolaan keuangan perusahaan.

Pengaruh Masa Jabatan Dewan Direksi terhadap Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)

 Tidak ada aturan mengenai masa jabatan dewan, mereka hanya tidak boleh terlalu lama dan terlalu cepat. Anggota dewan yang memiliki masa jabatan yang pendek tidak disarankan untuk perusahaan. Karena direktur dengan masa jabatan pendek sama halnya dengan masa orientasi direktur terhadap perusahaan. Sebaliknya, direktur dengan masa jabatan yang lama jarang menjadi perhatian. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa perusahaan sering kali mendapat manfaat dari direksi dengan masa jabatan yang lama. Hal ini dikarenakan direktur dengan masa jabatan yang lama lebih terfokus pada visi perusahaan dan kemampuan untuk terus membangun perusahaan tersebut (Mishra & Shital, 2013). Vafeas (2003) dalam Amin dan Sunarjanto (2016) juga menyatakan bahwa masa jabatan anggota dewan yang lama akan lebih banyak pengalaman, komitmen, dan kompetensi sehingga anggota dewan lebih banyak pengetahuan tentang perusahaan. Tindakan direksi dalam pengambilan keputusan yang tepat akan menyebabkan kinerja perusahaan lebih baik sehingga reputasi perusahaan juga akan lebih baik lagi (Hidayati, 2017). Penelitian Kidwell, et al., (1987) membuktikan bahwa manajer dengan pengalaman kerja yang lebih lama memiliki hubungan positif dengan pengambilan keputusan sehingga mereka mempengaruhi kinerja dan nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan penelitian Hidayati (2017) yang menunjukkan bahwa masa jabatan direktur utama berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi terhadap Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)

 Latar belakang pedidikan dari seorang dewan direksi akan berpengaruh pada level pengetahuan yang dimilikinya (Kalistarini, 2010). Meskipun bukan  suatu keharusan bagi seseorang yang ingin memasuki dunia bisnis untuk berpendidikan bisnis, namun lebih baik bagi anggota dewan direksi untuk memiliki latar belakang bisnis dan ekonomi. Hal ini menjadi penting karena latar belakang dewan direksi yang sesuai dengan bidang perusahaan akan mampu mengelola bisnis dan mengambil keputusan lebih matang lagi daripada seseorang yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi sama sekali (Nurhayati, 2010). Untuk itu, latar belakang pendidikan dewan yang sesuai akan membantu perusahaan untuk mendapatkan keputusan yang terbaik dibandingkan dengan latar belakang pendidikan yang tidak sesuai. Keputusan yang diberikan akan mempengaruhi keefektifan perusahaan dan mempermudah dalam penyelesaian masalah karena terdapat orang yang benarbenar berkompeten terhadap bisnis yang dijalaninya, sehingga latar belakang pendidikan dewan perusahaan akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Kristina dan I Dewa, 2018). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dewi dan Ayu (2016), Amin dan Sunarjanto (2016) yang menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan dewan direksi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, dimana nilai perusahaan diukur menggunakan Tobin’s Q

Pengaruh Usia Dewan Direksi terhadap Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)

  Usia dewan merupakan salah satu jenis pengukuran diversitas dewan yang mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan (Kristina dan I Dewa, 2018). Usia dewan dianggap sebagai tingkat pengalaman dan tingkat pengambilan risiko dewan. Dewan yang memiliki berbagai kelompok usia akan memiliki perspektif dan keterampilan yang berbeda, sehingga terjadilah keseimbangan di dalam jajaran dewan. Selain itu, dengan adanya perbedaan dewan dalam direksi akan menciptakan hubungan baik antara dewan dengan pemangku kepentingan kelompok umur yang berbeda. Anggota senior lebih cenderung berurusan dengan otoritas atau peraturan pemerintah. Sedangkan anggota junior akan dapat menyelaraskan diri dengan aspirasi pelanggan generasi berikutnya (Mishra dan Shital, 2015). Sehingga usia akan berpengaruh terhadap kinerja seseorang yang kemudian berdampak pada nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan penelitian Hassan dan Marimuthu (2016), Nomleni (2016), dan Darmadi (2011) yang menunjukkan bahwa usia dewan direksi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

Masa Jabatan Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

 Masa jabatan adalah lamanya waktu menjadi anggota dewan. Anggota dewan yang telah berada di dewan selama beberapa waktu dapat memberikan wawasan yang berharga berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya tentang  perusahaan dan lingkungan bisnis tersebut, sehingga dapat meningkatkan proses pengambilan keputusan. Jangka waktu dewan yang diperpanjang biasanya menunjukkan kompetensi dan komitmen anggota dewan. Tidak ada aturan mengenai masa jabatan dewan, mereka hanya tidak boleh terlalu lama dan terlalu cepat. Anggota dewan yang memiliki masa jabatan yang pendek tidak disarankan untuk perusahaan. Karena direktur dengan masa jabatan pendek sama halnya dengan masa orientasi direktur terhadap perusahaan. Sebaliknya, direktur dengan masa jabatan yang lama jarang menjadi perhatian. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa perusahaan sering kali mendapat manfaat dari direksi dengan masa jabatan yang lama. Hal ini dikarenakan direktur dengan masa jabatan yang lama lebih terfokus pada visi perusahaan dan kemampuan untuk terus membangun perusahaan tersebut (Mishra & Shital, 2013). Vafeas (2003) dalam Amin dan Sunarjanto (2016) juga menyatakan bahwa masa jabatan anggota dewan yang lama akan lebih banyak pengalaman, komitmen, dan kompetensi sehingga anggota dewan lebih banyak pengetahuan tentang perusahaan. Di Indonesia kebijakan mengenai batas maksimal masa jabatan dewan direksi belum ada jumlah batasan tahunnya. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak menetapkan jangka waktu jabatan direksi seperti pada Pasal 94 angka 3 yang menyebutkan bahwa anggota direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Hal ini berbeda dengan BUMN, pengaturan masa jabatan diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik 34 Negara Pasal 16 ayat 4 yang menyebutkan bahwa masa jabatan anggota direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan

Latar Belakang Pendidikan Direksi (skripsi dan tesis)

 Bentuk lain dari keberagaman yang kini ditemukan di tempat kerja yaitu berkenaan dengan latar belakang pendidikan. Latar belakang pendidikan berkaitan dengan kemampuan intelektual yang dimiliki oleh seseorang, sehingga semakin tinggi pendidikan yang ditempuh maka akan semakin mapan pula kemampuan intelektual orang tersebut. Seseorang yang akan bekerja disuatu perusahaan tentu tidak akan luput dengan pendidikan yang dijalaninya. Bahkan perusahaan akan lebih spesifik memilih karyawan berdasarkan atas jurusan dan tingkat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Begitu pula dengan dewan direksi, latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan merupakan hal penting bagi komposisi dewan   secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh latar belakang pedidikan dari seorang dewan direksi akan berpengaruh pada level pengetahuan yang dimilikinya (Kalistarini, 2010). Secara umum, orang yang memiliki latar belakang pendidikan rendah akan berbeda dengan orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Meskipun bukan suatu keharusan dan tuntutan bagi seseorang yang ingin memasuki dunia bisnis untuk berpendidikan bisnis, namun lebih baik bagi anggota dewan direksi untuk memiliki latar belakang bisnis dan ekonomi. Hal ini menjadi penting karena latar belakang dewan direksi yang sesuai dengan bidang perusahaan akan mampu mengelola bisnis dan mengambil keputusan lebih matang lagi daripada seseorang yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi sama sekali (Nurhayati, 2010). Untuk itu, latar belakang pendidikan dewan yang sesuai akan membantu perusahaan untuk mendapatkan keputusan yang terbaik dibandingkan dengan latar belakang pendidikan yang tidak sesuai. Keputusan yang diberikan akan mempengaruhi keefektifan perusahaan dan mempermudah dalam penyelesaian masalah karena terdapat orang yang benar-benar berkompeten terhadap bisnis yang dijalaninya, sehingga latar belakang pendidikan dewan perusahaan akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Kristina dan I Dewa, 2018)

Usia Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

 Keberagaman usia menunjukkan adanya kumpulan anggota dengan usia yang berbeda. Usia dewan merupakan salah satu jenis pengukuran diversitas dewan yang mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan (Kristina dan I Dewa, 2018). Usia dewan dianggap sebagai tingkat pengalaman dan tingkat pengambilan risiko dewan. Dewan yang memiliki berbagai kelompok usia akan memiliki perspektif dan keterampilan yang berbeda, sehingga terjadilah keseimbangan di dalam dewan. Selain itu, dengan adanya perbedaan dewan dalam direksi akan menciptakan hubungan baik antara dewan dengan pemangku kepentingan kelompok umur yang berbeda. Anggota senior lebih cenderung berurusan dengan otoritas atau peraturan pemerintah. Sedangkan anggota junior akan dapat menyelaraskan diri dengan aspirasi pelanggan generasi berikutnya (Mishra dan Shital, 2015). Dewan direksi senior membawa pengalaman dan kebijaksanaan dalam anggota dewan lainnya. Selain itu, anggota dewan senior juga memiliki jaringan dan pengaruh yang kuat terhadap perusahaan. Sedangkan direksi junior dianggap lebih berani dalam mengambil risiko dan selalu memiliki gagasan terbaru, sehingga perusahaan dapat mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota dewan senior. Hal ini dikarenakan anggota dewan senior lebih mementingkan keamanan finansial dan karir  perusahaan. Sementara dewan junior cenderung memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk memproses gagasan baru dimana kurangnya ketertarikan pada stabilitas karir (Mishra dan Shital, 2015). Darmadi (2011) dalam Kristina dan I Dewa (2018) menyatakan bahwa dalam jajaran anggota dewan perusahaan, dewan yang memiliki usia lebih muda (≤ 50 tahun) cenderung berani dalam mengambil risiko dan selalu memiliki gagasan baru, sehingga perusahaan dapat mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota dewan yang memiliki usia lebih tua (≥ 50 tahun). Dapat disimpulkan bahwa dengan adanya anggota dewan berusia muda perusahaan akan memiliki gagasan-gagasan baru yang dapat membantu perusahaan untuk berkembang, sehingga menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan

Keberadaan Wanita dalam Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

 Keragaman gender mengacu pada proporsi wanita terhadap pria. Diversitas ini berfokus pada keberadaan anggota dewan direksi wanita di dalam perusahaan. Pada dasarnya keberagaman gender dipengaruhi oleh sifat alami yang diyakini melekat pada pria dan wanita sebagai individu yang memberikan pengaruh terhadap lingkungannya. Sehingga diversitas gender tersebut berpengaruh terhadap risiko yang diambil dewan direksi dalam membuat keputusan (Ilhamdi dan Neng, 2017). Keberadaan wanita dalam jajaran kepemimpinan memang sering dianggap hal yang tidak biasa. Kebanyakan orang masih beranggapan bahwa wanita tidak bisa diberi tanggung jawab yang sama besarnya dengan pria. Hal ini terbukti karena meskipun secara global wanita lebih unggul tetapi dalam praktiknya wanita 29 masih kalah produktifnya dalam dunia kerja dibanding pria. Kesuksesan pria dalam dunia kerja dianggap karena kemampuannya yang tinggi dalam hal talenta dan kecerdasan, sedangkan kesuksesan wanita dianggap hanya karena faktor keberuntungan (Deaux dan Ernswiller dalam Crawford, 2016). Namun pekerjaan tidak bisa dilihat dari faktor keberuntungan saja, kesuksesan wanita lebih disebabkan oleh adanya kerja keras. Berikut merupakan keuntungan terkait adanya wanita dalam anggota dewan berdasarkan penelitian sebelumnya: a. Adanya wanita dalam jajaran dewan perusahaan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang yang memiliki pemahaman luas mengenai pasar dan konsumen, sehingga dapat meningkatkan reputasi perusahaan (Luckerath-Rovers, 2009). b. Adanya wanita dalam jajaran dewan perusahaan dapat meningkatkan kinerja tim, karena semakin tersebar anggota tim akan memberikan perspektif yang lebih beragam sehingga menghasilkan keputusan yang lebih baik (Dewi dan Ayu, 2016). c. Adanya wanita dalam jajaran dewan perusahaan dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih tepat dan beresiko lebih rendah. Hal ini dikarenakan wanita memiliki sikap lebih berhati-hati dan cenderung menghindari risiko, dan jauh lebih teliti dibanding pria. Sisi inilah yang membuat wanita tidak terburu-buru dalam mengambil suatu keputusan (Kalistarini, 2010). 30 d. Perusahaan dengan dua atau lebih anggota dewan wanita memiliki nilai perusahaan lebih tinggi dari pada perusahaan dengan anggota dewan yang memiliki wanita dalam dewan kurang dari dua (Charter, et al., 2003).

Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

 Menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseron Terbatas menjelaskan bahwa dewan direksi adalah badan perusahaan yang melaksanakan tugasnya dengan bertindak atas nama kepentingan dan tujuan perusahaan dan mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan sebagai mandat pemegang saham yang ditunjuk dalam RUPS sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dewan direksi dianggap sebagai alat yang penting dalam membuat, mengelola, dan mengembangkan intellectual capital melalui penataan dan pembentukan strategi serta kebijakan yang relevan (Al-Musalli dan Ismail, 2012; Ilhamdi dan Neng, 2017). Dewan direksi juga memiliki hubungan dan peran langsung terhadap nilai perusahaan yang terwakili dalam nilai pemegang saham (Kalistarini, 2010). Adanya komposisi dewan direksi di perusahaan dianggap menjadi bukti minimal perusahaan telah melakukan tata kelola perusahaan dengan baik. Komposisi dewan direksi yang beragam juga dapat meningkatkan efektivitas, kemandirian dewan, pengambilan keputusan, dan meningkatkan kinerja sosial (Hanefah, 2016). Dewan direksi yang dapat  menyelesaikan tugasnya secara efektif akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dimana nilai perusahaan akan cenderung meningkat dan kekayaan pemegang saham juga ikut meningkat (Ilhamdi dan Neng, 2017). Berikut adalah tugas dan wewenang dewan direksi dalam perusahaan menurut UUPT No. 40 tahun 2007: a. Eksternal 1. Direksi menjadi wakil perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan b. Internal 1. Direksi melaksanakan tugasnya dengan bertindak atas nama kepentingan dan tujuan perusahaan; 2. Direksi berwenang melaksanakan tugasnya dengan kebijakan yang tepat pada batas yang telah ditentukan dalam UUPT dan/atau sesuai dengan anggaran dasar; 3. Direksi berkewajiban membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi; 4. Direksi diwajibkan untuk membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan sesuai dengan UU tentang Dokumen Perusahaan; 5. Direksi mempunyai kewajiban untuk memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan perseroan. Selain itu, dewan direksi juga bertugas sebagai pemimpin perusahaan yaitu menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan dengan memilih, menetapkan, dan mengawasi tugas karyawan dan kepala bagian (manajer); 28 menyetujui anggaran tahunan perusahaan; serta menyampaikan laporan kepada pemegang saham atas kinerja perusahaan. Sehingga dewan direksi memiliki pengaruh dan peran secara langsung terhadap nilai perusahaan yang terwakili dalam nilai pemegang saham (Kalistarini, 2010). Peneliti akan memfokuskan penelitian pada dewan direksi karena dewan direksi dianggap sebagai alat yang penting dalam membuat, mengelola, dan mengembangkan intellectual capital melalui penataan dan pembentukan strategi serta kebijakan yang relevan (Al-Musalli dan Ismail, 2012; Ilhamdi dan Neng, 2017). Dewan direksi juga memiliki hubungan dan peran langsung terhadap nilai perusahaan yang terwakili dalam nilai pemegang saham (Kalistarini, 2010)

Board Diversity (skripsi dan tesis)

 Suatu corporate governance menjadi suatu hal yang sangat dipertimbangkan oleh seorang investor. Investor menganggap bahwa perusahaan yang telah menerapkan good corporate governance akan mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana mestinya. Corporate governance sekurang-kurangnya terdiri atas dewan komisaris, 25 dewan direksi, dan komite audit. Dari ketiga dewan tersebut bisa saja terdiri dari individu yang beragam. Keberagaman itulah yang biasa disebut dengan board diversity atau diversitas dewan. Board diversity dapat diartikan sebagai keragaman pada struktur atau kompisisi suatu dewan (Kalistarini, 2010). Komposisi yang dimaksudkan yaitu berkaitan dengan adanya perbedaan individu di dalamnya seperti, perbedaan gender, ras, umur, dan latar belakang pendidikan. Menurut Charke, et al., (2012) dalam Nomleni (2016) diversity dibedakan menjadi dua kategori yaitu, demographic attributes dan cognitive (underlying). Demographic attribute meliputi gender, ras, umur, kewarganegaraan dan etnis. Sedangkan cognitif (underlying) meliputi setiap nilai individu. Sedangkan menurut Amar, et al., (2009) dalam Kalistarini (2010) board diversity dapat berasal dari dua bentuk, yakni pertama keragaman demografis meliputi keragaman gender, jabatan direktur, dan negara, sedangkan kedua yaitu keragaman status meliputi status kepemimpinan, kepemilikan, dan independensi. Menurut Mishra dan Shital (2015) keberagaman dewan dapat diukur dengan menggunakan gender, usia, pendidikan, regional, dan masa jabatan dewan. Keberagaman dewan dalam corporate governance memiliki hubungan yang kuat dalam konteks manajemen tingkat atas. Hal ini dikarenakan dewan perusahaan merupakan pemimpin perusahaan yang bertanggung jawab dalam pengambilan suatu keputusan. Dewan perusahaan dianggap berimbang apabila terdapat latar belakang yang beragam sehingga berdampak pada keefisienan perusahaan yang semakin meningkat. Keberagaman dewan yang  tinggi akan menimbulkan adanya gaya cognitif yang semakin beragam, sehingga akan semakin memperkaya pengetahuan, kebijaksanaan dalam berfikir, dan pendekatan yang tersedia dapat menghasilkan kualitas yang kompleks dalam pengambilan suatu keputusan (William dan O’Reilly, 1998 dalam Kristina dan I Dewa, 2018). Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan ukuran gender, usia, pendidikan, regional, dan masa jabatan dewan untuk mengukur keberagaman dewan

Pengukuran Intellectual Capital (skripsi dan tesis)

 Menurut Tan, et al. (2007), terdapat dua metode dalam pengukuran intellectual capital yaitu, kategori non moneter dan kategori moneter. Berikut merupakan pengukuran dengan kategori non moneter: a. The Balance Scorecard 24 b. Brooking’s Technology Broker Method c. The Skandia IC Report Method d. The IC-Index e. Intangible Asset Monitor Approach f. The Heuristic Frame g. Vital Sign Scorecard h. The Erns & Young Model Sedangkan kategori moneter adalah sebagai berikut: a. The EVA and MVA model b. The Market-to-Book Value model c. Tobin’s Q Method d. Pulic’s VAICTM e. Calculated Intangible Value f. The Knowladge Capital Earnings model Kategori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kategori moneter yang diproksikan dengan Pulic’s VAICTM

Komponen Intellectual Capital (skripsi dan tesis)

 Pulic (1997) menyatakan komponen modal intelektual terdiri dari tiga kategori pengetahuan yaitu, pengetahuan yang berkaitan dengan karyawan (human capital), pengetahuan yang berkaitan hanya dengan perusahaan (structural capital), dan pengetahuan yang berkaitan dengan pelanggan atau pihak eksternal (customer capital). Berikut adalah penjelasan masing-masing komponen: a. Human Capital (HC) Human capital mencakup semua karyawan dengan pengetahuan, kemampuan, sikap, kapasitas, perilaku, pengalaman, dan emosi individu dan kolektif mereka. Ketika karyawan dapat menerapkan pengetahuan dan kemampuan mereka di tempat kerja, dengan demikian karyawan tersebut telah berkontribusi pada penciptaan nilai perusahaan. Dalam hal ini orang yang paling cerdas sekalipun tidak bisa menjadi modal perusahaan jika mereka tidak tahu bagaimana cara melakukannya (Pulic, et al., 2009). b. Structural Capital (SC) Structural capital adalah infrastruktur pendukung modal manusia yang merupakan hasil dari aktifitas modal manusia di masa lalu. Modal struktural mengacu pada semua faktor tidak berwujud perusahaan yang memungkinkan kesuksesan bisnis dan daya saing. Aktivitas modal manusia dapat meningkatkan atau menghancurkan structural capital. Karyawan dapat meninggalkan perusahaan kapan saja. Sebaliknya, 23 pengetahuan yang diberikan kepada pelanggan diterapkan dan dimasukkan ke dalam proses bisnis, program, produk dan layanan, yang bisa berada tetap di perusahaan dan menjadi modal struktural yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga terdapat dua komponen modal struktural yaitu modal organisasi dan modal pelanggan (Pulic, et al., 2009). c. Customer Capital (CC) Customer capital diperlakukan sebagai posisi independen dalam beberapa model intellectual capital, sementara yang lain dipandang sebagai modal hubungan. Modal pelanggan terdiri dari hubungan dengan pelanggan (pembeli, klien, dan tamu) dan basis data dengan informasi yang relevan tentang pelanggan. Customer capital juga mengacu pada nilai yang berasal dari dan diciptakan melalui hubungan yang berkelanjutan dengan pelanggan. Fokus pelanggan yang serius dan sistematis memungkinkan perusahaan untuk bereaksi terhadap tren baru, untuk mengembangkan produk-produk inovatif, untuk mendidik dan melatih staf mereka dengan cara yang benar (penjualan, penerimaan) dan untuk membangun citra perusahaan (Pulic, et al., 2009)

Definisi Intellectual Capital (skripsi dan tesis)

 Orientasi perusahaan terdahulu hanya pada aset berwujud fisik saja (tangible assets). Perkembangan ekonomi baru yang diiringi oleh perkembangan teknologi dan informasi saat ini membuat perusahaan untuk tidak mengesampingkan aset yang tidak memiliki wujud fisik (intangible assets). Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menilai dan mengukur aset tidak berwujud yaitu intellectual capital. Intellectual capital pertama kali dikenalkan oleh seorang ekonom bernama John Kenneth Galbraith pada tahun 1969, yang mengacu pada perbedaan nilai pasar organisasi dan nilai buku (Hsu dan Wenchang, 2009). Istilah intellectual capital digunakan untuk merujuk pada intangibel assets atau faktor bisnis tidak berwujud dari perusahaan, yang memiliki dampak signifikan terhadap kinerja dan keberhasilan bisnis secara keseluruhan (Pulic, et al., 2009). Kianto, et al., (2012) mengartikan intellectual capital sebagai jumlah dari semua sumber daya tidak berwujud dan pengetahuan yang terkait pada organisasi dan digunakan dalam proses produktif dalam upaya untuk menciptakan value added. Sedangkan menurut Alipour (2012) intellectual capital merupakan kelompok aset pengetahuan yang dimiliki atau dikendalikan oleh suatu organisasi dalam upaya penciptaan nilai yang paling signifikan untuk para pemangku kepentingan utama perusahaan sesuai dengan target yang telah ditetapkan

Resource Dependence Theory (skripsi dan tesis)

  Resource dependence theory (teori ketergantungan terhadap sumber daya) menyatakan bahwa dewan perusahaan merupakan penghubung antara perusahaan dengan lingkungan dan sumber daya eksternal dimana perusahaan bergantung. Kebutuhan akan sumber daya, termasuk sumber daya finansial dan fisik serta informasi diperoleh dari lingkungan yang membuat organisasi tersebut bergantung pada sumber daya eksternal. Keberagaman dewan dengan diversitas yang tinggi akan mengurangi ketergantungan perusahaan pada lingkungan eksternal perusahaan. Hal ini disebabkan karena keahlian, pengalaman, dan hubungan yang dimiliki oleh anggota dewan akan memfasilitasi akses terhadap sumber daya yang diperlukan oleh perusahaan (Dewi dan Ayu, 2016). Preffer dan Salancik (1978) dalam Yogiswari dan I Dewa (2018) juga menjelaskan dalam teori ini mengenai peran jajaran dewan. Terdapat dua perspektif dalam teori ini, perspektif pertama yaitu environmental linkage perspective yang menjelaskan bahwa anggota dewan yang memiliki latar belakang yang berbeda secara individu akan menyumbang berbagai sumber daya untuk perusahaan. Perspektif kedua menjelaskan bahwa internal control dan tindakan administrasi yang dilakukan oleh dewan dapat mempengaruhi efisiensi dari perusahaan. Teori tersebut menyatakan dengan adanya struktur anggota dewan yang baik akan mempengaruhi nilai perusahaan (Sisiliano, 1996).

Resource Based View of the Firm Theory (skripsi dan tesis)

 Resource Based View of the Firm Theory (RBV) atau biasa dikenal dengan teori berbasis sumber daya merupakan teori yang telah mengemuka lebih dari 20 tahun. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan sumber-sumber internal perusahaan yang berkelanjutan dan mempunyai keunggulan kompetitif (Kraaijenbrink, et al., 2009). Pada tahun 1984 Wernerfelt dalam artikelnya yang berjudul “A Resource-Based View of the Firm” menjelaskan bahwa menurut pandangannya keunggulan dalam bersaing dan kinerja perusahaan yang baik adalah bagaimana cara perusahaan memiliki, menguasai, dan memanfaatkan aset-aset yang bersifat strategis baik aset berwujud maupun tidak berwujud. Teori ini dikembangkan untuk menganalisis keunggulan kompetitif di suatu perusahaan dalam bidang pengetahuan yang mengandalkan aset-aset tidak berwujud (intangible asset) (Aida dan Evi, 2015). Keunggulan kompetitif merupakan suatu hal yang melekat pada perusahaan dan sulit untuk ditiru oleh pesaingnya. Sumber daya yang sulit ditiru oleh pesaing diantaranya adalah  merek perusahaan, reputasi perusahaan, dan keahlian yang dimiliki karyawannya. Dengan kata lain keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh sumber daya yang dimilikinya dan kapabilitas perusahaan yang mampu merubah sumber dayanya menjadi sebuah value bagi perusahaannya. Menurut Belkaoui resource based theory ialah sumber daya yang dimiliki perusahaan sebagai pengendali utama di balik kinerja dan daya saing perusahaan. Sumber daya yang dimaksud yaitu tangible dan intangible assets, ini secara efektif dan efisien digunakan untuk menerapkan strategi khusus perusahaan yang kompetitif dan menguntungkan. Teori ini menunjukkan bahwa pengukuran tradisional yang termasuk dalam laporan keuangan tidak sepenuhnya dapat mencerminkan intangible resources perusahaan (Pohan, et al., 2018). Berdasarkan Resource Based View of the Firm Theory, kultur organisasi dan modal intelektual memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya perusahaan yang sulit ditiru dan mampu meningkatkan keunggulan kompetitif pada perusahaan sehingga menambah value bagi perusahaan. Dari penjelasan tersebut, kultur organisasi dan modal intelektual merupakan sumber daya yang dimiliki perusahaan dan mampu memberikan keunggulan kompetitif serta dapat dijadikan sebagai tolak ukur perusahaan yang mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan menjadi semakin baik kedepannya (Pohan, et al., 2018). Berdasarkan pendekatan tersebut disimpulkan bahwa sumber daya yang dimiliki perusahaan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan (Sirojudin dan Ietje, 2012).

Pengaruh Keragaman Kewarganegaraan terhadap Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

 Ramirez (2003) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa dewan direksi dengan keragaman kewarganegaraan dipercaya memiliki kinerja yang lebih baik karena homogenesis dalam dewan direksi mengarah pada kebudayaan yang cenderung menghindari konflik (avoids conflicts). menghindari ketidaksopanan (avoids impoliteness) dan sebagai hasilnya,   cenderung tidak mempertanyakan secara mendalam isu-isu yang muncul dalam perusahaan. Penelitian yang dilakukan Oxelheim dan Randoy (2001) menunjukkan bahwa dengan adanya dewan direksi berkewarganegaraan asing, perusahaan telah membuat proses globalisasi dan pertukaran informasi dalam jaringan bisnis secara internasional. Informasi merupakan salah satu bentuk aset tidak berwujud yang akan menambah nilai modal perusahaan

Pengaruh keberagaman usia anggota Dewan Direksi terhadap kinerja keuangan (skripsi dan tesis)

 Menurut Hurlock (1999) dalam Darmadi (2011), masa dewasa seseorang dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu masa dewasa dini yang dimulai dari usia 18-40 tahun, dewasa madya yang dimulai pada usia 40-60 tahun, dan dewasa lanjut yang dimulai pada usia 60 hingga saat kematian. Pada usia 40 tahun, seseorang akan mencapai masa karirnya. Masa dewasa madya adalah suatu masa menurunnya keterampilan fisik dan semakin besarnya tanggung jawab, selain itu masa ini merupakan masa ketika orang mencapai dan mempertahankan kepuasan dalam karirnya. Dari penjelasan di atas, usia anggota Dewan Direksi berkaitan dengan kebijaksanaan yang dimiliki. Semakin bertambah usia, semakin bijaksana seseorang. Jika dilihat dari tahapan dewasa 31 seseorang yang dikaitkan dengan kinerja, maka seorang yang berada dalam kelompok usia dewasa madya merupakan masa ketika seseorang mencapai dan mempertahankan kepuasan dalam karirnya, mereka cenderung fokus terhadap pekerjaan daripada berpindah-pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Hal ini memperlihatkan bahwa usia dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam perusahan yang kemudian dapat mempengaruhi kinerja perusahaan itu sendiri (Kusumastutiet. al., 2007). Darmadi (2011) menemukan hubungan positif antara usia dewan terhadap kinerja 16 perusahaan yang terdaftar di BEI. Anggota dewan yang lebih muda akan lebih termotivasi untuk menghadapi tantangan baru dan perubahan stategi yang mengarah pada kinerja yang lebih baik.

Pengaruh Keberagaman Gender Dewan Direksi terhadap Kinerja Keuangan (skripsi dan tesis)

 Darmadi (2011) yang meneliti hubungan keragaman gender, kebangsaan, dan usia anggota dewan dengan kinerja keuangan perusahaan di Indonesia. Proporsi wanita, orang asing dan anggota dewan berusia < 50 tahun sebagai variabel-variabel penjelas. Juga digunakan variabel dummy untuk mengindikasikan kehadiran tiga kelompok dimaksud, sebagaimana Blau index untuk menilai tigkat keragaman. Ukuran perusahaan, jumlah dewan, dan proporsi komisaris independen juga dimasukkan sebagai variabel kontrol. Analisis regresi dilakukan dengan sampel 169 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 31 Desember 2007. Hasilnya, proporsi pemuda berpengaruh positif pada kinerja pasar walaupun Blau index keragamanusia tidak berpengaruh pada Tobin’s Q. Sedangkan keragaman kebangsaan tidak berpengaruh baik terhadap kinerja pasar maupun kinerja keuangan. Menggunakan Return on Asset (ROA) sebagai pengukuran kinerja, tidak ada satu pun yang berpengaruh pada kinerja perusahaan kecuali proporsi pemuda di dewan direksi. Akan tetapi, proporsi wanita ditemukan berpengaruh negatif pada kinerja perusahaan dengan menggunakan ROA dan Tobin’s Q. Gender merupakan salah satu atribut keragaman yang paling banyak diteliti. Atribut yang dapat diobservasi lainnya adalah usia (Kilduff et al, 2000) dan kebangsaan (Oxelheim dan Randoy, 2003). Terdapat argumen berbeda mengenai hubungan antara keragaman gender dan keuntungan kompetitif organisasi. Beberapa argumen mendukung anggapan bahwa keragaman yang lebih besar akan membawa keuntungan 30 bagi organisasi disebabkan beberapa alasan yang pantas. Wanita dianggap memiliki perasaan kognitif yang berfokus pada harmoni (Hurst et al, 1989), kemampuan memfasilitasi penyebaran informasi (Earley dan Mosakowski, 2000), serta dianggap tangguh karena harus menghadapi berbagai tantangan sebelum menduduki suatu posisi jabatan

Kinerja Keuangan Bank Syariah (skripsi dan tesis)

 Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang dapat mengukur efektivitas dan efisiensi suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Kinerja keuangan juga menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan pada periode tertentu yang dapat diukur dengan berbagai macam indikator. Salah satu indikator yang sering digunakan pada pengukuran kinerja keuangan adalah profitabilitas. Bodie, Kane dan Marcus (1996) berpendapat bahwa profitabilitas merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Profitabilitas juga dapat menggambarkan sebagai penggunaan total aktiva dan aktiva bersih secara efektif (Zhafarina 2014). Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank maupun pihak lainnya. Kondisi bank tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap prinsip syariah, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.Seperti pada Bank Umum Konvensional, Bank Syariah juga memiliki Rasio Keuangan untuk mengukur kinerja dan Tingkat Kesehatan Bank. Hal ini telah diatur pula dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah

Keberagaman Kewarganegaraan Dalam Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

 Penelitian terkait keragaman budaya, termasuk didalamnya keragaman gender dan keragaman kewarganegaraan (nationality), menunjukkan bahwa kelompok dengan tingkat keragaman yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih beragam, sehingga mampu mempertimbangkan dan mendiskusikan beragam proyek yang lebih besar, memproduksi hasil yang lebih berkualitas dan menciptakan lebih banyak solusi inovatif (Nagawa, 2014). Penelitian Ramirez (2003) terhadap 500 perusahaan terbaik di Amerika menyimpulkan bahwa keragaman yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan fungsi dan kualitas pengambilan keputusan dewan direksi. Noorkhaista (2017) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa dewan direksi dengan keragaman kewarganegaraan dipercaya memiliki  kinerja yang lebih baik karena homogenesis dalam dewan direksi mengarah pada kebudayaan yang cenderung menghindari konflik (avoids conflicts), menghindari ketidak sopanan (avoids impoliteness) dan sebagai hasilnya, cenderung tidak mempertanyakan secara mendalam isu-isu yang muncul dalam perusahaan. Keuntungan dari keberagaman direksi asing, diantaranya : tersedia kandidat anggota dewan yang berkualifikasi secara lebih luas dengan pengalaman industri yang lebih luas, dengan latar belakang yang berbeda, dewan direksi asing bisa menambah pengalaman yang lebih beragam dan berharga, yang tidak dimiliki oleh dewan direksi domestik dan anggota dewan direksi asing bisa membantu meyakinkan investor asing bahwa perusahaan dikelola secara profesional (Krisna dan Dewi 2017

Keberagaman Usia Dalam Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

 Usia dapat dianggap sebagai proksi untuk tingkat pengalaman dan cara pengambilan resiko (Herman dan Datta, 2005), Hambrick dan Mason (1984) mengemukakan bahwa manajer yang muda itu lebih cenderung melakukan strategi berusiko, dan perusahaan dengan manajer muda akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari pada rekan mereka dengan manajer yang lebih tua. Ini bisa dipahami sejak itu manajer yang lebih tua cenderung lebih enggan mengambil risiko (Barker dan Mueller, 2002) dan “mungkin berada pada a titik dalam kehidupan mereka di mana keamanan finansial dan keamanan karier adalah penting ”(Hambrick dan Mason, 1984, hal. 198), sementara manajer yang lebih muda cenderung memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk memproses ide yang baru, kemauan lebih rendah untuk menerima status quo, dan kurang minat dalam stabilitas karir (Cheng et al., 2010). Dalam literature teori manajemen dan  organisasi Herman dan Datta (2005) menunjukan bahwa eksekutif yang lebih muda mengarah pada tingkat diversifikasi internasional yang lebih tinggi, menurunkan usia rata-rata tim manajemen puncak juga berhubungan positif dengan perubahan strategi (Wiersema dan Bantel, 1992). Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa Madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Hurlock, 2004). Masa dewasa madya adalah menurunnya keterampilan fisik dan semakin besarnya tanggung jawab, selain itu masa ini merupakan masa ketika orang mencapai dan mempertahankan kepuasan dalam karirnya (Kusumastuti et. al., 2007). Menurut Robbins (2007) hubungan antara usia dan kinerja pekerjaan kemungkinan akan menjadi masalah yang lebih penting selama dekade mendatang. Para pekerja yang lebih tua memiliki kualitas positif pada pekerjaan mereka, khususnya pengalaman, penilaian, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap kualitas (Kusumastusti et.al., 2007). Keberagaman atau diversitas menurut Campbell dan MinguezVera, (2008) merujuk pada heterogenitas, penyebaran, perbedaan, campuran sifat yang baik, dll. Sedangakan usia Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun,  lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Rompis 2018). Perusahaan yang mempekerjakan pekerja dalam rentang usia yang lebar memiliki keuntungan menciptakan suasana dinamis, tenaga kerja multi-generasi-dengan beragam keahlian-yang bermanfaat bagi perusahaan (Ararat et al 2010) dalam (Fathonah 2018). Sebuah studi oleh Zajac dan Westphal dalam Van Ness et al mengemukakan bahwa usia seseorang mungkinberkaitan denganketerbukaan untuk ide-ide baru. Age Diversity menggambarkan persebaran pada usia anggota dewandi dalam struktur dewan perusahaan (Anggraeni 2014)

Keberagaman Gender Dalam Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

 Variabel jenis kelamin merupakan salah satu bagian dari board diversity yang penting untuk diteliti. Beberapa ahli tata kelola menyatakan bahwa keberagaman demografi yang lebih besar diantara anggota dewan perusahaan akan menyebabkan perbaikan dalam kinerja keuangan perusahaan (Daily, Certo, & Dalton, 1999). Salah satu bagian dari keberagaman demografi adalah jenis kelamin anggota dewan direksi yang direpresentasikan dengan adanya keterwakilan perempuan dalam jajaran direksi. Kehadiran seorang perempuan dalam dewan direksi perusahaan akan membawa perbedaan persepsi sosiologi dan pemahaman dalam pengambilan keputusan yang dilakukan di meja dewan (Swartz, 2006). Gianti (2016 )Isu perempuan menduduki peran penting dalam dunia bisnis merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Tidak dijelaskan dengan pasti alasan mengapa dikatakan abadnya kaum perempuan, tetapi hanya diungkapkan bahwa perempuan-perempuan di Amerika dan beberapa negara di Asia serta Eropa telah banyak memenangkan kompetisi dengan lawan jenisnya (pria) dalam mengisi posisi-posisi manajemen puncak di beberapa perusahaan terkemuka. Kecenderungan yang sama sebenarnya juga terjadi di Indonesia. Sepuluh tahun terakhir beberapa majalah di Indonesia memuat topik perempuan manajer (eksekutif) sebagai laporan utamanya (Teg dan Utami, 2013). Perbedaan gaya kepemimpinan laki-laki dan perempuan merupakan faktor yang dapat kita lihat sebagai ukuran pengaruh kinerja suatu perusahaan. Isu diversitas gender mencuat ke permukaan dikarenakan keberadaan perempuan yang sering mendapat perhatian dalam dunia kerja. Namun sebaliknya kebergaman gender atau keberadaan perempuan dalam manajamen puncak bukan sebagai ancaman melainkan dapat mendorong kinerja dan meningkatkan inovasi perusahaan. Perusahaan yang memiliki  tingkat diversitas gender yang tinggi cenderung dapat memiliki pandangan yang luas dalam mengambil keputusan (Kartikaningrum 2016). Gender merupakan status yang dibangun melalui sosial, budaya, psikologis berarti berdasarkan ciri-ciri pribadi. Persepsi secara umum terdapat perbedaan antara pria dan wanita walaupun sudah mulai berkurang (Rohail Hassan dan Maran Marimutu, 2015 dalam Fathonah 2018). Pedoman yang mempengaruhi bagaimana mereka berfikir dan berperilaku. Berbicara mengenai propors direksi wanita memiliki sikap kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari resiko dan lebih teliti tidak terburu-buru dalam mengambil suatu keputusan. Dengan adanya direksi wanita dalam jajaran dewan direksi maka dalam proses pengambilan keputusan cenderung akan lebih berhati hati sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Puji et,. Al 2017 dalam Fatonah 2018). Perempuan dianggap memiliki rasa terhadap gaya kognitif yang berfokus pada harmoni dan kemampuan untuk memfasilitasi penyebaran informasi (Darmadi, 2012). Berbagai argumen yang berbeda tentang hadirnya perempuan di dalam dewan direksi berhubungan dengan kompetitif perusahaan (Darmadi, 2012). Beberapa argumen mendukung keterwakilan perempuan di dewan direksi akan membawa keuntungan bagi perusahaan karena perempuan memiliki kepekaan sosial yang baik dan menunjukkan perilaku etis yang lebih baik daripada laki-laki (Hanefah, 2016). Namun, perempuan juga dianggap sulit karena harus  menghadapi berbagai tantangan sebelum mendapatkan kursi di dewan (Darmadi, 2012). (Low et,. Al 2015) membuktikan kinerja perusahaan meningkat lebih tinggi ketika dipimpin oleh CEO perempuan dan risikonya lebih kecil dibandingkan dengan yang dipimpin oleh laki-laki. Peningkatan jumlah dewan direksi wanita berhubungan positif dengan kinerja perusahaan. Negaranegara yang bersikap sportif dan moderat terhadap wanita dalam pekerjaannya dapat meningkatkan diversitas gender dalam dewan direksi dan juga meningkatkan kinerja perusahaan

Dewan Direksi (skripsi dan tesis)

 Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Agar pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif, salah satu prinsip yang perlu dipenuhi adalah komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat, dan cepat, serta dapat bertindak independen (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 11/33/PBI/2009, Dewan Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ketentuan mengenai jumlah anggota dan kriteria untuk menjadi seorang direksi tunduk pada peraturan Bank  Indonesia. Pengangkatan dan penggantian direksi dalam RUPS haruslah memperhatikan rekomendasi dari komite remunerasi dan nominasi. Anggota direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi direksi. Selain itu direksi dilarang untuk mendapat keuntungan pribadi maupun memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak lain yang dapat mengurangi asset bank selain dari fasilitas yang bisa ia dapatkan sesuai yang ditetapkan dalam RUPS (PBI No. 33/11/PBI/2009). Menurut Peraturan Otoritas Jasa Kauangan (POJK) Nomor 33/ POJK.04/2014 direksi emiten atau perusahaan publik paling kurang terdiri dari dua orang anggota direksi, satu diantara anggota direksi diangkat menjadi direktur utama atau presiden direktur. Pengangkatan anggota direksi berdasarkan pada RUPS dan telah memenuhi persyaratan, yaitu mempunyai akhlak, moral dan integritas yang baik, serta cakap melakukan perbuatan hukum. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, direksi wajib mengadakan rapat direksi secara berkala minimal satu kali setiap bulannya. Rapat direksi dapat berlangsung apabila telah dihadiri oleh mayoritas anggota direksi

Resource Dependence Theory (skripsi dan tesis)

 Resource Dependence Theory merupakan studi tentang sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan dalam meningkatkan kinerja dan potensi untuk menciptakan kemakmuran (Hanani dan Aryni (20012). Dasar pemikiran resource dependence theory yang awalnya dikembangkan oleh ( Pfeffer dan Salancik, 1978) bahwa perusahaan harus bergantung pada organisasi eksternal untuk mendapatkan sumber daya utama. Hal ini akan mendorong perusahaan meningkatkan kinerja dan potensi penciptaan kemakmuran (Mitchell, 2001 dalam Sudiartana, 2011). Diversifikasi struktur sumberdaya manusia yang berkaitan dengan campuran gender seringkali dipandang sebagai hal penting untuk memaksimalkan sumberdaya penting perusahaan (Siciliano, 1996). Dalam literatur corporate governance dan teori resource dependence, sering kali diungkapkan bahwa tim manajemen yang diversed dan well-ballanced dapat secara signifikan meningkatkan kinerja perusahaan (Mitchell, 2001 dalam Sudiartana, 2011). Noorkhaista (2017) Keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan yang baik berhubungan dengan bagaiman perusahaan memperoleh, mengelola, dan menggunakan aset-aset yang bersifat strategis, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Aset – aset ini berperan vital dalam mengembangkan keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan yang lebih baik. Belkaoui (2003) dan Wijayanti (2013) menyatakan bahwa strategi yang berpotensi untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan keunggulan bersaing perusahaan adalah dengan menyatukan aset berwujut dan tidak berwujud. Masing-masing anggota akan memberikan kumpulan dari pengalaman, attachment, dan pandangan yang unik dan berbeda-beda bagi tim manajemen. Jika persepsi, pandangan dan latar belakang manajer relatif homogen, maka ada kemungkinan besar strategi-strategi pembuatan keputusan dari mekanisme corporate governance akan menjadi singleminded, dapat ditebak dan tidak fleksibel. Manajemen yang memiliki diversitas anggota yang lebih tinggi akan lebih mampu menghadapi tantangan dan dinamika lingkungan bisnis. Perbedaan tipe dewan direksi memberikan manfaat yang berbeda bagi perusahaan (Meca et al, 2015). Diversitas memiliki tujuan untuk meningkatkan berbagai ide dan perspektif, pemasaran yang lebih baik, dan hasil organisasi yang lebih baik, (Summer dan Nowichi, 2004). Perempuan dalam dewan direksi memiliki latar belakang yang berbeda dan kemampaun sumber daya yang berbeda sehingga memiliki pengaruh yang berbeda pula terhadap kinerja bank (Meca et al, 2015).

Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kreativitas (skripsi dan tesis)

  Kepercayaan diri merupakan penilaian positif terhadap diri sendiri mengenai kemampuan, bakat kepemimpinan, serta kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-raguan, memiliki ketentraman diri, mampu menyalurkan segala yang individu ketahui dan segala yang individu kerjakan, serta merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam kehidupan. Pada dasarnya manusia hidup itu memerlukan pendidikan, baik yang bersifat formal maupun informal. Siswa merupakan asset berharga dalam dunia pendidikan yang harus diperhatikan kebutuhannya. Pada sekolah kami juga peserta didik dilatih agar mampu menggunakan kreativitas yang dimilikinya, karena pada dasarnya kreativitas dimilki oleh setiap orang namun dengan derajat yang berbeda-beda. Kreativitas merupakan suatu proses untuk menjadi peka dan selektif terhadap permasalahan sehingga individu mampu untuk melihat, membuat dan menemukan kombinasi baru dalam menyelesaikan permasalahan tersebut atau dapat dikatakan kreativitas merupakan proses yang menghasilkan produk baru baik merupakan objek yang bias dilihat maupun imajinasi saja atau dapat merupakan pengaruh pengalaman masa lalu dengan pola baru. Menurut Munandar (1999) bahwa orang-orang yang kreatif akan dapat berpikir mandiri, mempunyai daya imajinasi, mampu membuat keputusan sehingga akan mempunyai keyakinan dan mereka tidak mudah dipengaruhi orang lain. Aspek kepribadian inilah yang mempunyai fungsi penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam meraih keberhasilan. Kepercayaan diri juga berperan dalam memberikan semangat serta motivasi kepada individu untuk dapat bereaksi secara tepat terhadap tantangan dan kesempatan yang datang pada seseorang maupun untuk merasakan berbagai kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pengembangan kreativitas bukan hanya faktor emosi melainkan juga adanya faktor kepercayaan dalam diri siswa untuk memunculkan kreativitasnya. Hal ini dibuktikan oleh Zaqeus (2008) yang menyatakan bahwa keyakinan diri merupakan hal yang penting dalam kreativitas, keyakinan diri dapat menjadi pendorong atau justru menjadi faktor penghambat kreativitas. Kepercayaan diri akan memberikan kehidupan, kekuatan dan tindakan kepada kita. Dengan memiliki kepercayaan diri, hidup akan lebih terarah dan mempunyai kepastian. Impulsimpuls pemikiran secara pasti akan dipengaruhi oleh kepercayaan Diri, kepercayaan diri tentang kebenaran diri sebenarnya, kepercayaan diri tentang keinginan dan impian, kepercayaan diri tentang sasaran dan tujuan, kepercayaan diri tentang masa depan sukses, termasuk kepercayaan diri dalam berkreativitas. Kepercayaan yang tinggi sangat berperan dalam memberikan sumbangan yang bermakna dalam proses kehidupan seseorang, karena apabila individu percaya dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka akan timbul kreativitas pada diri individu untuk melakukan hal-hal dalam hidupnya. Kepercayaan diri yang signifikan menyebabkan kreativitas, dengan demikian untuk meningkatkan kreativitas dapat dilakukan dengan meningkatkan kepercayaan diri. Oleh karena itu, Guilford (dalam Munandar, 2009) menyatakan kreativitas merupakan kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya Menurut Munandar (1997) ciri-ciri individu yang kreatif adalah imajinatif, mempunyai intuisi, bebas dalam berpikir, rasa ingin tahu, ingin mendapat pengalaman baru, penuh semangat dan energik, bersedia mengambil resiko dan berani dalam pendapat. Untuk menjadi orang yang kreatif seseorang harus memiliki kepercayan diri agar dapat keberanian untuk melakukan keterampilan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri (skripsi dan tesis)

 Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang menurut Hakim (dalam Miklotof 2010) muncul pada dirinya sebagai berikut: a. Lingkungan keluarga Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap manusia, lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. b. Pendidikan formal Sekolah bisa dikatan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga di rumah. Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekpresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya. c. Pendidikan non formal Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Menurut Middlebrook (dalam Rosita 2011), ada empat faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri, yaitu: a. Pola Asuh Keluarga merupakan faktor utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan anak dimasa yang akan datang. Dari ketiga pola asuh baik itu otoriter, demokratis, dan permisif, menurut Hurlock (dalam Mahrita, 1997) pola asuh demokratis adalah model yang paling cocok yang mendukung pengembangan percaya diri pada anak, karena pola asuh demokratis melatih dan mengembangkan tanggung jawab serta keberanian menghadapi dan menyelesaikan masalah secara mandiri. b. Jenis Kelamin Peran jenis kelamin yang disandang oleh budaya terhadap kaum perempuan maupun lakilaki memiliki efek sendiri terhadap perkembangan rasa percaya diri. Perempuan cenderung dinggap lemah dan harus dilindungi, sedangkan laki-laki harus bersikap sebagai makhluk kuat, mandiri dan mampu melindungi. c. Pendidikan Pendidikan seringkali menjadi ukuran dalam menilai keberhasilan seseorang. Berarti semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang semakin tinggi pula anggapan orang lain terhadap dirinya. Mereka yang memiliki jenjang pendidikan yang rendah biasanya merasa tersisih dan akhirnya tidak memiliki keyakinan akan kemampuannya. Sedangkan yang memiliki jenjang pendidikan yang tinggi semakin terpacu untuk menunjukan kemampuannya. d. Penampilan Fisik Individu yang memiliki tampilan fisik yang menarik lebih sering diperlakukan dengan baik dibandingkan dengan individu yang mempunyai penampilan kurang menarik. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu kemampuan yang dimiliki individu dalam mengerjakan sesuatu yang mampu dilakukannya. Faktor eksternal yaitu lingkungan keluarga, lingkungan formal atau sekolah, dimana sekolah, lingkungan pendidikan non formal

Aspek-aspek Kepercayaan Diri (skripsi dan tesis)

 Lauster (dalam Ghufron dan Risnawita, 2011) mengemukakan beberapa Aspek individu yang mempunyai rasa percaya diri adalah sebagai berikut : a. Keyakinan kemampuan diri. Keyakinan kemampuan diri adalah siakp positif seseorang tentang dirinya. Ia mampu secara sunguh-sunguh akan apa yang dilakukannya. b. Optimis Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang dan kemapuannya. c. Objektif Orang yang memandang permasalahan atau suatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut orang lain. d. Bertanggung jawab Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menangung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. e. Rasional dan realistik Rasional dan realistik adalah analisis terhadap suatu masalah, suatu hal, dan suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan. Dari uraian aspek-aspek yang di ungkapkan oleh lauster dapat diambil kesimpulan bahwa aspek kepercayaan diri adalah keyakinan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional dan realistik

Pengertian Kepercayaan Diri (skripsi dan tesis)

  Percaya diri merupakan suatu keyakinan terhadap diri sendiri untuk memcapai prestasi yang lebih baik, pendapat lain menyatakan sikap percaya diri sediri adalah suatu sikap batn yang positif, mempunyai keyakinanan akan diri sendiri mempunyai sikap yang riang dan mudah menyesuaikan diri (Kartini-kartono, 1990). Menurut Barbara (2005) kepercayaan diri adalah suatu yang harus mampu menyalurkan segala yang diketahui dan segala yang kita kerjakan. Menurut Syaifullah (2010) percaya diri adalah sikap positif yang dimiliki seseorang individu yang membisakan dan mampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, lingkungan, serta situasi yang dihadapinya untuk meraih apa yang diinginkannya. Menurut Ghufron dan Risnawita (2011) kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang penting pada seseorang. Sedangkan menurut Guilford (2004) bahwa kepercayaan diri adalah pengharapan umum tentang keberhasilan. Menurut Fatimah (dalam Hamdan, 2009) kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Willis (dalam Ghufron dan Risnawita, 2011) kepercayaan diri adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menanggulangi suatu masalah dengan situasi terbaik dan dapat memberikan sesuatau yang menyenangkan bagi orang lain. Antony (1992) berpendapat bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseoranng yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berfikir positif, memiliki kemandirian, dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Lauster (dalam Ghufron dan Risnawita, 2011) kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab. McClelland (dalam Luxori, 2005) bahwa kepercayaan diri merupakan kontrol internal, perasaan akan adanya sumber kekuatan dalam diri, sadar akan kemampuan-kemampuan dan bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang telah ditetapkannya. Menurut Tosi (dalam Hamdan 2009) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam diri seseorang bahwa individu mampu meraih kesuksesan dengan berpijak pada usahanya sendiri. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah penilaian positif terhadap diri sendiri mengenai kemampuan yang ada dalam dirinya untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan serta kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-raguan yang mendorong individu untuk meraih keberhasilan atau kesuksesan tanpa tergantung kepada pihak lain dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah ditetapkannya

Manfaat Kreativitas (skripsi dan tesis)

 Manfaat Kreativitas pada individu (Abasiyah, 2012). Ada 6 manfaat Kreativitas, diantaranya: a. Membuat hidup lebih indah. Kreativitas akan membuat hidup lebih indah karena kamu akan dikelilingi oleh hal-hal yang bervariasi, tidak monoton. Melakukan hal kreatif akan memberikan sesuatu yang baru dan segar. b. Meningkatkan apresiasi terhadap ide orang lain. Orang yang kreatif pasti bisa menerima dan menghargai ide-ide orang lain, tanpa memandang siapa pun yang memberikan ide tersebut. Berbeda dengan orang yang tidak menghargai ide, setiap ada ide baru ia akan mencibir atau bahkan menganggapnya konyol. c. Salah satu faktor kesuksesan usaha. Dalam dunia bisnis kreativitas menjadi salah satu faktor kesuksesan usaha. Semua usaha memerlukan kreativitas, mulai dari penciptaan barang atau jasa, cara produksinya, cara pemesanan, cara pembayaran, dan menjaga kesetiaan pembeli untuk terus memakai produknya. d. Awal terjadinya inovasi dan perubahan. Kreativitas menjadi awal terjadinya inovasi dan perubahan-perubahan. Inovasi merupakan hasil pemberdayaan kreativitas tertentu sehingga menjadi sebuah cara, proses, produk, atau sumber nilai baru yang belum ada sebelumnya. e. Meningkatkan kualitas dan taraf hidup manusia. Salah satu ciri karya yang kreatif adalah yang memberikan manfaat sosial. f. Meningkatkan kreativitas dan semangat hidup. Orang kreatif tidak akan takut kehilangan peluang sebab ia bisa menciptakan peluang sendiri. Mereka yang memiliki jiwa kreatif tidak mudah putus asa untuk mencoba, mencoba, dan terus mencoba meskipun menemui banyak kegagalan. Dari uraian manfaat kreativitas yang di ungkapkan oleh Abasiyah dapat diambil kesimpulan bahwa manfaat kreativitas adalah membuat hidup lebih indah, meningkatkan apresiasi terhadap ide orang lain, salah satu faktor kesuksesan usaha, awal terjadinya inovasi dan perubahan, meningkatkan kualitas dan taraf hidup manusia, meningkatkan kreativitas dan semangat hidup. 

Proses Dalam Mengembangkan Kreativitas (skripsi dan tesis)

 Menurut Utami Munandar (2004) ada strategi 4P (Pribadi, Pendorong, Proses, dan Produk) dalam pengembangan kreativitas yaitu: a. Pribadi Kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan atau produk kreatif ialah mencerminkan orisinalitas dari individu tersebut. b. Pendorong Bakat kreatif siswa akan terwujud bilamana ada dukungan dari lingkungan dan dorongan dari dalam dirinya sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu. c. Proses Anak/siswa perlu diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas dan diberikan fasilitas yang ia butuhkan. Kurikulum yang terlalu ketat akan menyebabkan siswa tidak bisa mengambangkan bakat kreatifnya dan tidak bisa mengungkapkan siapa dirinya. d. Produk Kondisi yang memungkinkan sesorang untuk menciptakan produk kreatif yang bermakna yaitu kondisi pribadi dan kondisi lingkungan kedua faktor tersebut sedikit banyaknya dapat membantu dalam proses kreatif itu sendiri. Menurutt Wallas (dalam Satiadarma dan Waruwu, 2003) mengemukakan empat tahapan proses berpikir kreatif: a. Tahap persiapan (preparation) Tahap persiapan merupakan tahap peletakan dasar, berupa pengumpulan informasi, data-data, dan bahan-bahan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini, individu mempelajari latar belakang masalah, seluk-beluk dan problematikanya. b. Inkubasi (incubation) Tahap inkubasi adalah tahap dimana individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tanpa sadar ”mengerami” permasalahan tersebut dalam alam pra sadar. Tahap ini berlangsung dalam waktu yang tak menentu, bisa lama dan bisa juga hanya sebentar. c. Iluminasi (illumination) Tahap ini merupakan tahap munculnya insight. Dalam tahap ini muncul bentukbentuk cetusan ide atau gagasan, pemecahan masalah, penyelesaian, cara kerja serta jawaban baru. d. Verifikasi (verification) Tahap verifikasi adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi terhadap gagasan secara kritis, yang sudah mulai dicocokkan dengan kondisi yang sebenarnya (nyata). Ide atau kreasi baru harus diuji terhadap realitas yang ada. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses kreativitas terdiri dari empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap inkubasi, tahap iluminasi, dan tahap verifikasi. 

Aspek-aspek Kreativitas (skripsi dan tesis)

  Guilford (dalam Munandar, 1999) mengemukakan Aspek-aspek dari kreativitas antara lain: a. Kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas. b. Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru. c. Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. d. Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli. Dari uraian aspek-aspek yang di ungkapkan oleh Guilford dapat diambil kesimpulan bahwa aspek kreativitas adalah Kelancaran berpikir, Keluwesan berpikir, Elaborasi, Originalitas

Pengertian Kreativitas (skripsi dan tesis)

 Istilah kreativitas berasal dari bahasa Inggris “to create” yang berarti mencipta, yaitu mengarang atau membuat sesuatu yang berbeda baik bentuk, susunan atau gaya dari yang lazim dikenal orang Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia Maslow (dalam Munandar, 2009). Pada dasarnya, setiap orang dilahirkan di dunia dengan memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat diidentifikasi (ditemukenali) dan dipupuk melalui pendidikan yang tepat (Munandar, 2009). Menurut Ghufron dan Risnawita (2011) kreativitas adalah unsur kekuatan sumber daya manusia yang andal untuk menggerakan kemajuan manusia dalam penelurusan, mengembangkan, dan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dalam semua bidang usaha manusia. Guilford (dalam Munandar, 2009) berpendapat bahwa kreativitas merupakan kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki bermacam- macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan yang sama benarnya. Selanjutnya dilakukan penelitian mengenai kreativitas dengan menggunakan analisis faktor dan ditemukan faktor penting yang merupakan sifat dari kemampuan berpikir kreatif, yaitu: (1). Fluency of thinking atau kelancaran berpikir: yaitu banyaknya ide yang keluar dari pemikiran seseorang; (2). Flexibility atau keluwesan: yaitu 10 kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir, mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikan dengan cara berpikir yang baru; (3). Elaboration atau perincian, yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menguraikan secara rinci; dan (4). Originality atau keaslian, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli. Sukarti (Dalam Ghufron dan Risnawita, 2011) istilah kreativitas dalam kehidupan seharihari selalu dikaitkan dengan prestasi yang istimewah dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan cara-cara pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, ide-ide baru,, dan melihat adanya berbagai kemungkinan. Amabile (dalam Munandar, 1999) mengatakan bahwa kreativitas berkenaan dengan kualitas produk atau penilaian dan respon bersifat kreatif melalui sejumlah pengamatan yang dilakukan oleh orang yang tepat. Kreatif juga melibatkan proses yang dianggap mengandung nilai- nilai kreatif. Definisi ini mengarahkan kreativitas sebagai hal yang menghasilkan hal dan ide yang baru oleh individu atau kelompok kecil. Sternberg & Lubart (dalam Sternberg, 1999) mendefinisikan kreativitas sebagai suatu kemampuan untuk menghasilkan suatu karya yang mengandung unsur kebaruan (termasuk diantaranya keaslian dan tidak terduga) serta tepat guna (termasuk diantaranya berguna dan dapat disesuaikan dengan tuntutan tugas). Renzulli (dalam Munandar, 2004) mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan umum untuk mencipta sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberi gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Dari pengertian kreativitas yang di ungkapkan oleh beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru atau ide-ide baru

Mengembangkan Kreativitas Pembelajaran (skripsi dan tesis)

 mulyasa mengutip pendapat Gordon dalam Joice and weill ia mengemukakan bahwa ada empat prinsip dasar sinektik yang menentang pandangan lama tentang kreativitas. Di mana pandangan tersebut adalah sebagai berikut :7 a) Menurutnya kreativitas merupakan sesuatu yang penting dalam kegiatan sehari-hari. Di mana hampir semua manusia berhubungan dengan proses kreativitas, proses kreativitas tersebut dikembangkan melalui seni atau penemuan-penemuan baru. Menurut Gordon, ia menekankan bahwa kreativitas merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari dan berlangsung sepanjang hayat. Model seperti Gordon ini dirancang guna untuk meningkatkan kapasitas pemecahan masalah, ekspresi kreatif, empati, dan hubungan sosial. Gordon juaga menekankan bahwa ide-ide yang bermakna dapat ditingkatkan melalui aktivitas kreatif guna untuk memperkaya pemikiran.8 b) Prinsip yang kedua menyatakan bahwa proses kreatif bukanlah sesuatu yang misterius. Hal tersebut dapat didekskripsikan dan mungkin membantu orang secara langsung untuk meningkatkan kreativitasnya. Bahwa Gordon telah yakin, apabila seseorang memahami landasan proses kreativitas, individu dapat belajar untuk menggunakan pemahamannya untuk meningkatkan kreativitas dalam kehidupan dan pekerjaan, baik secara pribadi maupun sebagai anggota kelompok. Gordon juga memandang bahwa kreativitas didorong oleh kesadaran yang memberi petunjuk untuk mendeskripsikan dan menciptakan prosedur latihan yang dapat diterapkan di sekolah atau lingkungan lain.9 c) Prinsip ketiga menjelaskan bahwa penemuan kreatif sama dalam semua bidang, baik dalam bidang seni, ilmu, maupun dalam rekayasa. Selain itu, penemuan kreatif ditandai oleh beberapa proses intelektual. Di mana ide ini bertentangan dengan keyakinan umum, yang memandang kreativitas terbatas pada bidang seni, padahal ilmu dan rekayasa juga merupakan penemuan manusia. Gordon juga menunjukkan adanya hubungan antara perkembangan berpikir dalam seni dan ilmu yang sangat erat.10 d) Pendapat Gordon yang keempat telah menunjukkan bahwa berpikir kreatif baik secara individu maupun kelompok adalah sama. Proses pembelajaran pada hakikatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.11 Menurut Gibbs yang dikutip oleh E. Mulyasa ia menyatakan bahwa berdasarkan berbagai penelitiannya ia menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil penelitian tersebut dapat diterapkan atau ditransfer dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik akan lebih kreatif jika :12 a) Dikembangkan rasa percaya diri pada peserta didik dan tidak ada perasaan takut. b) Diberi kesempatan untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah. c) Dilibatkan dalam menentukan tujuan dan evaluasi belajar. d) Diberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter. e) Dilibatkan secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan. Apa yang dikemukakan di atas nampaknya sulit untuk dilakukan. Namun paling tidak guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, yang mengarah pada situasi di atas, misalnya dengan mengembangkan modul yang heuristik dan hipotetik. Kendatipun demikian, kaulitas pembelajaran sangat ditentukan oleh aktivitas dan kreativitas guru, disamping kompetensi-kompetensi profesionalnya. Namun, dalam kegiatan belajar melalui modul, hal ini bisa dikurangi, karena guru lebih memposisikan dirinya sebagai fasilitator. E. Mulyasa juga mengutip pendapat Widada, di mana untuk mendongkrak kualitas pembelajaran disamping guru harus menyediakan lingkungan yang kreatif, guru juga dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut :13 a) Self esteem approach (kesadaran akan harga diri) Guru tidak hanya mengarahkan peserta didik untuk mempelajari materi ilmiah saja, akan tetapi pengembangan sikap harus mendapat perhatian secara proposional b) Creative approach Beberapa saran untuk pendekatan ini adalah dikembangkannya problem solving, brain storning, inquiry, dan role playing. c) Value Clarification and moral development approach Dalam pendekatan ini pengembangan pribadi menjadi sasaran utama. Karena dalam situasi yang demikian, pengembangan intelektual akan mengiringi perkembangan pribadi peserta didik d) Multiple talent approach Pendekatan ini mementingkan upaya pengembangan seluruh potensi peserta didik, karena manifestasi pengembangan potensi akan membangun self concept yang menunjang kesehatan mental. e) Inquiry approach Melalui pendekatan ini peserta didik diberi kesempatan untuk menggunakan proses mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah, serta meningkatkan potensi intelektualnya. f) Pictorial riddle approach Pendekatan ini merupakan metode untuk mengembangkan motivasi dan minat peserta didik dalam diskusi kelompok kecil. Pendekatan ini sangat membantu meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif. g) Synetics approach Pada hakikatnya pendekatan ini memusatkan perhatian pada kompetensi peserta didik untuk mengembangkan berbagai bentuk metaphor untuk membuka inteligensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Kegiatan dimulai dengan kegiatan kelompok yang tidak rasional berkembang menuju pada penemuan dan pemecahan masalah secara rasional.

Bentuk-Bentuk Kreativitas (skripsi dan tesis)

 Dalam pembelajaran visual, di mana peserta didik lebih banyak menyerap informasi melalui mata, hal-hal yang dapat guru lakukan untuk memaksimalkan kemampuan belajar peserta didik adalah:4 a. Biarkan mereka duduk di bangku paling depan, sehingga mereka bisa langsung melihat apa yang dituliskan atau digambarkan guru di papan tulis. b. Anjurkan siswa mencari materi yang akan diajarkan untuk pertemuan yang akan datang agar siswa lebih mudah memahami pelajaran yang diajarkan. c. Selain tulisan, buatlah lebih banyak bagan-bagan, diagram, flow-chart menjelaskan sesuatu. d. Minta mereka untuk menuliskan poin-poin penting yang harus dihafalkan e. Gunakan berbagai ilustrasi dan gambar. f. Tulis ulang apa yang ada di papan tulis. g. Gunakan warna-warni yang berbeda pada tulisan. Untuk pembelajar auditory, di mana peserta didik lebih banyak menyerap informasi melalui pendengaran, hal-hal yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan kemampuan belajar mereka adalah:5 a. Gunakan audio dalam pembelajaran (musik, radio, dll) b. Saat belajar, biarkan mereka membaca dengan nyaring dan suara keras. c. Seringlah memberi pertanyaan kepada mereka. d. Membuat diskusi kelas. e. Menggunakan rekaman. f. Biarkan mereka menjelaskan dengan kata-kata. g. Biarkan mereka menuliskan apa yang mereka pahami tentang satu mata pelajaran. h. Belajar berkelompok. Sedangkan untuk pembelajar kinestetik, di mana peserta didik lebih banyak menyerap informasi melalui gerakan fisik, hal-hal yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan kemampuan belajar mereka adalah:6 a. Perbanyak praktek lapangan (field trip). b. Melakukan demonstrasi atau pertunjukan langsung. c. Membuat model atau contoh-contoh d. Belajar tidak harus duduk secara formal, bisa dilakukan dengan duduk dalam posisi yang nyaman, seperti belajar diluar kelas. e. Perbanyak praktek di laboratorium. f. Boleh menghafal sesuatu sambil bergerak, berjalan atau mondarmandir. g. Perbanyak simulasi dan role playing. h. Biarkan murid berdiri saat menjelaskan sesuatu. Dalam prakteknya, satu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok pembelajar semacam ini. Karena itulah, tidak bisa seorang guru hanya mempraktekkan satu metode belajar mengajar untuk diterapkan di seluruh kelas. Bayangkan jika guru mengajar hanya dengan metode ceramah mulai dari awal hingga akhir. Jika dalam satu kelas kecenderungannya lebih banyak pembelajar visual atau kinestetis, maka yang terjadi adalah suasana yang tidak menyenangkan. Jika di dalam sebuah kelas terjadi kekacauan seperti adanya siswa-siswa yang susah untuk dikondisiskan, guru-guru kreatif dan mempunyai inovasi yang tinggi akan segera mengganti proses belajar mengajar dengan mempertimbangkan keragaman gaya belajar siswa. Tidak lagi kemudian menggunakan metode ceramah, tetapi menggunakan metode yang lain yang memungkinkan, misalnya diskusi kelompok ataupun mengajak mereka dalam suatu permainan agar tidak membosankan. Namun demikian, yang masih sering terjadi adalah, karena guru merasa tidak diperhatikan, mereka kemudian menggunakan kekuasaan 23 mereka sebagai guru dengan melakukan bentakan yang keras, biasanya disertai ancaman kalau tidak mendengarkan maka mereka akan mendapatkan hukuman. Pola belajar mengajar semacam ini tidak saja membuat proses belajar mengajar menjadi sesuatu yang mengerikan dan membuat trauma bagi anak didik, tetapi juga mengaduk-aduk dan menyita emosi guru secara terus menerus. Akibatnya, bisa ditebak, tekanan kerja yang semakin berat membuat proses belajar mengajar bagi guru menjadi beban yang tidak lagi menyenangkan. Karena itulah, kreativitas dan kemampuan guru untuk memahami gaya belajar siswa sangat penting agar suasana di dalam kelas bisa dibangun dengan lebih kondusif dan menyenangkan untuk belajar. Dengan demikian, sekolah akan menjadi tempat yang menyenangkan, bagi guru, siswa, dan semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Ciri-Ciri Kreativitas (skripsi dan tesis)

 Menurut William, “ciri-ciri kreativitas dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu ciri-ciri aptitude dan non-aptitude traits”. Ciri-ciri aptitude ialah ciriciri yang berhubungan dengan kognitif atau proses berpikir, sedangkan ciri-ciri non-aptitude traits ialah ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan. Adapun uraian secara rinci sebagai berikut. William juga menyatakan bahwa:  a. Aspek kognitif Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif atau ciri-ciri aptitude adalah sebagai berikut : 1) Keterampilan berpikir lancar (fluency) Keterampilan berpikir lancar tampak pada pribadi seseorang yang mencetuskan banyak gagasan, memberikan banyak saran untuk melakukan berbagai hal, serta selalu memikirkan lebih dari satu jawaban atas suatu keadaan atau pertanyaan yang membutuhkan penyelesaian. 2) Keterampilan berpikir luwes (flexibility) Keterampilan berpikir fleksibel tampak pada pribadi seseorang yang mampu menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mampu mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda dan mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. 3) Keterampilan berpikir orisinal (originality) Keterampilan berpikir orisinal melekat pada pribadi seseorang yang mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, mampu memikirkan cara yang tidak lazim untuk. mengungkapkan diri, dan mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. 4) Keterampilan berpikir rinci atau memperinci (elaboration) Keterampilan membuat rincian merupakan keterampilan yang melekat pada pribadi seseorang yang mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, serta mampu menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. 5) Keterampilan menilai (evaluation) Keterampilan menilai artinya keterampilan yang dimiliki oleh seseorang yang mampu menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, serta orang tersebut tidak mencetuskan gagasan, tetapi juga melaksanakannya.   b. Aspek afektif Ciri-ciri kreativitas dalam aspek afektif antara lain: 1) Sifat berani mengambil resiko, Contohnya terdiri dari (a) tidak takut gagal atau kritik, (b) berani membuat dugaan, (c) dan mempertahankan pendapat. 2) bersifat menghargai, Contohnya seperti (a) mencari banyak kemungkinan, (b) melihat kekurangan-kekurangan dan bagaimana seharusnya, dan (c) melibatkan diri dalam masalah-masalah atau gagasan-gagasan yang sulit. 3) rasa ingin tahu, Sifat rasa ingin tahu misalkan: (a) mempertanyakan sesuatu, (b) bermain dengan suatu gagasan, (c) tertarik pada kegaiban, (d) terbuka terhadap situasi, dan (e) senang menjajaki hal-hal baru. 4) Imajinasi/firasat,Seseorang yang memiliki imajinasi/firasat maka ia: (a) mampu membayangkan, (b) membuat gambaran mental, (c) merasakan firasat, (d) memimpikan hal-hal yang belum pernah terjadi, dan (e) menjajaki di luar kenyataan indrawi. Tidak jauh berbeda dengan Skala Penilaian Anak Berbakat yang disusun oleh Renzuli, dkk. Kemudian di rangkum oleh Utami Munandar bahwa ciri-ciri kreativitas meliputi: 1. Rasa ingin tahu yang luas dan mendalam. 2. Sering mengajukan pertanyaan yang baik. 3. Memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah.   4. Bebas dalam menyatakan pendapat. 5. Mempunyai rasa keindahan mendalam. 6. Menonjol dalam salah satu bidang seni. 7. Mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang. 8. Mempunyai rasa humor yang luas. 9. Mempunyai daya imajinasi. 10. Orisinil dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah.

Pengertian Kreativitas (skripsi dan tesis)

 Johnson menyatakan bahwa : Berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Berpikir kreatif, yang membutuhkan ketekunan, disiplin diri, dan perhatian penuh, meliputi aktivitas mental seperti:1 a) Mengajukan pertanyaan. b) Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pikiran terbuka. c) Membangun keterkaitan, khususnya diantara hal-hal yang berbeda. d) Menghubung-hubungkan berbagai hal yang bebas. e) Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda. f) Mendengarkan intuisi. Munandar meyakini bahwa kreativitas bukan sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru, tetapi merupakan gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya, termasuk pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh seseorang selama hidupnya.2 Menurut Munandar setiap manusia memiliki sifat kreativitas karena otak manusia senang menemukan pola, yaitu dengan menghubungkan satu hal dengan hal lainnya untuk menemukan makna. Jika dalam proses belajar siswa berlatih menghubungkan sesuatu yang tampak tidak berhubungan, maka siswa membentuk otak untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru yang mungkin siswa lewatkan dan menemukan pola baru yang tidak terpikir oleh siswa, seandainya siswa tidak membangun hubungan. Banyak cara untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, di mana para siswa dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajarnya secara optimal, sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif pada siswa adalah kemampuan siswa untuk berpikir terbuka, luas dan mengembangkan imajinasinya secara optimal sehingga mampu menghasilkan ide-ide baru atau pemecahan (solusi) baru terhadap permasalahan lama yang sering dialami siswa selama proses belajarnya berlangsung. Namun disini yang dimaksudkan untuk berpikir kreatif adalah guru, di mana guru pada dasarnya dituntut untuk sealalu aktif dan kreatif pada saat terjadinya proses pembelajaran. Terlebih pada guru agama, seorang guru agama harus kreatif dalam menyajikan materi pembelajaran, entah itu  kreatif dalam penggunaan metode pembelajaran maupun media pembelajaran supaya pembelajaran tidak terkesan monoton

Hubungan Antara Efikasi Diri Terhadap Kreativitas (skripsi dan tesis)

 Menurut Baron (dalam Munandar, 1999) kreativitas adalah kemampuan individu untuk menciptakan sesuatu yang baru. Kreativitas membantu individu untuk dapat menemukan berbagai alternatif jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi. Tanpa adanya kreativitas, manusia akan sulit berkembang di tengah keadaan dunia yang serba dinamis. Sternberg dan Williams (dalam Kisti dan Fardana, 2012) menyatakan bahwa untuk memaksimalkan dan mengembangkan kreativitas dibutuhkan suatu keyakinan diri untuk dapat menghasilkan sesuatu. Kreativitas tanpa diiringi oleh keyakinan diri tidak dapat berkembang secara optimal. Keyakinan yang dimaksud di sini adalah efikasi diri. Siswa yang memiliki efikasi diri tinggi akan banyak menyampaikan gagasan atau ide-ide yang baru sedangkan siswa yang tidak memiliki efikasi diri yang tinggi, siswa akan membuat pengandaian yang seharusnya tidak dilakukan sebelum mencoba suatu pekerjaan. Sehingga efikasi diri yang tinggi sangat diperlukan agar siswa mempunyai keberanian sendiri untuk mengatasi masalah- masalah yang timbul dari stimulus-stimulus yang terbentuk dari lingkungan dan siswa dapat mempertahankan pendapatnya. Hal ini diperkuat oleh Amabile (dalam Sweetman dkk., dalam penerbitan) mengatakan Siswa dengan efikasi diri yang tinggi akan dapat meningkatkan kreativitasnya dan dengan efikasi diri individu akan lebih kreatif dalam proses pemecahan masalah. Bandura (1997) efikasi diri merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan. Reivich dan Shatte (dalam Wahyuni, 2013) mendefinisikan efikasi diri adalah sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Keyakinan yang timbul dari diri siswa diharapkan bisa menjadi bekal berprestasi dalam menghadapi hambatan dan tantangan dalam pencapaian prestasi akademik. Prestasi tidak datang begitu saja pada diri siswa yang hanya mengandalkan kesempatan, tetapi dengan adanya rasa keyakinan dan sikap bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas akan menuntun siswa dalam mencapai prestasi. Kreativitas juga dapat ditingkatkan dengan adanya motivasi berprestasi, hal ini dinyatakan oleh Sternberg ( dalam Kuntjojo dan Matulessy, 2012) yang mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang berhubungan dengan individu yang kreatif diantaranya adalah motivasi yang tinggi untuk menjadi kreatif di bidang tertentu. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Directorate-General for Education an Culture, the European Commission ( dalam Kuntjojo dan Matulessy, 2012) bahwa salah satu aspek kepribadian yang mempengaruhi kreativitas adalah motivasi, termasuk di dalamnya motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan dorongan individu untuk meraih sukses dengan standar tertentu dan berusaha untuk lebih unggul dari orang lain dan mampu untuk mengatasi segala rintangan yang menghambat pencapaian tujuan. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan selalu ingin sukses dalam segala aktivitas. Kondisi demikian dapat menyebabkan individu menjadi gigih dalam melakukan segala aktifitasnya karena tanpa kegigihan maka kesuksesan itu hanya akan merupakan khayalan belaka. Dengan demikian salah satu penyebab munculnya kegigihan pada diri individu adalah karena motivasi dalam diri individu untuk meraih kesuksesan dan prestasi tinggi. Dengan kata lain tingginya tingkat motivasi yang dimiliki seorang individu dapat menjadi pemicu munculnya kreativitas siswa untuk menghasilkan suatu karya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri dan motivasi berprestasi berkaitan erat dengan kreativitas, dimana efikasi diri sebagai keyakinan yang dimiliki bahwa siswa bisa menciptakan ide-ide yang baru, sedangkan motivasi berprestasi sebagai pendorong dalam diri siswa untuk mengembangkan kreativitas siswa. Sehingga dengan memiliki efikasi diri dan motivasi berprestasi siswa akan dapat berkreativita

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi (skripsi dan tesis)

  Schultz dan Schultz (dalam Nasution dan Lili, 2005) menyatakan bahwa motivasi berprestasi berbeda-beda pada setiap individu karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi. Fernald dan Fernald (dalam Nasution dan Lili, 2005) mengungkapkan beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang, yaitu: a. Keluarga dan kebudayaan (family and cultural) Motivasi seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti orang tua dan teman (Eastwood, 1983). Sedangkan Mc Clelland (dalam Schultz dan Schultz, 1994) menyatakan bahwa bagaimana cara orang tua mengasuh anak mempunyai pengaruh terhadap motivasi berprestasi anak. Bernstein (dalam Fernald dan Fernald, 1999) menyatakan bahwa kebudayaan dapat mempengaruhi kekuatan motivasi berprestasi individu. Kebudayaan pada suatu negara seperti cerita rakyat dan hikayat-hikayat sering mengandung tema-tema pretasi yang dapat meningkatkan semangat masyarakatnya. b. Konsep diri (self concept) Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berpikir mengenai dirinya sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka idnividu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebutn sehingga berpengaruh dalam tingkah laku. c. Jenis kelamin (sex roles) Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan makulinitas, sehingga banyak para wanita belajar tidak maksimal jika wanita tersebut berada diantara para pria. Menurut Stein dan Bailey (dalam Fernald dan Fernald, 1999) sering disebut sebagai motivasi menghindari kesuksesan. Morgan, dkk (1986) menyatakan bahwa banyak perempuan dengan motivasi berprestasi tinggi tidak menampilkan karakteristik perilaku berprestasi layaknya laki-laki. Hal ini berkaitan dengan Homer (dalam Morgan, dkk 1986) yang menyatakan bahwa pada wanita terdapat kecenderungan takut akan kesuksesan yang artinya pada wanita terdapat kekhwatiran bahwa dirinya akan ditolak oleh masyarakat apabila dirinya memperoleh kesuksesan. d. Pengakuan dan prestasi (recognition and achievement) Individu akan lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras apabila diri merasa dipedulikan atau diperhatikan orang lain

Karakteristik Individu yang Mempunyai Motivasi Berprestasi Tinggi (skripsi dan tesis)

  Mussen, Paul Henry, dkk (1984) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi seringkali dimanifestasikan dalam perilaku motivasi berprestasi, seperti tekun dalam tugas yang sulit, bekerja giat untuk mencapai penguasaan, dan memilih tugas yang menantang tetapi tidak terlalu sulit. Buku yang membahas karakteristik ini antara lain Johnson dan Schwitzgebel dan Kalb (dalam Djaali, 2009). Dari uraian mereka dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil- hasilnya dan bukan tugas atas dasar untung-untungan, nasib atau kebetulan. b. Memilih tujuan yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah dicapai atau terlalu beras resikonya. c. Mencari situasi atau pekerjaan dimana ia memperoleh umpan balik dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil pekerjaannya. d. Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain. e. Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih baik. f. Tidak tergugah untuk sekedar mendapatkan uang, status, atau keberuntungan lainnya, ia akan mencarinya apabila hal-hal tersebut merupakan lambang prestasi, suatu ukuran keberhasilan. Sementara itu, Heckhausen (dalam Santi, 2009) mengemukakan enam sifat individu yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, yaitu: a. Lebih mempunyai kepercayaan dalam menghadapi tugas yang berhubungan dengan prestasi. b. Mempunyai sifat yang lebih berorientasi ke depan, dan lebih dapat menangguhkan pemuasan untuk mendapatkan penghargaan (reword) pada waktu kemudian. c. Memilih tugas yang kesukarannya sedang. d. Tidak suka membuang-buang waktu. e. Dalam mencari pasangan lebih suka memilih orang yang mempunyai kemampuan daripada orang yang simpatik. f. Lebih tangguh dalam mengerjakan tugas