Thursday, May 27, 2021

Hak dan Kewajiban Konsumen (skripsi dan tesis)

 


Konsumen kerap tidak mendapat perlindungan yang wajar,
bahkan kerap kali menjadi objek semata bagi pencarian keuntungan
pelaku usaha. Selaku penggunaan barang dan/atau jasa; baik bagi
kepentingan diri sendiri keluarga ataupun orang lain. Konsumen pada
umumnya berada dalam posisi yang lemah bila dibandingkan dengan
pelaku usaha. Bagaimanapun, pelaku usaha memiliki daya dan dana
yang dapat membentuk opini atau suatu produk, di mana pada gilirannya
sangat jauh berbeda dengan harapan konsumen atas produk/jasa.
Dikarenakan posisi konsumen yang lemah terhadap praktik
terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, maka hak-hak konsumen
tersebut harus dilindungi, sebab sifat sekaligus tujuan hukum adalah
memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat.

Mantan Prsiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, pernah mengemukakakn
empat hak dasar konsumen, yaitu:
a. The Right to safe produts;
b. The right to he informed about produtcs;
c. The right to definite choices in selecting products;
d. The right to be heard regarding consumer interest.
Melalui Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menetapkan 9 (Sembilan) hak konsumen, diantaranya
yaitu: 
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Dari kesembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas,
terlihat bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hak yang paling pokok dan utama dalam
perlindungan konsumen. Agar mendapat hasil yang optimum dalam
meningkatkan perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi konsumen
maka konsumen juga diwajibkan untuk mengikuti ketentuan seperti
yang terdapat dalam Pasal 5 UUPK yang berbunyi:53
Kewajiban konsumen adalah :
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.

Pengertian Perlindungan Konsumen (skripsi dan tesis)

 


Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika),
atau consument/konsument (Belanda).  Pengertian tersebut secara
harfiah diartikan sebagai “orang atau perusahaan yang membeli barang
tertentu atau menggunakan jasa tertentu’ atau ‘sesuatu atau seseorang
yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.  Hukum
perlindungan konsumen menurut Nasution merupakan bagian hukum
konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat
mengatur, dan juga mengandung sifat melindungi kepentingan
konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan
asas-asas atau kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah
antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau
jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup. 
Pengaturan mengenai perlindungan konsumen pada dasarnya
sudah diakomodasi oleh banyak perangkat hukum sejak lama. Secara
sporadis berbagai kepentingan konsumen sudah dimuat dalam berbagai
undang-undang. Kehadiran Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menjadi tonggak sejarah perkembangan
hukum perlindungan konsumen di Indonesia, namun undang-undang tersebut bukanlah yang pertama dan terakhir, karena sebelumnya telah
ada beberapa ruumsan hukum yang melindungi konsumen tersebar
dalam beberapa peraturan perundang-undangan.45
Pengertian perlindungan konsumen menurut Undang-undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah perlindungan
konsumen merupakan segala upaya yang mejamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.46 Tujuan
Undang-undang ini adalah:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian untuk
melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa.
c. Meningkatkan pemberdaaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam usaha

Potensi Risiko dan Manfaat Fintech di Indonesia (skripsi dan tesis)

 


Masing-masing jenis Fintech memiliki potensi risiko sesuai
dengan proses bisnisnya. Secara umum, risiko yang mungkin muncul
dari perusahaan Fintech di Indonesia yaitu risiko penipuan (fraud),
risiko keamanan data (cybersecurity), risiko ketidakpastian pasar
(Market Risk).
a. Digital Payment
Perusahaan Fintech digital payment memberikan layanan
berupa pembayaran transaksi secara online. Perusahaan penyedia
layanan ini pada umumnya berbentuk dompet virtual yang
dilengkapi dengan berbagai fitur untuk mempermudah transaksi
secara online antara konsumen dan pemilik usaha atau antar-pelaku
usaha. Penggunaan dompet virtual atau e-wallet banyak digunakan
oleh masyarakat Indonesia, terutama dalam transaksi e-commerce.
Potensi kerawanan dalam proses bisnis:
1) Terjadi kegagalan transaksi ketika dana telah ter-debet;
2) Pencurian data saat konsumen melakukan transaksi yang
dilakukan oleh cyber criminal;
3) Kemungkinan terjadi penyalahgunaan data oleh pihak yang
memiliki data keuangan konsumen;
4) Ketika melakukan pembayaran secara online terjadi tindak
kejahatan sim swap (kejahatan dengan modus menukar kartu sim
pada ponsel) untuk mendapatkan kode otentikasi.
Manfaat daripada digital payment yaitu:
1) Dengan menggunakan layanan digital payment maka akan
memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam bertransaksi;
2) Mendapatkan tawaran promosi, karena Fintech dapat
bekerjasama dengan merchant, pelaku usaha, untuk memberi
promosi dan penawaran yang menarik;
3) Kemudahan dalam melakukan perencanaan keuangan dan
mencatat arus pengeluaran karena semuanya tercatat oleh
sistem.
Potensi Risiko penggunaan digital payment adalah:
1) Keamanan data konsumen ataupun data transaksi yang dapat
disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab;
2) Kesalahan transaksi ataupun kesalahan nominal akibat sistem
infrastruktur yang meliputi software management, network dan
security management apabila tidak berjalan baik.
b. Financing dan Investment
Merupakan perusahaan Fintech yang memberikan layanan
crowdfunding dan Peer-to-Peer Lending (P2P Lending). Fintech
crowdfunding umumnya melakukan penghimpun dana untuk suatu
proyek maupun untuk penggalangan dana sosial, sedangkan P2P
Lending biasanya memfasilitasi pihak yang membutuhkan bantuan
dana pinjaman dengan para pihak yang ingin berinvestasi dengan
cara memberikan pinjaman.
Potensi Kerawanan dalam Proses Bisnis:
1) Kemungkinan terjadi data loss yang dilakukan oleh pihak yang
tidak bertanggungjawab ketika data konsumen dimasukkan
kedalam database perusahaan penyedia layanan;
2) Warga Negara Asing dapat mendaftarkan diri sebagai investor,
jika terjadi sengketa maka penyelesaiannya harus
memperhatikan ketentuan antar negara;
3) Informasi mengenai prosedur dan tata cara penilaian kredit oleh
perusahaan penyedia layanan sering kurang lengkap dijelaskan
sehingga rawan terjadi permasalahan;
4) Tidak dijamin oleh asuransi.
Manfaat financial dan investment:
1) Dapat menekan biaya dan lamanya proses waktu peminjaman
yang seringkali dikeluhkan oleh konsumen jika mereka
mengajukan peminjaman kredit ke bank ataupun lembaga
pembiayan lainnya;
2) Kemudahan berinvestasi sekaligus menwarkan imbal hasil yang
lebih tinggi daripada yang ada di pasar.
Risiko financial dan investment:
1) Risiko gagal bayar, kesalahan pada peniliain risiko peminjam
kredit dan kemudian menyebabkan kerugian terhadap para
investor.
2) Kurangnya memperhatikan kecukupan informasi yang diberikan
oleh perusahaan Fintech kepada investor, konsumen dan pihak
yang akan ditawarkan produknya secara online.
c. Account Aggregrator
Layanan yang dapat mengakomodasi seluruh transaksi dari
beragam akun perbankan, jenis Fintech Account Aggregrator ini
akan menawarkan layanan yang dapat mengakomodasi seluruh
transaksi melalui satu platform saja.
Unsur Kerawanan dalam Proses Bisnis:
1) Platform mengalami error pada saat digunakan dikarenakan
kurangnya manajemen software perusahaan;
2) Apabila manajemen software perusahaan tidak terkelola dengan
baik, dapat mengakibatkan transaksi tidak diperbaharui dengan
baik pula;
3) Hilangnya database konsumen setelah informasi didaftarkan
pada platform;
4) Ada bank-bank tertentu yang tidak dapat diakses karena sistem
keamanan bank yang terus diperbaharui dan perusahaan Fintech
harus ikut menyesuaikan.
Manfaat Account Aggregrator:
1) Kemudahan bertransaksi dengan hanya menggunakan satu
platform;
2) Membantu pelaporan keuangan.
Risiko Account Aggregrator :
1) Dengan memberikan informasi akun-akun perbankannya kepada
platform Fintech, kemungkinan memiliki potensi risiko besar.
Apabila perusahaan tidak memiliki sistem keamanan data yang
kuat, maka konsumen rentan terhadap kejahatan perbankan;
2) Risiko dimana perusahaan Fintech atau pihak luar yang tidak
bertanggungjawab dapat menyalahgunakan data pribadi
konsumen yang bersifat sensitif

Jenis Financial Technology (skripsi dan tesis)


Financial Technology memiliki beberapa jenis diantaranya:  a. Management Aset Platform Expense Management System membantu berjalannya usaha lebih praktis dan efisien. Semua rekapan pergantian biaya yang semula dilakukan manual, cukup dilakukan melalui aplikasi untuk persetujuan pergantian biaya tersebut. b. Crowd Funding Crowd funding adalah startup yang menyediakan platform penggalangan dana untuk disalurkan kembali kepada orang-orang yang membutuhkan, seperti korban bencana alam, korban perang, mendanai pembuatan karya. c. E-Money E-Money atau uang elektronik adalah uang yang dikemas ke dalam dunia digital, sehingga dapat dikatakan dompet elektronik. Uang ini umumnya bisa digunakan untuk berbelanja, membayar tagihan, dan lain-lain melalui sebuah aplikasi. d. Insurance Jenis startup yang bergerak di bidang insurance ini cukup menarik. Karena biasanya asuransi yang kita ketahui selama ini merupakan asuransi konvensional, di mana kita mensisihkan sejumlah uang perbulan sebagai iuran wajib untuk mendapatkan manfaat dari asuransi tersebut di masa depan, jenis asuransi startup tidak semua berjalan demikian. e. Peer to Peer Lending Peer to Peer Lending adalah startup yang menyediakan platform pinjaman secara online. Urusan permodalan yang sering dianggap bagian paling vital untuk membuka usaha, melahirkan ide banyak pihak untuk mendirikan startup jenis ini. f. Payment Gateway Payment gateway memungkinkan masyarakat memilih beragam metode pembayaran berbasis digital (digital payment gateway) yang dikelola oleh sejumlah startup, dengan demikian akan meningkatkan volume penjualan e-commerce. g. Remittance Remittance adalah jenis startup yang khusus menyediakan layanan pengiriman uang antar negara. Banyak didirikannya startup remittance ini dalam rangka membantu masyarakat yang tidak  memiliki akun atau akses perbankan. Adanya startup jenis ini sangat membantu para tenaga kerja Indonesia salah satu anggota keluarganya berada di luar negeri, karena proses pengiriman yang mudah dan biaya lebih murah. h. Securities Saham, forex, reksadana, dan lain sebagainya, merupakan investasi yang sudah tidak asing lagi didengar. Securities dapat dikatakan sebagai jenis startup yang menyediakan platform untuk berinvestasi saham secara online.

Manfaat Financial Technology (skripsi dan tesis)


 Perkembangan Fintech memberikan beberapa manfaat diantaranya:39 a. Manfaat bagi konsumen: 1) Perluasan pilihan produk; 2) Peningkatan kualitas layanan; 3) Penurunan harga. b. Manfaat bagi pelaku bisnis: 1) Memperpendek rantai transaksi; 2) Meningkatkan efisiensi modal dan resiliensi operasional; 3) Meningkatkan iklusi keuangan; 4) Memperlancar arus informasi. c. Manfaat bagi ekonomi: 1) Mempercepat transmisi kebijakan moneter; 2) Meningkatkan kecepatan uang beredar; 3) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Alasan adanya Fintech yaitu masyarakat tidak dapat dilayani di industri keuangan tradisional karena perbankan terikat pada aturan yang ketat serta keterbatasan industri perbankan dalam melayani masyarakat di daerah tertentu, selain itu juga alasan adanya Fintech karena masyarakat mencari alternatif pendanaan selain jasa industri keuangan tradisional karena masyarakat memerlukan alternatif pembiayaan yang lebih demokratis dan transparan serta biaya layanan keuangan yang efisien dan menjangkau masyarakat luas

Peran Financial Technology (skripsi dan tesis)


 Fintech juga memiliki peran penting dalam mengubah perilaku konsumen serta ekspetasi konsumen diantaranya yaitu dapat mengakses data dan informasi kapan saja dan dimana saja, serta menyamaratakan bisnis besar dan kecil sehingga cenderung untuk memiliki ekspektasi tinggi meski terhedap bisnis kecil yang baru dibangun elain itu teknologi informasi juga sangat berperan penting terhadap keberadaan Fintech. 37 Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi di bidang layanan jasa keuangan. Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini memang begitu besar. Teknologi informasi telah menjadi fasilitator utama bagi kegiatan bisnis, memberikan andil yang besar terhadap perubahan yang mendasar pada struktur, operasi, dan menajemen organisasi. Peranan teknologi informasi dapat berupa salah satu dari berikut:38 a. Teknologi informasi menggantikan peran manusia, dalam hal ini teknologi informasi melakukan otomasi terhadap suatu tugas atau proses. b. Teknologi memperkuat peran manusia, yakni dengan menyajikan informasi terhadap suatu tugas atau proses. Fintech dengan layanan keuangan seperti crowdfunding, mobile payments, dan jasa transfer uang menyebabkan revolusi dalam bisnis startup. Dengan crowdfunding, bisa memperoleh dana dari seluruh dunia dengan mudah, bahkan dari orang yang tidak dikenal sekalipun. Fintech juga memungkinkan transfer uang secara global atau internasional.

Pengertian Financial Technology (skripsi dan tesis)


Salah satu yang tidak asing beberapa tahun terakhir khususnya di dunia bisnis Indonesia adalah Fintech. Istilah Fintech merupakan singkatan dari Financial Technology, jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti teknologi finansial. Pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, teknologi finansial diartikan sebagai penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.  Fintech merupakan implementasi dan pemanfaatan teknologi untuk peningkatan layanan jasa perbankan dan keuangan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan (startup) yang memanfaatkan teknologi software, internet, dan komunikasi.  Bentuk dasar Fintech antara lain Pembayaran (digital wallets, Peer to Peer, payments), Investasi (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), Pembiayaan (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), Asuransi (risk management), Lintasproses (big data analysis, predicitive modeling), Infrastruktur (security). Konsep Fintech mengadaptasi perkembangan teknologi yang dipadukan dengan bidang finansial pada lembaga perbankan, sehingga diharapkan dapat memfasilitasi proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman dan modern, meliputi layanan keuangan berbasis digital yang saat ini telah berkembang di Indonesi

Monday, May 24, 2021

Faktor-faktor Pembentuk Reseliensi (skripsi dan tesis)

 


Menurut Jackson, R. & Watkin, C. (2004) resiliensiadalah
kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit.
Resiliensidibangun dari tujuh kemampuan yang berbeda dan hampir tidak
ada satupun individu yang secara keseluruhan memiliki kemampuan
tersebut dengan baik.
Kemampuan ini terdiri dari :
a. Emotion regulation
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang dibawah
kondisi yang menekan. Hasil penelitian menunjukan bahwa orang
yang memiliki kemampuan untuk mengatur emosi mengalami
kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang
lain. Emosi yang dirasakan oleh seseorang cenderung berpengaruh
terhadap orang lain,. Semakin kita terasosiasi dengan kemarahan
maka kita akan semakin menjadi seseorang yang pemarah.
Revich dan Shatte (2002), mengungkapkan dua buah
keterampilan yang dang dapat memudahkan individu untuk
melakukan regulasi emosi, yaitu tenang dan focus. Dua buah
28
keterampilan ini akan membantu individu untuk mengontrol emosi
yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran individu ketika
banyak hal-hal yang mengganggu, serta mengurangi stres yang
dialami individu.
b. Impulsive control
Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk
mengendalikan keinginan, dorongan, kesuksesan, serta tekanan
yang muncul dalam diri seseorang. Individu yang memiliki
kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cepat mengalami
perubahan emosi yang pada ahirnya mengendalikan pikiran
pikiran dan perilaku mereka. Mereka menampilkan perilaku
mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif, dan berlaku
agresif. Tentunya perilaku yang ditampakan ini akan membuat
orang disekitarnya merasa kurang nyaman sehingga berakibat
pada buruknya hubungan sosial individu dengan orang lain.
Individu dapat mengendalikan impulsif dengan mencegah
terjadinya kesalahan pemikiran, sehingga memberikan respon
yang tepat pada permasalahn yang ada. Menurut Reivich dan
Shatte (2002), pencegahan dapat dilakukan dengan menguji
keyakinan individu dan mengevaluasi kebermanfaatan terhadap
pemecahan masalah. Individu dapat melakukan pertanyaanpertanyaan
yang bersifat rasional yang ditujukan kepada dirinya
sendiri, seperti “apakah penyimpulan terhadap masalah yang saya
hadapi berdasarkan fakta atau hanya menebak?”, “apakah saya
sudah melihat permasalahan secara keseluruhan?”, “apakah
manfaat dari semua ini?”.
c. Optimism
Individu yang resilien adalah individu yang optimis, optimisme
adalah ketika kita melihat bahwa masa depan kita cemerlang.
Optimisme yang dimiliki oleh seorang individu menandakaan
bahwa individu tersebut percaya bahwa dirinya memiliki
kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi
dimasa depan. Hal ini juga mereflesikan self-eficacy yang dimiki
oleh seseorang, yaitu kepercayaan individu bahwa ia mampu
menyelesaikan permasalahan yang ada dan mengendalikan
hidupnya. Optimisme akan menjadi hal yang sangat bermanfaat
untuk individu bila diiringi dengan self eficacy, hal ini
dikarenakan dengan optimisme yang ada seorang individu terus
didorong unutk menemukan solusi permasalahan dan terus bekerja
keras demi kondisi yang lebih baik.
Tentunya optimisme yang dimaksut adalah optimisme yang
realistis, yaitu sebuah kepercayaan akan terwujudnya masa depan
yang lebih baik dengan diiringi segala usaha untuk mewujudkan
hal tersebut. Berbeda dengan unrealistic optimism dimana
kepercayaan akan masa depan yang cerah tidak dibarengi dengan
usaha yang significant untuk mewujudkanya. Perpaduan antara
optimisme yang realistis dan self-eficacy adalah kunci
resiliensidan kesuksesan.
d. Causal analysis
Causal analysis adalah kemampuan individu untuk
mengeidentifikasi secara akurat penyebab dari permasalahan yang
mereka hadapi. Seligman mengidentifikasikan gaya berpikir
explanatory yang erat kaitanya dengan kemampuan causal
analysis yang dimiliki individu. Gaya berpikir explanatory dalam
tiga dimensi, yaitu:
1. Personal (saya-bukan saya)
Individu dengan gaya berpikir saya adalah individu yang
cenderung menyalahkan diri sendiri atas hal yang tidak
berjalan semstinya. Sebaliknya, individu dengan gaya berpikir
bukan saya meyakini penjelasan eksternal atas kesalahan yang
terjadi.
2. Permanen (selalu-tidak selalu)
Individu yang pesimis cenderung berasumsi bahwa suatu
kegagalan atau kejadian buruk akan terus berlangsung.
Sedangkan individu yang optimis cenderung berpikir bahwa
ia dapat melakukan suatu hal terbaik pada setiap kesempatan
dan memandang kegagalan sebagai ketidak berhasilan
sementara.
3. Pervasive (semua tidak semua)
Individu dengan gaya berpikir semua, melihat kemunduran
atau kegagalan pada suatu area kehidupan ikut menggagalkan
area kehidupan lainya. Individu dengan gaya berpikir tidak
semua dapat menjelaskan secara rinci penyebab dari masalah
yang ia hadapi.
Individu yang resilien tidak akan menyalahkan orang lain atas
kesalahan yang mereka perbuat demi menjaga self-esteem mereka
atau membebaskan mereka dari masalah. Mereka tidak terlalu
berfokus pada faktor-faktor yang berada diluar kendali mereka,
sebaliknya mereka memfokuskan dan memegang kendali penuh
pada pemecahan masalah, perlahan mereka mulai mengatasi
permasalah yang ada, mengarahkan hidup mereka, bangkit dan
meraih kesuksesan.
e. Empaty
Empati sangat erat kaitanya dengan kemampuan individu
untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis
orang lain. Beberapa individu memiliki kemampuan yang cukup
mahir dalam menginterprestasikan bahasa-bahasa nonverbal yang
32
ditunjukan oleh orang lain, seperti ekspresi wajah, intonasi suara,
bahasa tubuh dan mampu menangkap apa yang dipikirkan dan
dirasakan orang lain. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki
kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yang
positif.
Ketidakmampuan berempati berpotensi menimbulkan kesulitan
dalam hubungan sosial. ketidakmampuan individu untuk membaca
tanda-tanda nonverbal orang lain dapat sangat merugikan, baik
dalam konteks hubungan kerja maupun hubungan personal, hal ini
dikarenakan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan
dihargai. Individu dengan empati yang rendah cenderung
mengulang pola yang dilakukan oleh individu yang resilien, yaitu
menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain.
f. Self eficacy
Self eficacy adalah hasil dari pemecahan masalah yang
berhasil. Self eficacy mempresentasikan sebuah keyakinan bahwa
kita mampu memcahkan masalah yang kita alami dan mencapai
kesuksesan. Kepercayaan akan kompetensi membantu individu
untuk tetap berusaha, dalam situasi yang penuh tantangan dan
mempengaruhi kemampuan untuk mempertahankan harapan.
Individu dengan self eficacy yang tinggi memiliki komitmen
dalam memecahkan masalahnya dan tidak menyerah ketika
menemukan strategi yang sedang digunakanya tidak berhasil. Self
eficacy adalah hasil pemecahan masalah yang berhasil sehingga
seiring dengan individu membangun keberhasilan sedikit demi
sedikit dalam memcahkan masalah, self eficacy tersebut akan terus
meningkat. Self eficacy tersebut merupakan hal yang sangat
penting untuk mencapai resiliensi.
g. Reaching out
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa
resiliensilebih dari sekedar bagaimana seseorang individu
memiliki kemampuan unutk mengatasi kemalangan dan bangkit
dari keterpurukan, namun lebih dari itu resiliensijuga merupakan
kemampuan individu meraih aspek positif dari kehidupan setelah
kemalangan yang menimpa.
Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching out,
hal ini dikarenakan mereka telah diajarkan sejak kecil untuk
mendapatkan sedapat mungkin menghindari kegagalan dan situasi
yang memalukan. Mereka adalah individu-individu yang lebih
memilih memiliki kehidupan standar dibandingkan harus meraih
kesuksesan namun harus berhadapan dengan resiko kegagalan
hidup dan hinaan masyarakat. Hal ini menunjukan kecenderungan
individu untuk berlebih-lebihan dalam memandang kemungkinan
hal-hal buruk yang dapat terjadi dimasa mendatang. Individu34
individu ini memiliki rasa ketakutan untuk mengoptimalkan
kemampuan mereka hingga batas akhir.

Sumber Resiliensi (skripsi dan tesis)

 


Groberg (1994), mengemukakan upaya mengatsi konflik adversity
dan mengembangkan resiliensiremaja, sangat bergantung kepada
pemeberdayaan tiga faktor dalam diri remaja, yang oleh Grotberg (1994)
disebut sebagai tiga sumber dari resiliensi(three sources of resilience)
yaitu I have (Aku punya), I am (Aku ini), I can (Aku dapat) (dalam
Desmita 2005) :
a. I Am
Faktor I am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri,
seperti perasaan, tingkah laku dan kepercayaan yang terdapat
dalam diri seseorang. Aspek I am terdiri dari beberapa bagian
antara lain:
1) Bangga pada diri sendiri; individu tahu bahwa mereka adalah
seseorang yang penting dan merasa bangga akan siapakah
mereka itu dan apapun yang mereka lakukan atau akan
dicapai. Individu itu tidak akan membiarkan orang lain
meremehkan atau merendahkan mereka. Ketika individu
mempunyai masalah dalam hidup, kepercayaan diri dan self
esteem memebantu mereka untuk dapat bertahan dan
mengatasi masalah tersebut, serta selain menghargai dirinya
sendiri, individu juga dapat menghargai orang lain .
2) Perasaan dicintai dan sikap yang menarik; individu pasti
emmpunyai orang yang mencintai dan menyukainya. Individu
akan bersikap baik terhadap orang-orang yang menyukai dan
mencintainya, seseorang dapat mengatur sikap dan
perilakunya jika menghadapi respon-respon yang berbeda
ketika berbicara dengan orang lain. Bagian orang lain adalah
dipenuhi harapan, iman dan kepercayaan. Individu percaya
akan harapan bagi mereka, serta orang lain dan instuisi yang
dapat dipercaya. Individu merasakan mana yang benar maupun
salah, dan ingin serta didalamnya. Individu mempunya
kepercayaan diri dan iman dalam moral dan kebaikan, serta
dapat mengekspresikanya sebagai kepercayaan terhadap tuhan
dan menusia yang mempunyai spiritual yang lebih tinggi.
3) Mencintai, empati, altruistic; yaitu ketika seseorang mencintai
orang lain dan mengekpresikan cinta itu dengan berbagai
macam cara. Individu peduli terhadap apa yang terjadi pada
diri orang lain dan mengekpresikan melalui berbagai perilaku
dan kata-kata. Individu merasakan ketidaknyamanan dan
penderitaan orang lain dan ingin melakukan sesuatu untuk
menghentikan atau berbagai penderitaan atau memeberikan
kenyamanan.
4) Mandiri dan bertanggung jawab; individu dapat melakukan
berbagai macam hal menurut keinginan mereka dan menerima
berbagai konsekuensi dan perilakunya. Individu merasakan
bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung jawab atas hal
tersebut. Individu mengerti abtasan kontrol mereka terhadap
berbagai kegiatan dan mengetahui saat orang lain
bertanggung jawab.
b. I Have
Aspek ini merupakan sumber bantuan dari luar yang
meningkatkan resiliensi. Sumber-sumbernya adalah memberi
semangat agar mandiri, dimana individu baik yang independen
maupun yang masih tergantung dengan keluarga, secara konsisten
bisa mendapatkan pelayanan seperti rumah sakit, dokter atau
pelayanan lain yang sejenis.
Struktur dan aturan rumah, setiap keluarga mempunya aturanaturan
yang harus diikuti, jika anggota keluarga yang tidak
mematuhi aturan tersebut maka akan diberikan penjelasan atau
hukuman. Sebaliknya jika anggota keluarga mematuhi aturan
tersebut maak akan diberikan pujian.
Role Models juga merupakan faktor I Have, yaitu orang-orang
yang dapat menunjukan apa yang individu harus lakukan seperti
informasi terhadap sesuatu dan memberi semangat agar individu
mengikutinya.
Sumber yang terahir adalah mempunyai hubungan. Orangorang
terdekat dari individu seperti suami, anak, orang tua
merupakan orang-orang yang mencintai dan menerima individu
tersebut. Tetapi individu juga membutuhkan cinta dan dukungan
dari orang lain yang kadangkala dapat memenuhi kebutuhan kasih
sayang dari orang terdekat mereka.
c. I Can
Faktor I Can adalah kompetensi sosial dan interpersonal
seseoang. Bagian-bagian dari faktor ini adalah mengatur berbagai
perasaan dan rangsangan dimana individu dapat mengenali
perasaan mereka, mengenali berbagai jenis emosi, dan
mengekpresikanya dalama kata-kata dan perilaku namun tidak
menggunakan kekerasan terhadap perasaan dan hak orang lain
maupun diri sendiri. Individu juga dapat mengatur rangsangan
untuk memukul, „kabur‟, merusak barang, atau melakukan
berbagai tindakan yang tidak menyenangkan.
Mencari hubungan yang dapat dipercaya dimana individu
dapat menemukan seseorang misalnya orang tua, saudara, teman
sebaya untuk meminta pertolongan, berbagai perasaan dan
perhatian, guna mencari cara terbaik untuk mendiskusikan dan
menyelesaikan masalah personal dan interpersonal.
Sumber yang lain adalah keterampilan berkomunikasi dimana
individu mampu mengekspresikan sebagai macam pikiran dan
perasaan kepada orang lain dan dapat mendengarkan apa yang
orang lain katakan serta merasakan perasaan orang lain.
Mengukur tempramen diri sendiri dan orang lain dimana
individu memahami tempramen mereka sendiri (bagaimana
mereka bertingkah, merangsang dan mengambil resiko atau diam,
reflek dan berhati-hati) dan juga terhadap tempramen orang lain.
Hal ini menolong individu untuk mengetahui berapa lama waktu
yang diperlukan untuk berkomunikasi, membantu individu untuk
mengetahui kecepatan untuk bereaksi, dan berapa banyak individu
mampu sukses dalam berbagai situasi.
Bagian yang terahir adalah kemampuan memecahkan masalah,
individu dapat menilai suatu masalah secara alami serta
mengetahui apa yang mereka butuhkan agar dapat memecahkan
masalah dan bantuan apa yang mereka butuhkan dari orang lain.
Individu dapat membicarakan berbagai masalah dengan orang lain
dan menemukan penyelesaian masalaha yang paling tepat dan
menyenangkan. Individu terus menerus bertahan dengan suatu
masalah sampai masalah tersebut terpecahkan.
Setiap fakor I am, I Have dan I can memberikan konstribusi
pada berbagai macam tindakan yang dapat meningkatkan potensi
resiliensi. Individu yang resilien tidak membutuhkan semua
sumber-sumber dari setiap faktor, tetapi apabila individu hanya
memiliki satu faktor individu tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai individu yang ber-resiliensi, misalnya individu hanya
mampu berkomunikasi dengan baik (I Can) tetapi tidak dapat
mempunyai hubungan yang dekat dengan orang lain (I Have) dan
tidak dapat mencintai orang lain (I Am), ia tidak termasuk orang
yang ber-resiliensi

Aspek-aspek Resiliensi (skripsi dan tesis)

 


Rutter mengatakan (dalam Hawabi 2011), ada 5 faktor yang
membentuk resiliensiindividu, yaitu:
a) Personal competence, high standar, dan tenacity;(kompetensi
pribadi, standar yang tinggi, dan keuletan).
Perasaan individu yang kuat serta konsisten yang mendukung
seseorang untuk mencapai suatu target atau “kekuasaan”.
Disamping itu individu juga sangat berfokus pada tujuan dan siap
ketika menghadapi kemunduran situasi.
b) Trust in one’s instincts, tolerance of negative affect, and
strengthening effects of stress;(kepercayaan dalam naluri
seseorang, toleransi pengaruh negatif, dan memperkuat dari efek
stress).
Faktor ini berfokus pada ketenangan seseorang, keputusan yang
diambil, dan ketepatan mengambil solusi ketika menghadapi stres,
misalnya, "fokus dan berpikir secara hati-hati”.
c) Positive acceptance of change and secure relationships with
others;(penerimaan positif terhadap perubahan dan hubungan
yang baik dengan orang lain)
Faktor ini terutama terkait dengan kemampuan beradaptasi
seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik
perubahan secara perlahan maupun secara tiba-tiba.
d) Control;(control)
Hal ini merupakan kendali seseorang untuk mencapai tujuan
sendiri dan mendapatkan bantuan dari orang lain. Individu tetap
mampu mengontrol dirinya meski dalam situasi-situasi yang
tertekan.
e) Spiritual influences; (pengaruh Spiritual)
Nilai keimanan iman seseorang terhadap Tuhan-Nya dengan
memohon dan berdoa atau hanya bergantung dan percaya akan
nasib/ kemujuran.
Kelima factor ini dapat membantu individu meningkatkan tingkat
Resiliensinya.

Pengertian Resiliensi (skripsi dan tesis)

 


Seorang individu yang mampu menyelesaikan masalah yang
diahadapinya dengan pola perilaku yang adaptif, atau mampu keluar dari
masalah yang menghampirinya, dalam psikologi disebutnya sebagai
individu yang resiliensi.
Secara bahasa,resiliensi merupakan istilah bahasa Inggris dari kata
resilience yang artinya daya pegas, daya kenyal atau kegembiraan (Echols
dan Syadili) .
Resiliensi merupakan konstruk psikologi yang diajukan oleh para
ahli behavioral dalam rangka usaha untuk mengetahui, mendefinisikan,
dan mengukur kapasitas individu untuk tetap bertahan dan berkembang
pada kondisi yang menekan (adverse conditions) dan untuk mengetahui
kemampuan individu untuk kembali pulih (recovery)dari kondisi tekanan
(McCubbin, 2001).
Senada dengan penjelasan di atas, Deswita (2006), menulis dalam
bukunya bahwa daya lentur (resilience) merupakan kemampuan atau
kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok masyarakat yang
memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan
16
bahkan merubah kondisi yang menyesengsarakan menjadi suatu hal yang
wajar untuk diatasi. Perumapaan tersebut dapat disublimasikan untuk
membedakan individu yang memiliki daya tahan, dan sebaliknya, saat
dihadapkan pada situasi yang menekan dan pengalaman negatif.
Definisi resiliensi dan pengertian darinya diformulasikan pertama
kali oleh Block dengan istilah ego-resilience, yang diartikan sebagai
kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang
tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal.
Block, secara lugas memahami ego-resilience sebagai:
A personality resource that allows individual to modivy their
characteristic level and habitual mode of expression of ego-control as
the most adaptively encounter, function in and shape their immediate
and long term environmental context .
Dari penjabaran yang diuraikan Block di atas, dapat dimengerti
bahwa resiliensimerupakan satu sumber kepribadian yang berfungsi
membentuk konteks lingkungan, dalam jangka waktu yang pendek
maupun sebaliknya, jangka waktu yang tidak pendek. Kita akan lebih
memahami hal tersebut dalam sebuah asumsi bahwa sumber daya tersebut
memberikan peluang kepada individu untuk memodifikasi tingkat
karakter dan cara mengekspresikan pengendalian ego yang biasa mereka
lakukan( dalamManara, 2008).
17
Secara istilah banyak definisi diajukan oleh para peneliti yang
bergelut di bidang ini. Riley dan Masten mendefinisikan resiliensisebagai
pola adaptasi yang positif pada konteks keadaan yang menekan baik masa
lalu maupun saat ini. Ada dua kondisi yang dibutuhkan dalam rangka
menjelaskan resiliensipada kehidupan individu yaitu: a) terjadinya
adaptasi dan perkembangan pada significant adversity (kesengsaraan
yang signifikan) atau ancaman; dan b) fungsi dan perkembangan tetap
berjalan dengan baik meskipun terdapat significant adversity
(kesengsaraan yang signifikan).
Resiliensitidak serta-merta hinggap pada keberadaan dan
kehidupan tiap individu.Kemampuan tersebut tidak dapat diamati ketika
individu sedang menikmati situasi yang damai, tidak menekan, dan
menguntungkan.Oleh karena itu, resiliensitidak dapat dimengerti jika
tidak didukung oleh selembar cerita dan situasi tertentu.Masten dan
Coatswert melakukan pengamatan mendalam tentang hal itu. Dalam
sebuah konklusi akhirnya, mereka menyebutkan setidaknya upaya untuk
mengidentifikasi resiliensidiperlukan dua syarat, yaitu adanya ancaman
yang signifikan pada individu (ancaman berupa status high risk atau
ditimpa kemalangan dan trauma kronis) dan kualitas adaptasi atau
perkembangan individu tergolong baik (individu berperilaku dalam
component manner)( dalamHawabi, 2011). Dari kedua syarat pendukung
inilah kita dapat dengan mudah mengenali resiliensi.
18
Luasnya konstruk resiliensiini membuat perbedaan konsep yang
diajukan terkait resiliensi. McCubbin menyebutkan beberapa konsep yang
diajukan dari para peneliti di bidang ini yang ditemukannya dari
menelaah literatur-literatur resiliensi. Usaha-usaha yang mengkaji
resiliensitelah mengkonsepkan resiliensisetidaknya dalam empat
perspektif yang berbeda namun tetap saling berhubungan, yaitu:
resiliensi: a) sebagai good outcomes (hasil yang baik) meskipun
mengalami kesengsaraan, b) sebagai kompetensi yang menopang
(sustained competence) dalam situasi sulit, c) sebagai recovery dari
pengalaman trauma, dan d) sebagai interaksi antara protective factor dan
risk factor (McCubbin 2001).
Konsep pertama yang menyatakan resiliensisebagai good
outcomes walaupun dalam kesengsaran memfokuskan pada konsep
resiliensisebagai sebuah hasil (outcomes). Konsep ini seperti halnya
defenisi resiliensiyang dipaparkan Rutter (dalam McCubbin 2001) yang
menyatakan resiliensisebagai hasil yang positif (positive outcomes) dalam
penanggulangan kesengsaraan seperti kemiskinan.
Konsep kedua dan ketiga yaitu sebagai kompetensi yang
menopang (sustained competence) dalam situasi sulit dan sebagai
recovery dari pengalaman trauma itu menekankan resiliensisebagai
kompetensi yang dimiliki individu untuk beradaptasi atau kemampuan
recovery (bounce back) ketika berhadapan dengan situasi sulit. Konsep
19
ini menekankan kajian resiliensipada kualitas-kualitas individu yang
resilien. Konsep ini seperti halnya pengertian yang diajukan Grotberg
(dalam Kurniawan & Ristinawati, 2008) yang mendefinisikan
resiliensisebagai kapasitas manusia untuk menghadapi dan mengatasi
tekanan hidup. Konsep ini juga memiliki kesamaan dengan Garmezy dkk
(dalam McCubbin, 2001) yang memaparkan resiliensisebagai kapasitas
untuk menghasilkan adaptasi yang sukses dalam menghadapi penderitaan
atau kesulitan. Penelitian-penelitian awal seperti yang dilakukan Werner
(2005) lebih memfokuskan pada konsep ini yang mengkaji kualitaskualitas
individu yang resiliensi.
Konsep keempat yang menyatakan resiliensi sebagai interaksi
antara protectice factor dan risk factor mengkonsepkan dan mencoba
untuk mengukur resiliensisebagai sebuah proses. Definisi yang diajukan
Luthar pada bahasan sebelumnya mewakili konsep ini yang mana
menjelaskan resiliensisebagai proses dinamis dimana terdapat adaptasi
yang positif dalam kondisi yang menekan (significant adversity)
(McCubbin 2001).
Kesimpulan dari beberapa tokoh mengenai definisi resiliensiyaitu
kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang atau kelompok
yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah dampak-dampak
yang merugikan dari situasi yang tidak menyenangkan dan bahkan
mengubahnya menjadi kondisi kehidupan yang lebih baik.

Flourishing (skripsi dan tesis)

 

 Flourishing merupakan pengalaman hidup yang berjalan dengan baik. Flourishing adalah kombinasi dari perasaan baik (good feeling) dan berfungsi secara efektif. Flourishing sinonim dari level kesejahteraan mental yang tinggi dan melambangkan kesehatan mental (Huppert, 2009; Keyes, 2002; Ryff dan Singer, 1998). Penelitian longitudinal dan penelitian-penelitian eksperimen, pada level tertinggi dari well-being menunjukkan terkait dengan positive outcome, termasuk pembelajaran efektif, produktivitas dan kreativitas, hubungan yang baik, perilaku pro-sosial, dan kesehatan yang baik dan harapan hidup (Diener dkk, 2010; Dolan dkk, 2008; Huppert 2009; dan Lyubomirsky dkk. 2005). Diener menambahkan purpose in life, positive relationship, engagement, competence, self esteem, optimish untuk enrichment of well being dalam konsep flourishing. Jadi orang dengan tingkat yang tinggi dari emosi positif dan memiliki fungsi yang baik secara psikis dan sosial yang baik memiliki complete mental health sebagai Flourishing. Dari penjelasan ini menunjukkan fourising adalah tingkat tinggi dari well being. Pada awal berdiri, yaitu tahun 2000, tujuan Psikologi Positif yang disampaikan oleh Seligman adalah Auntetic Happiness yang meliputi 3 dimensi (positive emotion ,engagement, dan meaning). Pada tahun 2006, konsep tersebut diperbaiki menjadi 5 pilar (PERMA) yang dikenal dengan flourishing. Adapun lima pilar PERMA sebagai high level of Well-being adalah: 1) Positive Emotion, adalah bagian esensial dari kesejahteraan/well being, termasuk didalamnya ada kesenangan, keceriaan, kebahagiaan, dan lain-lain yang merupakan bagian dari emosi positif; 2) Engagement, adalah fokus pada sesuatu yang dikerjakan dan benar-benar merasa kesenangan dalam keterlibatan penuh dengan yang sedang dikerjakan. Flow akan dirasakan pada kondisi ini baik pada kehidupan profesional maupun kehidupan pribadi; 3) Relationship/Positive Relationship, setiap orang memerlukan orang lain dan meningkatkan kesejahteraannya dengan membangun hubungan yang kuat dengan keluarga, teman, ataupun tetangga; 4) Meaning, kehidupan menjadi terbaik jika dapat mendedikasikan lebih besar pada hal lebih luas yang berdampak pada`orang lain, bukan hanya pada diri sendiri, sehingga kehidupan menjadi lebih bermakna; 5) Accomplisment/Achievement¸adalah tujuan-tujuan yang dapat diperoleh, baik tujuan kecil, sedang atau besar. Kesejahteraan berkembang bila manusia dapat berkembang lebih baik dengan tujuan-tujuannya tercapai. Apabila orang memiliki ke lima pilar tersebut, maka kehidupan orang tersebut akan merasa sejahtera (Seligman, 2002). Pada PERMA secara tidak langsung juga mempengaruhi kesehatan dan finansial. Pada achievement/acomplisment dan engagement akan membuat seseorang mengembangkan diri dan melakukan pekerjaan yang terlibat penuh dengan emosi, sehingga akan memiliki kontribusi dan pengembangan diri yang baik. Hal ini akan berdampak positif pada karirnya, secara tidak langsung terkait dengan fiansial. Sedang Keadaan fisik juga dipengaruhi adanya emosi positif. Emosi menggambarkan adanya kecenderungan manusia untuk bertindak dan juga terkait sistem fisiologis manusia. Emosi dibagi menjadi 2 (Barret & Russel, dalam Mayne & Bonanno, 2001), yaitu emosi negatif (misal, tertekan, sedih, depresi, fatiq, cemas dan lain-lain) dan emosi positif (misalnya bersemangat, senang, rileks, dan lain-lain). Emosi juga mempengaruhi sistem dalam tubuh yang akan mempengaruhi sistem imunitas. Seseorang yang memiliki sistem imunnitas yang baik akan menjadi lebih produktif dari pada yang memiliki sistem imun tidak baik, dari ketidak hadiran dalam bekerja, sakit dengan berobat jalan maupun di rumah sakit. Selain tidak produktif juga membuat seseorang mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya kesehatan. Aspek psikologis seperti stres dapat mempengaruhi sistem imun. Stres sangat berpengaruh pada aksis HPA yang akan mempengaruhi sistem imun. Stres meningkatkan CRH yang selanjutnya merangsang peningkatan glucocorticoid dan catecholamine. Hal ini akan mempengaruhi ekspresi sel Th1 dan Th2 yang menyebabkan imunitas seluler dan humoral (Putra, 1997) 

Psychological well being dan Subjective well-being (skripsi dan tesis)

 

 Konsep psychological well-being dikembangkan oleh Ryff pada tahun 1989. Kesejahteraan psikis (psychological wellbeing) dapat dilihat dari 6 dimensi, yaitu self acceptance, autonomy, interpersonal relation, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth. Individu yang memiliki psychological well-being yang tinggi adalah individu yang merasa puas dengan hidupnya, kondisi emosional yang positif, mampu melalui pengalaman-pengalaman buruk yang dapat menghasilkan kondisi emosional negatif, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, mampu menentukan nasibnya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain, mengontrol kondisi lingkungan sekitar, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan mampu mengembangkan dirinya sendiri (Ryff, 1989). Pada Kesejahteraan subjektif ada dua pendekatan (Deci & Ryan, 2001) yaitu: 1) hedonic, fokusnya pada komponen feeling yang didefinisikan dalam bentuk pencapaian kenikmatan dan menghindari sakit. Konsep subjective well-being sesuai dengan perspektif atau pendekatan hedonic yang mendifinisikan sebagai hal yang fundamental tentang memaksimalkan kenikmatan dan menghindari atau meminimalkan sakit/pain; 2) eudaemonic, fokusnya pada komponen thinking, makna dan realisasi diri yang didefinisikan kesejahteraan dalam bentuk tingkatan fungsi penuh sebagai manusia. Pada perspektif ini fokus pada kebermaknaan dalam hidup, self realization dan fungsi penuh sebagai individu. Pada eudamonic memformulasikan pada aktualisasi potensi manusia. Pada Ryan and Deci menggunakan framework dari teori self-determination, pengalaman kesejahteraan yang timbul dari fulfilment dari tiga kebutuhan psikologis yang mendasar: autonomy, competence dan relatedness. S Subjective well-being dari Diener (2000) didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif terhadap kehidupan seseorang. Adapun hasil evaluasi kognitif orang yang bahagia adalah adanya kepuasan hidup yang tinggi, sedangkan evaluasi afektifnya adalah banyaknya afeksi positif dan sedikitnya afeksi negatif yang dirasakan (Diener dkk, 1999). Menurut Diener & Oishi (2005) terdapat dua komponen dasar subjective well being yaitu kepuasan hidup (life satisfaction) sebagai komponen kognitif dan kebahagiaan (happiness) sebagai komponen afektif Kesejahteraan dalam konsep Psikologi Positif adalah memiliki perspektif multidisiplin pada promotif kesejahteraan yang memiliki implikasi seluruhnya, yaitu individu, sosial dan institusional (Seligman, 2003; Vázquez&Hervás, 2008). Kesejahteraan pada Psikologi Positif dikembangkan oleh Martin Seligman dikenal dengan PERMA, yaitu positive emotion, engagement, relationship, meaningfullnessdan accomplishment (Seligman, 2013). Kesejahteraan pada pendekatan Psikologi Positif meliputi pendekatan hedonic dan eudaemonic sebagai pendekatan kesejahteraan dan juga terkait secara tidak langsung dengan kesejahteraan objektif. Konsep kesejahteraan dalam Psikologi Positif dikenal dengan nama flourishing. Ada 4 konsep flourishing yang dikenal luas, yaitu konsep dari Seligman, Keyes, Huppert & So, dan Ed Diener

Subjective Wellbeing (skripsi dan tesis)


Kualitas hidup adalah keseimbangan antara kesempatan atau keterbatasan kehidupan seseorang, yang merupakan hasil dari proses interaksi antara individu dan lingkungannya (Renwick, 1996). Kualitas hidup dapat didefinisikan sebagai keseluruhan kesejahteraan hidup yang meliputi evaluasi objektif dan subjektif. Evaluasi objektif merujuk pada kondisi kehidupan seseorang seperti kesehatan, pendapatan materi, kualitas kehidupan di rumah, hubungan pertemanan, aktivitas, dan peran sosial. Evaluasi subjektif merujuk kepada kepuasan pribadi terhadap kondisi hidupnya. Kepuasan dalam hidup atau tidak, bukan tergantung dari penilaian para ahli, namun berdasarkan evaluasi individu terhadap hidupnya. Kepuasan hidup terkait dengan kesejahteraan subjektif (subjective well-being).

Psikologi Positif (skripsi dan tesis)

 

Psikologi Positif memunculkan fungsi manusia yang positif dengn mencapai pemahaman ilmiah dan intervensi yang efektif untuk membangun berkembang individu, keluarga, dan masyarakat (Seligman, 2002). Hal ini sesuai yang disampaikan Compton (2004) bahwa Psikologi Positif adalah studi ilmiah tentang fungsi manusia yang optimal dan tujuannya untuk menemukan dan mempromosikan faktor yang memungkinkan individu, komunitas, dan masyarakat untuk tumbuh dan berkembang. Ruang lingkup Psikologi Positif (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000): 1) Positif subjektif, yaitu pikiran konstruktif tentang diri dan masa depan (misal: optimisme dan harapan), serta perasaan energi, vitalitas, dan keyakinan, atau efek positif emosi (misal: gembira, tertawa, dll); 2) Level Individu, yaitu berfokus pada ciri-ciri individu positif (kapasitas untuk cinta dan rekreasi, courage, interpersonal skills, forgiveness, kelapangan hati keberanian, ketekunan, kejujuran, atau kebijaksanaan), memgembagkan kekuatan positif dari karakter, mengembangkan potensi dan dorongan untuk mengejar keunggulan; 3) Level Kelompok/Masyarakat, yaitu berfokus pada pengembangan, pembuatan, dan pemeliharaan lembaga positif (pembangunan dari nilai-nilai sipil, penciptaan keluarga sehat, studi lingkungan kerja yang sehat, dan masyarakat yang positif). Psikologi Positif mempunyai tujuan untuk kesejahteraan dengan membangun emosi positif dan fokus pada strenght individu (Seligman, 2013). Tujuan Psikologi Positif adalah Kesejahteraan. Kesejahteraan dalam Psikologi Positif adalah kesejahteraan keseluruhan yang meliputi hedonic dan eudaimoni

Manfaat pemberian ASI eksklusif (skripsi dan tesis)

Pemberian ASI eksklusif bermanfaat bagi ibu dan bayi. Manfaat pemberian ASI eksklusif untuk bayi yaitu sebagai nutrisi, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan, dan meningkatkan jalinan kasih sayang. Penelitian juga membuktikan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan mengalami risiko lebih rendah untuk terserang infeksi saluran pencernaan dan pernafasan dibandingkan dengan anak yang mendapatkan ASI yang tidak eksklusif. Di sisi lain, manfaat pemberian ASI eksklusif bagi ibu meliputi mensupresi terjadinya ovulasi sehingga menunda kehamilan, mempercepat penurunan berat badan, serta menurunkan risiko kanker ovarium dan payudara.

Riwayat penyakit (skripsi dan tesis)

 1) Riwayat penyakit infeksi Infeksi akan menyebabkan kebutuhan energi meningkat karena terjadinya demam, di sisi lain infeksi juga menurunkan nafsu makan sehingga jumlah energi yang masuk ke tubuh akan berkurang.Penelitian di Salatiga menunjukkan bahwa bayi yang menderita ISPA mempunyai selisih laju pertumbuhan 0,33 SD BB/U lebih rendah dalam waktu 3 bulan, dibanding yang tidak menderita ISPA.38 Bayi yang menderita ISPA memiliki risiko 3,35 kali terhadap kejadian growth faltering.Bayi dapat mengalami malabsorbsi nutrisi saat dan setelah episode diare, sehingga menjadi risiko kejadian growth faltering.  Diare tidak hanya mempengaruhi berat badan, namun juga tinggi badan anak. Bayi yang diberi ASI eksklusif, apabila mengalami diare, penurunan berat badannya 100 gram lebih sedikit daripada bayi yang diberi susu formula.2) Riwayat penyakit kronik Terganggunya pertumbuhan anak karena penyakit kronik dihubungkan dengan berbagai alasan seperti kebutuhan energi yang meningkat, intake yang berkurang, dan gangguan makan. Anak dengan penyakit kronik pada paru, pencernaan, dan neuromuskular sering mengalami sesak nafas, kebutuhan energi meningkat, atau kehilangan nutrisi karena muntah.


Faktor sosial ekonomi (skripsi dan tesis)

Growth faltering dapat terjadi di semua status ekonomi di Indonesia, hanya saja pada status ekonomi yang lebih rendah growth faltering yang terjadi lebih parah. Hal ini diduga disebabkan rendahnya pemberian ASI eksklusif, rendahnya kandungan energi dalam MP-ASI, tingkat pendidikan orang tua, sanitasi, dan infeksi.Telah dibuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif di negara berkembang lebih penting daripada negara maju, karena rendahnya higiene dan sanitasi yang mempengaruhi kualitas MP-ASI

Status gizi ibu (skripsi dan tesis)

Bayi yang memiliki ibu dengan BMI rendah dapat mengkompensasi pertumbuhannya, sehingga walaupun berat badan lahirnya rendah, pertumbuhan dapat terkejar di usia bayi 2 bulan. Setelah berusia 2 bulan, pertumbuhannya tidak jauh berbeda dari bayi yang lahir dari ibu dengan BMI tinggi. Status gizi ibu menyusui tidak mempengaruhi kandungan protein antimikroba dalam ASInya secara langsung, namun rendahnya status gizi ibu dapat menurunkan produksi ASI.

Nutrisi (skripsi dan tesis)

Growth faltering dapat terjadi karena intake energi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan biologis anak untuk tumbuh.Intake energi bayi 2-6 bulan bisa didapatkan dari  1) Air Susu Ibu (ASI) Pemberian ASI saja, tanpa ditambah makanan atau minuman lain, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi selama 6 bulan. Komposisi ASI dapat berubah sesuai kebutuhan bayi. Densitas energi ASI adalah sekitar 65kkal/100ml.2) Susu formula International Expert Group (IEG) menyarankan agar densitas energi dalam susu formula sebesar 60-70kkal/100ml. Pelarutan susu formula yang tidak tepat, dapat menimbulkan masalah. Susu formula yang terlalu cair dapat menimbulkan malnutrisi, sedangkan jika terlalu kental dapat membuat dehidrasi dan masalah ginjal. Kontaminasi susu formula oleh bakteri Enterobacter sakazakii dan Salmonella sp dapat menyebabkan infeksi. Bayi yang diberi susu formula dapat mengalami growth faltering melalui 2 cara yaitu tidak mendapatkan cukup energi dan lebih mudah terkena infeksi. 3) Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Makanan pendamping ASI adalah makanan padat maupun cair yang mengandung energi dan nutrisi untuk tambahan ASI. Pada saat bayi berusia 6 bulan, kebutuhan nutrisi tidak cukup hanya dari ASI, khususnya kebutuhan energi, protein, besi (Fe), seng (Zn), dan vitamin A. Maka pemberian MP-ASI paling tepat adalah di usia 6 bulan. Pemberian MP-ASI terlalu dini (<4 bulan) maupun terlambat (>7bulan) dapat menyebabkan gangguan tumbuh-kembang. Semakin muda usia bayi, organ pencernaan belum siap secara anatomis dan fisiologis, sehingga hanya dapat mencerna sedikit makanan dan kandungan gizinya tidak dapat diserap oleh tubuh untuk menunjang pertumbuhan.1 Selain usia pertama pemberian MP-ASI, kualitas, kuantitas, dan higienitas MP-ASI juga berperan dalam growth faltering

Growth faltering (skripsi dan tesis)

pada bayi usia 2-6 bulan Pada beberapa hari pertama kehidupan, berat badan bisa turun hingga 10%, kemudian kembali ke berat badan semula setelah 2 minggu, dan dianggap masih normal. Pada masa post neonatal (29 hari - 11 bulan) normalnya akan terjadi pertumbuhan pesat. Apabila kecepatan pertumbuhan bayi 2-6 bulan lebih lambat dari yang dibutuhkan untuk mempertahankan posisi di persentilnya maka terjadi growth faltering pada bayi 2-6 usia bulan.

Definisi growth faltering (skripsi dan tesis)

Growth faltering disebut juga sebagai gangguan atau guncangan pertumbuhan. Secara terminologi, arti kata growth adalah pertumbuhan, sedangkan faltering adalah bimbang. Istilah “growth faltering” lebih cenderung digunakan untuk menghindari istilah “failure to thrive” (kegagalan pertumbuhan). Growth faltering adalah kecepatan pertumbuhan yang lebih lambat dari yang dibutuhkan untuk mempertahankan posisi anak di persentilnya.Growth faltering ditandai dengan penurunan kurva pertumbuhan anak

Pengertian MP-ASI (skripsi dan tesis)

MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan bayi. Pemberian MP-ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini. MP-ASI diberikan sebagai pelengkap ASI sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik. Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus, dengan demikian makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI.

Riwayat penyakit bayi (skripsi dan tesis)

Penyakit bayi dapat menyebabkan absorbsi kalori tidak adekuat dan kebutuhan kalori yang meningkat. Lima persen dari kasus growth faltering disebabkan oleh penyakit gastrointestinal, gangguan neurologis atau penyakit jantung kongenital. Penyakit pada bayi yang dapat menyebabkan kebutuhan pertumbuhan meningkat sehingga asupan nutrisi menjadi tidak adekuat untuk pertumbuhan, misalnya ketika demam, memiliki penyakit jantung bawaan, penyakit paru kronik, atau hipertiroid. Selain itu penyakit pada bayi juga menyebabkan ketidakmampuan penggunaan kalori secara adekuat karena muntah terus menerus, refluks gastroesofageal, short-bowel syndrome, celiac disease, malabsorbsi, bibir sumbing, diare kronik, alergi, penyakit inflamasi usus, penyakit saluran cerna, kistik fibrosis dan kelainan metabolik bawaan. , 36-38 Gangguan kongenital dan komplikasi perinatal meliputi prematur dan hambatan pertumbuhan janin dapat mempengaruhi atau menghambat potensi  pertumbuhan bayi.  Berat bayi lahir rendah (BBLR) dan bayi lahir prematur dapat mengalami hambatan pertumbuhan karena kesulitan mengejar perkembangan dan pertumbuhan yang seharusnya3 . BBLR juga merupakan faktor risiko terjadinya anemia pada bayi.

Psikososial dan ekonomi (skripsi dan tesis)

Status ekonomi rendah berhubungan dengan growth faltering. Status ekonomi berhubungan dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif, rendahnya kandungan energi dalam MP-ASI, tingkat pendidikan orang tua, sanitasi, dan infeksi yang merupakan risiko growth faltering. Faktor psikososial ekonomi juga berhubungan dengan stabilitas keluarga dan sekitarnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan, antara lain stress dalam pernikahan, ibu depresi, orang tua usia muda, kekerasan, pekerjaan orang tua, pelayanan kesehatan yang terjangkau keluarga, hubungan orangtua-anak, persepsi orangtua terhadap pola asuh dan kebutuhan anak, kemiskinan dan banyak anak dalam keluarga. Semakin banyak anak dalam keluarga mempengaruhi pola asuh dari ibu kepada anak. Anak yang tinggal dalam lingkungan yang tidak ideal untuk pertumbuhan dapat mengalami kesulitan makan karena masalah-masalah tersebut.

Tingkat pendidikan ibu (skripsi dan tesis)

 Tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu dan perhatian ibu kepada asupan gizi anak. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, ibu akan semakin memperhatikan asupan gizi anak. Kurangnya pengetahuan ibu akan nutrisi yang tepat akan menurunkan asupan nutrisi pada anak. Akan tetapi hal ini dipengaruhi juga oleh pekerjaan ibu. Ibu yang bekerja dan jarang di rumah bersama anak-anak akan kurang mengaplikasikan pengetahuannya karena waktu yang kurang.

Status gizi ibu (skripsi dan tesis)

Faktor maternal yang berpengaruh terhadap growth faltering adalah body mass index dan status kesehatan ibu. Ibu dengan BMI yang rendah (<20 kg./m2 ) berpengaruh terhadap kejadian growth faltering. Hal ini mempengaruhi juga ASI yang diberikan kepada bayi. Status gizi ibu yang rendah menurunkan produksi ASI. Ibu yang memiliki status zat besi yang baik pada masa kehamilannya dapat memberikan ASI yang kaya zat besi juga. Begitu juga bila ibu mengalami defisiensi vitamin A, B1, B6, dan B12. Oleh karena itu status gizi ibu sangat penting terhadap ASI yang diberikan kepada bayi

Nutrisi Growth faltering (skripsi dan tesis)

sering terjadi pada usia 6 bulan yaitu masa transisi ke makanan padat yang tidak adekuat kuantitas dan kualitasnya.1 Oleh karena itu, bayi dapat mengalami malnutrisi yang berhubungan erat menyebabkan growth faltering karena kurangnya asupan nutrisi untuk pertumbuhan, khususnya energi, protein dan mikronutrien. 1) Ketidakmampuan menerima nutrisi secara adekuat Keterbatasan fisik dalam makan, minum, menghisap, menyusu, dan menelan dapat menyebabkan kesulitan makan dan minum sehingga penerimaan asupan nutrisi pada anak terganggu. Hal ini sering terjadi pada bayi dibawah 8 minggu. Pada bayi usia di atas 8 minggu, kesulitan transisi ke makanan padat, ASI yang tidak adekuat, MP-ASI yang tidak tepat dan pola makan rendah kalori termasuk dalam faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dimana kebutuhan nutrisi bayi meningkat sesuai usianya. Nafsu makan yang rendah, penolakan terhadap makanan, dan gangguan perilaku sulit makan dapat mengurangi jumlah asupan nutrisi yang diterima. 2) Pemberian asupan nutrisi tidak adekuat Pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI yang baik dan benar sangat diperlukan untuk mencukup kebutuhan nutrisi bayi yang semakin meningkat seiring bertambahnya usia.30 Cara pemberian makanan, pengetahuan ibu dan persepsi mengenai pola makan dan adat istiadat yang salah pada juga berpengaruh terhadap asupan nutrisi bayi

Faktor-faktor yang mempengaruhi growth faltering (skripsi dan tesis)

 Growth faltering disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan bayi untuk pertumbuhan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat penting untuk diketahui sebagai risiko dan penyebab growth faltering untuk ditatalaksana dengan baik. Faktor mayor yang mempengaruhi kejadian growth faltering adalah nutrisi, psikososial dan penyakit.

Diagnosis growth faltering (skripsi dan tesis)

Pemantauan pertumbuhan bayi secara serial dalam kurva pertumbuhan sangat penting dalam mendeteksi dan memantau laju pertumbuhan, pengaruh penyakit dan mengidentifikasi faktor risiko. Growth faltering diukur dari kurva weight for age yang turun dibawah persentil ke 5 dalam beberapa kali pengukuran 10 atau perlambatan laju pertumbuhan yang memotong 2 garis persentil mayor pada kurva pertumbuhan. Selain itu dapat digunakan kriteria antropometri lain untuk menyatakan growth faltering yaitu BMI for age kurang dari persentil 5, length for age kurang dari persentil 5, penurunan berat badan memotong 2 garis persentil mayor, weight for age kurang dari persentil 5, berat kurang dari 75% median weight for age, berat kurang dari 75% median weight for length, dan laju berat bedan kurang dari persentil 5. Growth faltering erat kaitannya dengan malnutrisi, yang pertama kali akan mempengaruhi laju pertumbuhan berat badan lalu diikuti panjang badan dan pada kondisi yang parah akan mempengaruhi lingkar kepala. Growth faltering akut ditunjukkan dengan adanya penurunan arah garis pertumbuhan weight-for-age sedangkan panjang atau tinggi badan dapat normal. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan arah garis pertumbuhan weight-for-age untuk deteksi dini.  Di Indonesia, arah garis pertumbuhan ini dapat dilihat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) yang terdapat dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Pertumbuhan balita dapat diketahui apabila setiap bulan ditimbang, hasil penimbangan dicatat di KMS, dan antara titik berat badan KMS dari hasil penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan dengan sebuah garis. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik pertumbuhan anak. Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai baku acuan adalah grafik oleh WHO dalam KMS (Lampiran 1).  Berikut adalah arah pertumbuhan balita dengan KMS: 1) Pertumbuhan disebut baik: a) N1 (tumbuh kejar atau catch-up growth): arah garis pertumbuhan melebihi arah garis baku b) N2 (tumbuh normal): arah garis pertumbuhan sejajar atau berimpit dengan arah garis baku 2) Pertumbuhan disebut tidak baik: a) T1 (tumbuh tidak memadai atau growth faltering): arah garis pertumbuhan kurang dari arah garis baku atau pertumbuhan kurang dari yang diharapkan, artinya pembentukan jaringan baru lebih lambat dari anak yang sehat. b) T2 (tidak tumbuh atau flat-growth): arah garis pertumbuhan datar atau berat badan tetap, artinya pembentukan jaringan baru tidak terjadi. c) T3 (tumbuh negative atau loss of growth): arah garis pertumbuhan turun dari arah garis baku, artinya terjadi penghancuran jaringan yang sebelumnya terbentuk

Definisi growth faltering (skripsi dan tesis)

Growth faltering merupakan kondisi kegagalan pertumbuhan yang ditandai dengan laju pertumbuhan yang melambat karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan kebutuhan biologis untuk pertumbuhan. Hal ini sering terjadi pada usia 15 bulan pertama kehidupan dengan insidensi tertinggi pada usia 3-12 bulan.1 Dampak jangka pendek dari growth faltering adalah terganggunya respon imun, meningkatkan risiko infeksi dan kematian bayi. Growth faltering yang kontinu dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan selanjutnya, perkembangan kognitif dan psikomotor, aktivitas fisik, perilaku, dan kemampuan belajar.6-8 Nutrisi yang adekuat sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi terutama dalam dua tahun pertama kehidupannya (periode emas). Oleh karena itu, terjadinya growth faltering memiliki efek jangka panjang yaitu gangguan emosional dan intelektual, risiko penyakit kronis, sindroma metabolik, dan penyakit makrovaskular pada usia paruh baya.

Ciri - Ciri Fisik Dan Psikologis Pecandu NAPZA (skripsi dan tesis)

Ciri-ciri fisik pecandu narkotika antara lain sebagai berikut: 1. Pusing / sakit kepala 2. Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan 3. Mata terlihat cekung dan merah, muka pucat 4. Bicara cadel 5. Mual 6. Badan panas dingin 7. Sakit pada tulang- tulang dan persendian 8. Sakit hampir pada seluruh bagian badan 9. Mengeluarkan keringat berlebihan. 10. Pembesaran pupil mata 11. Mata berair 12. Hidung berlendir 13. Batuk pilek berkepanjangan 14. Serangan panik 15. Ada bekas suntikan atau bekas sayatan di tangan Sedangkan ciri-ciri Psikologi pecandu narkotika sebagai berikut: 1. Halusinasi, Pemakai biasanya merasakan dua perasaan berbeda yang intensitasnya sama kuat. Akibat dari ini menimbulkan penglihatan-penglihatan bergerak, warna– warna dan mata pemakai akan menjadi sangat sensitif terhadap cahaya terang. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan terhadap hewan percobaan, efek hallucinogen ini mempengaruhi beberapa jenis zat kimia yang menyebabkan tertutupnya system penyaringa informasi. 2. Paranoid, Penyakit kejiwaan yang biasanya merupakaan bawaan sejak lahir ini juga dapat ditimbulkan oleh pengguna narkoba dengan dosis sangat besar pada jangka waku berdekatan. Pengguna merasa depresi, merasa diintai setiap saat dan curiga yang berlebihan. Keadaan ini memburuk bila pengguna merasa putus obat, menyebabkan kerusakan permanen dalam system saraf utama. Hasilnya adalah penyakit jiwa kronis dan untuk menyembuhka membutuhkan waktu sangat lama. 3. Ketakutan pada bentuk-bentuk tertentu, pengguna narkoba pada masa putus zat memiliki kecenderungan pisikologis ruang yang serupa diantaranya, Takut melihat cahaya, mencari ruang sempit dan gelap, takut pada bentuk ruang yang menekan. 4. Histeria, pengguna cenderung bertingkah laku berlebihan diluar kesadarannya, ciri-cirinya adalah, berteriak-teriak, tertawa-tawa diluar sadar, menangis merusak. Berdasarkan beberapa karakteristik pecandu narkoba yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan dan dipahami pecandu narkoba memiliki ciri atau karakteristik ditinjau dari segi fisik dan psikis. Itu semua adalah efek yang disebakan oleh penyalahgunaan narkoba, Efek ini dapat ditimbulkan dari berbagai macam jenis narkotika karena pada dasarnya, efek pisikologis dan efek fisik yang ditimbulkan narkotika juga dipengaruhi oleh pembawaan pribadi dan lingkungan.

Dampak Penyalahgunaan NAPZA (skripsi dan tesis)

 Menurut Budianto (1989) dampak atau efek yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkoba dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang populer sekarang adalah Putaw. 2. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis stimulan: Kafein, Kokain, Amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah shabu-shabu dan ekstasi. 3. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamurjamuran. Selain itu ada jugayang diramu di laboratorium seperti LSD. Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja. Menurut Badan Narkotika Nasional (2014) dampak penyalahgunaan narkoba terbagi menjadi dua, yaitu: a. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap psikis, lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah, kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga, agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal, sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan, dan, cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri. b. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap lingkungan sosial yaitu, gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan, merepotkan dan menjadi beban keluarga, pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram, dan, tindak kriminalitas Menurut Budiarta (2000) Dampak penyalahgunaan NAPZA bagi penggunanya adalah dapat merasakan kecemasan yang luar biasa, paranoid, delusi formikasi, berperilaku agresi, memiliki nafsu seksual yang tinggi, dan timbulnya berbagai penyakit seperti stroke, radang hati, jantung dan sebagainya hingga menimbulkan kematian. Penyalahgunaan NAPZA dapat disimpulkan bahwa NAPZA dapat merusak dan membahayakan bagi generasi muda dalam suatu bangsa khususnya bagi anakanak dan remaja. Berdasarkan penjelasan diatas tentang dampak yang ditimpulkan oleh NAPZA dapat disimpulkan dan dimengerti, bahwa dampak dari NAPZA berpengaruh terhadap fisik seperti pada keterlambatan berpikir dan cepat lelah, gangguan lambung dll, terhadap psikologis yang menganggu contohnya emosinya, dan sosial tentunya berdampak pada komunikasi yang tidak berjalan dengan baik antar individu lainnya, dll.

Penyalahgunaan NAPZA (skripsi dan tesis)

Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun (2009) Penyalahgunaan NAPZA adalah orang yang menggunakan narkoba tanpa hak dan wewenang. Penggunaan NAPZA yang bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Menurut Jimmy (2015) Penyalahgunaan narkoba adalah kondisi yang dapat dikatakan sebagai suatu gangguan jiwa, sehingga pengguna/penderita tidak lagi mampu memfungsikan diri secara wajar dalam masyarakat bahkan akan mengarah pada prilaku maladaptif (kecemasan/ketakutan berlebihan). Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun (2009) Ketergantungan adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Menurut pendapat Sumiati tahun (2009) Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia akan mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat, ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak mengalami gejala fisik. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan dan dimengerti bahwa penyalahgunaan NAPZA adalah orang yang menggunakan narkoba tanpa hak dan wewenang, dan akan menyebabkan ketergantungan pada pengguna.

Jenis–Jenis NAPZA (skripsi dan tesis)

NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok. 1. Narkotika Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari cengkramannya. Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III. a. Narkotika golongan I Narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain. b. Narkotika golongan II Narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain. c. Narkotika golongan III Narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein dan turunannya. 2. Psikotripika Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1997, Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche). Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika dapat dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu : a. Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP. b. Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, metakualon, dan sebagainya. c. Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal, buprenorsina, fleenitrazepam, dan sebagainya. d. Golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-lain. 3. Bahan Adiktif Lainnya Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya : a. Rokok b. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan. c. Tiner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan. Berdasarkan penjelasan tentang jenis-jenis NAPZA diatas dapat disimpulkan dan dipahami bahwa NAPZA terbagi dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang mana pada porsirnya memiliki efek berbahaya masing-masing apabila digunakan secara berlebihan.

Definisi NAPZA (skripsi dan tesis)

Menurut Kemenkes RI tahun (2010) NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi. Menurut Badan Narkotika Nasional tahun (2004) NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan. Menurut Farmakologi medis (2006) Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari daerah Visceral dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong masih sadar namun masih harus di gertak) serta adiksi. Menurut Amriel (2008) Narkoba singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan atau zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral atau diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Menurut Hawari (2004) Narkoba singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya adalah bahan atau zat dimasukan dalam tubuh manusia secara oral atau diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, harmonis, yaitu keutuhan suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Menurut Dirjosisworo (1986) bahwa pengertian narkotika adalah Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh. Berdasarkan beberapa definisi diatas tentang definisi NAPZA dapat disimpulkan dan dipahami NAPZA adalah Narkotika, Psikotropika, Dan Zat Adiktif yang apabila dikonsumsi tidak sesuai prosedur dan kebutuhan yang penting dan panduan yang benar, akan menimbulkan efek ketergantungan yang mengakibatkan gangguan fisik maupun psikis.

Tahapan – Tahapan Resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut pendapat Coulson (2006) empat proses yang dapat terjadi ketika seseorang mengalami situasi cukup menekan yaitu: a. Succumbing (mengalah) Mepakan istilah untuk menggambarkan kondisi yang menurun dimana individu mengalah atau menyerah setelah menghadapi suatu ancaman atau kondisi yang menekan. Level ini merupakan kondisi ketika individu menemukan atau mengalami kemalangan yang terlalu berat bagi mereka. Penampakan (outcomes) dari individu yang berada pada kondisi ini berpotensi mengalami depresi dan biasanya penggunaan narkoba sebagai pelarian, dan pada tataran ekstrim dapat menyebabkan individu bunuh diri. b. Survival (bertahan) Pada level ini individu tidak mampu meraih atau mengembalikan fungsi psikologis dan emosi yang positif setelah saat menghadapi tekanan. Efek dari pengalaman yang menekan membuat individu gagal untuk kembali berfungsi secara wajar (recovery), dan berkurang pada beberapa respek. Individu pada kondisi ini dapat mengalami perasaan, perilaku, dan kognitif negatif berkepanjangan seperti, menarik diri, berkurangnya kepuasan kerja, dan depresi. c. Recovery (pemulihan) Merupakan kondisi ketika individu mampu pulih kembali (bounce back) pada fungsi psikologis dan emosi secara wajar, dan dapat beradaptasi terhadap kondisi yang menekan, meskipun masih menyisahkan efek dari perasaan yang negatif. individu dapat kembali beraktivitas dalam kehidupan sehariharinya, menunjukkan diri mereka sebagai individu yang resilien. d. Thriving (berkembang dengan pesat) Pada kondisi ini individu tidak hanya mampu kembali pada level fungsi sebelumnya setelah mengalami kondisi yang menekan, namun mereka mampu minimal melampaui level ini pada beberapa respek. Proses pengalaman menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan dan menantang hidup mendatangkan kemampuan baru yang membuat individu menjadi lebih baik. Hal ini termanifetasi pada perilaku, emosi, dan kognitif seperti, sense of purpose of in life, kejelasan visi, lebih menghargai hidup, dan keinginan akan melakukan interaksi atau hubungan sosial yang positif. Menurut Reivich & Shatte (2002) mengatakan resiliensi melewati empat tahapan yaitu antara lain : a. Overcoming (proses mengatasi) b. Streering tought (melalui sistem pengendalian c. Boucing back d. Reaching out (tahap penjangkauan) Berdasarkan beberapa penjelasan diatas mengenai tahaptahap resiliensi dapat dipahami dan dapat dipahami empat proses yang dapat terjadi dan dilewati ketikaseseorang mengalami situasi yang cukup menekan, orang yang melakukan resiliensi itu akan melewati fase atau tahapan mengalah, bertahan, pemulihan, dan kemudian terjadi perrkembangan dengan pesat, overcoming (proses mengatasi), streering tought (melalui sistem pengendalian), boucing back, reaching out (tahap penjangkauan).

Karakteristik Individu Yang Resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut Murphey (2013) karakteristik manusia yang memiliki resiliensi tinggi adalah cenderung easygoing dan mudah bersosialisasi, memiliki keterampilan berpikir yang baik (secara tradisional disebut inteligensi, yang juga meliputi keterampilan sosial dan kemampuan menilai sesuatu), memiliki orang di sekitar yang mendukung, memiliki satu atau lebih bakat atau kelebihan, yakin pada diri sendiri dan percaya pada kemampuannya dalam mengambil keputusan serta memiliki spiritualitas atau religiusitas. Menurut Wolin (1999) terbagi menjadi tujuh karakteristik, yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut: a. Insight merupakan kemampuan individu untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain atau lingkungannya yang dapat digunakan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai situasi. Secara sederhana insight adalah kemampuan mental seorang individu untuk dapat bertanya dan menjawab dengan jujur. b. Kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah dalam hidup seseorang. Selain itu, kemandirian dapat diartikan sebagai perilaku seseorang untuk hidup secara mandiri tanpa bergantung kepada orang lain. c. Hubungan, seorang yang resilien tentunya dapat mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung, dan berkualitas bagi kehidupan, atau memiliki role model yang sehat. d. Inisiatif, Individu yang memiliki kemampuan resilien bersikap proaktif dan bertanggung jawab atas kehidupan dan masalah yang dihadapi. Dalam hal ini individu yang resilien selalu berusaha untuk memperbaiki diri ataupun meningkatkan kemampuan dirinya. e. Kreativitas, dalam hal ini melibatkan kemampuan untuk memikirkan berbagai alternatif pilihan, serta konsekuensi alternatif dalam menghadapi tantangan hidup. Individu yang memiliki resilien dapat mempertimbangkan konsekuensi dari setiap perilaku yang dipilihnya serta membuat keputusan secara benar. f. Humor, yakni kemampuan untuk menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun. Dengan rasa humor, individu yang resilien dapat memandang tantangan hidup dengan cara yang baru dan lebih ringan. g. Moralitas, ditandai dengan keinginan individu untuk dapat hidup secara baik dan produktif. Individu yang resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan membuat keputusan. Berdsarkan beberapa karakteristik individu yang resiliensi yang sudah dijelaskan dan diuraikan diatas menurut beberapa ahli dapat dipahami dan disimpulkan bahwa individu yang resilient adalah keterampilan berpikir seseorang yang baik dalam artian ia kreatif dan produktif, memiliki humor dan moralitas, dan memiliki inisiatif, dan menjalin hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut pendapat Herman, dkk (2011) mengatakan bahwa sumber-sumber resiliensi meliputi beberapa hal sebagai berikut: a. Faktor kepribadian, meliputi karakteristik kepribadian, self efficacy, self-esteem, internal Locus of control, optimisme, kapasitas intelektual, konsep diri yang positif, faktor demografi (usia, jenis kelamin, suku), harapan, ketangguhan, regulasi emosi, dan sebagainya. b. Faktor biologis, Lingkungan awal akan memengaruhi perkembangan dan struktur fungsi otak serta sistem neurobiologis. c. Faktor lingkungan, level lingkungan terdekat meliputi dukungan sosial termasuk relasi dengan keluarga dan teman sebaya, secure attachment pada ibu, kestabilan keluarga, hubungan yang aman dan pasti dengan orang tua, dan dukungan sosial dari teman sebaya. Lingkungan ini berhubungan dengan tingkat resiliensi. Selanjutnya lingkungan yang lebih luas yaitu sistem komunitas seperti lingkungan sekolah yang baik, pelayanan masyarakat, kesempatan untuk melakukan kegiatan olah raga dan seni, faktor-faktor budaya, spiritualitas dan agama serta sedikitnya pengalaman yang berkaitan dengan kekerasan, berhubungan dengan tingkat resiliensi. Menurut Holaday (Southwick, 2001), faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah : a. Social support, yaitu berupa community support, personal support, familial support serta budaya dan komunitas dimana individu tinggal. b. Cognitive skill, diantaranya intelegensi, cara pemecahan masalah, kemampuan dalam menghindar dari menyalahkan diri sendiri, kontrol pribadi dan spiritualitas. c. Psychological resources, yaitu locus of control internal, empati dan rasa ingin tahu, cenderung mencari hikmah dari setiap pengalaman serta selalu fleksibel dalam setiap situasi. Berdasarkan beberapa penjelasan yang dijelaskan diatas tentang faktor-faktor yang membentuk resiliensi dapat disimpulkan dan dipahami faktor yang mempengaruhi antara lain faktor kepribadian, faktor biologis, faktor lingkungan, cognitive skill, Psychological resources, social support

Faktor-Faktor Terbentuknya Resiliensi (skripsi dan tesis)

 Grotberg menjelaskan faktor faktor resiliensi yang dapat membantu individu mengatasi berbagai adversities, (Grotberg, 2003), dengan mengelompokkannya menjadi tiga faktor, antara lain: a. Ekternal support merupakan faktor diluar individu yang dapat meningkatkan kemampuan resilien. Grotberg menjelaskan bahwa sebagai (I have), yaitu satu atau lebih angggota keluarga yang dapat dipercaya dan mencintai individu tersebut, satu atau lebih individu di luar keluarga yang dapat dipercaya, memiliki batasan bertingkah laku. Good role models punya andil besar, Role models yaitu orang-orang yang dapat menunjukkan apa yang individu harus lakukan seperti informasi terhadap sesuatu dan memberi semangat agar individu mengikutinya. Akses untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, pendidikan dan sosial yang dibutuhkan juga penting, selain itu keluarga komunitas yang stabil. Selain dukungan dari orang-orang terdekat seperti suami, istri, orang tua, dan anak, kadangkala seorang individu juga membutuhkan dukungan dan cinta dari orang lain yang dianggap mampu memberikan kasih sayang yang mungkin tidak dapat diperoleh dari orang-orang terdekat. b. Faktor Inner Strength (I am), merupakan sesuatu yang dimiliki oleh individu yang akan berkembang, sebagaimana Grotberg menjelaskan bahwa kualitas yang dimiliki individu dapat dijelaskan sebagai (I am), diantaranya adalah kepercayaan diri atas kemampuan pribadi, optimis, disukai banyak orang, memiliki keinginan untuk meraih prestasi dimasa depan, empati dan kualitas diri lainnya. Faktor I am ini merupakan kekuatan yang berasal dari diri individu itu sendiri. Seperti tingkah laku, perasaan, dan kepercayaan yang terdapat didalam diri seseorang. c. Problem Solving (I can), termasuk kemampuan memunculkan ide ide baru, mampu menyelesaikan tugas, menggunakan humor untuk meredakan ketegangan, mampu menyampaikan pemikiran dan perasaan ketika berkomunikasi dengan orang lain, mampu menyelesaikan berbagai masalah (akademik, pekerjaan, personal dan sosial), mampu mengendalikan tingkah laku, serta mampu meminta bantuan ketika dibutuhkan, mengukur temperamen diri sendiri dan orang lain. Karena itu, seseorang yang beresiliensi harus memiliki tiga faktor tersebut, yaitu I am, I have dan I can, dan seseorang yang hanya memiliki salah satu faktor saja tidak termasuk orang yang beresiliensi. Berdasarkan beberapa yang dijelaskan diatas tentang faktor-faktor yang membentuk resiliensi dalam diri seseorang dapat dipahami dan disimpulkan bahwa faktor eksternal (I Have), faktor inner strength (I am), dan problem solving ialah faktor-faktor yang membentuk resiliensi dalam diri individu.

Aspek-Aspek Resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut Reivich dan Shatte (2002) ada tujuh kemampuan atau aspek-aspek yang membentuk resiliensi, yaitu antara lain: a. Pengendalian Emosi Pengendalian emosi adalah suatu kemampuan untuk tetap tenang meskipun berada di bawah tekanan. Individu yang mempunyai resiliensi yang baik, menggunakan kemampuan positif untuk membantu mengontrol emosi, memusatkan perhatian dan perilaku. Mengekspresikan emosi dengan tepat adalah bagian dari resiliensi. Individu yang tidak resilient cenderung lebih mengalami kecemasan, kesedihan, dan kemarahan dibandingkan dengan individu yang lain, dan mengalami saat yang berat untuk mendapatkan kembali kontrol diri ketika mengalami kekecewaan. Individu lebih memungkinkan untuk terjebak dalam kemarahan, kesedihan atau kecemasan, dan kurang efektif dalam menyelesaikan masalah. b. Kemampuan untuk mengontrol implus Kemampuan untuk mengontrol impuls berhubungan dengan pengendalian emosi. Individu yang kuat mengontrol impulsnya cenderung mempu mengendalikan emosinya. Perasaan yang menantang dapat meningkatkan kemampuan untuk mengontrol impuls dan menjadikan pemikiran lebih akurat, yang mengarahkan kepada pengendalian emosi yang lebih baik, dan menghasilkan perilaku yang lebih resilient. c. Optimis Individu dengan resiliensi yang baik Optimis Individu dengan resiliensi yang baik adalah individu yang optimis, yang percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan akan masa depan dan dapat mengontrol arah kehidupannya. Optimis membuat fisik menjadi lebih sehat dan tidak mudah mengalami depresi. Optimis menunjukkan bahwa individu yakin akan kemampuannya dalam mengatasi kesulitan yang tidak dapat dihindari di kemudian hari. Hal ini berhubungan dengan self efficacy, yaitu keyakinan akan kemampuan untuk memecahkan masalah dan menguasai dunia, yang merupakan kemampuan penting dalam resiliensi. Penelitian menunjukkan bahwa optimis dan self efficacy saling berhubungan satu sama lain. Optimis memacu individu untuk mencari solusi dan bekerja keras untuk memperbaiki situasi. d. Kemampuan untuk menganalisis penyebab dari masalah Analisis penyebab menurut Martin Seligman, dkk (Reivich dan Shatte, 2002), adalah gaya berpikir yang sangat penting untuk menganalisis penyebab, yaitu gaya menjelaskan. Hal itu adalah kebiasaan individu dalam menjelaskan sesuatu yang baik maupun yang buruk yang terjadi pada individu. Individu dengan resiliensi yang baik sebagian besar memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara kognitif dan dapat mengenali semua penyebab yang cukup berarti dalam kesulitan yang dihadapi, tanpa terjebak di dalam gaya menjelaskan tertentu. Individu tidak secara refleks menyalahkan orang lain untuk menjaga self esteemnya atau membebaskan dirinya dari rasa bersalah. Individu tidak menghambur-hamburkan persediaan resiliensinya yang berharga untuk merenungkan peristiwa atau keadaan di luar kontrol dirinya. Individu mengarahkan dirinya pada sumbersumber problem solving ke dalam faktor-faktor yang dapat dikontrol, dan mengarah pada perubahan. e. Kemampuan untuk berempati Beberapa individu mahir dalam menginterpretasikan apa yang para ahli psikologi katakan sebagai bahasa non verbal dari orang lain, seperti ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh, dan menentukan apa yang orang lain pikirkan dan rasakan. Walaupun individu tidak mampu menempatkan dirinya dalam posisi orang lain, namun mampu untuk memperkirakan apa yang orang rasakan, dan memprediksi apa yang mungkin dilakukan oleh orang lain. Dalam hubungan interpersonal, kemampuan untuk membaca tanda-tanda non verbal menguntungkan, dimana orang membutuhkan untuk merasakan dan dimengerti orang lain. f. Self efficacy Self efficacy adalah keyakinan bahwa individu dapat menyelesaikan masalah, mungkin melalui pengalaman dan keyakinan akan kemampuan untuk berhasil dalam kehidupan. Self efficacy membuat individu lebih efektif dalam kehidupan. Individu yang tidak yakin dengan efficacynya bagaikan kehilangan jati dirinya, dan secara tidak sengaja memunculkan keraguan dirinya. Individu dengan self efficacy yang baik, memiliki keyakinan, menumbuhkan pengetahuan bahwa dirinya memiliki bakat dan ketrampilan, yang dapat digunakan untuk mengontrol lingkungannya. g. Kemampuan untuk meraih apa yang diinginkan Resiliensi membuat individu mampu meningkatkan aspekaspek positif dalam kehidupan. Resiliensi adalah sumber dari kemampuan untuk meraih. Beberapa orang takut untuk meraih sesuatu, karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, bagaimanapun juga, keadaan menyulitkan akan selalu dihindari. Meraih sesuatu pada individu yang lain dipengaruhi oleh ketakutan dalam memperkirakan batasan yang sesungguhnya dari kemampuannya. Dari beberapa aspek-aspek yang dijelaskan diatas dapat dipahami dan disimpulkan bahwa aspek-aspek resiliensi yang penting dan perlu diperhatikan ialah pengendalian emosi, kemampuan mengontrol implus, optimis individu dengan resiliensi yang baik, kemamuan untuk menganalisis penyebab dari masalah, kemampuan untuk berempati, self efficacy, kemampuan untuk meraih apa yang diinginkan. Sedangkan menurut pendapat Connor & Davidson (2003) pada penelitiannya mengidentifikasikan ada lima aspek dari resiliensi, yaitu: a. Kompetensi personal, standar yang tinggi, dan kegigihan b. Percaya kepada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap afek negatif dan kuat dalam menghadapi tekanan c. Penerimaan positif terhadap perubahan dan hubungan yang baik dengan orang lain d. Pengendalian diri e. Pengaruh spiritual Berdasarkan beberapa aspek-aspek yang dijelaskan diatas dapat dipahami dan disimpulkan bahwa aspek-aspek resiliensi yang penting dan perlu diperhatikan ialah pengendalian emosi, kemampuan mengontrol implus, optimis individu dengan resiliensi yang baik, kemamuan untuk menganalisis penyebab dari masalah, kemampuan untuk berempati, self efficacy, kemampuan untuk meraih apa yang diinginkan, Kompetensi personal, standar yang tinggi, dan kegigihan Percaya kepada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap afek negatif dan kuat dalam menghadapi tekanan Penerimaan positif terhadap perubahan dan hubungan yang baik dengan orang lain pengendalian diri, pengaruh spiritual.

Definisi Resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut Desmita (2017) resiliensi adalah daya lentur, ketahanan kemampuan atau kapasitas inasni yang dimiliki seseorang, kelompok, atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan, dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan, atau mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Menurut Fernanda Rojas (2015) menyatakan resiliensi sebagai kemampuan menghadapi tantangan, resiliensi akan tampak ketika seseorang menghadapi pengalaman yang sulit dan tahu bagaimana menghadapi atau beradaptasi dengannya. Menurut Charney (2014) mendefinisikan resiliensi sebagai proses adaptasi dengan baik dalam situasi trauma, tragedy, atau peristiwa yang dapat menyebabkan stres lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa resiliensi bukanlah ciri kepribadian melainkan melibatkan perilaku, pikiran, atau tindakan yang dapat dipelajari oleh siapa saja. Menurut Keye & Pidgeon (2013) resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan individu memilih untuk pulih dari peristiwa kehidupan yang menyedihkan dan penuh tantangan, dengan cara meningkatkan pengetahuan untuk adaptif dan mengatasi situasi serupa yang merugikan di masa mendatang. Menurut Meicherbaum (2008) resiliensi adalah proses interaktif yang melibatkan berbagai karakteristik individu, keluarga, maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas. Menurut Reivich dan Shatte resiliensi adalah kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari. Menurut Reivich & Shatte (2002) resiliensi merupakan kemampuan individu untuk melakukan respon dengan cara yang sehat dan produktif ketika berhadapan dengan trauma, dimana hal tersebut mengendalikan tekanan hidup sehari-hari. Resiliensi menghasilkan dan mempertahankan sikap positif untuk digali. Individu dengan resiliensi yang baik memahami bahwa kesalahan bukanlah akhir dari segalanya. Individu mengambil makna dari kesalahan dan menggunakan pengetahuan untuk meraih sesuatu yang lebih tinggi. Individu memfokuskan dirinya dan memecahkan persoalan dengan bijaksana, sepenuhnya, dan energik. Berdasarkan beberapa definisi diatas menurut beberapa ahli dapat dipahami dan disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk bertahan dan menghadapi fase tersulit dalam kehidupannya, dan kemampuan positif untuk menghadapi suatu permasalahan ataupun kesulitan dalam kehidupannya.

Sumber resiliensi (skripsi dan tesis)

Menurut Grotberg (2003), untuk mengatasi kesengsaraan pada anak-anak, remaja dan orang dewasa, terdapat tiga sumber resiliensi, yaitu: 1. I Have (Eksternal Supports) Istilah “I Have” merupakan sumber resiliensi yang berasal dari luar yang dapat di percaya dan dapat diandalkan ketika individu menghadapi suatu kondisi (anggota keluarga atau bukan anggota keluarga). Aspek ini juga memiliki makna untuk orang-orang yang mampu memberikan semangat untuk individu menjadi lebih mandiri. Untuk mencapai aspek “I Have” individu harus memiliki hubungan yang baik di dalam keluarga dan komunitas (Grotberg, 2003). 2. I Am (Inner Strenght) “I Am” merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri, seperti perasaaan, tingkah laku dan kepercayaan yang terdapat dalam diri seseorang. Grotberg (2003) menyebutkan bahwa pada aspek “I Am”yaitu: a) perasaan dicintai dan perilaku yang menarik: individu menyadari bahwa seseorang mengasihi mereka dan individu tersebut akan bersikap baik terhadap orangorang yang menyukai dan mencintai; b) mencintai, empati, dan altruistik: individu mengasihi orang lain dan menyatakan perasaan kasih sayang. Individu berempati dengan merasakan perasaan tidak nyaman dan penderitaan yang dialami orang lain dan ingin melakukan sesuatu untuk memberikan kenyamanan; c) menghargai dan bangga pada diri sendiri: individu mengetahui bahwa mereka orang yang penting dan merasa bangga terhadap diri mereka sendiri dan apapun yang mereka lakukan serta tidak akan membiarkan orang lain meremehkannyaa; d) otonomi dan tanggung jawab: individu dapat melakukan sesuatu dengan caranya sendiri dan menerima konsekuensi dari perilakunya tersebut; e) harapan, keyakinan, dan kepercayaan: individu memiliki kepercayaan diri, optimis dan penuh harapan, individu percaya bahwa ada harapan bagi mereka, merasakan mana yang benar dan salah dan ikut di dalamnya serta memiliki kepercayaan diri dan iman dalam moral dan kebaikan. Bagian terakhir dalam aspek “I Am” adalah mandiri dan bertanggung jawab, serta menerima konsekuensi atas setiap tindakan yang telah dilakukan (Grotberg, 2003) 3. I Can (Interpersonal & Problem-Solving Skills) Istilah “I Can” merupakan kompetensi sosial dan interpersonal seseorang. Bagian dari aspek “I Can” adalah individu mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan baik, yakni keterampilan dan komunikasi. Individu mampu mengekspresikan berbagai macam pikiran dan perasaannya kepada orang lain dan dapat mendengarkan apa yang orang lain katakan serta merasakan perasaan orang lain. Sumber lain dari “I Can” ialah kemampuan pemecahan masalah (problem solving). Individu dapat menilai sebuah masalah serta dapat mengetahui apa yang dibutuhkan agar dapat memecahkan masalah tersebut (Grotberg, 2003). Menurut Robertson (2012), yang dapat menciptakan resiliensi pada individu yaitu : 1. Faktor Risiko Faktor risiko berkaitan dengan berbagai masalah-masalah dalam kehidupan yang menimbulkan gejala atau gangguan kesehatan mental sehingga mengganggu kualitas hidup individu. Faktor risiko dapat meningkatkan kerentanan dalam jangka waktu yang panjang. Faktor risiko dapat hadir mulai dari masalah-masalah dalam masa perkembangan dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang menimbulkan stres (Robertson, 2012). 2. Faktor pelindung Faktor pelindung adalah faktor yang melindungi individu untuk mengurangi risiko menderita akibat permasalahan hidup yang dialami. Faktor pelindung utama berasal dari eksternal yaitu dukungan sosial dan yang berasal dari internal yaitu sikap pribadi dan keterampilan dalam mengatasi masalah (Robertson, 2012). Berdasarkan Robertson (2012), dukungan sosial merupakan faktor pelindung yang penting. Berikut ini penjelasan dari masing-masing faktor pelindung : a. Dukungan sosial Individu yang memiliki lingkungan yang mendukung cenderung lebih mampu beresiliensi dalam menghadapi kesulitan. Lingkungan mendukung ini mencakup orang-orang yang ada di sekitar lingkungan individu seperti keluarga, teman dan kelompok-kelompok komunitas (Robertson, 2012). b. Karakteristik Individu Beberapa karakteristik dari perilaku individu yang dapat berkontribusi untuk dapat beresiliensi, yaitu: 1. Health-self esteem, penerimaan diri dan kesadaran akan kekuatan dan sumber daya yang ada didalam diri (Robertson, 2012). 2. Self-confidence, keyakinan akan kemampuan diri untuk dapat menghadapi kesulitan (Robertson, 2012).. 3. Good problem-solving ability dan kemampuan dalam membuat suatu keputusan (Robertson, 2012). 4. Social skills, seperti ketegasan, empati, kemampuan berkomunikasi dan lain-lain (Robertson, 2012). 5. Good emotion regulation, kemampuan untuk menempatkan pikiran, perasaan dan dorongan untuk bertindak (Robertson, 2012). Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan, bahwa terdapat tiga sumber resiliensi yaitu dukungan dari luar yang dapat diandalkan, kekuatan didalam diri terkait dengan kepercayaan didalam diri dan kemampuan dalam memecahkan masalah. Resiliensi juga dapat bersumber dari kemampuan individu untuk mengatur faktor risiko dan faktor pelindung individu.