Thursday, March 30, 2023

Aspek-aspek kualitas hidup

 


Menurut Harper, Orley, Herrman, Schofield, Murphy & Sartorius (1998)
dari organisasi kesehatan dunia (WHO) aspek-aspek yang dapat dilihat dari kualitas
hidup, seperti:
a. Kesehatan fisik
Aspek kesehatan fisik terdiri dari nyeri dan ketidaknyamanan, tidur dan
beristirahat, tingkat energi dan kelelahan, mobilitas, aktivitas seharihari, kapasitas
dalam bekerja, dan ketergantungan pada obat dan perawatan medis. Kesehatan 
fisik juga mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan aktivitas.
Aktivitas yang dilakukan akan memberikan pengalaman baru yang merupakan
modal perkembangan ke tahap selanjutnya.
b. Kesehatan Psikologis
Aspek kesehatan psikologis ini terdiri atas berfikir; belajar; mengingat dan
konsentrasi, harga diri, penampilan dan citra tubuh, perasaan negatif, perasaan
positif serta spiritualitas. Aspek psikologis terkait dengan keadaan mental individu.
Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri
terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik
tuntutan dalam diri maupun dari luar dirinya.
c. Lingkungan
Lingkungan, seperti kebebasan; keselamatan fisik dan keamanan,
lingkungan rumah, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial, peluang
untuk memperoleh keterampilan dan informasi baru, keikutsertaan dan peluang
untuk berekreasi, aktivitas di lingkungan, transportasi. Aspek lingkungan yaitu
tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal
untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk didalamnya adalah saran dan
prasarana yang dapat menunjang kehidupan.
Faktor-faktor tersebut dapat memberikan dampak negatif dan mempengaruhi
kualitas hidup pasien diabetes mellitus

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

 


Menurut Kumar & Majumdar (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup adalah:
a. Usia
Usia sangat mempengaruhi kualitas hidup individu, karena individu yang
semakin tua akan semakin turun kualitas hidupnya. Semakin bertambahnya usia,
munculnya rasa putus asa akan terjadinya hal-hal yang lebih baik dimasa yang akan
datang. Seperti yang telah dijelaskan pada penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan
Singer (2011) individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi
pada usia dewasa madya. 
b. Pendidikan
Pendidikan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, hal
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl dkk (2004)
menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya
tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Hal tersebut terjadi karena
individu yang memiliki pendidikan yang rendah akan merasa tidakpercaya diri dan
merasa bahwa dirinya tidak berguna.
c. Status Pernikahan
Individu yang telah menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi
daripada individu yang tidak menikah. Karena pasangan yang menikah akan merasa
lebih bahagia dengan adanya pasangan yang selalu menemaninya.
d. Keluarga
Keluarga juga merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup.
Individu yang memiliki keluarga yang utuh dan harmonis akan lebih tinggi kualitas
hidupnya. Dikarenakan keluarga dapat memberikan dukungan dan kasih sayang
untuk meningkatkan kualitas hidup.

Dimensi yang mencakup dalam kualitas hidup

 


Menurut De Haan et al. (1993) dalam Rahmi (2011) kualitas hidup terkait
kesehatan harus mencakup dimensi yang diantaranya sebagai berikut :
a. Dimensi kesehatan fisik
Dimensi merujuk pada gejala-gejala yang terkait penyakit dan pengobatan yang
dijalani.
b. Dimensi fungsional
Dimensi ini terdiri dari perawatan diri, mobilitas, serta level aktivitas fisik seperti
kapasitas untuk dapat berperan dalam kehidupan keluarga maupun pekerjaan.
c. Dimensi psikologis
Meliputi fungsi kognitif, status emosi, serta persepsi terhadap kesehatan, kepuasan
hidup, serta kebahagiaan.
d. Dimensi hubungan sosial sosial
Meliputi penilaian aspek kontak dan interaksi sosial secara kualitatif maupun
kuantitatif.

Definisi kualitas hidup

 


Kualitas hidup menjadi istilah yang umum untuk menyatakan setatus
kesehatan, kendati istilah ini juga memiliki makna khusus yang memungkinkan
penentuan rangking penduduk menurut aspek objektif maupun subjektif pada status
kesehatan. Kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan Health-related Quality
of Life (HQL) mencakup keterbatasan fungsional yang bersifat fisik maupun
mental, dan ekspresi positif kesejahtraan fisik, mental, serta spiritual. HQL dapat
digunakan sebagai sebuah ukuran integrative yang menyatukan mortalitas dan
morbidilitas, serta merupakan indeks berbagai unsur yang meliputi kematian,
morbidilitas, keterbatasan fungsional, serta keadaan sehat sejahtra (well-being)
MichealJ.Gibney, (2009).
Kualitas hidup diartikan sebagai istilah yang merujuk pada emosional,
sosial dan kesejahteraan fisik seseorang serta kemampuan aktifitas dalam
kehidupan sehari-hari, kualitas hidup dapat dikategorikan atas; kualitas hidup buruk
dengan skor 0-50 dan kualitas hidup baik 51-100 Donald, (2009).
Menurut Cohen & Lazarus (1893) dalam Larasati, (2012) kualitas hidup
adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat
dinilai dari kehidupan mereka. Kualitas hidup individu tersebut biasanya dapat
dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis, hubungan sosial dan lingkungannya
WHOQOL Group 1998 dalam Larasati, (2012).

Hubungan Daya Inovasi Terhadap Pengembangan Produk

 


produktivitas suatu perusahaan juga dilihat dari produk yang dihasilkan para
pelaku usaha haus dapat menarik minta para konsumen agar mereka tertarik untuk
membeli produk yang perusahaan tawarkan. Perusahaan dapat melakukan inovasi
produk agar lebih menarik minat konsumen, produk yang penuh inovasi akan
mempenagruhi nilai jual produk tersebut sehingga perusahaan akan mengalami
peningkatan dana. Menurut djoko wintoro (2008) dalam Prahasty ( 2014:3 )
menyatakan bahwa tujuan penting dari inovasi pemasaran adalah untuk
memperoleh informasi tentang prioritas dari pelanggan sehingga dapat secara
efektif dijangkau dan mengurangi biaya transaksi pelanggan. Sedangkan menurut
Handoko (2000:32) dalam Rini (2016:30) perusahaan berupaya menawarkan
produknya agar konsumen tertarik dan melakukan pembelian. Dengan demikian,
perusahaan harus bersaing dengan menguasai teknologi untuk mempersiapkan diri
menciptakan inovasi produk. Inovasi terpenting yang dapat dilakukan perusahaan
adalah pembaharuan yang menyangkut produk itu sendiri, karena produk menjadi
alasan utama seseorang untuk memilih dan membelinya. Konsumen akan
membuat keputusan untuk membeli suatu produk apabila produk tersebut
memiliki nilai lebih dibandingkan produk lainnya.
 

Hubungan Pengalaman Berwirausaha Terhadap Pengembangan Produk

 


Seseorang yang belum pernah terlibat dengan kegiatan usaha tidak memiliki
pengalaman mengelola usaha. Dengan demikian, tingkat keterlibatan seseorang
dalam suatu kegiatan usaha bisa menjadi tolak ukur pengalaman dalam
mengembangkan produknya. Menurut Riyanti (2003:37) dalam Wahyuni, dkk
(2014:4) berpendapat bahwa pengalaman dalam mengelola usaha memberi
pengaruh pada keberhasilan usaha skala kecil. Pengalaman ini bisa diperoleh 
berdasarkan pola pengasuhan orang tua yang berprofesi wirausaha, atau dari
pengalaman mengelola usaha sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa
pengalaman dalam berwirausaha dipeoleh bila seseorang terlibat secara
langsung dalam kegiatan-kegiatan usaha.

Hubungan Modal Usaha Terhadap Pengembangan Produk

 


Modal Kerja merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan karena
perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membiayai operasinya seharihari, menurut Luna Haningsih ,2009:05). Modal kerja terlalu kecil atau kurang,
maka perusahaan akan kurang mampu memenuhi permintaan langganan seperti
membeli bahan mentah, membayar gaji pegawai dan upah buruh ataupun
kewajiban-kewajiban lainnya yang segera harus dilunasi. Tetapi bila mana modal
kerja cukup, akan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan
memungkinkan suatu perusahaan untuk beroperasi dengan seekonomis mungkin .

Tujuan Pengembangan Produk

 


Penekanan dari pelaksanaan strategi pengembangan produk adalah untuk
meningkatkan daya tarik produk, dan sekaligus menjaga citra dari merek dan
reputasi perusahaan, serta memberikan pengalaman positif bagi pelanggan. Maka
dari itu, dibutuhkan suatu pengembangan dalam memperluaskan dan
mempertahankan bisnis tersebut agar dapat berjalan dengan baik, David
(2009:260). Menurut Buchari (2000:101) dalam Rini (2016:34) tujuan
pengembangan produk adalah:
1. Untuk memenuhi keinginan konsumen yang belum puas
2. Untuk menambah omzet penjualan
3. Untuk memenangkan persaingan
4. Untuk mendaya gunakan sumber-sumber produksi
5. Untuk meningkatkan keuntungan dengan pemakaian bahan yang sama
6. Untuk mendaya gunakan sisa-sisa bahan
7. Untuk mencegah kebosanan konsumen
8. Untuk menyederhanakan produk
Menurut Swastha (2010:29-30) dalam Rini ( 2016:34 ) indikator sangat
penting dalam mempengaruhi pengembangan produk yaitu:
1. Perbaikan bentuk yang telah ada 
2. Perluasan lini produk
3. Penambahan model yang ada
4. Meniru strategi pesaing
5. Penambahan produk baru

Pengertian Pengembangan Produk

 


Menurut Kotler dan Amstrong (2008:309), pengembangan produk adalah
mengembangkan konsep produk menjadi produk nyata untuk dapat memastikan 
bahwa ide produk dapat di ubah menjadi produk yang bisa dikerjakan.
Pengembangan produk merupakan strategi pemasaran yang memerlukan
penciptaan produk baru yang dapat dipasarkan, proses merubah aplikasi untuk
teknologi baru ke dalam produk yang dapat dipasarkan. Pengertian pengembangan
produk meliputi:
1. Produk baru yaitu:
a. Produk yang benar-benar inovatif dan unik
b. Produk pengganti yang benar- benar berbeda dan produk yang sudah
ada
c. Produk imitatif, yaitu produk yang baru bagi perusahaan tertentu tetapi
bukan baru di dalam pasar
d. Produk yang menggunakan bahan baku baru sama sekali
2. Pengembangan produk:
a. Riset pemasaran
b. Rekayasa
c. Desain
3. Modifikasi produk, yaitu memperbaiki produk yang sudah ada yang
meliputi kualitas, fitur, dan style yang tujuannya meningkatkan penjualan.
Modifikasi produk menciptakan tiga dimensi, yaitu:
a. Perbaikan mutu (quality improvement)
b. Perbaikan cirri-ciri khas (feature Improvement)
c. Perbaikan gaya enent (style improvement) 
4. Merchandising, yaitu semua aktivitas perencanaan baik dari produsen
maupun pedagang yang dimaksudkan untuk menyesuaikan antara produkproduk yang dihasilkan dengan permintaan pasar.

Fungsi Daya Inovasi

 


Menurut Yogi dalam LAN (2007:115), inovasi biasanya erat kaitannya dengan
lingkungan yang berkarakteristik dinamis dan berkembang. Pengertian inovasi
sendiri sangat beragam, dan dari banyak perspektif. Inovasi produk mendorong
seorang pemilik UKM untuk berpikir secara mandiri dan kreatif dalam
menerapkan pengetahuan pribadi untuk tantangan berwirausaha.
Menurut Rogers dalam LAN (2007:116) mengatakan bahwa inovasi
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Keuntungan Relatif
Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih dibandingkan
dengan inovasi sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai kebaruan yang melekat
dalam inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.
2. Kesesuaian
Inovasi juga sebaiknya mempunyai sifat kompatibel atau kesesuain dengan
inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan agar inovasi yang lama tidak
serta merta dibuang begitu saja, selain karena alasan faktor biaya yang sedikit,
namun juga inovasi yang lama menjadi bagian dari proses transisi ke inovasi
terbaru. Selain itu juga dapat memudahkan proses adaptasi dan proses
pembelajaran terhadap inovasi itu secara lebih cepat.
3. Kerumitan
Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi mempunyai tingkat kerumitan yang
boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Namun
demikian, karena sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih 
baik, maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah
penting.
4. Kemungkinan Dicoba
Inovasi hanya bisa diterima apabila telah teruji dan terbukti mempunyai
keuntungan atau nilai dibandingkan dengan inovasi yang lama. Sehingga
sebuah produk inovasi harus melewati fase “uji publik”, dimana setiap orang
atau pihak mempunyai kesempatan untuk menguji kualitas dari sebuah
inovasi.
5. Kemudahan diamati
Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi bagaimana sebuah inovasi
bekerja dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
Namun demikian, dalam konteks pemasaran dan konteks perilaku konsumen
inovasi dikaitkan dengan produk atau jasa yang sifatnya baru. Indikator daya
inovasi menurut Wahyuni dkk. ( 2014:6 ) yaitu:
1. Produk baru
2. Kemasan baru
3. Metode baru dari proses produksi
4. Cara baru untuk meraih suatu pasar

Pengertian Daya Inovasi

 


Menurut Hendro (2011:121) inovasi mempunyai arti lebih luas dari penemuan.
Inovasi adalah proses kreatif yang membuat objek-objek dan subtansi baru yang
berguna bagi manusia, namun lebih luas dari sekedar penemuan dan jangka
waktunya lama. Menurut Machfoedz (2004) dalam (Suryana, Yuyus & Bayu,
Kartib 2011:219) berpendapat bahwa inovasi merupakan suatu proses untuk
mengubah kesempatan menjadi ide yang dapat dipasarkan. Inovasi lebih dari sekedar
ide yang yang baik.

Fungsi Pengalaman Berwirausaha

 


Pengalaman berwirausaha merupakan suatu bagian yang penting dalam proses
pengembangan keahlian seseorang, tetapi hal tersebut juga tergantung pada
pendidikan serta latihan. Melalui pengalaman berwirausaha tersebut seseorang
secara sadar atau tidak sadar belajar, sehingga akhirnya dia akan memiliki
kecakapan teknis, serta keterampilan dalam menghadapi pekerjaan, Elaine B
Johnson (2007:59) menyatakan bahwa “pengalaman memunculkan potensi
seseorang. Potensi penuh akan muncul bertahap seiring berjalannya waktu sebagai
tanggapan terhadap bermacam-macam pengalaman”. Jadi sesungguhnya yang
penting diperhatikan dalam hubungan tersebut adalah kemampuan seseorang
untuk belajar dari pengalamannya, baik pegalaman manis maupun pahit. Maka
pada hakikatnya pengalaman adalah pemahaman terhadap sesuatu yang dihayati
dan dengan penghayatan serta mengalami sesuatu tersebut diperoleh pengalaman,
ketrampilan ataupun nilai yang menyatu pada potensi diri.
Orang yang berpengalaman dalam berwirausaha memiliki kemampuan yang
lebih baik dari orang yang baru saja memasuki dunia usaha, karena orang tersebut
telah belajar dari kegiatan-kegiatan dan permasalahan yang timbul dalam
kerjanya. Dengan adanya pengalaman berwirausaha maka telah terjadi proses 
penambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan serta sikap pada diri seseorang,
sehingga dapat menunjang dalam mengembangkan diri dengan perubahan yang
ada.
Dengan pengalaman yang didapat seseorang akan lebih cakap dan terampil
serta mampu melaksanakan tugas pekerjaannya. Menurut Mustaqim (2004:50)
diungkapkan bahwa dalam law of exercise atau the law disuse (hukum
penggunaan) dinyatakan bahwa “Hubungan antara stimulus dan respon akan
bertambah kuat atau erat bila sering digunakan (use) atau sering dilatih (exercise)
dan akan berkurang, bahkan lenyap sama sekali jika jarang digunakan atau tidak
pernah sama sekali”.
Menurut Hitzman (Muhibbin Syah, 1995) mengatakan “pengalaman yang
dapat mempengaruhi tingkah laku organisme dapat dianggap sebagai kesempatan
belajar”. Hasil belajar dari pengalaman kerja akan membuat orang tersebut kerja
lebih efektif dan efisien. Pengalaman akan membentuk pengetahuan dan
ketrampilan serta sikap yang lebih menyatu pada diri seseorang, jika bidang
pekerjaan yang ditangani selama masih bekerja merupakan bidang yang sejenis
yang pada akhirnya akan membentuk spesialisasi pengalaman kerja diperoleh
selama seseorang bekerja pada suatu perusahaan dari mulai masuk hingga saat ini.
Selain itu pengalaman dapat diperoleh dari tempat kerja sebelumnya yang
memiliki bidang pekerjaan yang sama dengan yang sedang dihadapi. Banyak
sedikitnya pengalaman kerja akan menentukan atau menunjukan bagaimana
kualitas dan produktivitas seseorang dalam bekerja, artinya mudah sukarnya atau
cepat lambatnya seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan akan dipengaruhi 
oleh seberapa banyak orang tersebut telah memiliki pengalaman kerja dalam
melaksanakan suatu pekerjaan. Ini berarti pengalaman akan juga mempengaruhi
kemampuan dalam bekerja.

Pengertian Pengalaman Berwirausaha

 


Kewirausahaan merupakan jiwa dari seseorang yang diekspresikan melalui sikap
dan perilaku yang kreatif dan inovatif untuk melakukan suatu kegiatan. Dengan
demikian, perlu ditegaskan bahwa tujuan pembelajaran kewirausahaan sebenarnya
tidak hanya diarahkan untuk menghasilkan pebisnis atau business entrepreneur.
Dalam pengertian yang paling luas, pembelajaran terjadi ketika pengalaman
menyebabkan perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku
individu (Soetjipto, 2009:15). Menurut Elaine B Johnson (2007:59) menyatakan
bahwa “pengalaman memunculkan potensi seseorang. Potensi penuh akan muncul
bertahap seiring berjalannya waktu sebagai tanggapan terhadap bermacam-macam
pengalaman”. Jadi sesungguhnya yang penting diperhatikan dalam hubungan
tersebut adalah kemampuan seseorang untuk belajar dari pengalamannya, baik 
pegalaman manis maupun pahit. Maka pada hakikatnya pengalaman adalah
pemahaman terhadap sesuatu yang dihayati dan dengan penghayatan serta
mengalami sesuatu tersebut diperoleh pengalaman, ketrampilan ataupun nilai
yang menyatu pada potensi diri

Fungsi Modal Usaha

 


Modal usaha merupakan salah satu aspek terpenting dari keseluruhan manajemen
pembelanjaan perusahaan. Setiap perusahaan membutuhkan modal kerja untuk
membiayai kegiatan operasional hariannya, untuk itu diperlukan penanganan
khusus tentang masalah kecukupan modal usaha dalam UKM. Tersedianya modal
usaha yang cukup dapat menguntungkan UKM karena memungkinkan UKM
melakukan kegiatan operasionalnya secara efisien.
Menurut Munawir (2004:116) modal usaha yang cukup dapat memberikan
beberapa keuntungan bagi UKM, antara lain :
a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal usaha karena turunnya nilai
aktiva lancar.
b. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membayar semua kewajiban tepat
pada waktunya.
c. Menjamin dimilikinya credit standing perusahaan yang semakin besar dan
memungkinkan perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau
kesulitan keuangan yang mungkin terjadi.
d. Memungkinkan perusahaan untuk dapat memiliki persediaan dalam jumlah
yang cukup untuk dapat melayani konsumennya.
e. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih
menguntungkan kepada para pelangganannya.
f. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih
efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang ataupun jasa
yang dibutuhkan.

Pengertian Modal Usaha

 


Dalam menjalankan sebuah usaha, salah satu faktor pendukung yang dibutuhkan
adalah modal, jika kita ibaratkan memulai usaha dengan membangun sebuah
rumah, maka adanya modal menjadi bagian pondasi dari rumah yang akan
dibangun. Semakin kuat pondasi yang dibuat, maka semakin kokoh pula rumah
yang dibangun. Begitu juga pengaruh modal terhadap sebuah bisnis,
keberadaannya menjadi pondasi awal bisnis yang akan dibangun. Beberapa modal
yang dibutuhkan dalam menjalankan bisnis, antara lain tekad, pengalaman,
keberanian, pengetahuan, net working, serta modal uang, namun kebanyakan
orang terhambat memulai usaha karena mereka sulit untuk mendapatkan modal
uang (Purwanti, 2013:18). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam
Listyawan Ardi Nugraha (2011:9) “modal usaha adalah uang yang dipakai sebagai
pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta benda
(uang, barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan
sesuatu yang menambah kekayaan”. Modal dalam pengertian ini dapat
diinterpretasikan sebagai sejumlah uang yang digunakan dalam menjalankan
kegiatan-kegiatan bisnis.

Pengertian UMKM

 


Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki definisi yang berbeda
pada setiap literatur menurut beberapa instansi atau lembaga bahkan undangundang. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM didefinisikan sebagai berikut:
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, a tau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil
atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini

Pengertian Produk

 


Menurut Kotler (2010:4) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan
kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang
fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, property, organisasi, informasi dan
ide.
Jadi produk itu bukan hanya berbentuk sesuatu yang berwujud saja, seperti
makanan, pakaian, dan sebagainya, akan tetapi juga sesuatu yang tidak berwujud
seperti pelayanan jasa. Semua diperuntukkan bagi pemuasan kebutuhan dan
keinginan (need dan wants) dari konsumen. Konsumen tidak hanya membeli
produk sekedar memuaskan kebutuhan (need), akan tetapi juga bertujuan
memuaskan keinginan (wants).

Komitmen organisasi

 


Menurut Newrom dan Davis (1997) dalam Hettiararchchi dan Jayarathna
(2014) komitmen organisasi adalah sejauh mana seorang karyawan
mengidentifikasi dengan organisasi dan ingin melanjutkan partisipasi aktif di
dalamnya. Komitmen organisasi merupakan hal yang dapat dijadikan sebagai
tolak ukur kemauan bertahan seorang karyawan dalam perusahaan di masa
depan. Hal ini sering mencerminkan kepercayaan karyawan terhadap misi dan
tujuan perusahaan, kemauan untuk mengeluarkan usaha dalam pencapaian
mereka, dan niat untuk terus bekerja dalam organisasi. 
Komitmen memiliki tiga bentuk, yaitu komitmen afektif, komitmen
berkelanjutan dan komitmen normatif. Komitmen afektif pada dasarnya
menyangkut keterikatan emosional seseorang terhadap organisasinya.
Komitmen berkelanjutan adalah persepsi seseorang tentang biaya dan risiko
yang terkait dengan meninggalkan organisasi mereka saat ini. Komitmen
normatif adalah dimensi moral, berdasarkan pada seseorang yang merasa
memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap organisasi mereka (Allen
dan Meyer, 1990). Komitmen afektif dianggap sebagai bentuk yang paling
konsisten menggambarkan konsep dan definisi operasional sikap (Kappagoda,
et al. 2014b). Hal tersebut didukung oleh pendapat Nafei (2015) dalam
penelitiannya tentang modal psikologis, sikap dan kinerja karyawan. Komitmen organisasi merupakan keterikatan psikologis karyawan dengan
organisasinya. Orang yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi
menganggap bahwa dirinya merupakan bagian dari organisasi tersebut,
sehingga setiap hal yang dilakukannya akan memiliki dampak terhadap
kesuksesan atau kegagalan perusahaan. Komitmen yang rendah pada diri
seseorang akan menjadikannya merasa menjadi orang luar (Reichheld, 1993).
Komitmen organisasi mencerminkan identifikasi psikologis karyawan dan
keterlibatannya dalam organisasi dan manifestasi dalam aspek penerimaan
karyawan dari tujuan dan nilai organisasi (Mayer and Schoon, 1992 dalam
Nafei, 2015). Seorang karyawan yang memiliki komitmen terhadap sebuah
organisasi memiliki berbagai alasan, seperti kecocokan visi, misi, nilai dan
tujuan perusahaan dengan yang diinginkannya. Alasan lain dari komitmen 
seorang karyawan adalah rasa tanggung jawab dan kekhawatiran akan
kehilangan relasi dengan jaringan sosial yang luas (Nafei, 2015).

Kepuasan kerja

 


Kepuasan kerja merupakan salah satu sikap penting yang mempengaruhi
perilaku manusia di tempat kerja. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional 
yang menyenangkan atau positif yang dihasilkan dari penilaian pengalaman
kerja atau pekerjaan seseorang (Hettiararchchi dan Jayarathna, 2014). Seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki sikap
positif terhadap pekerjaan; seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya
memiliki sikap negatif tentang pekerjaan itu (Robbins, 2011).
Judge dan Bono (2001) dalam Nafei (2015) menyatakan bahwa kepuasan
kerja memiliki dua sub dimensi, yaitu kepuasan internal dan kepuasan
eksternal. Kepuasan internal terdiri dari kesempatan untuk menunjukkan
kemampuan, rasa pencapaian yang diperoleh dari pekerjaan, nilai etika kerja,
dan kesempatan untuk memberikan layanan. Kepuasan eksternal terdiri dari
jenis pekerjaan, gaji, saluran yang tidak terhalang untuk promosi, lingkungan
kerja dan peralatan. Kepuasan kerja dapat diukur dari sisi kepuasan dengan
gaji, promosi, rekan kerja, supervisi dan kerja atau penilaian kepuasan secara
keseluruhan

Tujuan dan kegunaan penilaian prestasi kerja

 


Menurut Hasibuan (2012) tujuan dan kegunaan penilaian prestasi kerja
karyawan adalah sebagai berikut:
a. Digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan
untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa.
b. Digunakan untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan
sukses dalam pekerjaannya.
c. Digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di
dalam perusahaan.
d. Digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan
keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya
pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja.
e. Digunakan sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan
untuk mengobservasi perilaku bawahan supaya diketahui minat dan
kebutuhan- kebutuhan bawahannya.
f. Digunakan sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelemahan- kelemahan di masa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan
selanjutnya.
g. Digunakan sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan
karyawan

Dimensi prestasi kerja

 


Mangkunegara (2009) menjelaskan bahwa prestasi kerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai 
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan
kepadanya. Borman dan Motowidlo (1993) mengidentifikasikan dua tipe
perilaku karyawan yang penting untuk keefektifan organisasi dan menjadi
dimensi penilaian prestasi kerja, yaitu:
a. Kinerja tugas
Borman dan Motowidlo (1993) mendefinisikan kinerja tugas sebagai
suatu perilaku yang langsung berhubungan dengan memproduksi barang
ataupun jasa, atau aktivitas yang menyediakan dukungan secara tidak
langsung untuk proses teknik inti organisasi. Perilaku ini secara langsung
berhubungan dengan sistem reward yang ada di dalam organisasi. b. Kinerja kontekstual
Kinerja kontekstual merupakan upaya individu yang tidak berhubungan
langsung dengan fungsi tugas utama, akan tetapi perilaku ini sangat penting
karena membentuk konteks organisasi, sosial dan psikologis berperan
sebagai katalis penting untuk setiap aktivitas dan proses kerja (Werner,
2000). Menurut Van Scotter dan Motowidlo (1996) dalam Simarmata, et al.
(2017) kinerja kontekstual memiliki dua aspek yaitu fasilitas interpersonal
dan dedikasi kerja. Fasilitas interpersonal mencakup: koperatif, penuh
perhatian terhadap orang lain, dan membantu orang lain. Dedikasi kerja
mencakup disiplin diri, termotivasi, pekerja keras, mengambil inisiatif,
mengikuti aturan untuk mendukung tujuan organisasi.

Pengertian prestasi kerja

 


Kappagoda, et al. (2014a) mendefinisikan prestasi kerja sebagai hasil
evaluasi dalam hal kemampuan sebagai individu yang melakukan tugas sesuai
dengan ketentuan dalam deskripsi pekerjaan mereka. Menurut Moorhead dan
Griffin (1999) dalam Kappagoda, et al. (2014b) prestasi kerja adalah
keseluruhan total dari pengaturan kerja yang berkaitan dengan perilaku
organisasi yang diharapkan dari apa yang ditampilkan oleh individu–individu.
Menurut Gibson, et al. (2007) dalam Sinaga (2014) prestasi kerja adalah
tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas, serta kemampuan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dimensi spiritualitas di tempat kerja

 


Menurut Asmhos dan Duchon (2000) spiritualitas di tempat kerja memiliki
tiga dimensi, yaitu :
a. Kehidupan batin
Duchon dan Plowman (2005) dalam Sufya (2015) mengemukakan bahwa
orang-orang membawa seluruh diri mereka untuk bekerja dan semakin terlihat
seluruh diri mereka termasuk diri spiritual. Kehidupan batin berhubungan
dengan identitas individual atau teori konsep diri dan juga identitas sosial yang
terjadi dalam keanggotaan kelompok (unit kerja atau organisasi). b. Makna dan tujuan dalam bekerja
Menurut Ashmos dan Duchon (2000) mata pencaharian dan hidup
merupakan hal yang menyatu dengan sumber yang sama yaitu spirit. Hidup
maupun pekerjaan yang menyangkut kehidupan dengan makna, tujuan,
kedamaian dan perasaan memiliki kontribusi terhadap komunitas yang lebih
luas (Sufya, 2015). Spiritualitas di tempat kerja merupakan keselarasan dalam
hidup dan pekerjaan dapat berjalan bersama. Makna dan tujuan bekerja adalah
tentang tugas-tugas kognitif bermakna. Hal ini juga tentang pekerjaan yang
menciptakan rasa sukacita, yang menghubungkan pekerja yang lebih besar baik
dan hal-hal yang dilihat oleh para pekerja sebagai hal penting dalam kehidupan
(Giacalone & Jurkiewicz, 2003).
c. Rasa terhubung dengan komunitas
Rasa terhubung dengan komunitas khususnya dalam sebuah pekerjaan dapat
menjadi sebuah hal yang baik untuk membangun spiritualitas di tempat kerja.
Hal ini berkaitan erat dengan bagaimana seorang individu merupakan makhluk 
sosial yang tidak dapat hidup dan berdiri sendiri serta membutuhkan orang lain.
Rasa terhubung dengan komunitas dapat menjadikan seorang individu lebih
percaya diri dan kuat dalam mencapai keberhasilan, dalam komunitas ini lah
seorang individu satu dengan lainnya membentuk sebuah kesatuan dengan
tujuan yang sama sehingga terbentuklah semangat solidaritas. Perasaan
terhubung dengan komunitas merupakan hal yang penting selain
mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan batin dengan mencari pekerjaan yang
bermakna, dengan adanya rasa terhubung dengan komunitas menjadikan
individu merasa terhubung dengan orang lain yang ada disekitar pekerjaannya
(Sufya, 2015).

Pengertian spiritualitas di tempat kerja

 


Spiritualitas adalah pembawaan lahir dan bersama mencari makna transeden
dalam kehidupan seseorang (Ashar dan Maher, 2004 dalam Sufya, 2015).
Spiritualitas merupakan hal baru yang menjadi perhatian dalam dunia kerja.
Ashmos dan Duchon (2000) mengartikan spiritualitas di tempat kerja sebagai
suatu pengenalan bahwa karyawan memiliki kehidupan batin yang mendukung
dan memelihara diri serta dipelihara oleh pekerjaan yang bermakna yang
berada dalam konteks sebuah komunitas. Spiritualitas dalam pekerjaan
didefinisikan sebagai kerangka kerja dari nilai-nilai budaya organisasi yang
mendorong pengalaman transenden para karyawan melalui proses bekerja,
memfasilitasi perasaan terhubung mereka dengan orang lain sekaligus
memberikan mereka perasaan lengkap dan bahagia (Giacalone dan Jurkiewicz, 2003). Marques, et al. (2007) dalam Sufya (2015) mendefinisikan spiritualitas
di tempat kerja sebagai pengalaman yang ditimbulkan oleh makna yang
melekat dalam pekerjaan sehingga menghasilkan motivasi yang lebih besar dan
kesuksesan organisasi.

Dimensi modal psikologis

 


Luthans, et al. (2007a) membentuk konstruk modal psikologis dengan
empat dimensi, yaitu:
a. Efikasi diri
Efikasi diri pada modal psikologis dapat didefinisikan sebagai kepercayaan
diri seseorang mengenai kemampuannya untuk memaksimalkan motivasi,
pengetahuan dan tingkah laku yang dibutuhkan untuk melakukan tugas yang
spesifik secara sukses pada konteks yang dibutuhkan (Stajkovic dan Luthans,, 1998 dalam Sufya, 2015). Efikasi diri merupakan keyakinan terhadap
kemampuan diri dan sumber daya kognitif yang dimiliki, serta tindakan
tindakan yang perlu diambil untuk berhasil menyelesaikan suatu tugas. Orang
yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi cenderung menetapkan target yang
tinggi terhadap diri sendiri, senang menerima tantangan, memiliki motivasi diri
yang kuat, serta membayar dengan usaha yang setimpal agar mencapai tujuan.
Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi tidak menunggu datangnya
tantangan untuk dipenuhi, namun menetapkan tantangan tersendiri dengan
meningkatkan target yang harus dicapai selanjutnya secara terus menerus
(Sufya, 2015).
b. Harapan
Menurut Snyder (1991) dalam Kappagoda, et al. (2014b) harapan adalah
keadaan psikologis positif yang didasarkan pada kesadaran yang saling
mempengaruhi antara lain yaitu, agency (energi untuk mencapai tujuan) dan 
path ways (perencanaan untuk mencapai tujuan). Tingkat harapan pada
manajer dan karyawan ditemukan berkorelasi secara positif dengan performa
kerja, kepuasan kerja, kesenangan dalam bekerja dan komitmen organisasi
(Luthans et al., 2007a).
c. Optimisme
Optimisme merupakan alasan dan atribusi yang digunakan seseorang dalam
menjelaskan suatu kejadian, baik itu kejadian yang positif, negatif, yang terjadi
di masa lampau, masa kini, ataupun di masa yang akan datang (Luthans et al.,
2007b). Individu yang optimis percaya bahwa mereka memiliki peranan dalam
mewujudkan pengalaman yang menyenangkan. d. Resiliensi
Resiliensi adalah suatu fenomena yang terkarakteristik melalui suatu pola
adaptasi yang positif terhadap kesulitan dan risiko yang signifikan (Masten dan
Reed, 2002 dalam Sufya, 2015). Resiliensi merupakan kapasitas yang dimiliki
seseorang untuk dapat bertahan dan bangkit kembali baik ketika menghadapi
pengalaman yang positif maupun negatif. Resiliensi berperan dalam membantu
individu untuk mampu bertahan tidak hanya ketika mengalami kesulitan,
namun juga mendorong individu untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya
hingga keluar dari titik kesetimbangan di saat menghadapi tantangan atau
pengalaman yang positif. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi resiliensi
dan saling berinteraksi, yaitu aset, faktor risiko dan nilai-nilai (Luthans et al., 2007b)

Pengertian modal psikologis

 


Menurut Luthans, et al. (2007a) yang dimaksud dengan odal psikologis
adalah suatu kondisi psikologis tertentu yang bersifat positif pada suatu
individu yang dicirikan dengan empat karakteristik, yaitu: pertama, memiliki
kepercayaan diri dalam melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai sukses
dalam tugas–tugas yang menantang. Kedua, memiliki atribusi yang positif
akan kesuksesan sekarang dan di masa depan. Ketiga, berusaha keras untuk
mencapai tujuan, dan jika dibutuhkan individu tersebut akan mengarahkan
pergerakannya kearah tujuan dan harapan tersebut agar dapat mencapai
kesuksesan. Keempat, individu tersebut akan mampu bertahan dan berusaha
lebih baik lagi agar dapat mencapai kesuksesan ketika dirinya mendapatkan
masalah. Osiwegh (1980) dalam Kappagoda, et al. (2014a) menyatakan bahwa modal
psikologis adalah suatu pendekatan yang dicirikan dengan dimensi-dimensi
yang bisa mengoptimalkan potensi yang dimiliki individu sehingga dapat
meningkatkan prestasi kerja. Modal psikologis merupakan sebuah pendekatan
baru yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan kompetitif
organisasi, dengan empat karakteristik yang terdapat dalam modal psikologis
mampu memprediksikan performa dan kepuasan kerja dengan lebih baik 
dibandingkan dengan masing-masing karakteristik yang berdiri sendiri
(Luthans et al., 2007a).

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan

 


Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pengobatan menurut Niven
(2004) antara lain sebagai berikut:
1. pemahaman tentang instruksi
Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang
instruksi yang diberikan padanya. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh
kegagalan petugas kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap,
penggunaan istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang hrus diingat
oleh pasien. 
2. kualitas interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian
yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.
3. isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang berpengaruh dalam menentukan keyakinan
dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan tentang program pengobatan
yang mereka terima.
4. keyakinan, sikap dan kepribadian
Bukti hasil penelitian bahwa hubungan antara profesional kesehatan dan
pasien, keluarga dan teman, keyakinan tentang kesehatan dan kepribadian
seseorang berperan dalam menentukan respon pasien terhadap anjuran pengobatan
(Niven,2004)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Berobat

 


1. Komunikasi
Komunikasi antara pasien dan dokter dapat mempengaruhi ketidaktaatan,
misal informasi dengan pengawasan yang kurang,ketidakpuasan dengan
obat yang diberikan.
2. Pengetahuan
Ketepatan dalam memberikan informasi dengan jelas dan ekspilit terutama
dalam pemberian antibiotik. Karena seringkali pasien menghentikan obat
setelah merasa gejala yang dirasakan hilang bukan saat obat itu habis.
3. Fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dalam memberikan
penyuluhan pada penderita dan diharapkan penderita menerima penjelasan
dari tenaga kesehatan.(Partasasmita, 2008)
4. Sikap atau motivasi individu ingin sembuh
Motivasi atau sikap paling kuat adalah didalam diri individu sendiri.
Motivasi untuk tetap mempertahankan kesehatannya sangat berpengaruh 
terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penderita dalam
mengontrol penyakitnya.
5. Keyakinan
Keyakinan merupakan dimensi spiritual. Penderita yang teguh terhadap
keyakinannya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak akan mudah putus
asa serta dapat menerima keadaannya, demikian juga perilakunya akan lebih
baik
6. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap kesembuhan
penyakit. Penderita akan sangat sangat senang jika mendapat perhatian dan
dukungan dari keluarga, karena dengak dukungan tersebut akan
menimbulkan rasa percaya diri untuk menghadapi penyakit yang diderita,
serta akan mendengarkan saran yang diberikan oleh keluarga untuk
menunjang pengelolaan penyakitnya.

Pengaruh pengobatan jangka panjang pada pasien

 


1. Merupakan tekanan psikologis bagi penderita tanpa keluhan atau gejala
penyakit saat dinyatakan sakit dan harus menjalani pengobatan sekian lama.
2. Bagi penderita setelah menjalani pengobatan selama 1-2 bulan atau lebih
lama keluhan akan berkurang atau hilang dan penderita akan merasa
sembuh dan malas untuk meneruskan pengobatan kembali. 
3. Motivasi datang ketempat pengobatan menurun dengan lamanya pengobatan
4. Pengobatan merupakan beban penderita dilihat dari segi biaya yang harus
dikeluarkan.
5. Efek samping dari obat meskipun ringan akan memberikan rasa tidak enak
kepada penderita.
6. Sukar untuk menyadarkan penderita agar terus minum obat selama waktu
yang ditentukan

domain perilaku

 


1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasi tau, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.. pengetahuan dan kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(over behavior) ( Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan yang tercakup dalam kognitif
mempunyai enam tingkatan (Notoatmodjo, 2003)
a. Tahu
Tahu dapat diartikan ebagai mengingat esuatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adlah
mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendifinisikan, menyatakan dan sebaginya.
b. Memahami
Memahami adalah suatu kemampuan utnuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpreasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap suatu obyek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh dan
menyimpulkan obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi
Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada suatu kondisi yang sebenarnya. Aplikasi 
dapat diartikan sebagai alikasi penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis
Sintesis adalah kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian
kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis
adalah suatu kemampuan untuk memformulasi yang telah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi penilaia
terhadap materi atau objek. Penilaian tersebut berdasrkan suatu kriteria
yang ditentukn sendiri atau ketentuan yang telah ada.
2. Sikap
Menurut Notoadmojdo (2003), sikap memiliki 4 tingkatan yang terendah
sampai tertinggi, yaitu :
1. menerima
Pada tingkatan ini individu memperhatikan rangsangan (stimulus) yang
diberikan
2. merespon
pada tingkatan ini individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 
3. Menghargai
Pada tingkatan ini individu mengajak orang lain untuk mengerjakan
objek sikap yang dipelajari atau dihayati
4. bertanggung jawab
pada tingkatan ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap
menanggung segala resiko atas sesuatu yang telah dipilihnya.
3. Praktik atau tindakan
Suatu sikap belum otomatisnterwujud dalam suatu tindakan (Over
Behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
fasilitas pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas.
Praktek mempunyai beberapa tingkatan:
1. Persepsi
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama
2. Respon terpimpin
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua
3. Mekanisme
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga.
4. Adopsi 
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung
yakni dengan wawancara terhadap kegiatan yang dilakukan beberapa
jam, beberapa hari, atau bulan lalu (recall). Pengukuran dapat dilakukan
secara langsung, yakni dengan observasi tindakan atau kegiatan
responden (Notoadmodjo, 2003)

Perilaku kesehatan

 


Berdasarkan batasan perilaku diatas, maka perilaku kesehatan adalah
tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan , makanan dan lingkungan.
Menurut Notoatmodjo (1997) rangsangan yang berkaitan dengan perilaku
kesehatan terdiri dari empat unsur ,yaitu:
1. Perilaku terhadap sakit dan penyakit, merupakan cara bagaimana seseorang
menanggapi rasa sakit dan penyakit. Perilaku seseorang terhadap sakit dan
penyakit sesuai dengan tingkat pencegahan penyakit, yaitu:
a. perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
b. perilaku pencegahan penyakit
c. perilaku pencarian pengobatan
d. perilaku pemulihan kesehatan
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, perilaku ini adalah respon
individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional
3. Perilaku terhadap makanan, perilaku ini merupakan respon individu
terhadap makanan. Meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik
terhadap makanan (gizi dan vitamin).
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan merupakan respon individu
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.

Pengertian Perilaku

 


Perilaku adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, dan sebagainya. Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik
yang diamati langsung , maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
(Notoatmodjo,2003)
Teori skinner yang dikutip Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus, yang sering
di gunakan dengan S-O-R atau stimulus-organisme-respon. Dilihat dari bentuk
respon terhadap stimulus, maka perilaku dapa dibedakan menjadi 2,yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behavior) merupakan respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup sehingga tidak dapat
dinikmati oleh lain. Respon ini terbatas pada perhatian, presepsi,
pengetahuan atau kesadaran, dan sikap. 
2. Perilaku terbuka (overt behavior) merupakan respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon ini berupa
tindakan nyata atau praktek yang mudah diamati olehorang lain

Bentuk Modal sosial

 


Krishna dan Shrader (2000) menggambarkan modal sosial kognitif sebagai
sisi kurang nyata dari modal sosial, norma-norma kepercayaan,solidaritas dan
timbal balik. Modal sosial struktural, disisi lain mengacu pada komposisi, lingkup,
dan kegiatan lembaga tingkat lokal dan jaringan. Singkatnya, modal sosial
struktural mengacu pada apa yang dilakukan orang, sedangakan modal sosial
kognitif mengacu pada apa yang orang rasakan berkaitan dengan hubungan sosial
( Harpham et, al., 2000).
Pierre bourdieu dan Robeth Putnam adalah dua penulis yang dianggap
mempunyai pengaruh atau kontribusi teoritis modal sosial, Bourdieu menjadi
pendukung pendekatan individu dan Putnam memiliki pendekatan yang lebih
kolektif untuk modal sosial.
1. Modal sosial individu
Modal sosial individu (yaitu keterlibatan dalam jaringan sosial) dapat
mempengaruhi kesehatan dan perilaku kesehatan dengan cara positif
melalui dukungan sosial, pengaruh sosial, partisipasi sosial dan akses
kesumber daya material. Perbaikan dan pemeliharaan kesehatan tidak hanya
bergantung pada perilaku orang lain yang signifikan dan kemampuan untuk
komunikasi berbuah dalam jaringan sosial. Ide-ide ini berhubungan dengan
bidang intervensi jaringan sosial dalam promosi kesehatan. 
2. Modal sosial kolektif
Dalam pendekatan kohesi sosial, modal sosial dipandang sebagai fitur
karakteristik kolektif seluruh masyarakat. Hubungan potensial antara modal
sosial kolektif dan kesehatan masih sangat diperdebatkan. Salah satu jalur
yang mungkin adalah bahwa modal sosial memiliki peran mediasi antara
ketimpangan pendapatan dan kesehatan

Kategori modal sosial

 


Mengacu pada Uphoff (2000) , modal sosial dirinci menjadi dua kategori
yaitu bentuk struktural dan kognitif. Peranan dan aturan mendukung empat fungsi
dasar dan kegiatan yang diperlukan untuk tindakan kolektif, yaitu pembuatan
keputusan, mobilisasi dan pengolahan sumber daya, komunikasi dan koordinasi
dan resolusi konflik. Hubungan – hubungan tersebut membangun pertukaran dan
kerjasama yang melibatkan barang material maupun non material. Hubungan –
hubungan tersebut membentuk jejaring (network). Peranan aturan dan jejaring
memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan.
Norma, nilai, sikap, dan kepercayaan memunculkan dan menguatkan saling
ketergantungan positif dari fungsi manfaat dan mendukung. Ada dua orientasi
yaitu orientasi kearah pihak atau orang lain dan orientasi mewujudkan tindakan.
Pertama, norma, nilai, sikap dan kepercayaan yang diorientasikan kepada pihak
lain, bagaimana seseorang harus berpikir dan bertindak kearah orang lain. Kedua,
norma, nilai, sikap dan kepercayaan yang di orientasikan untuk mewujudkan
tindakan (action), bagaimana seseorang harus berkemauan untuk bertindak

Unsur-unsur pembentukan modal sosial

 


Adapun unsur-unsur yang pembentuk modal sosial adalah:
1. Partisipasi dalam jaringan sosial misalnya saling percaya (trust) dalam
hubungan sosial agar senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan saling
mendukung.
2. Saling tukar kebaikan (Resiprocity) Resiproitas yang kuat akan bernilai
positif untuk lingkungan sosial setempat, akan tetapi belum tentu
menghasilkan nilai positif bagi kelompok masyarakat yang lain. Sebaliknya
pada tipologi masyarakat yang memiliki relatif terbuka resiprositas yang
kuat akan memberikan dampak positif yang lebih luas, baik untuk
lingkungan sosial setempat dan juga untuk kelompok masyarakat yang lain.
3. Norma sosial adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan
diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas kelompok
tertentu(Hasbullah,2006). Aturan aturan tersebut biasanya tidak tertulis,
akan tetapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat dan menentukan pola
tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Normanorma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk
perilaku yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat 
4. Nilai-nilai sosial
Nilai senantiasa berperan penting dalam kehidupan manusia. Nilai sosial
adalah suatu ide yang telah turun-temurun dianggap benar dan penting oleh
anggota kelompok masyarakat (Hasbullah, 2006).

Definisi Modal Sosial

 


Menurut Bourdieu (Winter,2000), modal sosial merupakan wujud nyata
(sumber daya) dari suatu institusi kelompok. Modal sosial merupakan jaringan
kerja yang bersifat dinamis dan bukan alamiah. Sadar ataupun tidak sadar modal
sosial dapat menghasilkan hubungan sosial secara langsung maupun tidak
langsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Bourdieu,1986:251).
Hubungan ini dapat dilakukan dalam hubungan tetangga, teman kerja,(tempat
kerja), maupun hubungan antar famili.
Modal sosial adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi
untuk mendapatkan sumber daya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang
disebut sumber daya (resouces) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk
dikonsumsi, disimpan, dan diinvestasikan. Sumber daya yang digunakan untuk
investasi disebut modal. Dimensi modal mencakup luas dan kompleks. Modal
sosial lebih menekankan pada potensi kelompok dan antar kelompok dengan
ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan antar sesama
yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok (Mawardi.
M,2007).
Norma, nilai, sikap, dan kepercayaan memunculkan dan saling
ketergantungan positif dari fungsi manfaat dan mendukung MBCA(mutually 
benificial collective action). Dengan demikian konsep modal sosial memberikan
penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki
kualitas kehidupan yang senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara
terus menerus. 

Aspek-aspek Modal Psikologis

 


Luthans, dkk (2007) menuliskan bahwa modal psikologis memiliki
karakteristik pada diri individu seperti self efficacy, hope, optimism , dan
resiliency.
a. Self-efficacy
Self-efficacy (efikasi diri) atau memiliki rasa yakin untuk dapat mengambil
setiap kesempatan sebagai bentuk usaha-usaha untuk mencapai kesuksesan
didalam tugas yang menantang. Ketika seorang individu memilki sifat
seperti ini akan membuat individu menjadi percaya diri, contohnya ketika
karywan merasa percaya diri terlibat dalam diskusi mengenai strategi
organisasi sehingga membuat individu tampak berkontribusi dalam
lingkungan kerja.
b. Hope
Hope (harapan) yaitu memiliki ketekunan dalam mencapai tujuan, mampu
melihat kesempatan atau peluang yang dapat dicapai, dan memunculkan
harapan untuk mencapai keberhasilan. Contohnya, individu memandang ada
banyak jalan keluar disetiap masalah yang ada. Sehingga individu dapat
mengatasi permasalahan yang dihadapi.
c. Resiliency
Resiliency (resiliensi) yaitu kemampuan individu dalam mengatasi
tantangan hidup dan mempertahankannya. Dimana ketika individu 
mengalami masalah dan berbagai persoalan maka individu mampu
mengatasinya, dan memecahkan permasalahan tersebut untuk melakukan
perubahan dan pencapaian kesuksesan. Contohnya, ketika individu mampu
mengatasi saat masa –masa sulit dalam pekerjaanena telah mengalami
kesulitan serupa sebelumnya. Sehingga individu mampu menangani
masalah dengan tenang.
d. Optimism
Optimism (optimisme) yaitu mampu menciptakan atribut positif dalam diri
sesorang tentang kesuksesan didalam tugas yang menantang. Contohnya,
ketika individu beranggapan jika terjadi hal-hal yang tidak pasti dalam
pekerjaan maka individu mengharapkan hal tersebut adalah yang terbaik
untuk dirinya.

Pengertian Modal Psikologis

 


Modal psikologis merupakan pendekatan psikologi positif dalam bidang
ilmu psikologi. Luthan dan Youssef (2007) mendefinisikan modal psikologis
sebagai model konseptual dari pendekatan positif di tempat kerja yang dikenal
dengan konsep teori positive organizational behavior (POB). Adiwibawa dan
Kusumawardhani (2014) mendefinisikan modal psikologis merupakan keadaan
psikologis yang positif yang dicirikan dengan adanya keyakinan diri bahwa
individu dapat mencapai tujuannya melalui kemampuan kognitif yang ada pada 
diri individu untuk melakukan aksi yang tepat, belajar dari orang lain, belajar
dari pengalaman dan menetapkan tujuan. Zhao dan Hou (2009) mendefinisikan
modal psikologis sebagai keadaan positif individu yang dicirikan oleh adanya
self efficacy, optimism, hope, dan resiliency.
Luthans, Avoilo, Avey, dan Norman (2007) mendefinisikan modal
psikologis sebagai berikut :
“PsyCap is an individual’s positive psychological state of
development and is characterized by: (1) having confidence (self-efficacy)
to take on and put in the necessary effort to succeed at challenging
tasks; (2) making a positive attribution (optimism) about succeeding now and
in the future; (3) persevering toward goals and, when necessary,
redirecting paths to goals (hope) in order to succeed; and (4) when
beset by problems and adversity, sustaining and bouncing back and even
beyond (resiliency) to attain success”

Aspek-aspek Kepemimpinan Autentik

 


Terdapat 4 aspek yang mendasari kepemimpinan autentik menurut
Walumbwa, dkk (2008) yaitu kesadaran diri (self awareness), relasi yang
transparan (relationnal transparancy), pemrosesan yang seimbang (balanced
processing), dan internalisasi perspektif moral (internalized moral
perspective).
a. Kesadaran diri (self awareness)
Kesadaran diri merupakan pemahaman seorang pemimpin dalam
menemukan dan membuat makna dunia, dan bagaimana proses membuat
makna tersebut sehingga memberikan dampak pada sudut pandangnya dari
waktu ke waktu. Hal ini juga menunjukkan pemahaman tentang kekuatan
dan kelemahan sesorang dan sifat yang beragam, dan menyadari dampak
seseorang terhadap orang lain.
b. Relasi yang transparan (relationnal transparancy)
Relasi yang transparan adalah perilaku pemimpin yang menampilkan
dirinya secara autentik dalam berinteraksi dengan orang lain, bukan
pencitraan diri maupun pendistorsian diri. 
c. Pemrosesan yang seimbang (balanced processing)
Pemrosesan yang seimbang menunjukkan kemampuan pemimpin
untuk menganalisis semua informasi dengan data yang relevan secara
objektif sebelum mengambil keputusan. Pemimpin juga meminta dan
bersedia menerima masukan dan kritikan yang memberi tantangan
terhadap posisi yang diemban.
d. Internalisasi perspektif moral (internalized moral perspective)
Internalisasi perspektif moral mengacu pada internalisasi dan integrasi
regulasi diri secara menyeluruh. Pengambilan keputusan pemimpin
dipandu oleh standar nilai moral yang telah diinternalisasi, dibandingkan
dengan nilai kelompok, organisasi, dan sosial. Pengambilan keputusan dan
perilaku pemimpin konsisten dengan nilai-nilai moral yang telah
diinternalisasi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres

 


Terdapat faktor penyebab munculnya stres, menurut Lazarus dan Cohen
(Finterbusch, 2012) antara lain sebagai berikut :
a. Cataclysmic phenomena (Fenomena yang luar biasa)
Peristiwa yang tiba-tiba, unik dan penting yang secara umum
mempengaruhi sekelompok besar orang. Seperti badai atau bencana yang
memaksa suatu komunitas untuk berelokasi.
b. Powerful events (Peristiwa yang kuat)
Peristiwa yang besar dalam kehidupan indivdu atau keluarga yang
membutuhkan penyesuaian yang signifikan. Seperti kematian orang yang
dicintai, pernikahan, kehilangan pekerjaan, pindah rumah, dan lain-lain.
c. Daily hassles (Kesulitan sehari-hari)
Kebalikan dari peristiwa yang unik dan luar biasa. Daily hassles adalah
masalah yang berulang dalam kehidupan sehari-hari. Seperti masalah
dalam pernikahan, ketidakpuasan kerja, lalu lintas yang padat, dan lainlain.
Faktor lain dari stres yang dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2013)
yaitu faktor lingkungan, organisasi, dan personal sebagai berikut :
a. Faktor Lingkungan
Ketidakpastian lingkungan dapat memengaruhi desain organisasi,
faktor lingkungan juga memengaruhi tingkat stress diantara karyawan di
dalam organisasi. Ada 3 tipe utama ketidakpastian lingkungan: ekonomi,
politik, dan tekonologi. Ketidakpastian ekonomi terjadi karena perubahan
siklus bisnis, ketika keadaan ekonomi memburuk individu merasa khawatir
akan pekerjaan mereka. Ketidakpastian politik merupakan ancaman akan
keadaan politik dan perubahan politik yang terjadi. Ketidakpastian
teknologi terjadi karena adanya inovasi yang dapat membuat skill karyawan
dan pengalaman karyawan meningkat dengan cepat. Ketidakpstian tersebut
dapat membuat individu menjadi stres karena, setiap individu merasa
khawatir dan cemas sehingga dapat menimbulkan stres.
b. Faktor Organisasi
Dalam organisasi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi stres
kerja yaitu tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur
organisasi, dan kepemimpinan organisasi. Tuntutan tugas berhubungan
dengan pekerjaan seseorang termasuk di dalamnya adalah desain dari
pekerjaan, dan dampak dari tugas pada kemampuan kelompok untuk
menyelesaikannya. Tuntutan peran, berhubungan dengan tekanan yang
ditempatkan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran yang dia mainkan
dalam organisasi. Konflik peran membuat ekspektasi yang mungkin susah
untuk dicapai. Beban peran terjadi ketika karyawan diharapkan untuk
melakukan sesuatu lebih dari waktu yang diizinkan. Ambiguitas peran
berarti ekspektasi peran tidak dapat dimengerti dengan jelas dan karyawan
tidak yakin akan apa yang harus dilakukan. Tuntutan antar pribadi adalah
tekanan yang dilakukan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial
dari kolega dan buruknya hubungan interpersonal dapat menyebabkan
stres, khususnya kepada karyawan dengan kebutuhan sosial tinggi.
Kepemimpinan organisasi yang tidak bisa memotivasi dapat menimbulkan
stres pada karyawan.
c. Faktor Personal
Faktor personal dalam kehidupan pribadi karyawan yaitu keluarga,
ekonomi, dan kepribadian. Keluarga seperti, hubungan pernikahan,
pemutusan hubungan dengan teman dekat dan masalah kedisiplinan dengan
anak membuat seorang karyawan stres. Ekonomi personal, beberapa
individu tidak dapat mengatur keuangan mereka dengan baik dan terkadang
melakukan pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Masalah sumber
daya finansial yang terlalu berat membuat stres dan menyedot perhatian dari
pekerjaan. Faktor kepribadian yang dimilki individu, bagaimana seseorang
tersebut bisa atau tidak menerima segala perubahan dari tuntutan pekerjaan
dapat mengakibatkan stres

Aspek-aspek Stres

 


Cohen, Kamarck dan Mermelstein (1983) membagi dimensi stres
menjadi tiga yaitu :
a. Perasaan yang tidak terprediksi (feeling of unpredictability)
Individu yang tidak mampu memprediksi peristiwa yang terjadi
dalam kehidupannya secara tiba-tiba, oleh sebab itu individu tersebut akan
menjadi tidak berdaya dan merasa putus asa. Contohnya, karyawan merasa
kesal karena sesuatu hal yang terjadi secara tidak terduga sehingga
karyawan tidak dapat mengontrol sesuatu kejadian tersebut.
b. Perasaan yang tidak terkontrol (feeling of uncontrollability)
Perasaan yang tidak terkontrol terjadi ketika individu tidak mampu
mengendalikan diri atas berbagai tuntutan eksternal termasuk lingkungan
sehingga memberikan efek pada perilaku individu yang dijadikan sebagai
pengalaman individu. Contohnya, seorang karyawan yang mengalami
banyak kesulitan yang tidak dapat diatasi oleh dirinya sendiri, sehingga
membutuhkan bantuan oranglain untuk mengatasi masalah tersebut.
c. Perasaan tertekan (feeling of distress)
Individu dengan perasaan tertekan lebih mungkin untuk mengalami
stres dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami perasaan
tertekan. Perasaan tertekan ditandai dengan berbagai gejala termasuk
perasaan benci, harga diri rendah, perasaan sedih, cemas, dan lain
sebagainya. Contohnya, karyawan merasa gugup dan tertekan saat sedang
mengerjakan tugas kantor baik dilingkungan kantor maupun diluar kantor
dapat berdampak pada kinerja karyawan

Pengertian Stres

 


Stres dapat dilihat sebagai stimulus, respon, dan sebagai interaksi antara
individu dengan lingkungan. Stres diartikan sebagai tekanan atau gangguan
atau kekacauan mental dan emosional. Sarafino (1994) mendefinisikan stres
sebagai kondisi yang muncul ketika individu berhubungan dengan lingkungan,
individu merasa tidak sesuai dengan tuntutan-tuntutan situasional dengan daya
psikologis, biologis, dan sosial yang dimiliki.
Slamet dan Markam (2003) mendefinisikan stres sebagai suatu keadaan
di mana beban yang di rasakan oleh individu tidak sepadan dengan
kemampuannya untuk mengatasi beban tersebut. Ketika individu menghadapi
stres maka akan memberikan reaksi stres eustress yang berarti respon terhadap
persitiwa-peristiwa yang bersifat positif atau distress yang berarti respon
terhadap peristiwa-peristiwa negatif yang dapat berupa dalam bentik fisiologis
maupun respon perilaku. Stres juga dapat dialami siapa saja, tidak
mempungkiri stres pada karyawan saat bekerja.
Cohen, Kamarack dan Mermelstein (1983) mendefinisikan persepsi stres
ialah dimana seorang individu menemukan kehidupannya yang tidak terduga,
beban yang berlebihan dan tidak dapat dikontrol mencakup intrapersonal,
interpersonal atau situasi ekstrapersonal dalam kehidupan seseorang yang
dipersepsikan sebagai stres. Sesuai dengan pernyataan persepsi stres diatas
stres tidak mungkin hadir begitu saja tanpa ada sumbernya. Tingkat persepsi
stres dipengaruhi oleh keadaan sehari-hari, peristiwa besar, dan perubahan
sumber daya coping yang cukup bervariasi dalam waktu yang singkat (Cohen,
Kamarack & Mermelstein, 1983).
Berdasarkan beberapa dari definisi-definisi yang telah dikemukakan
dapat disimpulkan stres merupakan suatu kondisi dimana ketika beban yang
dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan dalam mengatasi beban
tersebut

Pengertian Stres

 


Stres dapat dilihat sebagai stimulus, respon, dan sebagai interaksi antara
individu dengan lingkungan. Stres diartikan sebagai tekanan atau gangguan
atau kekacauan mental dan emosional. Sarafino (1994) mendefinisikan stres
sebagai kondisi yang muncul ketika individu berhubungan dengan lingkungan,
individu merasa tidak sesuai dengan tuntutan-tuntutan situasional dengan daya
psikologis, biologis, dan sosial yang dimiliki.
Slamet dan Markam (2003) mendefinisikan stres sebagai suatu keadaan
di mana beban yang di rasakan oleh individu tidak sepadan dengan
kemampuannya untuk mengatasi beban tersebut. Ketika individu menghadapi
stres maka akan memberikan reaksi stres eustress yang berarti respon terhadap
persitiwa-peristiwa yang bersifat positif atau distress yang berarti respon
terhadap peristiwa-peristiwa negatif yang dapat berupa dalam bentik fisiologis
maupun respon perilaku. Stres juga dapat dialami siapa saja, tidak
mempungkiri stres pada karyawan saat bekerja.
Cohen, Kamarack dan Mermelstein (1983) mendefinisikan persepsi stres
ialah dimana seorang individu menemukan kehidupannya yang tidak terduga,
beban yang berlebihan dan tidak dapat dikontrol mencakup intrapersonal,
 interpersonal atau situasi ekstrapersonal dalam kehidupan seseorang yang
dipersepsikan sebagai stres. Sesuai dengan pernyataan persepsi stres diatas
stres tidak mungkin hadir begitu saja tanpa ada sumbernya. Tingkat persepsi
stres dipengaruhi oleh keadaan sehari-hari, peristiwa besar, dan perubahan
sumber daya coping yang cukup bervariasi dalam waktu yang singkat (Cohen,
Kamarack & Mermelstein, 1983).
Berdasarkan beberapa dari definisi-definisi yang telah dikemukakan
dapat disimpulkan stres merupakan suatu kondisi dimana ketika beban yang
dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan dalam mengatasi beban
tersebut

Aspek-aspek Kelekatan Ayah

 


Terdapat tiga aspek dari teori kelekatan ayah Armsden dan
Greenberg (1987) antara lain:
a. Kepercayaan
Kepercayaan adalah keyakinan dan perasaan aman pada diri
seseorang bahwa orang lain akan selalu ada untuknya untuk dapat
membantu atau memenuhi kebutuhan individu tersebut. Kepercayaan
yang dibangun oleh seseorang merupakan hasil dari hubungan yang
terjalin dengan kuat. Rasa percaya antar individu dapat membuat
individu satu dengan lainnya akan merasa bahwa satu sama lain dapat
saling bergantung.
Pengalaman-pengalaman yang dialami oleh seseorang
merupakan proses pembelajaran pada salah satu figur attachment
setelah terbentuknya rasa aman. Seseorang percaya bahwa figur
attachment merupakan role model yang tepat. Pada masa
perkembangan, setiap individu butuh untuk saling membangun
kepercayaan dengan orang tua untuk mendapatkan rasa aman. Oleh
karena itu, rasa percaya merupakan salah satu kompenen yang penting
antara ayah dan anak (Ainsworth, Bell, & Stayton, 1974).
b. Komunikasi
Komunikasi adalah proses seseorang dalam memberikan pesan
secara verbal maupun non verbal yang terdiri dari seseorang yang
memberi pesan dan seseorang yang menerima pesan. Seseorang yang
memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan menciptakan ikatan
emosional antara orang tua dan anak sehingga komunikasi merupakan
salah satu aspek yang sangat penting saat membangun sebuah
kelekatan.
Seseorang yang memiliki komunikasi yang baik dengan orang
tua akan memiliki perasaan dekat dengan orang tua yang sehingga
terbentuk suatu kelekatan. Komunikasi dalam sebuah kelekatan antara
anak dengan figur attachment dapat berupa perhatian dan kasih sayang
yang diberikan antara ayah dan anak (Barrocas, 2008).
c. Keterasingan
Keterasingan dapat diartikan sebagai suatu perasaan yang
diakibatkan dari penghindaran dan kemampuan melepaskan diri antara
seseorang dengan figur attachment. Seseorang yang merasa figur
attachment tidak ada bersamanya akan mempengaruhi pada kelekatan
yang dimiliki.
Keterasingan merupakan perasaan diasingkan atau putus asa
yang diakibatkan oleh figur attachment yang tidak responsif dan tidak
konsisten dalam menjaga sebuah hubungan kelekatan. Perasaan
diasingkan tersebut dapat dikarenakan adanya penolakan atau
diabaikan orang tua

Definisi Kelekatan Ayah

 


Attachment atau kelekatan adalah suatu relasi atau hubungan antar
figur sosial tertentu dengan suatu fenomena yang dianggap mencerminkan
karakteristik relasi yang unik (Santrock, 2002). Seorang anak pada
dasarnya dapat membentuk sebuah attachment atau kelekatan dengan
orang lain, terumata sosok orang tua (Bowlby, 1988). Konsep kelekatan
digambarkan dari beberapa ilmu seperti etologi, pengolahan informasi,
psikologi perkembangan, dan psikoanalisis (Bretherton, 1992).
Armsdern dan Greenberg (1987) mengatakan bahwa seseorang
yang memiliki kelekatan aman adalah seseorang yang memiliki
kemampuan penyesuaian diri yang baik. Seseorang yang memiliki orang
tua atau orang terdekat yang mudah risau cenderung lebih rentan
berperilaku negatif ketika mengalami perubahan atau peristiwa buruk
dalam kehidupan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
kelekatan yang terjalin selama masa kanak-kanak hingga remaja akan
sangat berpengaruh pada perilaku dan respon situasi selama rentang
kehidupan.
Hazan dan Shaver (1987) individu yang bersahabat dan memiliki
rasa percaya diri yang baik adalah ciri dari orang yang memiliki gaya
kelekatan aman. Berbeda dengan individu yang skeptis, mudah curiga,
mudah berubah pendirian, dan sukar terbuka adalah ciri individu yang
memiliki gaya kelekatan menghindar. Hill dan Stafford (1980) orang tua
mulai memberi sedikit waktunya mulai dari anak memasuki masa
pertengahan hingga akhir. Waktu yang dihabiskan orang tua untuk
membuat kelekatan dengan cara mengasuh, mengajarkan cara berbicara,
dan bermain dengan anak usia 5 hingga 12 tahun, kurang dari setengah
dari waktu yang dihabiskan.
Kelekatan pada ayah adalah suatu bentuk ikatan afeksional yang
intensif serta bertahan lama dan terbentuk antara ayah dan anak
berdasarkan konstruk kepercayaan, komunikasi, dan keterasingan
(Armsden & Greenberg, 1987). Ayah yang hangat, mengasuh, dan terlibat
dengan anak-anak dapat mengidentifikasi dan menjadikan dirinya sebagai
model mereka, sedangkan ayah yang tidak terlibat, kemungkinan besar
akan menghasilkan identifikasi diri yang lemah dan probabilitas rendah
untuk menjadikan dirinya sebagai model mereka sehingga tidak terbentuk
kelekatan antara anak dan ayah (Belsky, 1984).
Berdasarkan beberapa pengertian kelekatan ayah di atas, dapat
disimpulkan bahwa kelekatan pada ayah adalah suatu ikatan antara ayah
dan anak yang terbentuk dari anak usia dini yang melibatkan berbagai
bentuk pengasuhan ayah sehingga akan mempengaruhi perkembangan
anak selama hidupnya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

 


Berdasarkan beberapa penelitian di bawah ini, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis, yaitu:
a. Usia
Usia dapat mempengaruhi dimensi-dimensi kesejahteraan
psikologis, antara lain adalah otonomi, penguasan lingkungan,
tujuan hidup, dan perkembangan individu yang akan meningkat
seiring dengan bertambahnya usia (Ryff, 1989). Selain itu, dimensi
penerimaan diri dan perkembangan individu tidak ditunjukkan
karena adanya perbedaan usia (Keyes & Waterman, 2003).
b. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin merupakan salah satu yang
mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Wanita
cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih baik
daripada laki-laki. Hal ini berhubungan dengan pola pikir yang
mempengaruhi strategi coping dan aktivitas sosial seseorang,
wanita cenderung memiliki kemampuan interpersonal yang lebih
baik daripada laki-laki (Lopez & Snyder, 2003).
c. Dukungan Sosial
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan
kesejahteraan psikologis, dukungan sosial di sini yaitu dukungan
informatif dengan dukungan emosional yang baik. Hal tersebut
dirasa dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis pada individu
(Desiningrum, 2014). Dukungan sosial dari keluarga terlebih orang
tua juga dapat meningkatkan psychological well being seseorang
(Ryff & Keyes, 1995).

Dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis

 


Terdapat enam dimensi sebagai pendekatan multidimensi dari
teori kesejahteraan psikologis (Ryff & Keyes, 1995), antara lain:
a. Otonomi
Otonomi atau pengaturan terhadap diri sendiri merupakan
penentuan nasib sendiri, kemandirian, dan pengaturan perilaku dari
dalam diri. Seseorang yang fully functioning dapat dilihat dari tidak
pedulinya atas keputusan orang lain tetapi lebih memilih untuk
mengevaluasi diri sendiri berdasarkan standar dirinya. Seseorang
juga lebih merasa bebas dari norma-norma yang mengatur
kehidupan sehari-hari (Ryff, 1989). Seseorang dikatakan sebagai
individu yang memiliki otonomi yang baik ketika dapat mengambil
keputusan seorang diri dengan tidak tergantung pendapat orang
lain akan keputusan apa yang akan diambil (Ryff & Keyes, 1995).
b. Penerimaan Diri
Dimensi ini merupakan mencakup penerimaan diri individu
pada masa kini dan masa lalu. Didefinisikan sebagai ciri utama
kesehatan mental seseorang apabila memiliki karakteristik seperti
self-actualization, optimal functioning, dan kematangan. Hal
tersebut menandakan sifat positif seseorang terhadap diri sendiri
sebagai karakteristik utama dari psikologis individu yang positif
(Ryff, 1989). Seseorang dikatakan memiliki penerimaan diri yang
baik ketika memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, menghargai
diri sendiri, dan menerima sisi dirinya yang baik maupun buruk.
Selain itu juga merasakan hal yang positif dari kehidupannya di
masa lalu (Ryff & Keyes, 1995).
c. Hubungan Positif dengan Orang Lain
Dimensi yang memiliki definisi untuk mencintai orang lain
ini dipandang sebagai hal yang penting pada kondisi mental
seseorang yang sehat. Digambarkan dengan perasaan empati dan
kasih sayang pada orang lain sehingga mampu memiliki rasa cinta
dan persahabatan yang lebih kuat (Ryff, 1989). Seseorang yang
memiliki hubungan positif dengan orang lain dapat memiliki
hubungan yang hangat dan saling percaya dengan orang lain.
Seseorang yang memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang
lain dapat menunjukkan empati, afeksi, dan intimacy terhadap
orang lain (Ryff, 1995).
d. Penguasaan Lingkungan
Memiliki pengertian sebagai kemampuan seseorang dalam
memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi
psikisnya. Juga dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk
merubah lingkungan secara kreatif melalui aktivitas fisik atau
mental seseorang (Ryff, 1989). Seseorang dengan penguasaan
lingkungan yang kurang baik akan merasa kesulitan dalam
mengatur kehidupan sehari-hari. Kurang peka terhadap kesempatan
yang ada dan kurang dapat mengontrol lingkungan juga merupakan
akibat dari kurangnya penguasaan terhadap lingkungan (Ryff,
1995).
e. Tujuan Hidup
Tujuan hidup merupakan tujuan dan makna hidup
seseorang dengan memiliki berbagai tujuan yang berarti dalam
kehidupan, seperti menjadi produktif dan kreatif atau mencapai
integrasi emosional yang baik di kemudian hari (Ryff, 1989).
Seseorang yang kurang peduli terhadap tujuan hidupnya sendiri
akan kehilangan makna hidup, tidak memiliki tujuan hidup yang
jelas, serta tidak memperhatikan makna yang terkandung pada
hidupnya di masa lalu (Ryff, 1995).
f. Pertumbuhan Pribadi
Mengembangkan potensi seseorang perlu dilakukan untuk
tumbuh dan berkembang sebagai manusia. Setiap orang
diharapkan untuk terus berkembang daripada memilih berada
pada keadaan yang konstan. Pertumbuhan pribadi yang
berkelanjutan dan realisasi diri sangat mendukung terhadap
meningkatnya kesejahteraan psikologis seseorang (Ryff, 1989).
Seseorang yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik dapat
dilihat dari keterbukaan diri terhadap pengalaman-pengalaman
baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang
dimiliki, dan memiliki pengetahuan yang terus bertambah (Ryff,
1995).
Berdasarkan pengertian aspek-aspek di atas, dapat
disimpulkan bahwa aspek otonomi merupakan pengaturan terhadap
diri sendiri. Penerimaan diri adalah sifat positif seseorang terhadap
diri sendiri. Hubungan positif dengan orang lain sebagai bentuk
empati dan kasih sayang pada orang lain. Penguasaan lingkungan
adalah cara individu dalam memilih atau menciptakan lingkungan
sesuai dengan diri individu. Tujuan hidup adalah seseorang yang
menjadi produktif dan kreatif untuk mencapai tujuan yang berarti.
Aspek terakhir yaitu pertumbuhan pribadi yaitu bahwa seseorang
perlu mengembangkan potensi agar seseorang dapat tumbuh dan
berkembang.

Dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis

 


Terdapat enam dimensi sebagai pendekatan multidimensi dari
teori kesejahteraan psikologis (Ryff & Keyes, 1995), antara lain:
a. Otonomi
Otonomi atau pengaturan terhadap diri sendiri merupakan
penentuan nasib sendiri, kemandirian, dan pengaturan perilaku dari
dalam diri. Seseorang yang fully functioning dapat dilihat dari tidak
pedulinya atas keputusan orang lain tetapi lebih memilih untuk
mengevaluasi diri sendiri berdasarkan standar dirinya. Seseorang
juga lebih merasa bebas dari norma-norma yang mengatur
kehidupan sehari-hari (Ryff, 1989). Seseorang dikatakan sebagai
individu yang memiliki otonomi yang baik ketika dapat mengambil
keputusan seorang diri dengan tidak tergantung pendapat orang
lain akan keputusan apa yang akan diambil (Ryff & Keyes, 1995).
b. Penerimaan Diri
Dimensi ini merupakan mencakup penerimaan diri individu
pada masa kini dan masa lalu. Didefinisikan sebagai ciri utama
kesehatan mental seseorang apabila memiliki karakteristik seperti
self-actualization, optimal functioning, dan kematangan. Hal
tersebut menandakan sifat positif seseorang terhadap diri sendiri
sebagai karakteristik utama dari psikologis individu yang positif
(Ryff, 1989). Seseorang dikatakan memiliki penerimaan diri yang
baik ketika memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, menghargai
diri sendiri, dan menerima sisi dirinya yang baik maupun buruk.
Selain itu juga merasakan hal yang positif dari kehidupannya di
masa lalu (Ryff & Keyes, 1995).
c. Hubungan Positif dengan Orang Lain
Dimensi yang memiliki definisi untuk mencintai orang lain
ini dipandang sebagai hal yang penting pada kondisi mental
seseorang yang sehat. Digambarkan dengan perasaan empati dan
16
kasih sayang pada orang lain sehingga mampu memiliki rasa cinta
dan persahabatan yang lebih kuat (Ryff, 1989). Seseorang yang
memiliki hubungan positif dengan orang lain dapat memiliki
hubungan yang hangat dan saling percaya dengan orang lain.
Seseorang yang memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang
lain dapat menunjukkan empati, afeksi, dan intimacy terhadap
orang lain (Ryff, 1995).
d. Penguasaan Lingkungan
Memiliki pengertian sebagai kemampuan seseorang dalam
memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi
psikisnya. Juga dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk
merubah lingkungan secara kreatif melalui aktivitas fisik atau
mental seseorang (Ryff, 1989). Seseorang dengan penguasaan
lingkungan yang kurang baik akan merasa kesulitan dalam
mengatur kehidupan sehari-hari. Kurang peka terhadap kesempatan
yang ada dan kurang dapat mengontrol lingkungan juga merupakan
akibat dari kurangnya penguasaan terhadap lingkungan (Ryff,
1995).
e. Tujuan Hidup
Tujuan hidup merupakan tujuan dan makna hidup
seseorang dengan memiliki berbagai tujuan yang berarti dalam
kehidupan, seperti menjadi produktif dan kreatif atau mencapai
integrasi emosional yang baik di kemudian hari (Ryff, 1989).
Seseorang yang kurang peduli terhadap tujuan hidupnya sendiri
akan kehilangan makna hidup, tidak memiliki tujuan hidup yang
jelas, serta tidak memperhatikan makna yang terkandung pada
hidupnya di masa lalu (Ryff, 1995).
f. Pertumbuhan Pribadi
Mengembangkan potensi seseorang perlu dilakukan untuk
tumbuh dan berkembang sebagai manusia. Setiap orang
diharapkan untuk terus berkembang daripada memilih berada
pada keadaan yang konstan. Pertumbuhan pribadi yang
berkelanjutan dan realisasi diri sangat mendukung terhadap
meningkatnya kesejahteraan psikologis seseorang (Ryff, 1989).
Seseorang yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik dapat
dilihat dari keterbukaan diri terhadap pengalaman-pengalaman
baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang
dimiliki, dan memiliki pengetahuan yang terus bertambah (Ryff,
1995).
Berdasarkan pengertian aspek-aspek di atas, dapat
disimpulkan bahwa aspek otonomi merupakan pengaturan terhadap
diri sendiri. Penerimaan diri adalah sifat positif seseorang terhadap
diri sendiri. Hubungan positif dengan orang lain sebagai bentuk
empati dan kasih sayang pada orang lain. Penguasaan lingkungan
adalah cara individu dalam memilih atau menciptakan lingkungan
sesuai dengan diri individu. Tujuan hidup adalah seseorang yang
menjadi produktif dan kreatif untuk mencapai tujuan yang berarti.
Aspek terakhir yaitu pertumbuhan pribadi yaitu bahwa seseorang
perlu mengembangkan potensi agar seseorang dapat tumbuh dan
berkembang.

Definisi Kesejahteraan Psikologis

 


Karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis
merujuk pada pandangan Rogers (1965) tentang orang yang berfungsi
penuh (fully-functioning person), pandangan Maslow (1965) tentang
aktualisasi diri (self actualization), pandangan Jung, Baynes, dan
Beebe (2016) tentang individuasi, konsep Allport (1952) tentang
kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson (1980) dalam
menggambarkan individu yang menggapai integrasi dibanding putus
asa (Lopez & Snyder, 2003). Berdasarkan teori psikologi positif dari
dua tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis
merupakan keseluruhan keberfungsian diri yang ada pada diri individu.
Psychological well-being atau kesejahteraan psikologis
merupakan suatu pencapaian penuh dari potensi psikologis dan suatu
kondisi individu yang dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri,
memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan
orang lain, memiliki pribadi mandiri, mampu mengendalikan
lingkungan, dan memiliki pertumbuhan pribadi yang baik (Ryff, 1989;
Ryff & Keyes, 1995). Konsepsi kesejahteraan psikologis merupakan
integrasi dari teori-teori perkembangan manusia, teori psikologi klinis,
dan konsepsi mengenai kesehatan mental (Ryff, 1989). Berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh Ryff, kesejahteraan psikologis
merupakan kondisi individu yang terintegrasi dari teori psikologi
perkembangan dan klinis.
Huppert (2009) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis
merupakan segala persoalan mengenai hidup yang dapat berjalan baik,
sebagai gabungan dari perasaan baik dan bagaimana individu dapat
berfungsi secara efektif. Menurut Bradburn (1969) kebahagiaan
merupakan sebagai hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan
tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Seseorang
merasa memiliki kesejahteraan psikologis yang baik karena ada
beberapa hal yang juga mempengaruhi hubungan positif dengan orang
lain seperti bersosialisasi dengan orang lain. Berdasarkan teori
tersebut, kesejahteraan psikologis merupakan tujuan tertinggi pada
setiap manusia yang membantu manusia dalam kehidupannya sehingga
individu dapat berfungsi efektif.

Dunia Kerja Di Bidang Konstruksi

 


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dunia adalah
a. Bumi dengan segala sesuatu yang terdapat diatasnya,
b. Alam kehidupan,
c. Semua manusia yang ada di muka bumi,
d. Lingkungan atau lapangan kehidupan,
e. Segala yang bersifat kebendaan, dan
f. Peringkat antar bangsa.
Berdasarkan penjelasan kerja di atas, kerja adalah kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk menyelesaikan atau mengerjakan sesuatu yang menghasilkan alat
pemenuhan kebutuhan yang ada seperti barang atau jasa dan memperoleh bayaran
atau upah. Sehingga dunia kerja adalah lingkungan atau lapangan kegiatan
seseorang untuk menyelesaikan atau mengerjakan sesuatu yang menghasilkan alat
pemenuhan kebutuhan yang ada seperti barang atau jasa dan memperoleh bayaran
atau upah.
Menurut kamus bahasa indonesia, bidang adalah
a. Permukaan (yang) rata dan tentu batasnya;
b. Ukuran panjang (5 hasta) untuk mengukur panjang (tikar, layar, kulit, dan
sebagainya);
c. Lapangan (dalam arti lingkungan pekerjaan, pengetahuan, dan sebagainya);
d. Segi pandang;
e. Kata penggolong bagi barang-barang yang luas seperti tanah, sawah, ladang;
f. Lebar;
g. Kolom yang terdapat pada kartu berlubang untuk menuliskan informasi
khusus; dan
h. Bagian tertentu dalam rekaman komputer.
Menurut kamus bahasa indonesia konstruksi adalah
a. Susunan (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah, dan
sebagainya);
b. Lingkungan susunan dan hubungan kata dalam kalimat atau kelompok kata.
Oleh karena itu, bidang konstruksi adalah lingkungan pekerjaan yang
merancang model atau tata letak suatu bangunan seperti rumah, jembatan dan lain
sebagainya, sehingga dunia kerja di bidang konstruksi adalah lingkungan atau
lapangan kegiatan seseorang untuk menyelesaikan atau mengerjakan suatu
rancangan model atau tata letak bangunan seperti rumah, jembatan dan lain
sebagainya dan menghasilkan bangunan seperti yang dirancang serta memperoleh
bayaran atau upah.
Dunia kerja di bidang konstruksi itu sendiri bukanlah dunia ilmu eksakta
yang murni. Pada dunia kerja di bidang konstruksi terdapat banyak resiko
sehingga untuk penanganannya diperlukan pengalaman yang luas, pengertian
yang baik dan pertimbangan yang terarah. Dunia konstruksi itu sendiri
mempunyai beberapa bidang kerja, diantaranya bidang struktur, air, transportasi,
geologi teknik dan manajemen konstruksi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja

 


Berikut pandangan-pandangan para ahli tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kesiapan kerja:
a. Menurut Mangunhardjana (1988) secara garis besar menjelaskan bahwa
mempersiapkan diri untuk mendapatkan pekerjaan itu meliputi:
1) Persiapan profesional atau persiapan dalam bidang pendidikan
Arti dari profesi adalah bidang hidup ketika seseorang terjun untuk
mengabdi dengan seluruh kemampuan, keahlian dan minat, sehingga dapat
diperoleh tempat dalam masyarakat, menentukan harga diri, kebanggaan
dan nafkah untuk hidup. Tujuan persiapan ini adalah membekali diri dengan
pengetahuan, keahlian dan kecakapan dalam bidang tertentu. Untuk profesi
yang menuntut pendidikan formal misalnya, maka persiapannya juga
melalui pendidikan formal. Selain pendidikan untuk menjadi profesional
dalam bidangnya, seseorang harus banyak berlatih mengembangkan
pengetahuan dan kecakapannya tersebut. Hal ini bisa dijalankan dengan
usaha sendiri maupun berguru pada ahlinya, seperti magang dan kursus.
2) Persiapan sikap dan kepribadian atau persiapan bidang psikologis
Demi keberhasilan pelaksanaannya, setiap profesi mengandalkan
sikap batin tersendiri. Idealnya, sikap itu ditumbuhkan dan dibina selama
pendidikan. Sikap yang dibutuhkan antara lain sikap bertanggung jawab,
jujur, dapat diandalkan, mandiri dan berdisplin diri. Persiapan ini juga
mencakup pendewasaan emosi, perasaan, budi dan pikiran, kehendak dan
motivasi, arah dan cita-cita serta tindak tanduk perilaku.
3) Persiapan hubungan dengan orang lain dan kerja sama atau persiapan dalam
bidang sosial
Di tempat kerja atau lembaga, seseorang umumnya tidak bekerja
sendirian, tetapi bekerja sama dengan orang lain dalam regu atau tim.
Hubungan ini membawa akibat besar dalam pelaksanaan tugas dan kerja
sama. Persiapan ini mencakup belajar menerima orang lain apa adanya,
berkomunikasi dengan baik, memulai persahabatan dengan orang lain,
diikuti kemampuan mengembangkan dan memperdalam persahabatan
tersebut serta mengatasi masalah-masalah yang muncul. Persiapan ini juga
meliputi kerja sama yang baik, yang menuntut seseorang untuk belajar
membiasakan diri dalam melihat hubungan dengan diri, tempat dan kerja
sama antara lain, sikap yang tidak egois, tenggang rasa, terbuka terhadap
saran dan pihak lain, tempat dan kerja orang lain, kesadaran bertanya dan
berkomunikasi dengan baik berdasarkan rasa saling percaya.
b. Menurut Suryabrata (1986) mengatakan bahwa kesiapan kerja juga dipengaruhi
oleh proses belajar seseorang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar antara lain:
1) Faktor dari luar yang terdiri dari faktor non sosial dan faktor sosial.
Faktor sosial meliputi hubungan manusia dengan sesama manusia baik
yang hadir ataupun representatif dan faktor non sosial meliputi suhu, cuaca,
tempat, alat-alat serta waktu.
2) Faktor dari dalam yang terdiri dari faktor fisiologis dan faktor psikologis.
Faktor fisiologis yaitu keadaan jasmani dan faktor psikologis yaitu
meliputi rasa ingin tahu, sifat kreatif dan keinginan untuk maju.
c. Menurut Kartini (1991) faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja
adalah faktor-faktor dari dalam diri sendiri (intern) dan faktor-faktor dari luar
diri sendiri (ekstern). Faktor-faktor dari dalam diri sendiri meliputi:
kecerdasan, keterampilan dan kecakapan, bakat, kemampuan dan minat,
motivasi, kesehatan, kebutuhan psikologis, kepribadian, cita-cita dan tujuan
dalam bekerja, sedangkan faktor-faktor dari luar diri sendiri meliputi:
lingkungan keluarga (rumah), lingkungan dunia kerja, rasa aman dalam
pekerjaannya, kesempatan mendapatkan kemajuan, rekan sekerja, hubungan
dengan pimpinan dan gaji.
d. Menurut Dewa Ketut (1993, halaman 44) faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kesiapan kerja antara lain:
1) Faktor-faktor yang bersumber pada diri individu, yang meliputi:
a) Kemampuan intelejensi
Setiap orang memiliki kemampuan intelejensi berbeda-beda,
dimana orang yang memiliki taraf intelejensi yang lebih tinggi akan lebih
cepat memecahkan permasalahan yang sama bila dibandingkan dengan
orang yang memiliki taraf intelejensi yang lebih rendah. Kemampuan
intelejensi yang dimiliki oleh individu memegang peranan penting
sebagai pertimbangan apakah individu tersebut memiliki kesiapan dalam
memasuki suatu pekerjaan.
b) Bakat
Bakat adalah suatu kondisi, suatu kualitas yang dimiliki individu
yang memungkinkan individu tersebut untuk berkembang pada masa
mendatang, 
c) Minat
Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari kombinasi,
perpaduan dan pencampuan dari perasaan, harapan, prasangka, cemas,
takut dan kecenderungan-kecenderungan lain untuk bisa mengarahkan
individu kepada suatu pilihan tertentu. Minat sangat besar pengaruhnya
dalam mencapai kesiapan dan prestasi dalam suatu pekerjaan serta
pemilihan jabatan atau karir.
d) Motivasi
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang
yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan. Motivasi sangat besar pengaruhnya untuk mendorong mahasiswa
dalam memasuki dunia kerja sehingga menciptakan kesiapan dari dalam
dirinya untuk bekerja.
e) Sikap
Sikap adalah suatu kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara
tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif dari dalam diri individu
tentang suatu pekerjaan atau karir akan berpengaruh terhadap kesiapan
individu tersebut untuk melakukan suatu pekerjaan.
f) Kepribadian
Kepribadian seseorang memiliki peranan penting yang berpengaruh
terhadap penentuan arah pilihan jabatan dan kesiapan seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan.
g) Nilai
Nilai-nilai yang dianut oleh individu berpengaruh terhadap
pekerjaan yang dipilihnya dan prestasi dalam pekerjaan sehingga
menimbulkan kesiapan dalam dirinya untuk bekerja.
h) Hobi
Hobi adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan individu karena
kegiatan tersebut merupakan kegemarannya atau kesenangannya. Hobi
yang dimiliki seseorang akan menentukan pemilihan pekerjaan sehingga
menimbulkan kesiapan dalam dirinya untuk bekerja.
i) Prestasi
Penguasaan terhadap materi pelajaran dalam pendidikan yang
sedang ditekuninya oleh individu berpengaruh terhadap kesiapan kerja
individu tersebut.
j) Keterampilan
Keterampilan adalah kecakapan dalam melakukan sesuatu.
Keterampilan seseorang akan mempengaruhi kesiapan untuk melakukan
suatu pekerjaan.
k) Penggunaan waktu senggang
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa di luar jam
pelajaran di kampus digunakan untuk menunjang hobinya atau untuk
rekreasi.
l) Aspirasi dan pengetahuan sekolah atau pendidikan sambungan
Aspirasi dengan pendidikan sambungan yang diinginkan yang
berkaitan dengan perwujudan dari cita-citanya.
m) Pengetahuan tentang dunia kerja
Pengetahuan yang sementara ini dimiliki mahasiswa, termasuk
dunia kerja, persyaratan, kualifikasi, jabatan struktural, promosi jabatan,
gaji yang diterima, hak dan kewajiban, tempat pekerjaan itu berada dan
lain-lain.
n) Pengalaman kerja
Pengalaman kerja yang pernah dialami mahasiswa pada waktu
duduk di kampus atau di luar kampus yang dapat diperoleh dari
praktikum, magang maupun kerja praktek.
o) Kemampuan dan keterbatasan fisik serta penampilan lahiriah
Kemampuan fisik misalnya berbadan kekar, tinggi dan tampan,
keterbatasan fisik misalnya, berbadan kurus dan pendek, penampilan
lahiriah misalnya, penampilan yang tidak sesuai etika dan kasar.
p) Masalah dan keterbatasn pribadi
Masalah adalah problema yang timbul dan bertentangan dalam diri
individu, sedangkan keterbatasan pribadi misalnya, mau menang sendiri,
tidak dapat mengendalikan diri dan lain-lain.
2) Faktor sosial, yang meliputi bimbingan dari orang tua, keadaan teman
sebaya, keadaan masyarakat sekitar dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kesiapan mahasiswa teknik sipil untuk memasuki dunia
kerja di bidang konstruksi antara lain:
a. Keinginan dan minat,
Yaitu suatu sikap yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa agar
mencapai kesiapan dan prestasi dalam suatu pekerjaan.
b. Keluarga (rumah),
Yaitu sikap yang mempengaruhi mahasiswa untuk memilih pekerjaan apa
yang akan ditekuni atau dikerjakan.
c. Ekonomi,
Yaitu kondisi yang memberikan dorongan kepada mahasiswa yang akan
memasuki dunia kerja yang mana mereka memilih bekerja karena desakan
ekonomi atau untuk membantu meringankan beban orang tua.
d. Penghormatan atas diri,
Yaitu sikap yang memacu mahasiswa untuk bekerja karena mendapatkan
penghargaan atas dirinya sendiri.
e. Berpendirian,
Yaitu sikap yang diperlukan dalam mengambil keputusan.
f. Logis dan objektif,
Yaitu sikap yang memiliki pertimbangan dari berbagai sudut dan
menghubungkannya dengan logika serta dapat mempertimbangkan sesuatu
dengan melihat pengalaman orang lain yang objektif.
g. Percaya diri,
Yaitu sikap yang menjunjung tinggi dirinya sendiri dengan bekal
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan kerja.
h. Keinginan untuk maju,
Yaitu sikap ambisi untuk maju dan berusaha mengikuti perkembangan
bidang keahlian.
i. Pengendalian diri atau emosi,
Yaitu sikap yang sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
dengan baik dan benar.
j. Kreatif dan inisiatif,
Yaitu sikap kreatifitas yang tinggi dalam membuat dan mengembangkan
suatu karya disertai dengan ide baru yang timbul atas usaha sendiri untuk
menghasilkan suatu karya.
k. Sikap kritis,
Yaitu sikap yang dibutuhkan untuk dapat mengoreksi kesalahan dan
selanjutnya dapat memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan setelah
koreksi tersebut.
l. Tanggung jawab,
Yaitu sikap yang dibutuhkan agar seseorang memiliki kesadaran akan
tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja
sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
17
m. Motivasi,
Yaitu sikap yang mempengaruhi atau mendorong seseorang dari luar
untuk mengembangkan diri sehingga tercapai kinerja kerja yang maksimal.
n. Kedisiplinan,
Yaitu sikap yang patuh dan taat menerapkan atau menjalankan segala
peraturan dan ketentuan yang berlaku tanpa terkecuali.
o. Adaptasi,
Yaitu sikap yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa agar mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan terutama lingkungan kerja sebagai
modal awal untuk dapat berinteraksi dalam lingkungan tersebut.
p. Sekolah atau kampus,
Yaitu kondisi dari luar yang mendorong setiap mahasiswa yang akan
bekerja untuk memiliki pengalaman dan pengetahuan dasar.
q. Kecakapan kerja,
Yaitu sikap yang harus dimiliki setiap mahasiswa yang akan bekerja agar
mampu melaksanakan pekerjaan baik dari segi pengetahuan maupun
keterampilan sesuai dengan bidang keahliannya.
r. Kemampuan bekerja sama,
Yaitu sikap terbuka dan siap untuk bekerja sama dengan siapa saja dalam
satu tim