Sunday, January 28, 2024

Peran Auditor Sebagai Pengawas

 


Menurut Tampubolon (2005: 1), ketika awal di terapkan posisi internal audit
dalam sebuah organisasi, audit internal dikenal sebagai suatu peran pemeriksaan
terhadap sistem berlaku pada organisasi tersebut yang kemudian beralih menjadi
pemeriksaan terhadap proses kinerja organisasi. Ketika itu, auditor internal berperan
layaknya polisi bagi organisasi. Kebutuhan manajemen akan kepastian bahwa semua
kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen telah diterapkan secara baik
oleh seluruh pegawai. Orientasi auditor internal banyak dilakukan pemeriksaan pada
tingkat kepatuhan para pelaksana terhadap ketentuan– ketentuan yang ada.
Fokus utama dari audit kepatuhan adalah ditemukannya penyimpangan yang
perlu dikoreksi, keterlambatan, kesalahan, prosedur atau pengendalian internal dan
segala hal yang dampaknya hanya bersifat jangka pendek. Aktivitasnya meliputi
inspeksi, observasi, perhitungan, pengecekan yang memiliki tujuan dalam
memastikan kepatuhan dan ketaatan pada ketentuan, kebijakan serta peraturan yang
telah ditetapkan. Peran auditor internal sebagai pengawas biasanya menghasilkan
saran atau rekomendasi yang memberikan dampak jangka pendek.
Peran auditor internal sebagai pengawas merupakan tugas pokok dari seorang
audit internal. Peran ini tidak pernah hilang dari tugas seorang auditor internal karna
kebutuhan akan pengawasan atas penerapan kebijakan perusahaan akan selalu
dibutuhkan oleh manajemen. Peran auditor sebagai polisi dalam organisasi
diharapkan mampu menjaga kinerja organisasi sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Keterbatasan dari peran auditor internal sebagai pengawas adalah bahwa
evaluasi dan rekomendasi perbaikan yang diberikan oleh auditor internal hanya
bersifat jangka pendek.

Pergeseran Paradigma Auditing

 


Perkembangan profesi internal auditing dalam era globalisasi saat ini sangat
pesat, bahkan Internal auditor telah diakui keberadaannya sebagai bagian dari
organisasi perusahaan (corporate governance) yang dapat membantu manajemen
dalam meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dari aspek pengendalian. Dimana
dalam perkembangannya, telah terjadi perubahan pandangan terhadap profesi internal
auditor dari paradigma lama yang masih berorientasi pada mencari kesalahan
(watchdog) menuju paradigma baru yang lebih mengedepankan peran sebagai
konsultan dan katalis.
Terdapat pergeseran filosofi internal auditing dari paradigma lama menuju
paradigma baru, yang ditandai dengan perubahan orientasi dan peran profesi internal
auditor. Pada abad 21 ini internal auditor lebih berorientasi untuk memberikan
kepuasan kepada jajaran manajemen sebagai pelanggan (customer satisfaction).
Internal auditor tidak dapat lagi hanya berperan sebagai watchdog, namun harus dapat
berperan sebagai mitra bisnis bagi manajemen.

Dampak Dari Hubungan Auditor Dengan Klien (Auditee)

 


Sawyer (2003: 22) memberikan sebuah analogi mengenai perbedaan sudut
pandang antara auditor internal dengan auditee. Dalam analoginya tersebut, Sawyer
menggambarkan sosok auditor internal sebagai sosok yang angkuh dan merasa berada
di atas auditee. Sedangkan pihak auditee digambarkan sebagai pihak yang lemah.
Kondisi ini akan membuat konflik yang kontraproduktif antara auditee dengan
auditor. Perasaan takut dan benci kepada sosok auditor sangat mungkin terjadi ketika
auditee merasa diremehkan oleh auditor internal. Mereka takut terlihat seperti tidak
memiliki pemikiran untuk perbaikan. Mereka takut bahwa perubahan yang diusulkan
dapat merusak rutinitas yang mereka sukai dan kebersamaan yang telah ada. Mereka
takut bahwa metode-metode yang direvisi dapat mengungkapkan ketidakefisienan
atau praktik-praktik terlarang. Dengan kata lain, mereka takut menghadapi
perubahan.

Hubungan Antara Auditee Dengan Auditor Internal

 


Menurut Hery (2004), berbagai penilaian negatif sering ditujukan terhadap fungsi
internal audit. Auditee seringkali merasa bahwa keberadaan Divisi Internal Audit
hanya akan mendatangkan biaya yang lebih besar dibandingkan manfaat yang akan
diterima. Auditor internal dianggap masih jauh peranannya untuk menjadi seorang
konsultan internal. Seringkali usulan perubahan atau rekomendasi dari audit internal
masih dianggap menyulitkan dan merugikan auditee, bahkan terkesan formalitas dan
cenderung mengabaikan tingkat kesulitan yang akan dihadapi auditee nantinya atas
pelaksanaan saran perbaikan.
Burnett dalam Sawyer (2003: 18) memandang hubungan auditor / klien dilihat
dari dua segi motivasi, yaitu rasa takut dan penghargaan. Dalam hubungan ini,
auditee memiliki rasa takut akan kehilangan pekerjaannya dan menerima evaluasi
yang buruk. Auditor internal dapat mengatasi ketakutan ini dengan menjelaskan
proses-proses audit dan memastikan bahwa tujuan dari audit ini adalah untuk
kepentingan bersama. Auditor internal dapat mengatasi ketakutan auditee terhadap
evaluasi yang buruk atau kehilangan pekerjaan dengan menunjukkan keadilan dan
objektivitas serta dengan menempatkan semua temuan dalam perspektifnya masingmasing, memberikan keseimbangan antara hal-hal yang buruk dengan yang baik.
Auditee yang memberikan kontribusi positif bagi proses audit juga pantas untuk
diberikan apresiasi.
Selama pelaksanaan audit, auditor internal hendaknya mengambil pendekatan
manajerial terhadap penyimpangan-penyimpangan. Auditor internal harus
mengurangi penekanan untuk temuan-temuan yang tidak signifikan, mencari
penyebab-penyebab untuk temuan yang signifikan, dan bekerja dengan manajer
operasional untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan. Auditor
internal harus selalu ingat bahwa orang-orang operasional biasanya memiliki
pemahaman yang baik atas apa yang sedang terjadi. Apa pun pemikiran perbaikan
yang mungkin dimiliki oleh auditor, ada kemungkinan hal tersebut telah
dipertimbangkan pula oleh orang-orang operasional. Hubungan yang terjadi akan
meningkat dengan sangat pesat jika auditor internal dengan terbuka menerima
pemikiran-pemikiran ini, menyaringnya melalui pengalaman mereka sendiri, dan
kemudian menyajikannya sebagai sebuah hasil kerja sama tim antara auditor dengan
klien.

Fungsi Dan Tujuan Audit Intern

 adalah fungsi staf manajemen perusahaan yang melakukan tugas

fungsional yaitu melakukan pengawasan dan tidak melaksanakan tugas operasional
dalam perusahaan. Sebagai konsekuensi dari fungsinya menyebabkan auditor intern
dalam melaksanakan tugasnya tidak memiliki kekuasaan secara langsung terhadap
bagian dalam perusahaan. Dengan menjalankan fungsi fungsional maka pada
dasarnya fungsi yang dijalankan auditor intern meliputi semua penilaian terhadap
aktivitas perusahaan dan terhadap kelayakan serta efektifitas pengendalian intern
yang telah ditetapkan perusahaan.
Menurut Hartadi seperti yang dikutip oleh Hidayat (2011), fungsi audit intern
adalah sebagai berikut:

  1. Menilai prosedur yang berkaitan dengan efisiensi dan kelayakan prosedur,
    pengembangkan dan perbaikan prosedur, dan personalia.
  2. Verifikasi dan analisa data yang menyangkut sistem akuntansi,
  3. Verifikasi kelayakan untuk menentukan prosedur akuntansi atau kebijakan
    lainnya yang telah dilakukan.
  4. Fungsi perlindungan untuk menghindari dan menemukan penggelapan,
    ketidakjujuran dan kecurangan.
  5. Melatih dan memberi bantuan kepada karyawan terutama bagian akuntansi.
  6. Jasa-jasa lainnya seperti jasa konsultasi kepada manajemen.

Pengertian Auditor Internal

 


Pengertian Auditor Internal mengenai tugas serta ruang lingkup auditor internal
yang dikemukakan beberapa ahli pada dasarnya sama, yakni memberikan jasa atau
pelayanan kepada kliennya. Tetapi ada hal pokok yang masih menuai perdebatan
mengenai ruang lingkup seorang auditor internal.
Sawyer (2003: 7) mendefinisi internal audit sebagai berikut:
“Internal Audit adalah suatu fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam suatu
organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa
yang diberikan organisasi.”
Senada dengan Sawyer, Agoes juga mendefinisikan ruang lingkup yang hampir
serupa. Agoes (2004: 211) mendefinisikan auditor sebagai berikut:
“Audit Internal adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit
perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,
maupun ketaan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan
ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi
yang berlaku.”

Saturday, January 27, 2024

Pengertian Persediaan

 


Persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual
dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi
dalam memproduksi barang yang akan dijual. Deskripsi dan pengukuran
persediaan membutuhkan kecermatan karena investas dalam persediaan
biasanya merupakan aktiva lancar dari perusahaan dagang (ritel) dan
manufaktur. Persediaan juga termasuk salah satu aset lancar signifikan bagi
perusahaan pada umumnya, terutama perusahaan dagang, manufaktur,
pertanian, kehutanan, pertambangan, kontraktor bangunan, dan penjual jasa
tertentu. Hal ini menyebabkan akuntansi untuk persediaan menjadi suatu
masalah penting bagi perusahaan-perusahaan tersebut.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2014:PSAK No.14) pengertian
persediaan sebagai berikut :
Persediaan adalah aset:
1) Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
2) Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan
3) Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam
proses produksi atau pemberian jasa.
Sartono (2010:443) mengatakan bahwa “Persediaan umumnya
merupakan salah satu jenis aktiva lancar yang jumlahnya cukup besar dalam
suatu perusahaan”.
Menurut Stice (2011:572) mendefinisikan persediaan ialah “Persediaan
secara umum ditujukan untuk barang-barang yang dimiliki perusahaan dagang,
baik berupa usaha grosir maupun ritel ketika barang-barang tersebut telah
dibeli dan ada kondisi siap untuk dijual”.
Ristono (2013:2) “Inventory merupakan suatu teknik yang berkaitan
dengan penetapan terhadap besarnya persediaan barang yang harus diadakan
untuk menjamin kelancaran dalam kegiatan operasi produksi, serta menetapkan
jadwal pengadaan dan jumlah pemesanan barang yang seharusnya dilakukan
oleh perusahaan

Pengertian Efektivitas

 


Menurut Hall dalam Sulasmi (2013) upaya mengevaluasi jalannya suatu
organisasi dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah
satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara
signifikan terhadap bentuk dan manejemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini
efektifitas merupakan pencapaian sasaran perusahaan melalui pemanfaatan
sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input),
proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya
meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model
yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan
benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan
tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat dan juga dikatakan efektif bila suatu kegiatan mempunyai pertimbangan yang
baik terhadap sasaran yang ingin dicapai.
Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau
pencapaian tujuan serta merumuskan suatu program dalam mencapai sasaran
yang telah ditentukan. Efektifvitas merupakan salah satu dimensi dari
produktifitas, yaitu mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal,
yaitu pencapaian hasil yang memuaskan untuk setiap sasaran yang berkaitan
dengan kuantitas dan waktu.
Menurut Ravianto dalam Masruri (2014:11) Efektivitas adalah seberapa
baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran
sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat
diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya maupun mutunya,
maka dapat dikatakan efektif.
Menurut Bungkaes (2013:45) Efektivitas adalah hubungan antara output
dan tujuan. Dalam artian efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat
output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang
ditetapkan. Dalam pengertian teoritis atau praktis, tidak ada persetujuan yang
universal mengenai apa yang dimaksud dengan “Efektivitas”. Bagaimanapun
definisi efektivitas berkaitan dengan pendekatan umum. Bila ditelusuri
efektivitas berasal dari kata dasar efektif yang artinya :
1) Ada efeknya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya) seperti: manjur, mujarab,
mempan.
2) Penggunaan metode/cara, sarana/alat dalam melaksanakan aktivitas
sehingga berhasil guna (mencapai hasil yang optimal).
Menurut Gibson dalam Bungkaes (2013:46) Efektivitas adalah penilaian
yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu, kelompok, dan organisasi.
Makin dekat prestasi mereka terhadap prestasi yang diharapkan (standar), maka
makin lebih efektif dalam menilai mereka. 

Manfaat Audit Operasional

 


Menurut Tunggal (2012:96) audit operasional dapat memberikan manfaat
melalui beberapa cara sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi permasalahan yang timbul, penyebabnya dan alternatif
solusi perbaikannya.
2) Menemukan peluang untuk menekan pemborosan dan efisiensi biaya.
3) Menemukan peluang untuk meningkatkan pendapatan.
4) Mengdentifikasi sasaran, tujuan, kebijakan dan prosedur organisasi yang
belum ditentukan.
5) Mengidentifikai kriteria untuk mengukur pencapaian sasaran dan tujuan
organisasi.
6) Merekomendasikan perbaikan kebijakan, prosedur dan struktur organisasi.
7) Melaksanakan pemeriksaan atas kinerja individu dan unit organisasi.
8) Menelaah ketaatan/kepatuhan terhadap ketentuan hukum, tujuan organisasi,
sasaran, kebijakan dan prosedur.
9) Menguji adanya tindakan-tindakan yang tidak diotorisasi, kecurangan, atau
ketidaksesuaian lainnya.
10) Menilai sistem informasi manajemen dan sistem pengendalian.
11) Menyediakan media komunikasi antara level operator dan manajemen.
12) Memberikan penilaian yang independen dan obyektif atas suatu operasi.

Karakteristik Audit Operasional

 


Menurut Tunggal (2012:37) mengemukakan karakteristik audit
operasional yaitu:
1) Audit operasional adalah prosedur yang bersifat investigatif.
2) Mencakup semua aspek perusahaan, unit atau fungsi.
3) Yang diaudit adalah seluruh perusahaan atau salah satu unitnya (bagian
penjualan, bagian perencanaan produksi dan sebagainya) atau suatu fungsi
atau salah satu sub klasifikasinya (pengendalian persediaan, sistem
pelaporan, pembinaan pegawai dan sebagianya)
4) Penelitian dipusatkan pada prestasi atau keefektifan dari
perusahaan/unit/fungsi yang diaudit dalam menjalankan misi,
tanggungjawab, dan tugasnya.
5) Pengukuran terhadap keefektifan didasarkan pada bukti/data dan standar.
6) Tujuan utama audit operasional adalah memberikan informasi kepada
pimpinan tentang efektif tidaknya perusahaan, suatu unit atau suatu fungsi.
Diagnosis tentang permasalahan dan sebab–sebabnya, dan rekomendasi
tentang langkah–langkah korektifnya merupakan tujuan tambahan.

Tahap-tahap Audit Operasional

 


Menurut Bayangkara (2011) mengelompokkan lima tahap dalam
melaksanakan audit operasional, yaitu:
1) Audit Pendahuluan
Audit pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi latar belakang
terhadap objek yang diaudit. Di samping itu, pada audit ini juga dilakukan
penelaahan terhadap berbagai peraturan, ketentuan, dan kebijakan terkait
dengan aktivitas yang diaudit, serta menganalisis berbagai informasi yang
telah diperoleh untuk mengidentifikasi hal–hal yang potensial mengandung
kelemahan pada perusahaan yang diaudit. Dalam tahap ini, auditor dapat
menentukan tujuan audit sementara.
2) Review dan Pengujian Pengendalian Manajemen
Tahapan ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai efektivitas pengendalian
manajemen dalam mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Dari hasil
pengujian ini, auditor dapat lebih memahami pengendalian yang berlaku
pada obyek audit sehingga dengan lebih mudah dapat diketahui potensipotensi terjadinya kelemahan pada berbagai aktivitas yang dilakukan. Hasil
pengujian pengendalian manajemen ini dapat mendukung tujuan audit
sementara menjadi audit rinci, atau mungkin ada beberapa tujuan audit
sementara yang gugur karena kurangnya bukti–bukti untuk mendukung
tujuan audit tersebut.
3) Audit Terinci
Pada tahap ini auditor melakukan pengumpulan bukti yang cukup dan
kompeten untuk mendukung tujuan audit yang telah ditentukan. Pada tahap
ini juga dilakukan pengembangan temuan untuk mencari keterkaitan antara
satu temuan dengan temuan lain dalam menguji permasalahan yang
berkaitan dengan tujuan audit. Temuan yang cukup, relevan dan kompeten
dalam tahap ini disajikan dalam suatu kertas kerja audit untuk mendukung
kesimpulan audit yang dibuat dan rekomendasi yang diberikan.
4) Pelaporan
Pelaporan bertujuan untuk mengkomunikasikan hasil audit termasuk
rekomendasi yang diberikan kepada berbagai pihak yang berkepentingan.
Hal ini penting untuk meyakinkan pihak manajemen tentang keabsahan
hasil audit dan mendorong pihak–pihak yang berwenang untuk melakukan
perbaikan terhadap berbagai kelemahan yang ditemukan. Laporan disajikan
dalam bentuk komprehensif (menyajikan temuan-temuan penting hasil audit
untuk mendukung kesimpulan audit dan rekomendasi). Rekomendasi harus
disajikan dalam bahasa yang operasional dan mudah dimengerti serta dapat
untuk ditindaklanjuti.
5) Monitoring Tindak Lanjut
Tahap ini bertujuan untuk mendorong dan memastikan pihak–pihak yang
berwenang telah melaksanakan perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang
diberikan. Oleh karena itu, rekomendasi yang disajikan dalam laporan audit
seharusnya sudah merupakan hasil diskusi dengan berbagai pihak yang
berkepentingan dengan tindakan perbaikan tersebut.

Tujuan Audit Operasional

 


Pada dasarnya tujuan audit oprasional adalah membantu manajemen
dalam memeriksa efektivitas dan efesiensi operasi perusahaan dan menilai
apakah cara-cara pengelolaan yang digunakan tersebut sudah berjalan baik.
Sasaran audit operasional adalah kegiatan, aktivitas, program atau bidang-
bidang organisasi yang diketahui atau diidentifikasi memerlukan perbaikan
atau peningkatan dalam hal efektivitas, efisiensi dan ekonomisnya.
Menurut Mulyadi (2013:32) menjelaskan tentang tujuan audit
operasional adalah :
1) Mengevaluasi kinerja
2) Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan
3) Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut

Pengertian Audit Operasional

 


Audit operasional adalah proses yang sistematis untuk mengevaluasi
efisiensi dan efektivitas kegiatan suatu organisasi dalam prosesnya untuk
mencapai tujuan organisasi tersebut, dan keekonomisan operasi organisasi
yang berada dalam pengendalian manajemen serta melaporkan kepada
orang-orang yang tepat atas hasil-hasil evaluasi tersebut beserta
rekomendasi untuk perbaikan. Sedangkan audit operasional secara umum
adalah audit yang dilaksanakan untuk menilai efisiensi dan efektivitas
kegiatan suatu organisasi dalam prosesnya untuk mencapai tujuan organisasi
tersebut. Audit operasional sering juga disebut dengan pemeriksaan
pengelolaan (management audit), pemeriksaan operasional (functional
audit), dan pemeriksaan efektivitas (effectiveness audit).
Menurut Sukrisno Agoes dan Jan Hoesada (2012:158) Pengertian
audit operasional yaitu :
“Audit Operasional adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan
operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan
operasional yang ditentukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah
kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan
ekonomis”.
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2010:10) mengemukakan bahwa :
“Audit Operasional merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan
dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya pada keinginan
manajemen”.
Menurut William P. Leonard dialih bahasa oleh Amin Widjaja
Tunggal (2012:11) mengemukakan :
“Audit Operasional atau diartikan sebagai audit manajemen yaitu
sebagai suatu pengujian yang menyeluruh dan konstruktif dari struktur
organisasi suatu perusahaan, lembaga atau cabang dari pemerintah, atau
setiap komponen dari padanya, seperti suatu divisi atau departemen dan
tujuannya, alat operasinya, dan utilisasi manusia dan fasilitas fisik”

Fungsi dan Ruang Lingkup Audit Internal

 


Menurut Mulyadi (2010:211) fungsi audit internal dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Fungsi audit internal adalah menyelidiki dan menilai pengendalian
internal dan efisiensi pelaksanaan fungsi sebagai tugas organisasi.
Dengan demikian fungsi audit internal merupakan bentuk pengendalian
yang fungsinya adalah untuk mengukur dan menilai efektifitas dari
unsur-unsur pengendalian internal yang lain.
2) Fungsi audit internal merupakan kegiatan penilaian bebas, yang terdapat
dalam organisasi, dan dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi,
keuangan, dan kegiatan lain, untuk memberikan jasa bagi manajemen
dalam melaksanakan tanggung jawab mereka. Dengan cara menyajikan
analisis, penilaian rekomendasi, dan komentar-komentar penting
terhadap kegiatan manajemen, auditor internal menyediakan jasa-jasa
tersebut. Auditor internal berhubungan dengan semua tahap kegiatan
perusahaan, sehingga tidak hanya terbatas pada unit atas catatan
akuntansi.
Menurut Mulyadi (2010:212), Ruang lingkup pemeriksaan internal
menilai keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi,
serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan, pemeriksaan
internal harus:
1) Mereview keandalan (reliabilitas dan integritas)
2) Mereview berbagai sistem yang telah ditetapkan
3) Mereview berbagai cara yang dipergunakan
4) Mereview berbagai operasi atau program
Adapun penjelasan dari ruang lingkup audit internal di atas adalah :
1) Mereview keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi finansial dan
operasi serta cara yang dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
mengklarifikasi dan melaporkan informasi tersebut.
2) Mereview berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan
kesesuaian dengan berbagai kebijakan, rencana, prosedur, hokum dan
peraturan yang dapat berakibat penting terhadap kegiatan organisasi,
serta harus menentukan apakah organisasi telah mencapai kesesuaian
dengan hal-hal tersebut.
3) Mereview berbagai cara yang dipergunakan untuk melindungi harta dan
bila dipandang perlu, memverifikasi keberadaan harta-harta tersebut.
4) Menilai keekonomisan dan keefisienan penggunaan berbagai sumber
daya.
5) Mereview berbagai operasi atau program untuk menilai apakah hasilnya
akan konsisten dengan tujuan dan sarana yang telah ditetapkan dan
apakah kegiatan atau program tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang
direncanakan.

Jenis-jenis audit

 


Menurut Arens, Elder, Beasley yang dialih bahasakan oleh Jusuf (2013:16)
Jenis-jenis audit dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari
prosedur dan metode operasi organisasi. Pada akhir audit operasional,
manajemen biasanya mengharapkan saran-saran untuk memperbaiki operasi.
Sebagai contoh, auditor mungkin mengevaluasi efisiensi dan akurasi
pemprosesan transaksi penggajian dengan sistem komputer yang baru
dipasang. Mengevaluasi secara objektif apakah efisiensi dan efektifitas operasi
sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan jauh lebih sulit dari pada audit
ketaatan dan audit keuangan. Selain itu, penetapan kriteria untuk mengevaluasi
informasi dalam audit operasional juga bersifat sangat subjektif.
2) Audit Ketaatan (Complience Audit)
Audit ketaatan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit
mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh
otoritas yang lebih tinggi. Hasil dari audit ketaatan biasanya dilaporkan kepada
manajemen, bukan kepada pengguna luar, karena manajemen adalah kelompok
utama yang berkepentingan dengan tingkat ketaatan terhadap prosedur dan
peraturan yang digariskan. Oleh karena itu, sebagia besar pekerjaan jenis ini
sering kali dilakukan oleh auditor yang bekerja pada unit organisasi itu.
3) Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit atas laporan keuangan dilaksanakan untuk menentukan apakah seluruh
laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan
kriteria tertentu. Biasanya kriteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum (GAAP), walaupun auditor mungkin saja
melakukan audit atas laporan keuangan yang disusun dengan menggunakan
akuntansi dasar kas atau beberapa dasar lainnya yang cocok untuk organisasi
tersebut. Dalam menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan secara
wajar sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum, auditor
mengumpulkan bukti untuk menetapkan apakah laporan keuangan itu
mengandung kesalahan yang vital atau salah saji lainnya.
Menurut Agoes (2012:11-13) ditinjau dari jenis pemeriksaannya, audit bisa
dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:
1) Manajemen Audit (Operational Auditing)
Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk
kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh
manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah
dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis. Pendekatan audit yang biasa
dilakukan adalah menilai efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan dari masingmasing fungsi yang terdapat dalam perusahaan. Misalnya fungsi penjualan dan
pemasaran, fungsi produksi, fungsi pergudangan dan distribusi, fungsi
personalia (sumber daya manusia), fungsi akuntansi dan fungsi keuangan.
2) Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Auditing)
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah
menaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang
ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan komisaris)
maupun pihak eksternal (pemerintah, Bapepam LK, Bank Indonesia, Direktorat
Jendral Pajak, dan lain-lain). Pemeriksaan bisa dilakukan baik oleh KAP
maupun bagian Internal Audit.
3) Pemeriksaan Intern (Internal Auditing)
Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik
terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan
terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan.
4) Computer Auditing
Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data
akuntansinya dengan menggunakan Electronic Data Processing (EDP) System.
Ada 2 (dua) metode yang bisa dilakukan auditor :
a) Audit Around The Computer
Dalam hal ini auditor hanya memeriksa input dan output dari EDP System
tanpa melakukan tes terhadap proses dalam EDP System tersebut.
b) Audit Through The Computer
Selain memeriksa input dan output, auditor juga melakukan tes proses EDPnya. Pengetesan tersebut (merupakan compliance test) dilakukan dengan
menggunakan Generalized Audit Software, ACL dll dan memasukan dummy
data (data palsu) untuk mengetahui apakah data tersebut diproses sesuai
dengan sistem yang seharusnya. Dummy data digunakan agar tidak
mengganggu data asli. Dalam hal ini KAP harus mempunyai Computer
Auditing Specialist yang merupakan auditor berpengalaman dengan
tambahan keahlian di bidang computer information system audit.

Tujuan dan Manfaat Audit

 


Menurut Halim (2015:157) tujuan umum audit adalah untuk menyatakan
pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, dan
hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
Sedangkan tujuan audit menurut SA 700 adalah untuk merumuskan suatu opini
atas laporan keuangan berdasarkan suatu evaluasi atas kesimpulan yang ditarik
dari bukti audit yang diperoleh dan untuk menyatakan suatu opini secara jelas
melalui suatu laporan tertulis yang juga menjelaskan basis opini tersebut.
Adapun manfaat audit Halim (2015:64-65) yang dibedakan ke dalam 2 (dua)
kategori yakni:
1) Manfaat Ekonomis Audit
a) Meningkatkan kredibilitas perusahaan
b) Meningkatkan efisiensi dan kejujuran
c) Meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
d) Mendorong efisiensi pasar modal.
2) Manfaat Audit dari Sisi Pengawasan
a) Preventive Control
Tenaga akuntansi akan bekerja lebih berhati-hati dan akurat bila mereka
menyadari akan diaudit
b) Detective Control
Suatu penyimpangan atau kesalahan yang terjadi lazimnya akan dapat
diketahui dan dikoreksi melalui suatu proses audit.
c) Reporting Control
Setiap kesalahan perhitungan, penyajian atau pengungkapan yang tidak
dikoreksi dalam keuangan akan disebutkan dalam laporan pemeriksaan.

Pengertian Audit

 


Menurut Agoes (2012:4) audit adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan
secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan
pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Menurut Mulyadi (2014:9) audit adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan.
Definisi audit yang sangat terkenal adalah definisi yang berasal dari
ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2015:1)
mendefinisikan auditing sebagai: “Suatu proses sistematis untuk menghimpun
dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang
berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian
antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan
menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.”
Whittington, Ray and Pann (2012) audit adalah pemeriksaaan hasil
laporan keuangan entitas/perusahaan oleh perusahaan akuntan publik yang
independent. Dengan mengamati, memeriksa dokumen dan asset, bertanya baik
di dalam maupun luar perusahaan serta melakukan prosedur audit, auditor akan
memperoleh data yang diperlukan untuk menentukan apakah laporan keuangan
dapat menggambarkan posisi keuangan dan kegiatan perusahaan selama
periode yang diaudit.
Menurut Arens, Elder, Beasley (2012:4) audit adalah sebagai berikut:
“Audit is the accumulation and evaluation of evidence about information to
determine and report on the degree of correspondence between the information
and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent
person”.
Menurut Messier, Clover dan Prawitt (2014:12) adalah sebagai berikut:
“Auditing adalah proses yang sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang kegiatan dan peristiwa
ekonomi untuk menetukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut
dengan kriteria yang ditetapkan dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada
pihak-pihak yang berkepentingan”

Audit Tenure Berpengaruh Terhadap Kualitas Audit

 


Audit tenure merupakan masa waktu perikatan yang terjadi antara auditor
dengan perusahaan yang diaudit (auditee). Masa perikatan yang terlalu lama dapat
menimbulkan hubungan istimewa antara auditor dan klien yang dapat
mempengaruhi kualitas dari auditor tersebut. (Junaedi & Nurdiono, 2016) tenure
audit (KAP) menunjukkan lama hubungan antara auditor dengan klien. Tenure
audit yang panjang dapat meningkatkan kompetensi auditor. Auditor dapat
mendasarkan keputusan auditnya pada pengetahuan klien yang luas, yang sudah
berkembang dari waktu ke waktu.
Konsep kualitas audit menyatakan bahwa untuk mencapai audit yang
berkualitas auditor harus memiliki kompetensi dan independensi. Independensi
memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas audit yang
dilaksanakan karena independensi berkaitan dengan kemampuan untuk bertindak
objektif (tidak memihak) dan penuh integritas. Sikap independen akan
menyebabkan opini atas laporan keuangan klien bebas dari unsur bias. Namun,
untuk memiliki sikap independen auditor akan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
salah satunya lamanya perikatan audit (tenure) antara auditor dengan suatu
perusahaan klien (Qodriyah, 2016). Jadi audit dikatakan berkualitas apabila auditor
dapat bertindak objektif (tidak memihak), jujur, dan penuh integritas dalam
pelaksanaannya

Rotasi Audit

 


Menurut Wahono (2014). Rotasi auditor dan rotasi KAP adalah perpindahan
atau pergantian auditor atau KAP yang terjadi di perusahaan klien. Sedangkan
definisi rotasi auditor menurut Fierdha et al. (2015) ialah pergantian akuntan publik
dimana akuntan publik di indonesia hanya dapat mengaudit laporan keuangan
perusahaan maksimal tiga tahun berturut-turut.
Aturan rotasi di Indonesia memungkinkan suatu KAP melakukan perubahan
nama dengan mengubah komposisi akuntan publik sehingga jumlah akuntan
publiknya melebihi 50% dari akuntan publik yang telah menjadi partner
sebelumnya, maka KAP tersebut dapat dianggap sebagai KAP baru sehingga
seluruh kliennya dianggap sebagai klien baru dan KAP tersebut dapat terus
memberiikan jasa audit kepada perusahaan tersebut. Dengan aturan ini, banyak
KAP melakukan perubahan komposisi partner audit untuk menyiasati keharusan
melakukan rotasi (Fitriany, 2015).
Hasil penelitian Siregar et al. (2009) dalam Firiany (2015) menunjukkan
bahwa sebagian besar rotasi yang terjadi setelah setelah tahun 2003 adalah rotasi
semu, yang dimaksud dengan rotasi rotasi semu pada penelitian ini adalah
perubahan nama KAP dengan cara mengubah komposisi partner audit sehingga
seolah-olah telah terjadi rotasi, padahal KAP-nya tidak berubah. Sedangkan yang
dimaksud dengan rotasi ini adalah jika benar-benar terjadi pergantian KAP yang
mengaudit suatu perusahaan, bukan hanya perubahan komposisi partner atau
perubahan nama KAP.
Penerapan rotasi sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Tentang Jasa Akuntan Publik (Keputusan Menteri Keuangan
N.433/KMK.06/2002) yang diadopsi dari sarbanes-oxley act 2002. Dimana
keputusan tersebut berisi bahwa rotasi partner auditor selama tiga tahun dan rotasi
auditor selama lima tahun. Kemudian tanggal 5 februari 2008 keputusan ini direvisi
dengan 17/KMK.01/2008 pasal 3 yang masih berlaku hingga saat ini tentang
pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari satu entitas dilakukan oleh
KAP paling lama untuk enam tahun buku berturut-turut (Fierdha,2015). 

Masa Perikatan Auditor-Klien (Audit Tenure)

 


Tenure adalah masa perikatan audit antara KAP dan klien terkait jasa audit
yang telah disepakati sebelumnya. Tenure menjadi perdebatan pada saat masa audit
tenure yang dilakukan secara singkat dan masa audit tenure yang dilakukan dalam
jangka waktu yang lama. Tenure berhubungan dengan faktor audit firm dan faktor
audit partner. Audit tenure adalah lamanya masa perikatan auditor secara berturut-
turut dengan klien yang berkaitan dengan kesepakatan jasa audit yang diberikan
(Prasetya dan Rozali, 2016). Hamid (2013) berpendapat dengan masa tenure yang
singkat dimana saat auditor mendapatkan klien baru, membutuhkan tambahan
waktu bagi auditor dalam memahami klien dan lingkungan bisnisnya. Masa tenure
yang singkat mengakibatkan perolehan informasi berupa data dan bukti-bukti
menjadi terbatas sehingga jika terdapat data yang salah atau data yang sengaja
dihilangkan oleh manajer sulit ditemukan.
Dalam sudut pandang yang kedua, menjaga hubungan dengan kantor
akuntan publik yang sama untuk jangka waktu yang lama dianggap lebih ekonomis
untuk klien. Adanya hubungan dengan auditor dengan kliennya dalam waktu yang
lama dikhawatirkan akan membuat auditor kehilangan independensinya. Karena
antara auditor dengan klien sudah terikat hubungan yang nyaman dan saling
menguntungkan sehingga kualitas audit menjadi rendah. Hilangnya independensi
auditor dapat dilihat dari kesulitan auditor dalam memberikan opini going concern
untuk kliennya (Sari, 2012).
Sinaga (2012) berpendapat, ada dua faktor utama yang menimbulkan
timbulnya hubungan yang negatif antara hubungan auditor-klien dan kualitas audit
yaitu pengikisan indenpendensi yang mungkin muncul seiring dengan
berkembangnya hubungan pribadi antara auditor dan klien mereka dan
berkurangnya kapasitas auditor untuk memberikan penilaian kritikal. 

Standar Penetapan Fee Audit

 


Berdasarkan PP No 2 tahun 2016 tentang penentuan imbalan jasa (fee) audit
laporan keuangan adalah sebagai berikut :

  1. Prinsip dasar dalam menetapkan imbal jasa, anggota harus
    mempertimbangkan:
    a. kebutuhan klien, dan ruang lingkup pekerjaan;
    b. waktu yang dibutuhkan dalam setiap tahapan audit
    c. tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties);
    d. tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada
    pekerja yang dilakukan;
    e. tingkat kompleksitas pekerjaan;
    f. jumlah personel dan banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif
    digunakan oleh anggota dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan;
    g. sistem pengendalian Mutu Kantor, dan
    h. basis penetapan imbalan jasa yang disepakati.
  2. Penetepan tarif imbal jasa
    a. Tarif imbal jasa (charge-out rate) harus menggambarkan remunerasi yang
    pantas bagi anggota dan stafnya, dengan memperhatikan kualifikasi dan
    pengalaman masing-masing;
    b. Tarif harus ditetapkan dengan memperhitungkan:
    1) gaji yang pantas untuk menarik dan mempertahankan staf yang
    kompeten dan berkeahlian;
    2) imbalan lain diluar gaji;
    3) beban overhead, termasuk yang berkaitan dengan pelatihan dan
    pengembangan akuntan publik beserta staf, serta riset dan
    pengembangan;
    4) jumlah jam tersedia untuk suatu periode tertentu (projected chargeout time) untuk akuntan publik, staf profesional dan staf pendukung;
    dan
    5) marjin laba yang pantas.
    c. Pencatatan waktu
    Pencatatan waktu yang memadai dengan menggunakan time sheet yang
    sesuai perlu dilakukan secara dan realistis, dan untuk menjaga efisiensi dan
    efektifitas pekerjaan. Time sheet sekaligus berfungsi sebagai kartu kendali
    staf dan dasar dari pengukuran kinerja.
    d. Penagihan bertahap
    Praktik yang baik mengharuskan dilakukannya penagihan secara bertahap
    atas pekerjaan yang diselesaikan untuk periode lebih dari satu bulan.
    Penagihan harus segera dilakukan begitu termin yang disepakati telah jatuh
    waktu.

Fee Lainnya (Biaya Lainya)

 


Menurut Sukrisno Agoes (2013:46-47) ada beberapa biaya atau fee di luar
biaya atau fee utama yang diterima oleh seorang auditor asalkan biaya tersebut tidak
mengurangi independensi auditor tersebut, yaitu:

  1. Fee Contigent
    Fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesioanal tanpa adanya
    fee yang dibebankan. Kecuali ada temuan atau hasil tertentu di mana jumlah
    fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak
    contigent jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam
    hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau
    temuan badan pengatur.
  2. Fee Referal
    Fee Referal adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama
    penyedia jasa profesioanl akuntan publik. Rujukan (Fee Referal) hanya
    diperkenankan bagi sesama profesi.
    Selain biaya audit terdapat juga biaya lainnya. Berdasarkan biaya lainnya
    yang telah dikemukakan di atas, maka seorang auditor bisa mendapatkan
    biaya lain di luar biaya utama. Dengan adanya biaya lain ini maka
    diharapkan sikap independensi dari seorang auditor terjaga, sehingga klien
    atau pihak lain yang berkepentingan percaya kepada KAP dan auditor
    tersebut.

Cara Penentuan Biaya Audit (Fee Audit).

 


Dalam penentuan biaya audit yang akan dibayarkan kepada auditor tersebut,
maka harus ada cara penentuan biaya audit sebelum pelaksanaan audit.
Kebijakan penentuan imbalan jasa terdapat pada PP No.2 tahun 2016,
adalah sebagai berikut :

  1. Setiap anggota yang bertindak sebagai Pemimpin Rekan dan/atau Rekan
    Akuntan Publik pada KAP harus menetapkan kebijakan sebagai dasar untuk
    menghitung besarnya imbalan jasa.
    a. besaran tarif Imbalan Jasa standar per jam (hourly charge out rate) untuk
    masing-masing tingkatan staf auditor;
    b. kebijakan penentuan harga untuk penentuan harga yang berbeda dari tarif
    Imbalan Jasa standar, dan
    c. metode penentuan jumlah keseluruhan Imbalan Jasa yang akan ditagihkan
    kepada entitas yang dituangkan dalam suatu Surat Perikatan.
  2. Metode penentuan jumlah keseluruhan Imbalan Jasa
    a. jumlah keseluruhan yang bersifat lumpsum;
    b. jumlah yang ditentukan berdasarkan realisasi penggunaan jam kerja personil
    atau komposit Tim Perikatan, atau
    c. jumlah yang ditentukn berdasarkan realisasi penggunaan jam kerja personil
    atau komposit Tim Perikatan dengan ditentukan jumlah minimal dan/atau
    maksimal sesuai pagu anggaran dari entitas klien.

Pengertian Fee Audit ( Biaya Audit )

 


Dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya seseorang mengharapkan
imbalan yang sesuai dengan apa yang telah dia kerjakan. Begitu juga seorang
auditor, dia mengharapkan imbalan atau fee yang sesuai dengan apa yang telah dia
kerjakan.
Gammal (2012) dalam Margi Kurniasih (2014) mendefinisikan “fee audit
sebagai jumlah biaya (upah) yang dibebankan oleh auditor untuk proses audit
kepada perusahaan (auditee)”. Dengan adanya biaya audit atau fee audit maka
seorang auditor akan termotivasi dalam melaksanakan audit, sehingga audit yang
dihasilkan akan berkualitas.
Menurut Sukrisno Agoes (2013:46) mendefinisikan fee audit sebagai
berikut:
“Besarnya biaya tergantung antara lain risiko penugasan, kompleksitas jasa yang
diberikan, tinggi keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut,
struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya”.

  1. Risiko penugasan
    Ada beberapa pertimbangan penting sebelum sebuah kantor akuntan
    publik menerima suatu penugasan. Pertimbangan dimaksud khususnya
    menyangkut soal tanggung jawab pada etika profesi. Dalam setiap
    penugasan, auditor harus mempertimbangan risiko penugasan tersebut,
    yaitu:
    a. tanggung jawabnya terhadap publik
    b. tanggung jawabnya terhadap klien
    c. tanggung jawabnya terhadap rekan lain seprofesi
  2. Kompleksitas jasa
    Menurut Hasbullah et al. (2014) kompleksitas jasa atau
    kompleksitas tugas yaitu banyaknya jumlah informasi yang ada yang harus
    di proses oleh auditor serta tahapan pekerjaan yang harus dilalui untuk
    menyelesaikan sebuah pekerjaan. Hal tersebut mengindikasikan seberapa
    besar tingkat kompleksitas tugas yang dihadapi oleh auditor. fee audit maka
    seorang auditor akan termotivasi dalam melaksanakan audit, sehingga audit
    yang dihasilkan akan berkualitas.
    Menurut Sukrisno Agoes (2013:46) mendefinisikan fee audit adalah
    besarnya biaya tergantung antara lain risiko penugasan, kompleksitas jasa
    yang diberikan, tinggi keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa
    tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan
    profesional lainnya.
  3. Tingkat keahlian
    Tingkat keahlian terdapat pada standar umum yang pertama. Menurut
    Sukrisno Agoes (2012:32-33). Standar umum pertama menegaskan bahwa
    betapa pun tingginya kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain,
    termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan, dia tidak dapat memenuhi
    persyaratan yang dimaksudkan dalam standar auditing ini, jika tidak
    memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing.
    Pendidikan formal diperoleh melalui perguruan tinggi, yaitu fakultas
    ekonomi jurusan akuntansi negeri (PTN) atau swasta (PTS) ditambah ujian
    Ujian Negara Akuntansi (UNA) Dasar dan UNA Profesi. Sekarang untuk
    memperoleh gelar akuntan lulusan S1 akuntansi harus lulus Pendidikan
    Profesi Akuntan (PPA). Selain itu seorang auditor harus mengikuti
    Pendidikan Profesi Berkelanjutan (continuing professional education) baik
    yang diadakan di KAP sendiri, oleh IAPI atau di seminar dan lokakarya.
    Pengalaman profesional diperoleh dari praktik kerja di bawah bimbingan
    (supervisi) auditor yang lebih senior.
  4. Struktur biaya KAP
    Menurut Ginting (2011) yaitu penetapan tarif imbal jasa (fee) audit harus
    menggambarkan remunerasi yang pantas bagi anggota dan stafnya, dengan
    memperhatikan kualifikasi dan pengalaman masing-masing, sebagai
    berikut:
    a. gaji yang pantas.
    b. imbalan lain diluar gaji.
    c. beban overhead yang berkaitan dengan pelatihan dan pengembangan staf
    dan
    d. jumlah jam yang tersedia untuk suatu priode tertentu.
  5. Pertimbangan profesional lainnya
    Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2013:55) Pertimbangan
    profesional lainnya yaitu objektivitas. Auditor dalam menjalankan tugasnya
    harus mempertahankan objektivitasnya, auditor harus bertindak adil, tidak
    memihak dalam melaksanakan pekerjaannya tanpa dipengaruhi tekanan
    atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadi.

Kriteria Pemenuhan Kualitas Audit

 


Auditor harus menentukan tujuan-tujuan audit yang tepat dan bahan bukti
yang dikumpulkan untuk mencapai tujuan tujuan tersebut setiap kali melakukan
pengauditan untuk melakukan ini, auditor menjalankan sebuah proses audit yang
mana merupakan sebuah metodologi yang sangat jelas untuk pengorganisasian
sebuah audit untuk membuktikan bahwa bukti yang dikumpulkan telah dinyatakan
dengan jelas dan terpenuhi kualitas hasil pekerjaan auditor bisa juga dilihat dari
keputusan-keputusan yang diambil.
Menurut Bedard dan Michelene dalam Andri Hardiansyah (2017) ada dua
pendekatan yang digunakan untuk kualitas audit yaitu:

  1. Process Oriented
  2. Outcome Oriented

Standar Kualitas Audit

 


Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), (Standar Auditing
SA seksi 150 paragraf 04 dalam SPAP 2011) menyatakan bahwa:
“Standar auditing berbeda dengan prosedur auditing yaitu prosedur
berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan , sedangkan standar berkaitan
dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Standar
auditing, yang berbeda dengan prosedur auditing, berkaitan dengan tidak hanya
kualitas profesional auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang
digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya”.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menyatakan bahwa audit yang
dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan
standar pengendalian mutu. Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan standar
auditing sebagai pengukuran kualitas proses auditing. Standar Auditing menurut
Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 01 (SA Seksi 150 Paragraf 2) yang telah
ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia terdiri atas menjadi
tiga kelompok besar, yaitu :

  1. Standar umum
    a. audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian
    dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
    b. dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam
    sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
    c. dalam pelaksanaan audit dan penyusunan pelaporannya, auditor wajib
    menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan saksama.
  2. Standar Pekerjaan Lapangan
    a. pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan
    asisten harus di supervisi dengan semestinya.
    b. auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai entitas serta
    lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menilai risiko salah
    saji yang signifikan dalam laporan keuangan karena kesalahan atau
    kecurangan, dan untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit
    yang selanjutnya.bahan bukti kompeten yang cukup harus diperoleh
    c. melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi
    sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan
    yang diaudit.
  3. Standar Pelaporan
    a. laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun
    sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia.
    b. laporan audit harus menunjukan atau menyatakan, jika ada, ketidak
    konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan
    keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip
    akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
    c. pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipandang
    memadai, jika belum maka dinyatakan dalam laporan audit.
    d. laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
    keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian
    tidak dapat diberikan. Jika pendapat keseluruhan tidak dapat diberikan maka
    harus dinyatakan. Dalam semua hal yang nama auditor dikaitkan dengan
    laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas
    mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat
    tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Elemen-Elemen Kualitas Audit

 


Standar Pengendalian Kualitas Audit bagi suatu kantor akuntan publik,
pengendalian kualitas terdiri dari metode-metode yang digunakan untuk
memastikan bahwa kantor akuntan publik telah memenuhi tanggung jawab
profesionalnya kepada klien maupun pihak lain.
Bagi suatu kantor akuntan publik, pengendalian kualitas terdiri dari metodemetode yang digunakan untuk memastikan bahwa kantor itu memenuhi tanggung
jawab profesionalnya kepada klien dan pihak-pihak lain.
Menurut Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Alvin A. Arens, dialih
bahasakan Amir Abadi Jusuf (2012:47) menyatakan bahwa kualitas audit
merupakan:
“Pengendalian mutu atau kualitas merupakan proses untuk memastikan
bahwa standar auditing yang berlaku umum diikuti dalam setiap audit, KAP
mengikuti prosedur pengendalian mutu khusus yang membantu memenuhi standarstandar itu secara konsisten pada setiap penugasan”.
Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Alvin A. Arens (2011:48) dalam Amir
Abadi Jusuf mengungkapkan bahwa terdapat 5 (lima) elemen pengendalian kualitas
yakni:

  1. Independensi, Integritas, dan Objektivitas
    Semua personalia yang terlibat dalam penugasan harus mempertahankan
    independensi baik secara fakta maupun secara penampilan, melaksanakan
    seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan integritas, serta
    mempertahankan objektivitasnya dalam melaksanakan tanggung jawab
    profesional mereka.
  2. Manajemen Kepegawaian
    kebijakan dan prosedur harus disusun supaya dapat memberikan tingkat
    keandalan tertentu bahwa:
    a. semua karyawan harus memiliki kualifikasi sehingga mampu melaksanakan
    tugasnya secara kompeten.
    b. pekerjaan kepada mereka yang telah mendapatkan pelatihan teknis yang
    cukup serta memiliki kecakapan.
    c. semua karyawan harus berpartisipasi dalam pelaksanaan pendidikan profesi
    berkelanjutan serta aktivitas pengembangan profesi sehingga membuat
    mereka mampu melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan kepada
    mereka.
    d. karyawan yang dipilih untuk dipromosikan adalah mereka yang memilikni
    kualifikasi yang diperlukan supaya menjadi bertanggung jawab dalam
    penugasan berikutnya.
  3. Penerimaan dan Kelanjutan Klien dan Penugasannya
    Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan untuk memutuskan apakah akan
    menerima klien baru atau meneruskan klien yang telah ada. Kebijakan dan
    prosedur ini harus mampu meminimalkan risiko yang berkaitan dengan
    klien yang memiliki tingkat integritas manajemen yang rendah. KAP juga
    harus hanya menerima penugasan yang dapat diselesaikan dengan
    kompetensi profesional.
  4. Kinerja Penugasan dan Konsultasi
    Kebijakan dan prosedur harus memastikan bahwa pekerjaan yang
    dilaksanakan oleh personel penugasan memenuhi standar profesi yang
    berlaku, persyaratan peraturan, dan standar mutu KAP itu sendiri.
  5. Pemantauan Prosedur
    Harus ada kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa keempat unsur
    pengendalian mutu lainnya diterapkan secara efektif.

Pengertian Kualitas Audit

 


Menurut Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley yang dialih
bahasakan oleh Amir Abadi Jusuf (2011:47), pengertian kualitas audit adalah
adalah :
“Suatu proses untuk memastikan bahwa standar auditing yang berlaku umum
diikuti dalam setiap audit, KAP mengikuti prosedur pengendalian kualitas audit
khusus yang membantu memenuhi standar-standar itu secara konsisten pada setiap
penugasannya”.
Sedangkan pengertian Kualitas Audit menurut Mulyadi (2014:43) (2014:9)
yaitu suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomis,
dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasil kepada
pemakai yang berkepentingan.
Kualitas audit berarti bagaimana cara untuk mendeteksi audit dan
melaporkan salah saji material dalam laporan keuangan. Aspek deteksi adalah
refleksi dari kompetensi auditor, sedangkan pelaporan adalah refleksi etika atau
auditor integrity, khususnya independensi.
Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi berkualitas tinggi
karena informasi tersebut menjadi basis para pemakai laporan keuangan untuk
pengambilan keputusan perusahaan dan pemakai laporan keuangan biasa
mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar yang menyediakan
jasa audit dengan kualitas yang tentunya lebih tinggi (Nuratama, 2014).
Menurut Werastuti (2013) ada empat KAP besar di Indonesia yang
berafiliasi dengan The Big Four Auditors yaitu:

  1. KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernst
    &Young.
  2. KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte
    Touche Tohmatsu.
  3. KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan Klynveld Peat
    Marwick Goerdeler (KPMG).
  4. KAP Tanudireja Wibisana & Rekan berafiliasi dengan
    Pricewaterhouse Coopers.
    Werastuti (2013) menemukan bukti bahwa hasil auditan dari KAP non Big
    four memiliki bid-ask spread yang lebih besar daripada Big four.

Jenis-jenis Auditor

 


Jenis-jenis auditor menurut Arens et al. (2013:19), yaitu:

  1. Kantor Akuntan Publik.
    Kantor akuntan publik bertanggung jawab mengaudit laporan keuangan
    historis yang dipublikasikan oleh semua perusahaan terbuka, kebanyakan
    perusahaan lain yang cukup besar, dan banyak perusahaan serta organisasi
    non-komersial yang lebih kecil. Oleh karena luasnya penggunaan laporan
    keuangan yang telah diaudit dalam perekonomian Indonesia, serta
    keakraban para pelaku bisnis dan pemakai lainnya, sudah lazim digunakan
    istilah auditor dan kantor akuntan publik dengan pengertian yang sama,
    meskipun ada beberapa jenis auditor. Sebutan kantor akuntan publik
    mencerminkan bahwa auditor yang menyatakan pendapat audit atas laporan
    keuangan harus memiliki lisensi sebagai akuntan publik. KAP sering
    disebut auditor eksternal atau auditor independen untuk membedakannya
    dengan auditor internal.
  2. Auditor Internal Pemerintah.
    Auditor internal pemerintah adalah auditor yang bekerja untuk Badan
    Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), guna melayani
    kebutuhan pemerintah. Porsi utama upaya audit BPKP adalah dikerahkan
    untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas operasional berbagai program
    pemerintah. BPKP mempekerjakan lebih dari 4.000 orang auditor diseluruh
    Indonesia. Auditor BPKP juga sangat dihargai dalam profesi audit.
  3. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan.
    Auditor Badan Pemeriksa Keuangan adalah auditor yang bekerja untuk
    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, badan yang
    didirikan berdasarkan konstitusi Indonesia. Dipimpin oleh seorang kepala.
    BPK melapor dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada Dewan
    Perwakilan Rakyat (DPR). Tanggung jawab utama BPK adalah untuk
    melaksanakan fungsi audit DPR, dan juga mempunyai banyak tanggung
    jawab audit seperti KAP. BPK mengaudit sebagian besar informasi
    keuangan yang dibuat oleh berbagai macam badan pemerintah baik pusat
    maupun daerah sebelum diserahkan kepada DPR. Oleh karena kuasa
    pengeluaran dan penerimaan badan-badan pemerintah ditentukan oleh
    undang-undang, maka audit yang dilaksanakan difokuskan pada audit
    ketaatan. Peningkatan porsi upaya audit BPK dikerahkan untuk
    mengevaluasi efisiensi dan efektivitas operasional berbagai program
    pemerintah. Hasil dari tanggung jawab BPK yang besar untuk mengaudit
    pengeluaran-pengeluaran pemerintah dan kesempatan mereka untuk
    melaksanakan audit operasional, auditor BPK sangat dihargai dalam profesi
    audit.
  4. Auditor Pajak.
    Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bertanggung jawab untuk
    memberlakukan peraturan pajak. Salah satu tanggung jawab utama Ditjen
    Pajak adalah mengaudit Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) wajib pajak
    untuk menentukan apakah SPT itu sudah mematuhi peraturan pajak yang
    berlaku. Audit ini murni bersifat ketaatan. Auditor yang melakukan
    pemeriksaan ini disebut auditor pajak.
  5. Auditor Internal.
    Auditor internal dipekerjakan oleh perusahaan untuk melakukan audit bagi
    manajemen, sama seperti BPK mengaudit DPR. Tanggung jawab auditor
    internal sangat beragam, tergantung pada yang mempekerjakan mereka.
    Ada staf audit internal yang hanya terdiri atas satu atau dua karyawan yang
    melakukan audit ketaatan secara rutin. Staf audit internal lainnya mungkin
    terdiri atas lebih dari 100 karyawan yang memikul tanggung jawab
    berlainan, termasuk di banyak bidang di luar akuntansi. Banyak juga auditor
    internal yang terlibat dalam audit operasional atau memiliki keahlian dalam
    mengevaluasi sistem komputer. 

Pengertian Auditor

 


Auditor adalah seseorang yang menyatakan pendapat atas kewajaran dalam
semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai
dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia (Arens et al., 2013:5).
Sedangkan menurut IBK Bayangkara (2015:2), auditor merupakan pihak
pertama yang melakukan audit terhadap pertanggung-jawaban pihak kedua kepada
pihak ketiga dan memberikan pengesahan hasil auditnya untuk kepentingan pihak
ketiga.
Menurut Arens et al. (2012:12), auditor adalah seseorang yang menyatakan
pendapat kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha
dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Sedangkan
menurut Mulyadi (2014:71), auditor adalah akuntan publik yang memberikan jasa
audit kepada auditan untuk memeriksa laporan keuangan agar bebas dari salah saji.
Menurut Syahputra et al. (2015), Auditor adalah seseorang yang memiliki
kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan
suatu perusahaan atau organisasi

Jenis-Jenis Audit

 


Setiap pemeriksaan dimulai dengan penetapan tujuan dan penentuan jenis
pemeriksaan yang akan dilaksanakan serta standar yang harus diikuti oleh
pemeriksa. Jenis audit yang dilaksanakan yang tercantum dalam SPKN BPK RI
(2017:9), atau lingkup pemeriksaan BPK RI ( UU RI No.15 tahun 2004 pasal 4)
adalah sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan Keuangan
    Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan
    pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang bertujuan untuk memberikan
    keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan
    yang telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai
    dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis
    akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di
    Indonesia.
  2. Pemeriksaan Kinerja
    Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi
    serta pemeriksaan atas aspek efektifitas yang lazim dilakukan bagi
    kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Dalam
    melakukan pemeriksaan kinerja, pemeriksaan juga menguji kepatuhan
    terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian
    intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik
    terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara
    independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan yang diperiksa.
    Contoh tujuan pemeriksaan atas hasil dan efektivitas program serta
    pemeriksaan atas ekonomi dan efisiensi adalah penilaian atas:
    a. sejauh mana tujuan peraturan perundang-undangan dan organisasi dapat
    dicapai
    b. kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan kinerja program atau
    menghilangkan faktor-faktor yang menghambat efektivitas program.
    c. perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas biaya atau program.
    d. sejauh mana suatu program mencapai hasil yang diharapkan atau
    menimbulkan dampak yang tidak diharapkan.
    e. sejauh mana program duplikasi, bertumpang tindih, atau bertentangan
    dengan program lain yang sejenis.
    f. sejauh mana entitas yang diperiksa telah mengikuti ketentuan pengadaan
    yang sehat.
    g. validitas dan kaandalan ukuran-ukuran hasil dan efektivitas program, atau
    ekonomi dan efisiensi.
    h. keandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan yang diberikan
    dengan kinerja suatu program.
  3. Pemeriksaaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT)
    Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) adalah pemeriksaan yang
    bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas suatu hal yang diperiksa.
    Pemeriksaan dengan tujuan tertentu dapat bersifat: eksaminasi
    (examination), ulasan (review), atau prosedur yang disepakati (agreed uponprocedure). Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain
    pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif,
    dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern

Tujuan audit

 


Perusahaan perlu memiliki suatu pengendalian intern untuk menjamin
tercapainya tujuan yang telah direncanakan. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut
maka dalam pelaksanaan kegiatan harus diawasi dan sumber ekonomi yang dimiliki
harus dikerahkan dan digunakan sebaik mungkin. Berdasarkan beberapa definisi
audit dikemukakan diatas, dapat diketahui bahwa tujuan audit pada umumnya untuk
menentukan keandalan dan integritas informasi keuangan; ketaatan dengan
kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan regulasi; serta pengalaman aset . Dengan
demikian tujuan audit menghendaki akuntan memberi pendapat mengenai
kelayakan dari pelaporan keuangan yang sesuai auditing standards.
Menurut Tuanakotta (2014:84) tujuan audit adalah mengangkat tingkat
kepercayaan dari pemakai laporan keuangan yang dituju, terhadap laporan
keuangan itu. Tujuan itu dicapai dengan pemberian opini oleh auditor mengenai
apakah laporan keyangan disusun dalam segala hal yang material sesuai dengan
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
Menurut Arens et al. (2015:168) tujuan audit adalah untuk menyediakan
pemakai laporan keuangan suatu pendapat yang diberikan oleh auditor tentang
apakah laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material,
sesuai dengan kerangka kerja akuntansi keuangan yang berlaku. Pendapat auditor
ini menambah tingkat keyakinan pengguna yang bersangkutan terhadap laporan
keuangan

Audit

 


Audit merupakan suatu ilmu yang digunakan untuk melakukan penilaian
terhadap pengendalian intern dimana bertujuan untuk memberikan perlindungan
dan pengamanan supaya dapat mendeteksi terjadinya penyelewengan dan
ketidakwajaran yang dilakukan oleh perusahaan. Proses audit sangat diperlukan
suatu perusahaan karena dengan proses tersebut seorang akuntan publik dapat
memberikan pernyataan pendapat terhadap kewajaran atau kelayakan laporan
keuangan berdasarkan internasional standards auditing yang berlaku umum. Untuk
memahami pengertian audit secara baik, berikut ini pengertian audit menurut
pendapat beberapa ahli akuntansi.
Menurut Agoes (2012:4) audit adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan
secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan
dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Menurut Mulyadi (2014:9) audit adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian setara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasil kepada pemakai yang
berkepentingan.
Audit menurut Arens et al. (2015:2) adalah pengumpulan dan evaluasi buku
tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara
informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Berbagai pengertian dapat
dikatakan bahwa audit merupakan suatu proses pemeriksaan yang dilakukan secara
sistematik terhadap laporan keuangan, pengawasan intern, dan catatan akuntansi
suatu perusahaan. Audit bertujuan untuk mengevaluasi dan memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dan
dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten.

Teori Keagenan (Agency Theory)

 


Kualitas audit pada penelitian ini menggunakan teori keagenan (Agency
Theory). Teori keagenan (Agency Theory) merupakan basis teori yang mendasari
praktik basis perusahaan yang dipakai selama ini. Hubungan agensi ada ketika salah
satu pihak (principle) menyewa pihak lain (agent) untuk melaksanakan suatu jasa
dan dalam melakukan hal itu, mendelegasikan wewenang untuk membuat
keputusan kepada agen tersebut. Dalam suatu korporasi, pemegang saham
merupakan principle dan CEO adalah agen mereka. Pemegang saham menyewa
CEO dan mengharapkan CEO tersebut untuk bertindak bagi kepentingan mereka.
Dalam teori agensi, auditor independen berperan sebagai penengah kedua
belah pihak (agent and principle) yang berbeda kepentingan. Auditor independen
juga berfungsi untuk mengurangi biaya agensi yang timbul dari perilaku
mementingkan diri sendiri oleh agen (manajer), dan untuk mengurangi kecurangan
yang dilakukan oleh manajemen dalam membuat laporan keuangan diperlukan
pengujian agar lebih dipercaya. Pengujian ini dilakukan oleh pihak yang
independen, yaitu auditor independen. Pada teori keagenan, auditor sebagai pihak
ketiga membantu memahami konflik kepentingan yang muncul antara principle dan
agen. Auditor yang independen dapat menghindari terjadinya kecurangan dalam
laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Adanya auditor yang independen
diharapkan tidak terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan yang dibuat oleh
manajemen sekaligus dapat dievaluasi kinerja agen sehingga akan menghasilkan
sistem informasi yang relevan yang berguna bagi investor, kreditor dalam
mengambil keputusan rasional untuk investasi.

Pengaruh Pengalaman Auditor Terhadap Kualitas Audit

 


Menurut Kamus Besar Bahasa indonesia ( Depdiknas, 2006 ) pengalaman
dapat diartikan sebagai yang pernah dialami ( dijalani, dirasa, ditanggung dsb ).
Semakin intens penugasan yang didapat oleh seorang auditor, maka akan
menambah pengetahuan dan ketelitian Seorang Auditor sehingga dapat
meningkatkan kualitas audit. Sejalan dengan Alim dkk, (2007 ) yang menyatakan
bahwa semakin lama masa kerja dan pengalaman yang dimiliki auditor maka akan
semakin baik dan meningkat pula kualitas audit yang dihasilkan.
Herliansyah dkk Dalam Sukriah Dkk. (2009) menyatakan bahwa secara
spesifik pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan
terhadap suatu pekerjaan atau tugas

Pengaruh Due Professional Care Auditor Terhadap Kualitas Audit

 


Terdapat beberapa Penelitian Mengenai Due Professional care auditor
terhadap Kualitas Audit. Penelitian yang dilakukan Chofifah (2015)
menyimpulkan Due Professional care auditor berpengaruh positif signifikan
terhadap kualitas audit, sementara penelitian Saripudin Dkk. (2012) menunjukkan
bahwa due professional care tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
audit.

Pengaruh Etika terhadap Kualitas Audit

 Etika dapat didefiniskan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral yang

dimiliki oleh setiap orang. Lestari dalam Kurnia Dkk. (2014) mengemukakan
bahwa etika sebagai seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur
perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan
yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau
profesi. Menurut Halim (2008:29) salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kualitas audit adalah ketaatan auditor terhadap kode etik, yang terefleksikan oleh
sikap independensi, obyektivitas, integritas dan lain sebagainya. Kode etik IAI
yang ditetapkan dalam Kongres VII Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tahun
1998 terdiri atas (a) prinsip etika, (b) aturan etika, dan (c) interpretasi aturan etika.
Kode etik akuntan terdapat delapan prinsip etika sebagai berikut: (1) tanggung
jawab profesi, (2) kepentingan publik, (3) integritas, (4) objektivitas, (5)
kompetensi dan kehati-hatian professional, (6) kerahasiaan, (7) perilaku
professional, dan (8) standar teknis 

Pengaruh Kompetensi terhadap kualitas Audit

 


Terdapat Beberapa penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh
kompetensi Auditor Trhadap kualitas Audit. Penelitian Halim (2014) menunjukan
bahwa kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Semakin
tinggi kompetensi auditor, semakin tinggi pula kualitas auditnya . Penelitian yang
dilakukan Anugerah dan akbar ( 2014) menyimpulkan bahwa kompetensi
Berpengaruh positif terhadap kualitas Audit. penelitian Zeyn ( 2014 ) juga
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh kompetensi Auditor Terhadap kualitas
audit. belum berkualitasnya audit internal pemerintah disebabkan oleh auditor
internal belum semuanya memiliki pendidikan sesuai dengan tupoksinya sebagai
auditor internal Pemerintah Daerah, keahlian dibidang SIKD dan sampling
statistik keterampilan dan pengalaman.

Pengaruh Independensi terhadap kualitas audit

 


Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh
independensi auditor internal terhadap kualitas audit internal.
Hussey Dan Lan dalam william dan ketut (2015) mengungkapn Bahwa
audit akan efektif hanya jika auditor diberikan kepercayaan untuk Bersikap
independen dalam mengungkapkan kecurangan pada laporan keuangan yang
disajikan manajemen. penelitian Saputri (2013) yang menunjukan bahwa
Independensi auditor inspektorat berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil
audit Adanya independensi dari para auditor inspektorat akan berpengaruh pada
peningkatan kualitas hasil audit.

Audit Sektor Publik

 


Audit pemerintah/sektor publik berbeda dengan audit pada sektor bisnis
atau audit sektor swasta. Audit sektor publik dilakukan pada organisasi
pemerintahan yang bersifat nirlaba seperti sektor pemerintahan daerah (pemda),
BUMN, BUMD dan instansi lain yang berkaitan dengan pengelolaan kekayaan
negara. Sedangkan audit sektor bisnis dilakukan pada pada perusahaanperusahaan milik swasta yang bersifat mencari laba (Bastian, dalam Ashari 2011)
di indonesia audit ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang
dibentuk sebagai perwujudan dari pasal 23 ayat 5 Undang-undang dasar 1945
yang berbunyi sebagai berikut “Untuk memeriksa tanggung jawab tentang
keuangan negara ditetapkan suatu badan pemeriksa keuangan yang yang
pengaturannya ditetatapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada dewan perwakilan rakyat”
Menurut Mulyadi dan Kanaka dalam Sunyoto (2014 : 29) auditor
pemerintah adalah auditor proffesional yang bekerja di instansi pemerintah yang
tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang
disajikan oleh unit – unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggung
jawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.

Pengertian Audit

 


Mulyadi dan Puradiredja dalam Sunyoto (2014: 5) memberi definisi
bahwa auditing adlah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan–pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan–pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil–hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.
Menurut Arrens dan Loebbecke dalam Ashari (2011) pengertian auditing
adalah suatu kegiatan pengumpulan dan penilaian bukti-bukti yang menjadi
pendukung informasi kuantitatif suatu entitas untuk menentukan dan melaporkan
sejauhmana kesesuaian antara informasi kuantitatif tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh institusi atau orang yang kompeten
dan independen.” Menurut American accounting Association (AAA) committe
on Basic auditing concept auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk
mendapatkan dan menilai bukti–bukti secara objektif, yang berkaitan dengan
Pernyataan–pernyataan tentang tindakan–tindakan dan kejadian kejadian
ekonomi, untuk menentukan kesesuaian antara pernyatan–pernyataan tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan, dan menyampaikan hasilnya kepada pihak
yang berkepentingan (Munawir,Dalam Sunyoto 2014).

PengaruhFee audit terhadap Kualitas Audit

 


Menurut Sukrisno Agoes (2017:46) fee audit merupakan bentuk balas jasa yang
auditor berikan kepada klien, dan besarnya fee anggota dapat bervariasi
tergantung risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian
yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, dan auditor yang menerima fee
lebih tinggi akan merencanakan audit kualitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan audit fee yang lebih kecil.
Sedangkan menurut Dwiyani dan Ni Luh (2014) menunjukkan bahwa fee audit
berpengaruh positif terhadap kualitas audit, dimana ketika fee audit lebih tinggi,
akan melakukan prosedur audit dengan lebih luas dan mendalam, sehingga
kejanggalan-kejanggalan pada laporan keuangan klien dapat terdeteksi.

Pengaruh Time Budget Pressure terhadap Kualitas Audit

 


Menurut Arfan Ikhsan (2018:220) menjelaskan tingginya tekanan anggaran waktu
(time budget pressure) yang dirasakan akan cenderung meningkatkan perilaku
penurunan kualitas audit.
Sedangkan menurut Eka dan Sapta (2018) time budget pressure berpengaruh
menurunkan kualitas audit, karena semakin menurunnya kualitas audit
dikarenakan waktu yang dianggarkan tidak realistis dan anggaran waktu sangat
ketat, sehingga semakin besar transaksi yang tidak diuji oleh auditor, dengan ini
auditor akan memberikan respon dengan dua cara, yang pertama perilaku auditor
untuk bekerja lebih baik dengan menggunakan waktu sebaik-baiknya atau auditor
melakukan penurunan kualitas audit.

Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit

 Amir (2017:45) menyatakan standar auditing merupakan pedoman umum untuk

membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesinya dalam audit atas laporan
keuangam historis, Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas audit
atas profesionalnya seperti kompetensi, independensi dan persyaratan pelaporan.
Sedangkan menurut Arens et, al.(2017:24) audit harus dilakukan oleh
seseorang yang kompeten dan independen, auditor yang kompeten diharapkan
menghasilkan hasil audit yang lebih berkualitas.
Menurut Agneus et, al.(2016) audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih
yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, dengan
pengetahuan dan pengalaman yang cukup banyak maka auditor mampu memberi
penjelasan yang masuk akal atas kesalahan dalam laporan keuangan yang di audit,
yang menunjukkan semakin tinggi pendidikan, pelatihan dan pengalama auditor
maka semakin baik kualitas audit yang dihasilkan.

Indikator Fee Audit

 


Menurut Abdul Halim (2015: 99), terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
besarnya fee audit, namun terdapat 4 faktor yang dominan, yaitu:
1) Karakteristik keuangan, yaitu tingkat penghasilan, laba, aktiva, modal, dll.
2) Lingkungan, yaitu adanya persaingan, pasar tenaga profesional, dll.
3) Karakteristik operasi, yaitu jenis industri klien, jumlah lokasi anak perusahaan,
jumlah lini produk, dll.
4) Kegiatan eksternal auditor, misalnya yaitu pengalaman, tingkat koordinasi
dengan internal auditor, dll.
Sedangkan indikator fee audit, menurut Mulyadi (2016: 46) sebagai berikut:
a) Risiko audit, besar kecilnya fee audit yang diterima oleh auditor dipengaruhi
oleh risiko audit dari kliennya.
b) Kompleksitas jasa yang diberikan, fee audit yang akan diterima auditor,
disesuaikan dengan tinggirendahnya kompleksitas tugas yang akan
dikerjakannya. Semakin tinggi tingkat km pleksitasnya maka akan semakin
tinggi fee audit yang akan diterima oleh auditor.
c) Tingkat keahlian jasa, auditor yang memiliki tingkat keahlian yang semakin
tinggi akan lebih mudah untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan pada
laporan keuangan kliennya.
d) Struktur biaya KAP, auditor mendapatkan fee-nya disesuaikan dengan struktur
biaya pada masing-masing KAP. Hal ini dikarenakan untuk menjaga
auditor agar tidak terjadi perang tarif.

Pengertian Fee Audit


Dalam Peter et al(2014:28) fee audit adalah produk dari harga satuan dan
kuantitas jasa audit yang diminta oleh manajemen yang diaudit perusahaan.
Menurut Mulyadi (2016:63) fee audit merupakan fee yang diterima akuntan
publik setelah melaksanakan jasa audit, berupa imbalan atau upah.
Sedangkan menurut Sukrisno Agoes (2012:46) fee audit sebagai berikut :
Merupakan bentuk balas jasa yang auditor berikan kepada klien, dan
besarnya fee anggota dapat bervariasi tergantung risiko penugasan,
kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan jasa tersebut, dan auditor yang menerima fee lebih tinggi
akan merencanakan audit kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
audit fee yang lebih kecil.

Indikator Time Budget Pressure

 


Menurut Kelley, T dan L Margheim dalam Nyoman Ari S D (2015) indikator
pengukuran time budget pressure adalah :
1) Pemahaman auditor atas anggaran waktu yang telah disediakan dan disepakati
oleh manajer bersama klien, hal ini penting karena dari itu dapat diketahui
seberapa besar tekanan anggaran waktu oleh auditor.
2) Tanggung jawab auditor atas anggaran waktu harus diketahui sebelum proses
audit berjalan agar tekanan dapat diantisipasi oleh auditor. Mengetahui
tanggung jawab yang harus diselesaikan dan target yang harus dicapai serta
tanggung jawab untuk menjaga agar proses audit berjalan efisien sesuai dengan
anggaran waktu.
3) Penilaian kerja oleh atasan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana auditor
telah memenuhi anggaran waktu yang telah ditetapkan, penilaian kerja kadang
menimbulkan tekanan untuk melakukan tugas audit dan mempengaruhi hasil
kualitas audit.
4) Alokasi fee untuk biaya audit, lancar atau tidaknya proses audit bergantung
pada fee yang diterima dan alokasi fee untuk biaya audit diperlukan untuk
memenuhi tekanan waktu yang telah dianggarkan.
5) Frekuensi revisi anggaran waktu permintaan auditor untuk dapat melakukan
revisi atas anggaran waktu jika terdapat masalah dalam melakukan tugas audit
akan menimbulkan suatu tekanan pada auditor dan mempengaruhi hasil
kualitas audit, jika revisi sering dilakukan berarti auditor akan mendapat
tekanan untuk memenuhi tekanan waktu.
Indikator time budget pressure dalam penelitian ini menggunakan dasar pemikiran
dari Willet dalam Dyah Ayu (2018)yaitu auditor memiliki pemahaman terhadap
time budget, tanggung jawab atas time budget, penilaian kinerja yang dilakukan
atasan, dan alokasibiaya auditor (Dyah Ayu, 2018).

Pengertian Time Budget Pressure

 


Menurut Coram, dalam Abdul Halim (2015:10), tekanan anggaran waktu
dianggap sebagai jenis tekanan kronis dan luas yang dihadapi oleh akuntan
profesional(Abdul Halim, 2015:10).
Sedangkan dalam IAPI (2016:9)time budget pressureadalah sebagai berikut :
Waktu yang dialokasikan dan digunakan oleh auditor sangat menentukan
kualitas audit, kurangnya waktu yang digunakan dapat mengakibatkan
pekerjaan audit diselesaikan secara kurang memadai, semakin memadai
jumlah waktu yang dialokasikan dan digunakan akan memungkinkan
auditor memiliki waktu yang cukup untuk menyusun, melakukan,
menelaah, dan menyetujui prosedur signifikan suatu perikatan audit.
Penggunaan waktu auditor merupakan salah satu bentuk komitmen
pimpinan KAP terhadap kualitas.

Indikator Kompetensi

 


Indikator kompetensi dalam penelitian ini menggunakan dasar pemikiran dari Siti
Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati dalam Ahmad dan Ely (2017) adalah sebagai
berikut :
Suatu kemampuan, keahlian (pendidikan dan pelatihan) dan
berpengalaman dalam kriteria dan dalam menentukan jumlah bahan bukti
yang dibutuhkan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.
Dalam IAPI (2016:7) dijelaskan bahwa indikator kualitas audit sebagai berikut :
Auditor yang memiliki sertifikasi profesi yang diterbitkan oleh IAPI
terhadap jumlah keseluruhan staf profesional, rata-rata jumlah jam
pengembangan dan pelatihan kompetensi dibandingkan dengan jumlah
jam efektif dalam setiap tahun per auditor.

Pengertian Kompetensi

 


Menurut Amir Abadi Jusuf (2017:42) kompetensi adalah sebagai berikut :
Kompetensi sebagai keharusan bagi auditor untuk memiliki pendidikan
formal auditing dan akuntansi, pengalaman praktik yang memadai bagi
pekerjaan yang sedang dilakukan, serta mengikuti pendidikan profesional
yang berkelanjutan.
Fitrawansyah (2014:46) kompetensi artinya auditor harus memiliki bidang
auditing dan mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bidang yang
diauditnya (Fitrawansyah, 2014:46).
Menurut Al Haryono Jusup (2014: 11) kompetensi adalah sebagai berikut:
Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat,
auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang
akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai
dengan pendidikan formalnya yang diperluas melalui pengalamanpengalaman selanjutnya dalam praktik audit. Untuk memenuhi persyaratan
sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan tehnis yang
cukup. Pelatihan ini harus cukup mencakup aspek tehnis maupun
pendidikan umum.
Sedangkan dalam IAPI (2016:5) kompetensi adalah sebagai berikut :
Kemampuan profesional individu auditor dalam menerapkan pengetahuan
untuk menyelesaikan suatu perikatan baik secara bersama-sama dalam
suatu tim atau secara mandiri berdasarkan Standar Profesional Akuntan
Publik, kode etik dan ketentuan hukum yang berlaku. Kompetensi auditor
dapat diperoleh melalui pendidikan pada perguruan tinggi pada bidang
akuntansi, kegiatan pengembangan dan pelatihan profesional di tempat
bekerja, yang kemudian dibuktikan melalui penerapan pada praktik
pengalaman kerja. Sertifikasi profesi merupakan suatu bentuk pengakuan
IAPI terhadap kompetensi auditor.

Indikator Kualitas Audit

 


Indikator kualitas audit dalam penelitian ini menggunakan dasar pemikiran dari
Mathius Tandiontong (2016:73) adalah sebagai berikut :
Kualitas audit merupakan probabilitas seorang auditor dalam menemukan
dan melaporkan suatu kekeliruan atau penyelewengan yang terjadi dalam
suatu sistem akuntansi klien, tercermin dari komitmen KAP, independensi,
kepatuhan pada standar audit, pengendalian audit, kompetensi auditor,
kinerja auditor, penerimaan dan kelangsungan kerjasama dengan klien,
dan due professional care.
Dalam IAPI (2016:4) dijelaskan bahwa indikator kualitas audit sebagai berikut:
Kompetensi auditor, etika dan independensi auditor, penggunaan waktu
personil kunci perikatan, pengendalian mutu perikatan, hasil review mutu
atau inspeksi pihak eksternal dan internal, rentang kendali perikatan,
organisasi dan tata kelola KAP dan kebijakan imbalan jasa.

Pengertian Kualitas Audit

 


Menurut Indra Bastian (2014:186) kualitas audit adalah yang dimulai dari
melakukan perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pemeriksaan dan
menggunakan keahlian serta kecermatan dalam menjalankan profesinya (Indra
Bastian, 2014:186).
Sedangkan menurut Amir Abadi Jusuf (2017:50) kualitas audit adalah sebagai
berikut :
Suatu proses untuk memastikan bahwa standar auditing yang berlaku
umum diikuti dalam setiap audit, KAP mengikuti prosedur pengendalian
kualitas audit yang membantu memenuhi standar-standar secara konsisten
pada setiap penugasannya.
Definisi kualitas audit menurut Arens, et. al, (2015:103) sebagai berikut :
Kualitas audit adalah bagaimana cara memberitahu seorang audit
mendeteksi salah saji material laporan dalam laporan keuangan, aspek
deteksi adalah cerminan dari kompetensi auditor, sedangkanpelaporan
adalah cerminan dari integritas auditor, khususnya independesi auditor.

Pengertian Audit

 


Menurut Mulyadi (2016:8) audit adalah sebagai berikut :
Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan, ditinjau
dari sudut profesi akuntan publik, audit adalah pemeriksaan secara objektif
atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan
untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, dan hasil usaha
perusahaan atau organisasi tersebut.
Sedangkan Menurut Al Haryono Jusup (2014: 11) audit adalah sebagai berikut:
Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan
mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakantindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan
tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Definisi audit menurut Miller and Bailley dalam Abdul Halim (2015: 3) :
Audit adalah tinjauan metode dan pemeriksaan objektif atas suatu item,
termasuk verifikasi informasi spesifik sebagaimana ditentukan oleh
auditor atau ditetapkan oleh praktik umum, tujuannya untuk menyatakan
pendapat atau mencapai kesimpulan tentang apa yang diaudit.

Konsep Materalitas

 


Peran konsep materialitas adalah untuk mempengaruhi
kuantitas dan kualitas informasi akuntansi yang dibutuhkan oleh
auditor dalam membuat pertimbangan berkaitan bukti audit. Konsep
materialitas menjelaskan bahwa tidak semua informasi keuangan
diperlukan dalam akuntansi, tetapi informasi material harus
disajikan. informasi yang tidak material seharusnya diabaikan atau
dihilangkan. Hal tersebut dapat dianalogikan bahwa konsep
materialitas juga tidak memandang sepenuhnya pada semua
kesalahan, hanya kesalahan yang mmpunyai pengaruh material yang
harus diperbaiki.
Menurut Boynton et.al., (2006) menjelaskan konsep
materialitas dapat mempengaruhi proses audit dengan cara :
a. Auditor membuat keputusan material ketika suatu
perencanaan dalam mengambil keputusan yang penting
tentang ruang lingkup audit. Material adalah konsep yang
bermakna untuk memungkinkan auditor menetukan kesalah
penyajian yang dapat memperngaruhi pengguna laporan
keuangan.
b. Konsep material dapat membantu auditor dalam proses
penilaian audit dengan mengumpulkan bukti audit, auditor
harus dapat menilai audit secara signifikan.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertimbangan Material

 


Arens (2008:236), mengatakan terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi materialitas yaitu sebagai berikut :

  1. Konsep yang bersifat relative ketimbang absolute
    Salah saji dalam jumlah tertentu mungkin saja material untuk
    perusahaan kecil tetapi dapat saja tidak material bagi perusahaan
    besar. Jadi, tidak mungkin menetapkan pedoman nilai dolar
    untuk penilaian awal tentang materialitas yang berlaku.
  2. Dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi material
    Materialitas bersifat relatif. diperlukan dasar untuk menentukan
    apakah salah saji itu material. Laba bersih sebelum pajak
    seringkali menjadi dasar untuk menentukan berapa jumlah yang
    material bagi perusahaan yang berorientasi laba. Karena jumlah
    ini dianggap menggunakan dasar utama yang berbeda karena
    laba bersih sering berfluktuasi cukup besar dari tahun ke tahun,
    sehingga tidak memberikan dasar yang stabil sehingga tidak
    memberikan dasar yang stabil. Atau entitasnya adalah organisasi
    nirlaba.
  3. Faktor-faktor kualitatif
    Jenis salah saji ditentukan mungkin lebih penting bagi para
    pemakai salah saji lainnya, sekalipun nilai dolarnya sama.
    sebagai contoh :
    a. Jumlah yang terlibat dalam kecurangan dianggap lebih
    penting daripada kesalahan yang tidak disengaja dengan
    nilai dolar yang sama, karena kecurangan tersebut
    mencerminkan kejujuran dan keandalan menejemen atau
    personil lain yang terlibat.
    b. Salah saji yang sebenarnya kecil bisa menjadi materialitas
    jika ada keumungkinan konsekuensi dari kewajiban
    kontarktual.
    c. Salah saji yang seberanya tidak material dapat saja menjadi
    material jika mempengaruhi tren pendapatan.

Menentukan Pertimbangan Materialitas

 


Pertimbangan materialitas bukanlah penilaian yang dibuat
tanpa dasar. Pertimbangan materialitas merupakan pertimbangan
professional yang dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang
kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan dan meletakkan
keyakinan yang cukup dalam laporan keuangan. Pertimbangan
materialitas tersebut dihubungkan dengan keadaan disekitarnya.
Keadaan yang melingkupinya mengandung arti dalam menentukan
materialitas faktor keadaan entitas perlu diperhatikan (Dewi, 2011).
The American Accounting Association (AAA)
mengklasifikasi faktor yang dipertimbangkan dalam pertimbangan
materialitas tersebut :
a. Karateristik-karateristik yang mempunyai signifikan kuantitatif

  1. Besarnya suatu item (lebih besar/kecil) relatif terhadap
    pengharapan normal.
  2. Besarnya suatu item relatif terhadap item-item serupa
    (relative terhadap total pendapatan untuk periode
    tersebut dan lainnya).
    b. karateristik-karateristik yang mempunyai signifikasi kualitatif
  3. Tindakan bawahan penting, kegiatan atau kondisi yang
    tercerminkan (tidak bias, tidak terduga, pelanggaran
    terhadap kontrak).
  4. Sifat bawahan penting terhadap suatu item sebagai
    indikator kemungkinan kejadian dimasa depan
    (pemikiran tentang perubahan dalam praktek bisnis
    dll).

Pengertian Materialitas

 


Materialitas adalah jumlah nilai yang dihilangkan atau salah
saji informasi akuntansi, mengingat keadaan sekitarnya, yang dapat
menyebabkan perubahan pengaruh penilaian masyarakat terhadap
kepercayaan atas informasi karena kelalaian atau salah saji tersebut
(Mulyadi, 2002:158). Sedangkan menurut FASB Statement of
Financial Accounting Concept No. 2 yang dikutip oleh William C,
Boynton (2003:200) materialitas adalah sejumlah atau besarnya
kekeliruan atau salah saji dalam kaitannya dengan kondisi yang
bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan
keputusan yang berkepentingan berubah terpengaruh oleh salah saji.
Konsep materialitas menyatakan bahwa tidak semua
informasi keuangan dikomunikasikan dalam laporan akuntansi,
hanya informasi yang material yang seharusnya disajikan (Christian,
2012). Pertimbangan auditor mengenai materialitas materialitas
merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi
auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai
dan yang akan menaruh kepercayaan terhadap laporan keuangan
(IAPI, 2001).
Standar yang tinggi dalam praktik akuntansi akan
memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep material.
Pedoman materialitas yang beralasan, yang diyakini oleh sebagian
besar anggota profesi akuntan adalah standar yang berkaitan dengan
infromasi laporan keuangan bagi para pemakai, akuntan harus
menentukan berdasarkan pertimbangan tentang besarnya suatu
informasi yang dikatakan material (Dewi, 2011).

Pengertian Pengalaman Audit

 


Kovinna dan Betri (2013) mengatakan pengalaman
merupakan suatu pembelajaran dan penambahan perkembangan
potensi perilaku dari pendidikan formal maupun non formal atau
bisa juga diartikan sebagai proses yang membawa seseorang pada
pola perilaku yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Asih (2006:26)
pengalaman auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit
laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, jumlah penugasan
dan jenis perusahaan yang pernah ditangani. Pengalaman yang lebih
akan menghasilkan pengetahuan yang lebih dalam pertimabangan
tingkat materialitas (Noviyani, 2002).
Pengalaman kerja dianggap sebagai faktor penting dalam
memprediksi dan mengevaluasi kinerja auditor dalam melakukan
audit.Pengalaman auditor dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam mendeteksi kekeliruan yang
terjadi.Bertambahnya pengalaman kerja auditor yang juga
meningkatkan ketelitian dalam melakukan audit. Pemeriksaan yang
dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi akanmeningkatkan
ketelitian dalam melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang
dilakuka dengan tingkat ketelitian yang tinggi akan menghasilkan
laporan audit yang berkualitas. Sebagaimana disebutkan dalam
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), persyaratan auditor
independen adalah orang-orang yang memiliki pendidikan dan
pengalaman yang memadai yang biasanya diperoleh dari praktik
sebagai auditor independen.