Tuesday, October 31, 2023

Macam-Macam Kemampuan Kerja

 

  1. Kemampuan intelektual Kemampuan intelektual adalah Kemampuan
    yang ada dalam diri individu yang mencakup pada aktivitas penalaran,
    mental dan pemecahan masalah. Sebagian besar masyarakat
    menempatkan kecerdasan intelektual pada nilai yang tinggi Individu
    cerdas biasanya mendapatkan lebih banyak uang dan tingkat
    pendidikan yang lebih tinggi. Individu yang cerdas juga lebih
    mungkin menjadi pemimpin dalam suatu kelompok”, (Robbins,
    2008:67).
  2. Kemampuan Fisik Robbins (2008:61) menjelaskan bahwa
    Kemampuan fisik merupakan kemampuanindividu
    dalammenyelesaikan pekerjaannya yang berhubungan dengan
    kekuatan stamina, kecekatan fisik, dan bakat-bakat serupa yang
    membutuhkan kemampuan fisik seorang individu. Kemampuan fisik
    ini.

Indikator Kemampuan Kerja

 Menurut Robins Dan Judge (2007:51) 1. Memahami cakupan bidang tugas. 2. Memahami perintah pemimpin. 3. Mengatasi hambatan dalam pekerjaan.  4. Cekatan dalam bekerja. 5. Terampil dalam bekerja. 6. Memiliki stamina yang cukup

Kemampuan Kerja

 


Robbins (2008:57) menjelaskan bahwa “Kemampuan merupakan
kapasitas individu dalam menjalankantugas pekerjaannya”.
“Kemampuan adalah sebuah trait (bawaan atau dipelajari) yang
mengijinkan seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik. Kemampuan
adalah kapasitas individu yang berhubungan dengan kemampuan fisik dan mental
dalam menyelesaikan pekerjaan. Kemampuan merupakan sifat biologikal dan
yang bisa dipelajari yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu baik yang
bersifat fisik, maupun mental”. (Gibson et. Al, 2011:127).
Robbins dan Judge (2008:57) menjelaskan bahwa “kemampuan
(ability) adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam
suatu pekerjaan “. “Kemampuan adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas
mental atau fisik” (Ivancevich, Konopaske dan Matteson, 2007:85). Jadi dapat
dijelaskan bahwa kemampuan kerja adalah kapasitas atau bakat seseorang untuk
melakukan beragam tugas mental atau fisik dalam suatu pekerjaan
Robbins (2015:35-37) mengemukakan bahwa ”kemampuan
(ability) merujuk ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas
dalam suatu pekerjaan”.
Menurut Stoner (2009:118) bahwa” kemampuan itu dapat dan
harus diajarkan . karena itu dalam peningkatan sumber daya manusia ,peranan
ilmu dan teknologi sebagai salah satu instrumen pembangunan dalam rangka
peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam berbagai organisasi, sangat di
butuhkan tenaga-tenaga yang memiliki kemampuan di bidang tugas masingmasing”.
Berdasarkan Uraian diatas bahwa apabila ingin mencapai hasil
yang maksimal seseorang karyawan harus bekerja dengan sungguh-sungguh
beserta segenap kemampuan kerja yang dimiliki ditunjang oleh sarana dan
prasarana yang ada .Jika seorang karyawan bekerja dengan setengah mati maka
pekerjaan yang dihasilkan tidaklah semaksimal yang diharapkan. Artinya bahwa
kemampuan seseorang bisa diukur dari tingkat pengetahuan yang dimiliki dalam
melaksanan tugas yang dibebankan.

Manfaat Berbagi Pengetahuan (Knowledge Sharing)

 

  1. Menciptakan kesempatan yang sama bagi anggota organisasi untuk
    mengakses pengetahuan dan mempelajarinya.
  2. Menciptakan kecepatan belajar atau mengurangi waktu yang
    dibutuhkan untuk memperoleh atau mempelajari pengetahuan baru.
  3. Mempercepat penyelesaian tugas atau masalah, karena penyelesiannya
    tidak lagi dimulai dari nol.
  4. Menyelesaikan maslah dengan memanfaatkan metode yang sudah
    terbukti efektif di unit atau di tempat lain (sehingga mencegah
    reinventing the wheel)
  5. Menyediakan bahan dasar bagi inovasi berupa pengetahuan yang
    bervariasi dan multiperspektif.

Hambatan Knowledge Sharing

  Riege A (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Three‐dozen knowledge sharing barriers managers must consider menjelaskan bahwa dalam proses knowledge sharing di dalam organisasi ada berbagahai hambatan yang harus diwaspadai dan dicarikan solusi. Berbagai hambatan tersebut disebabkan oleh tiga hal utama yaitu hambatan yang berasal dari 1. Individu (potential individual barriers), 2. Organisasi (potential organizational barriers) dan 3. Teknologi (potential technology barriers). Dari ketiga kelompok utama tersebut factor individu diantaranya disebabkan oleh adanya kekurangan dalam komunikasi, hubungan sosial, perbedaan budaya, jabatan, waktu yang kurang dan tidak adanya trust. Dari segi   organisasi perlu diperhatikan mengenai lingkungan dan kondisi organisasi. Sedangkan hambatan dari teknologi adalah ketika teknologi gagal dalam mendorong dan mendukung knowledge sharing lebih efektif. Komunikasi informal dan formal untuk menghadapi berbagai hambatan dalam knowledge sharing harus dilakukan agar organisasi mampu membangun dan memperluas networknya. Dengan adanya knowledge sharing yang efektif maka organisasi akan memiliki daya saing yang baik dan menjadi sulit ditiru oleh para kompetitornya. Strategi yangd apat dilakukan untuk meminimalisir hambatan adalah dengan mengidentifikasi berbagai hambatan potensial yang muncul dan menganalisis gap yang ada dalam organisasi

Faktor Yang Mempengaruhi Knowledge Sharing

 Menurut Lin et al dalam Ekawati Marlina (2010) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi knowledge sharing pada organisasi adalah : 1. Budaya Perusahaan a. Social network, merupakan sebuah bentuk layanan internet yang ditujukan sebagai komunitas online bagi orang yang memiliki kesamaan aktivitas, ketertarikan pada bidang tertentu, atau kesamaan latar balakang tertentu. b. Interpersonal trust, merupakan turunan dari dimensi kepercayaan, interpersonal trust yaitu kepercayaan antar sesama pekerja dan antara pekerja dengan atasannya. c. Sharing culture, untuk menciptakan sebuah budaya pembagian pengetahuan harus mendorong orang untuk bekerja sama lebih efektif, untuk berkolaborasi dan membagi terutama untuk membuat pengetahuan organisasi lebih produktif. Tapi perlu mengingat beberapa hal. Pertama, perlu membagi pengetahuan dan informasi bukan hanya informasi. Kedua, tujuan pembagian   pengetahuan adalah untuk membantu sebuah organisasi sebagai keseluruhan untuk mencapai tujuannya. Kita tidak melakukannya untuk kepentingan sendiri. Ketiga, belajar untuk membuat pengetahuan produktif sama pentingnya dengan membagi pengetahuan. d. Learning orientation, mengemukakan bahwa orientasi pembelajaran merupakan proses dimana individu - individu akan memperoleh pengetahuan serta wawasan baru yang selanjutnya akan memodifikasi perilaku dan tindakan mereka. e. Organizational reward, reward yang nyata dapat mendorong karyawan untuk berbagi pengetahuan, contohnya berupa uang untuk kegiatan berbagi pengetahuan yang formal dan berbagi pengetahuan melalui interaksi informal harus diberi reward berwujud seperti pengakuan. 2.Motivasi Karyawan a. reciprocal benefit, Dapat diartikan sebagai pengharapkan adanya balasan keuntungan oleh seseorang termasuk juga kepercayaan seseorang bahwa ia akan mendapatkan balasan keuntungan ketika melakukan aktivitas berbagipengetahuan. b. Knowledge self-efficacy, Pengetahuan efikasi diri adalah kepercayaan pada kemampuan untuk memberikan pengetahuan yang berharga kepada orang lain. Pengetahuan efikasi adalah anggota efikasi diri dan keyakinan dalam keterampilan dan kemampuannya untuk menanggapi pertanyaan yang dikirim oleh anggota lain, dan untuk memberikan pengetahuan yang berharga dan berguna untuk orang lain. Dengan berbagi pengetahuan yang 21 bermanfaat, orang merasa lebih percaya diri dengan apa yang bisa mereka lakukan. Sehingga pengetahuan efikasi diri bisa diperlakukan sebagai faktor utama dari motivasi sumber untuk berbagi pengetahuan. c. Enjoyment in helping other, kenikmatan dalam membantu orang lain berasal dari konsep alturisme. Secara umum alturisme dapat didefinisikan sebagai perilaku kebijaksanaan membantu orang lain dengan tugas-tugas tertentu secara organisasi relevan. Secara intrinsik karyawan termotivasi untuk memberikan kontribusi pengetahuan karena melibatkan diri kedalam kegiatan intelektual dan pemecahan masalah adalah menantang atau menyenangkan, karena mereka menikmai membantu orang lain dan lebih cenderung untuk berbagi pengetahuan. d. Reputation Reputasi adalah kepercayaan seseorang bahwa partisipasinya dalam berbagi pengetahuan dalam komunitas virtualnya dapat meningkatkan prestise dirinya diantara anggota komunitas yang lain. Studi yang dilakukan berkaitan deng an aktivitas berbagi pengetahuan mengidentifikasikan bahwa terdapat pengaruh antara reputation dengan aksi seseorang dalam aktivitas berbagi pengetahuan. 1. Kompensasi Kompensasi sebagai pemberian penghargaan kepada pegawai sesuai dengan Kontribusi mereka terhadap perusahaan. Kompensasi ini biasanya diterima pegawai dalam bentuk uang dan tunjangan. 1. Kepemimpinan a. Vision And Goals   b. Top management support, dukungan dari manajemen puncak dianggap salah satu pengaruh potensial yang penting pada pengetahuan organisasi. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa knowledge sharing tidak terjadi secara otomatis dalam sebuah tim, dan pemimpin tim memiliki peran penting untuk memainkan dalam membuatnya terjadi. c. Top management encourage, seperti halnya dukungan dari manajemen puncak. Dorongan atau encourage dari manajemen puncak menjadi salah satu pengaruh potensial yang penting pada pengetahuan organisasi sebagai rangsangan bagi karyawan untuk melakukan berbagi pengetahuan. d. Open leadership climate, 2. Teknologi Informasi a. Technology infrastruktur, Infrastruktur TI didefinisikan sebagai sumber daya teknologi bersama yang menyediakan platform untuk aplikasi system informasi perusahaan yang terperinci. Infrastruktur TI meliputi investasi dalam peranti keras, peranti lunak, dan layanan-seperti konsultasi, pendidikan, dan pelatihan-yang terbesar di seluruh perusahaan atau tersebar diseluruh unit bisnis dalam perusahaan. b. Database utilization, kumpulan file-file yang mempunyai kaitan antara satu file dengan file lain sehingga membentuk suatu bangunan data untuk menginformasikan suatu perusahaan atau instansi dalam batasan   tertentu. Sehingga memudahkan perusahaan untuk memperoleh data yang dicari dengan cepat. c. Knowledge network, jaringan pengetahuan menyediakan direktori dan perangkat untuk mencari karyawan perusahaan berkeahlian tertentu yang merupakan sumber daya penting dari pengetahuan tersirat. Sering kali sistem semacam ini menyertakan perangkat kolaborasi kelompok (termasuk wiki dan social bookmarking), portal untuk menyederhanakan akses informasi, perangkat pencarian, dan perangkat klasifikasi informasi berdasarkan sebuah taksonomi yang sesuai dengan organisasinya. Sistem manajemen pengetahuan keseluruhan perusahaan dapat memberikan nilai yang cukup besar jika sistem ini dirancang dengan baik dan memungkinkan karyawan untuk menemukan, berbagi dan memanfaatkan pengetahuan secara lebih efisien.

Dimensi Knowledge Sharing

  Menurut Swift (2013) mengatakan bahwa terdapat tiga dimensi knowledge sharing yaitu: 1. Membagikan secara sukarela pengetahuan yang dimiliki kepada karyawan lain. Sehingga pengetahuan tersebut akan di nilai bermanfaat 19 sehingga dapat menjadi bekal untuk dapat meningkatkan hasil suatu kerja. 2. Berkomunikasi dengan semua orang. Hal ini sangat berpengaruh daalam sebuah aktifitas sebuah organisasi, karena dengan adanya komunkasi yang baik akan berpengaruh terhadap kemajuan dan keberhasilan suatu organinisasi. 3. Menerima dan mendapatkan semua informasi dengan mudah dan bebas. Ketika setiap karyawan dapat dengan mudah menerima dengan mudah informasi yang dibutuhkan sehingga akan mempermudah dalam menerapkan apa yang telah diperoleh tersebut

Indikator Berbagi Pengetahuan (Knowledge Sharing )

 Menurut Hogel et al Indikator Berbagi Pengetahuan (Knowledge Sharing) : 1. Pengetahuan baru tentang pekerjaan. 2. Informasi baru tentang pekerjaan. 3. Perhatian kepada pekerja. 4. Pengalaman baru tentang pekerjaan

Definisi Berbagi Pengetahuan (Knowledge Sharing) (X1)

   Menurut Tobing (2011:18) Berpendapat bahwa : “ knowledge sharing merupakan suatu proses sistematis dalam mengirimkan, mendistribusikan, dan mendiseminasikan pengetahuan dan konteks multidimensi antar individu atau antar organisasi melalui metode atau media yang beragam. Knowledge sharing juga dapat didefinisikan sebagai budaya interaksi sosial, yang menyertakan pertukaran pengetahuan, pengalaman, dan skill, antar pegawai melalui seluruh departemen atau organisasi (Lin dalam Iriani dan Ade Irma:2015)”. Banyak pendapat yang mendefinisikan tentang Knowledge Sharing salah satunya, Tobing (2011; 24):mengemukakan bahwa “Knowledge Sharing adalah proses yang sistematis dalam mengirimkan, mendistribusikan dan mendiseminasikan pengetahuan dan konteks multidimensi dari seseorang atau organisasi kepada orang atau organisasi lain yang membutuhkan melalui metode dan media yang variatif”.  Ismail Nawawi (2012:61) berpendapat bahwa : “Knowledge sharing adalah tahapan disseminasi (penyebaran) dan penyediaan knowledge pada saat yang tepat untuk karyawan yang membutuhkan”. “Berbagi pengetahuan merupakan suatu pemahaman bersama terkait dalam penyediaan akses informasi bagi karyawan dengan menggunakan jaringan ilmu pengetahuan dalam organisasi “(Hogel. et al,dalam Mulyana 2003). Knowledge sharing memiliki dua dimensi , yaitu knowledge collecting dan donating (Van Den Hoof % De Ridder,2004). Knowledge collecting adalah usaha untuk mempersuasi orang lain untuk membagi pengetahuan apa yang mereka ketahui, sedangkan knowledge donating adalah merupakan komunikasi yang terjadi ketika seorang individu diharapkan mentransfer intellectual mereka (Kasemsap, 2014:251). Kebutuhan akan pengetahuan dapat diperoleh dari dua dimensi tersebut (Yesil & Hirlak, 2013:41) . Berikut ini adalah item item pernyataan yang digunakan oleh Van Den Hoof dan Van Weneen (2004) untuk Mengukur Knowledge donating dan collecting : a. Instrumen untuk mengukur knowledge donating : 1. Berbagi pengetahuan diantara karyawan sudah menjadi norma yang biasa. 2. Saya membagi pengetahuan dengan rekan kerja dalam satu departemen. 3. Saya membagi pengetahuan dengan rekan kerja dari departemen lain. 4. Saya membagi keterampilan dengan rekan kerja didalam satu departemen. 5. Saya membagi keterampilan dengan rekan kerja dari departemen lain. 6. Ketika saya mempelajari sesuatau yang baru ,saya menceritakan hal tersebut pada rekan kerja dalam satu departemen. 7. Ketika saya mempelajari sesuatu yang baru , saya menceritakan hal tersebut pada rekan kerja pada depertemen lain. 8. Rekan kerja mau berbagi pengetahuan dengan saya  9. Saya mau membagi pehetaguan dengan rekan kerja. b. Instrumen untuk mengukur Knowledge collecting : 1. Rekan kerja dalam satu departemen menceritakan apa yang mereka ketahui, ketika saya bertanya kepada mereka. 2. Rekan kerja dari departemen lain menceritakan apa yang mereka ketahui, ketika saya bertanya pada mereka. 3. Rekan kerja dalam satu departemen membagi keterampilan yang mereka miliki, ketika saya bertanya kepada mereka. 4. Rekan kerja dari departemen lain membagi keterampilan myang mereka miliki , ketika saya bertanya kepada mereka. 5. Ketika rekan kerja telah mempelajari sesuatu yang baru , mereka bercerita kepada saya. Knowledge Sharing secara langsung memiliki relasi dengan keunggulan kompetitif organisasi karena pengetahuan yang tidak dibagilan akan memperlambat perbaikan-perbaikan dalam Organisasi (Issa dan Haddad,2008:183) . Jadi dapat disimpulkan bahwa Berbagi Pengetahuan (Knowledge Sharing) merupakan kunci suksesnya implementasi knowledge manajement dalam suatu organisasi. Kajian dari para ahli membuktikan bahwa Knowledge Sharing memberikan manfaat yang terciptanya keunggulan kompetitif organisasi yang langgeng. Oleh karena itu manajemen perlu secara cermat mengidentifikasi faktor-faktor yang bisa menjadi pendorong tumbuhnya aktivitas Knowledge Sharing diantara para karyawan. Nawawi (2012:82) menjabarkan knowledge sharing pada organisai dapat dilakukan dengan cara berikut ini: 1. Mendesain ruang percakapan. Organisasi yang mempunyai ruang percakapan secara khusus merupakan bagian penting bagi kehidupan organisasi seharihari. Oleh karena itu,cara ini dapat digunakan dalam salah satu strategi melakukan knowledge sharing. 2. Melakukan pekan pengetahuan atau forum terbuka. Organisasi dalam melakukan knowledge sharing dapat melalui beberapa cara yaitu melalui lintas departemen atau lintas unit kerja dalam organisasi. Beberapa diantaranya dapat membuat satu lokasi dan menugaskan kepada karyawannya untuk berinteraksi secara informal. Dalam praktik knowledge sharing sebenarnya sangat sulit dilakukan.Alasan yang dikemukakan oleh Vass dalam Nawawi (2012:82) adalah sebagai berikut: a. Mau untuk berbagi, tetapi tidak punya waktu untuk mengerjakannya. b. Tidak ada keterampilan dalam teknik manajemen pengetahuan. Tidak memahami manajemen pengetahuan dan keuntungannya. c. Kurangnya teknologi yang sesuai (appropriate). d. Tidak ada tanggung jawab dan tindak lanjut (commitment) dari manajer senior. e. Tidak ada biaya untuk manajemen pengetahuan, kegagalan budaya untuk mendorong berbagi knowledge (knowledge sharing).

Konsep Manajemen Pengetahuan

 Konsep dan defenisi manajemen pengetahuan, antara lain dikemukakan oleh Davidson dan Philip Voss (2002), Manajemen pengetahuan sebagai system yang memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman dan kreativitas para stafnya untuk perbaikan perusahaan. Menurut pendapat Betgerson (2003), manajemen pengetahuan merupakan suatu pendekatan yang sistematik untuk mengelola asset intelektual dan informasi lain sehingga memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan. (Prof. DR. H. Ismail Nawawi ; 2012 : 2) Dalam memperkaya pemahaman, Tannebaum (1998) memberikan definisi dengan berbagai formulasi untuk memberikan pemahaman terhadap manajemen pengetahuan sebagai berikut : 1. Manajemen pengetahuan mencakup pengumpulan, penyusunan, penyimpanan, dan pengaksesan informasi untuk membangun pengetahuan, pemanfaatan dengan tepat teknologi informasi, seperti computer yang dapat mendukung manajemen pengetahuan, namun teknologi informasi tersebut bukanlah manajemen pengetahuan. 2. Manajemen pengetahuan mencakup berbagai pengetahuan (sharing knowledge). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya manajemen pengetahuan akan gagal culture perusahaan, dinamika dan praktik, seperti system penggajian dapat mempengaruhi berbagai pengetahuan. Kultur dan aspek social dari manajemen pengetahuan merupakan tantangan yang signifikan. 3. Manajemen pengetahuan terkait dengan pengetahuan orang. Pada suatu saat, organisasi membutuhkan orang yang kompeten untuk memahami dan memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi terkait dengan individu untuk melakukan inovasi dan memberi petunjuk kepada organisasi. Organisasi juga terkait dengan persoalan keahlian yang menyediakan input untuk menerapkan manajemen pengetahuan. Oleh karena itu, organisasi mesti mempertimbangkan bagaimana menarik,  mengembangkan, dan mempertahankan pengetahuan anggota sebagai bagian dari domain manajemen pengetahuan. 4. Manajemen pengetahuan terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi. Kita berkonsentrasi dengan manajemen pengetahuan karena dipercaya bahwa manajemen pengetahuan dapat memberikan kontribusi kepada vitalitas dan kesuksesan perusahaan. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk menilai efektivitas manajemen pengetahuan harus dapat membantu kita memahami secara luas pengelolaan pengetahuan yang telah dilakukan. Selain mengusulkan satu consensus mengenai pengertian manajemen pengetahuan, Tannebaum juga memberikan penjelasan mengenai karakteristik berbagai aktivitas manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan, menurut Tannebaum, paling tidak terdiri atas berikut ini : 1. Pengembangan database organisasi mengenai pelanggan, masalah yang bersifat umum dan serta pemecahannya. 2. Mengenali para ahli internal, memperjelas apa yang mereka ketahui, dan mengembangkan kamus yang menjelaskan sumber daya internal kunci dan mengenali bagaimana menemukannya. 3. Mendapatkan dan menangkap pengetahuan dari para ahli tersebut untuk disebar ke yang lain. 4. Mendesain struktur pengetahuan yang membantu mengelola informasi dalam suatu cara yang dapat diakses dan siap untuk diaplikasikan. 5. Menciptakan forum bagi orang-orang yang ada di dalam perusahaan untuk berbagi pengalaman dan ide, baik dalam bentuk tatap muka, 21 berkomunikasi melalui internet, website, chating room, e-mail, dan lainlain. 6. Memanfaatkan groupware sehingga memungkinkan berbagai macam orang di lokasi yang berbeda dapat berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama dan mencatat informasi di dalam suatu domain pengetahuan yang telah dipilih. 7. Bertindak untuk mengenali, mempertahankan talenta orang-orang yang memiliki pengetahuan yang diperlukan di dalam bidang kegiatan utama bisnis. 8. Mendesain pelatihan dan aktifitas pengembangan lainnya untuk menilai dan mengembangkan pengetahuan internal. 9. Menerapkan praktik penghargaan pengakuan dan promosi yang mendorong berlangsungnya kegiatan berbagi informasi antar anggota maupun antar unit dalam organisasi. 10. Membantu pekerjaan serta menyediakan alat-alat yang mendukung kinerja sehingga memungkinkan setiap orang menilai dan menerapkan pengetahuan apabila diperlukan. 11. Memaknai database pelanggan, produk, transaksi, atau hasil dengan mengenali kecenderungan dan menggali informasi sebanyak mungkin. 12. Mengukur modal intelektual di dalam upaya mengelola pengetahuan yang lebih baik. 13. Menangkap dan menganalisis informasi yang terkait dengan perhatian pelanggan, pilihan-pilihan, dan kebutuhan dari lapangan, front line atau 22 personil bagian pelayanan didorong untuk mampu memahami dengan lebih baik terhadap keenderungan pelanggan. Di pihak lain, ada yang mengkonsepsikan dengan formulasi definisi dikaitkan dengan komponen krisis bahwa manajemen pengetahuan (knowledge management) yang sukses tidak hanya karena komputerisasi yang impresif, tetapi sebaiknya ditinjau dari ketiga komponen yang kritis berikut : 1. Alur knowledge yang benar dan sumber yang dilimpahkan ke organisasi/institusi. 2. Teknologi tepat yang disimpan dan dapat mengomunikasikan knowledge tersebut. 3. Budaya tempat kerja yang benar, sehingga karyawan termotivasi untuk memanfaatkan knowledge. Oleh karena itu, manajemen pengetahuan (knowledge management) akan sukses apabila terjadi interaksi di antara komponennya dan tidak terjadi tumpang tindih (overlap) dari ketiga komponen tadi. Meskipun demikian, knowledge management memberikan kesempatan pada organisasi tersebut untuk : 1. Menangkap dan menganalisa informasi organisasi dan diaplikasikan secara strategis dalam bentuk warehousing dan dataming, system pendukung keputusan (Decision System Support/DSS), serta system informasi eksekutif (EIS). 2. Menciptakan proses untuk akses informasi ke seluruh dunia melalui intranet, groupware, dan sistem pendukung keputusan kelompok (Group DSS) agar karyawa mendapat informasi secara tepat, informative dan  inovatif, menjadikan kekuatan pendorong dari knowledge yang terakumulasi dari pengalaman masa lalu seluruh organisasi 3. Membangun dan menyelesaikan proyek dengan meningkatkan kecepatan, ketangkasan, dan keselamatan. Masih banyak organisasi yang memusatkan usahanya pada pada satu area saja, yaitu mengaplikasikan manajemen pengetahuan melalui teknologi saja. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan melalui pendekatan stok dan alur pengetahuan yang merupakan karakteristik dari manajemen pengetahuan. Stok dan alur pengetahuan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Stok pengetahan (knowledge) adalah sesuatu yang telah diketahui yang dapat berupa database atau perpustakaan, organisasi/institusi, tersebar diseluruh organisasi/institusi dalam berbagai kantor, filling cabinets, rak buku (bookshelves), dan sebagainya atau di pikiran karyawan. 2. Alur knowledge, agar knowledge dapat bermanfaat, agar dapat menjamin, bahwa knowledge yang ada di manapun dalam organisasi/institusi dapat tersedia di manapun apabila diperlukan, sangat penting untuk menjamin apakah knowledge yang ada dalam organisasi/institusi mampu untuk menyebar ke manapun dalam organisasi. Kedua pendekatan tersebut diperlukan untuk membangun knowledge sharing dan learning organization dalam organisasi tersebut. Istilah organisasi yang selal belajar (learning organization) dimaksudkan sebagai kemampuan organisasi untuk belajar dari pengalaman di masa lalu (Dibell, 1995).  Sebelum organisasi dapat meningkatkan kemampuannya tersebut, harus belajar. Untuk dapat meningkatkan learning organization, maka organisasi tersebut harus menanggulangi 3 isu penting / kritis, yaitu : 1. Arti (menentukan visi learning organization itu nantinya). 2. Pengelolaan (menentukan bagaiman organisasi tersebut bekerja). 3. Ukuran (mengkaji arah dan tingkat belajar (learning)). Kegiatan manajemen pengetahuan dilaksanakan dengan memadukan teknologi, struktur organisasi dan kognisi yang berbasis strategi untuk meningkatkan hasil pengetahuan yang ada dan menghasilkan pengetahuan yang baru. Masalah kritikal dalam upaya ini adalah perluasan sistem kognitif (organisasi, manusia, computer, atau perpaduan sistem manusia-komputer dalam organisasi) guna memperoleh, mengumpul, menyimpan dan menggunakan pengetahuan dalam pembelajaran, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.(Elfianto ; 2011 : 21) Secara konseptual, manajemen pengetahuan dapat didekati minimal dari tiga arah yang berbeda yartu menekankan pada intelijensi organisasi, pengembangan organisasi, dan proses pengolahan informasi (Toumi, 1999:21 dalam Akib: 2003). Pengetahuan berbasis web pendekatannya lebih mengarah kepada proses pengolahan informasi yang sebagian besar di antaranya diarahkan pada pelaksanaan tugas dengan menggunakan sistem informasi, kemudian difokuskan pada teknologi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara anggota organisasi dan saling berbagi informasi melalui komputer.(Elfianto ; 2011 : 22)

Konversi Knowledge

 Nonaka dan Takeuchi mengemukakan bahwa alasan fundamental mengapa perusahaan Jepang sukses, kerena ketrampilan dan pengalaman mereka terdapat pada penciptaan knowledge organisasi. Penciptaan knowledge dicapai melalui pengenalan hubungan sinergik antara tacit knowledge dan explicit knowledge. Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi pada tahun 1991 dan 1995, membedakan antara tacit knowledge dan explicit knowledge, dan membagi model konversi knowledge menjadi 4 cara sebagai berikut: 1. Tacit knowledge ke Tacit knowledge, disebut proses Sosialization. Transfer knowledge dari satu individu ke individu lainnya dalam bentuk tacit knowledge. Disebutkan bahwa Socialization muncul dari aktivitas berbagi dan menciptakan pengetahuan tacit melalui pengalaman langsung. 2. Tacit knowledge ke Explicit Knowledge, disebut proses Externalization. Transformasi knowledge dari bentuk Tacit ke bentuk Explicit. Dengan externalization, pengetahuan tacit yang ada dalam diri individu dikeluarkan dan diformulasikan ke dalam media lain yang dapat dengan mudah dipelajari oleh individu lain. 3. Explicit Knowledge ke Explicit Knowledge, disebut proses Combination. Mengorganisasi kumpulan Explicit knowledge ke dalam satu bentuk media yang lebih sistematis, melalui proses penambahan knowledge baru, kombinasi dan kategorisasi pengetahuan yang telah terkumpul. Kombinasi knowledge dapat difasilitasi melalui media seperti dokumen, pertemuan, komunikasi melalui telepon atau komputerisasi jaringan komunikasi dan lain sebagainya.  4. Explicit Knowledge ke Tacit Knowledge, disebut proses Internalization. Tranformasi knowledge dari bentuk Explicit ke bentuk Tacit. Contohnya dengan proses belajar yang kemudian diikuti dengan „learning by doing„. Ketika pengalaman melalui sosialisasi, eksternalisasi dan kombinasi diinternalisasi ke dalam knowledge tacit individu dalam bentuk model mental yang dibagikan atau teknik cara, knowledge ini menjadi aset yang bernilai, dan lambat laun membentuk pengetahuan baru dalam diri individu.(Andreas Eko Wijaya ; 2014 : 192)

Siklus Aliran Knowledge

  Model mengenai aliran knowledge disebut sebagai General Knowledge Model (GKM). Pada setiap proses terdapat proses dan siklus aliran knowledge yang lebih dalam.(Andreas Eko Wijaya ; 2014 : 192) Dari keterangan gambar II.1. General Knowledge Model dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Knowledge Creation (penciptaan pengetahuan) merupakan proses penciptaan pengetahuan baru, dapat dilakukan dengan proses 16 pengembangan (development), penemuan (discovery) ataupun penangkapan (capture) pengetahuan. 2. Knowledge Retention (penyimpanan pengetahuan) merupakan proses yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara serta pengambilan-kembali pengetahuan yang ada. 3. Knowledge Transfer (pemindahan pengetahuan) merupakan proses untuk mengalirkan pengetahuan dari satu pihak ke pihak yag lainnya, meliputi proses komunikasi, penterjemahan, pengubahan dan juga pemilahan. Knowledge Transfer dapat juga dipahami sebagai Knowledge Sharing (penyebarluasan pengetahuan). 4. Knowledge Utilization (pemanfaatan pengetahuan) merupakan proses yang berkaitan dengan pemanfaatan pengetahuan yang ada.(Andreas Eko Wijaya ; 2014 : 192)

Knowledge Management

 Knowledge Management adalah usaha untuk meningkatkan pengetahuan yang berguna dalam organisasi, diantaranya membiasakan budaya berkomunikasi antar personil, memberikan kesempatan untuk belajar, dan menggalakan saling berbagi knowledge. Dimana usaha ini akan menciptakan dan mempertahankan peningkatan nilai dari inti kompetensi bisnis dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada. Hal ini disarikan dari pendapat McInerney sebagai berikut: “Knowledge Management (KM) is an effort to increase useful knowledge within the organization. Ways to do this include encouraging communication, offering opportunities to learn, and promoting the sharing of appropriate knowledge artifacts.”(Winda Kurnia Sari, Ken Ditha Tania ; 2014 : 681) Menurut (Davenport, Thomas & Prusak, 2000 : 5) knowledge merupakan campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontektual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi. Di perusahaan knowledge sering terkait tidak saja pada dokumen atau tempat penyimpanan barang berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktek dan norma perusahaan knowledge dibagi menjadi dua jenis yaitu Explicit Knowledge dan Tacit Knowledge, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 15 1. Explicit Knowlege Merupakan sesuatu yang dapat diekspresikan dengan kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk ilmiah, spesifikasi, manual dan sebagainya. Knowledge jenis ini dapat segera diteruskan dari satu individu ke individu lainnya secara formal dan sistematis. Explicit Knowledge juga dapat dijelaskan sebagai suatu proses, metoda, cara, pola bisnis dan pengalaman desain dari suatu produksi. 2. Tacit Knowledge Merupakan knowledge dari para pakar, baik individu maupun masyarakat, serta pengalaman mereka. Tacit Knowledge bersifat sangat personal dan sulit dirumuskan sehingga membuatnya sangat sulit untuk dikomunikasikan atau disampaikan kepada orang lain. Perasaan pribadi, intuisi, bahasa tubuh, pengaman fisik serta petunjuk praktis (rule-ofthumb) termasuk dalam jenis Tacit Knowledge.(Andreas Eko Wijaya ; 2014 : 191)

Pengaruh Support Teamwork terhadap Kinerja Pegawai

 


Penerapan dukungan rekan kerja yang baik di suatu organisasi dapat
meningkatkan kinerja antar pegawai di suatu organisasi, hal tersebut
dikarenakan seorang pegawai akan merasa di akui dan dihargai keberadaannya
oleh rekan kerjanya dan juga atasan. Dukungan rekan kerja dapat berupa simpati,
empati, finansial yang sifatnya memotivasi rekan kerja tersebut. Hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian dari Puspitasari (2018) menunjukkan bahwa
dukungan sosial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja. Semakin tinggi
dan baiknya penerapan dukungan sosial, maka semakin baik pula kinerja
karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Adnyaswari & Adnyani (2017)
menunjukkan bahwa dukungan sosial berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja. Tingginya dukungan sosial yang diberikan maka kinerja pegawai akan
mengalami peningkatan

Pengaruh Knowledge Sharing terhadap Kinerja Pegawai

 


Dalam penerapan knowledge sharing yang baik di organisasi akan
berdampak baik terhadap kinerja pegawai dan juga terhadap organisasi itu
sendiri. Apabila kemampuan dan pengetahuan kerja karyawan didalam bekerja
semakin meningkat, maka berdampak terhadap peningkatan kinerja organisasi,
sehingga memiliki keunggulan yang kompetitif dan baik, karena peningkatan
kinerja organisasi didukung oleh kinerja karyawan. Pernyataan diatas sesuai
dengan Zannah & Sumadhinata (2013) Karyawan yang bisa mengatur
pengetahuan dengan baik dan benar dan menjadikannya sebagai sumber strategi
organisasi, maka dapat menghasilkan kinerja yang terus meningkat dan
menghasilkan organisasi yang mempunyai keunggulan yang kompetitif dan
mampu bertahan dan bersaing dalam persaingan yang ketat serta tuntutan
konsumen seiring dengan perkembangan zaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Andra & Utami (2018) menunjukkan
hasil bahwa knowledge sharing berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
karyawan. Semakin baik penerapan knowledge sharing pada organisasi bisnis,
maka kinerja karyawan dapat mengalami peningkatan yang baik. Penelitian yang
dilakukan Orlando (2018) menyatakan bahwa knowledge sharing berpengaruh
positif signifikan terhadap kinerja. Semakin tingginya tingkat knowledge
sharing, maka dapat meningkatkan kinerja karyawan. Namun hasil berbeda
penelitian yang dilakukan oleh Chao-Sen Wu et al (2012) yaitu tidak terdapat
hubungan knowledge sharing dengan kinerja

Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Pegawai

 


Fitriastuti (2013) karyawan atau pegawai yang memiliki kecerdasan
emosional yang baik dan tinggi akan bekerja sesuai dengan standar organisasi
tersebut dan pada akhirnya akan berdampak pada pencapaian kinerja yang lebih
baik. Penelitian yang dilakukan Wirawan (2017) menunjukkan hasil bahwa
kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan. Karyawan yang memiliki nilai tertinggi akan menghasilkan kinerja
yang lebih baik yang dapat dilihat dari kuantitas hasil pekerjaan, kualitas hasil
kerja, ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan, kehadiran dan kerjasama dalam
bekerja
Menurut Ula (2020) kecerdasan emosional berpengaruh signifikan positif
terhadap kinerja karyawan. Tingginya tingkat kecerdasan emosional karyawan
maka dapat memberikan pengaruh yang cukup besar dalam meningkatnya
kinerja karyawan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Nurliani et al (2018)
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh signifikan positif
terhadap kinerja karyawan

Dimensi Kinerja Pegawai

 


Dimensi kinerja menurut Mangkunegara (2009) terdapat empat
elemen diantaranya:
1) Kualitas Kerja
Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan dalam mengerjakan
apa yang dikerjakan.
2) Kuantitas Kerja
Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang karyawan bekerja dalam
satu harinya, dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap masing-masing
pegawai.
3) Pelaksanaan Tugas
Pelaksanaan tugas adalah seberapa jauh karyawan mampu melaksanakan
tugasnya dengan akurat.
4) Tanggung Jawab
Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban
karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan.
Menurut Mathis & Jackson (2011) dimensi kinerja diantaranya:
1) Kuantitas Output
Seberapa banyak jumlah yang dihasilkan dibanding dengan target yang
sudah ditentukan.
2) Kualitas Output
Kualitas yang dihasilkan, ditandai dengan tingginya ketepatan hasil yang
diperoleh sesuai dengan standar dan rendahnya pengulangan pekerjaan.
3) Ketepatan Waktu
Ketepatan dalam mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau organisasi.
4) Kehadiran dalam pekerjaan
Tingkat kehadiran karyawan dalam pekerjaan yang bisa dilihat dari data
absensi dan ditandai dengan rendahnya angka ketidakhadiran karyawan.
5) Efisiensi dalam menyelesaikan pekerjaan
Menyelesaikan pekerjaan dengan usaha yang kecil dan memperoleh hasil
tertentu.
6) Efektivitas dalam menyelesaikan pekerjaan.
Menyelesaikan pekerjaan dengan usaha tertentu dan mendapatkan hasil
yang maksimal.

Tujuan Penilaian Kinerja Pegawai

 


Menurut Mangkunegara (2010) tujuan penilaian kinerja adalah untuk
memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi. Tujuan penilaian kinerja
terdiri dari:
1) Menambah saling pengertian antar karyawan tentang prosedur dan standar
kinerja.
2) Mencontoh dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga
termotivasi dan bersemangat untuk berbuat lebih baik lagi.
3) Memberi kesempatan kepada karyawan untuk mendiskusikan rencana dan
aspirasi untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap karir dan pekerjaan
yang diembannya.
4) Menyusun kembali target masa depan, sehingga karyawan termotivasi
untuk lebih berprestasi sesuai dengan porsinya.
5) Meninjau agenda pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan.
Menurut Samsudin (2010) terdapat tujuan penilaian kinerja diantaranya:
1) Administratif yaitu memberikan arah untuk penetapan promosi, transfer
dan kenaikan gaji
2) Informatif yaitu memberikan data kepada manajemen tentang prestasi
kerja bawahan dan memberikan data kepada individu tentang kelebihan
dan kekurangan.
3) Motivasi yaitu menciptakan pengalaman belajar yang memotivasi staf
untuk mengembangkan diri dan meningkatkan prestasi kerja.

Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

 


Menurut Mangkunegara (2009) terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja diantaranya:
1) Faktor Kemampuan
Kemampuan karyawan terdiri dari kepintaran dan keahlian. Artinya
karyawan yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata pendidikan
kesehariannya, maka lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan,
karena itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan sesuai dengan
keahliannya.
2) Faktor Motivasi
Motivasi akan terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi
situasi kerja dalam mencapai tujuan

Definisi Kinerja Pegawai

 


Definisi kinerja menurut Mangkunegara (2009) adalah output atau
hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas dapat dicapai oleh seorang
pegawai di dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Menurut Sedarmayanti (2011) kinerja adalah
implementasi dari hasil kerja pegawai, sebuah proses manajemen atau suatu
organisasi secara keseluruhan dimana hasil kerja tersebut harus dapat
ditunjukkan buktinya secara konkret dan dapat diukur.
Fahmi (2016) mendefinisikan kinerja sebagai hasil yang diperoleh
oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut profit oriented dan non profit
oriented. H.M.Yani (2012) mengungkapkan kinerja juga merupakan hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan pada kecakapan, pengalaman
kesungguhan dalam bekerja. Senada dengan hal tersebut, menurut Kasmir
(2016) mengungkapkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang dan
perilaku pekerja dalam satu periode, biasanya dalam satu periode yaitu satu
tahun.
Menurut Moeheriono (2009) kinerja adalah cerminan mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan program atau kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi. Menurut Rivai & Sagala (2010)
kinerja adalah hasil atau tingkatan keberhasilan secara keseluruhan selama
periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan standar
hasil kerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati.

Dimensi Support Teamwork

 


Menurut Sarafino & Smith (2011) terdapat empat dimensi dukungan
sosial diantaranya adalah:
1) Dukungan Penghargaan.
Dukungan ini dapat berupa dukungan positif kepada orang lain,
mendorong dan memberikan persetujuan atas ide ide seseorang, memberi
motivasi dan membandingkan orang tersebut secara positif tanpa
menyinggung perasaan.
2) Dukungan Emosional
Dukungan yang berhubungan dengan emosional. Dukungan emosional ini
terdiri dari empati perhatian pada individu, kepedulian, memberikan rasa
nyaman dan perasaan dicintai.
3) Dukungan Instrumental
Dukungan yang berbentuk balasan berupa bantuan nyata. Pemberian
bantuan nyata meliputi meminjamkan uang kepada rekan kerja,
menyampaikan pesan, membantu rekan kerja menyelesaikan pekerjaan.
4) Dukungan Informasi
Dukungan yang berupa memberi solusi atau jalan keluar pada suatu
masalah yaitu dengan memberikan informasi, memberi saran secara
langsung. Dukungan ini membantu seseorang dalam mengenali dan
mengatasi masalah sebenarnya.
Menurut House dalam Fadhilah (2010) berpendapat bahwa terdapat
empat dimensi dukungan sosial diantaranya:
1) Dukungan Emosional
Perilaku yang berbentuk memberi bantuan berupa memberi perhatian,
mendengarkan dan simpati terhadap orang lain. Sikap menghargai, peduli
dan tanggap terhadap individu merupakan bentuk dukungan emosional.
2) Dukungan Instrumen
Dukungan ini berupa bantuan nyata dalam bentuk merespon kebutuhan
yang khusus seperti finansial dan pelayanan barang.
3) Dukungan Informasi
Dukungan yang berupa saran, nasehat, timbal balik kepada individu yang
memberi dukungan.
4) Dukungan Penilaian atau Penghargaan
Dukungan penilaian adalah dukungan yang berisi hal yang positif,
dukungan untuk maju atau persetujuan terhadap perasaan orang lain

Faktor yang Mempengaruhi Support Teamwork

 


Menurut Sarafino & Smith (2011) tidak semua orang mendapatkan
dukungan sosial yang sesuai apa yang mereka butuhkan, terdapat banyak
faktor yang menentukan seseorang mendapatkan dukungan sosial. Faktor
yang mempengaruhi dukungan sosial adalah penerima dukungan, penyedia
dukungan dan faktor komposisi dan struktur jaringan (Sarafino & Smith,
2011).
Menurut Maslihah (2011) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
dukungan sosial diantaranya adalah:
1) Empati
Empati yaitu ikut merasakan apa yang dialami oleh orang lain dengan
tujuan untuk mengantisipasi emosi, motivasi dan nilai sosial individu lain.
2) Norma
Aturan-aturan atau nilai sosial yang dapat berguna untuk mengarahkan
individu agar melaksanakan kewajiban.
3) Pertukaran Sosial
Hubungan timbal balik dari perilaku sosial antara cinta, informasi dan
pelayanan

Definisi Support Teamwork

 


Menurut Muhaimin et al (2013) Dukungan sosial adalah suatu sistem
hubungan interpersonal dengan orang-orang yang ada di sekitar kita, yang
berupa empati, interaksi sosial yang dapat menimbulkan rasa senang,
penghargaan dari orang yang memberikan bantuan, serta merasa diperhatikan
oleh orang yang memberi bantuan atau dukungan, kemudian Muhaimin et al
(2013) menambahkan bahwa pemberian dukungan meliputi membantu harga
diri dan perhatian tenggang rasa, keyakinan, bantuan informasi serta
pemecahan masalah, pemberian dorongan pemberian nilai dan umpan balik.
Menurut Wang et al (2014) mengemukakan bahwa dukungan rekan
kerja adalah bantuan dari seseorang yang dapat dirasakan, diterima dan dilihat
oleh seseorang. Sarafino & Smith (2011) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai kenyamanan, perhatian, penghargaan, maupun bantuan yang
diberikan oleh orang lain ataupun kelompok kepada individu. Sehingga orang
yang mendapat dukungan akan menimbulkan rasa tenang, merasa
diperhatikan, dan timbul rasa percaya diri.
Menurut Suseno & Sugiyanto (2015) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai suatu bentuk hubungan interpersonal dengan orang-orang yang ada
di sekitar dengan memberikan bantuan berupa empati melalui proses
komunikasi, kontak sosial yang akhirnya akan mendapatkan kesenangan, dan
perhatian dari orang lain. Senada juga diungkapkan oleh Imroatin & Ranu
(2014) pemberian informasi, bantuan tingkah laku, dan materi yang didapat
dari hubungan sosial yang akrab yang dapat membuat seseorang merasa
diperhartikan, bernilai dan dicintai merupakan termasuk dukungan sosial
dengan kata lain dengan adanya dukungan sosial seseorang akan bersemangat
dan merasa diperhatikan.
Lambert et al (2016) dukungan sosial adalah kemampuan yang
bermanfaat dikarenakan dapat memberikan dukungan kejiwaan, umpan balik,
bantuan dan memberi dukungan kepada para karyawan. Jong (2018)
mengungkapkan dukungan yang dapat membangkitkan situasi dan keadaan
di lingkungan kerja menjadi lebih baik merupakan termasuk dukungan sosial.
Blanchard dan Thacker (Nurdiana, 2014) mendefinisikan dukungan rekan
kerja yaitu dukungan semangat dan bantuan yang diperoleh dari rekan kerja.
Senada juga diungkapkan Nijman (Nurdiana, 2014) mendefinisikan
dukungan rekan kerja yaitu menggambarkan rekan kerja berperilaku dengan
cara mengoptimalkan rekan kerja lainnya untuk menggunakan pembelajaran
pada pekerjaan.
Mamatha & Prasad (2018) mengungkapkan dukungan yang diperoleh
dari pimpinan, rekan kerja, keluarga serta orang lain yang datang pada kita
untuk memberikan bantuan dan menolong secara sukarela jika memiliki
masalah merupakan termasuk dukungan sosial. Menurut Maslihah (2011)
dukungan sosial muncul dikarenakan adanya pemahaman mengenai orangorang akan membantu apabila terjadi masalah secara tiba-tiba dan bantuan
tersebut bisa menaikkan perasaan dan harga diri menjadi lebih baik. Menurut
A. Santoso et al (2020) dukungan rekan kerja merupakan faktor utama
pengaruh sosial yang ada di tempat kerja dan menyelidiki fakta bahwa
bagaimana dukungan dari sumber yang berbeda ini dapat berintegrasi dengan
perilaku yang berbeda.
Berdasarkan para ahli diatas, dapat disimpulkan dukungan sosial
adalah dukungan dan bantuan yang diberikan kepada karyawan lainnya yang
bertujuan untuk membantu dalam menghadapi masalah tertentu, sehingga
menciptakan perasaan nyaman dan percaya diri serta sebagai motivasi bagi
karyawan yang sedang menghadapi dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi.

Dimensi Knowledge Sharing

 


Menurut Swift & Hwang (2013) ada tiga indikator knowledge sharing
yaitu:
1) Membagikan secara sukarela
Membagikan secara sukarela pengetahuan dan wawasan yang kita miliki
kepada orang lain atau rekan kerja, sehingga pengetahuan tersebut bisa
bermanfaat dan bisa menjadi modal untuk meningkatkan hasil didalam
pekerjaan.
2) Berkomunikasi dengan semua orang
Berkomunikasi dengan semua orang merupakan sesuatu yang bisa
berdampak di dalam aktivitas organisasi, oleh karenanya dengan
komunikasi yang baik, maka dapat berdampak terhadap kemajuan dan
keberhasilan organisasi.
3) Mendapat segala informasi dengan mudah dan bebas
Karyawan lain bisa dengan mudah dalam mendapatkan informasi yang
diperlukan, sehingga dapat mempermudah di dalam menerapkan informasi
yang didapat didalam pekerjaannya.
Menurut Lumbantobing (2011) ada dua dimensi dalam knowledge
sharing, yaitu:
1) Tacit Knowledge
Tacit Knowledge Sharing adalah pengetahuan yang didapat dari
pengalaman perorangan yang sulit dikomunikasikan dan sifatnya personal.
Pengalaman yang diperoleh dari setiap individu ini berbeda-beda
tergantung dengan keadaan yang tidak bisa diprediksi.
2) Explicit Knowledge
Explicit Knowledge Sharing adalah pengetahuan yang sifatnya bisa
dipelajari dan bisa dikomunikasikan dalam bentuk lisan maupun tulisan

Faktor Penghambat Knowledge Sharing

 Menurut Razmerita et al (2016) mengidentifikasikan faktor yang

mempengaruhi berbagi pengetahuan meliputi rasa takut (takut dikritik, takut
kehilangan pekerjaan, takut menyerahkan kekuasaan) dan kurangnya waktu
berbagi. Razmerita et al (2016) juga membagi faktor penghambat terjadinya
knowledge sharing. Terdapat tiga faktor penghambat terjadinya knowledge
sharing yang meliputi faktor individu, faktor organisasi, dan faktor teknologi.
1) Faktor Individu
Faktor individu yaitu rasa percaya dari setiap individu merupakan yang
paling penting dalam menentukan sukses tidaknya dalam berbagi
pengetahuan.
2) Faktor Organisasi
Faktor Organisasi yaitu suasana tidak kondusif dalam budaya organisasi
serta nilai dan norma-norma yang didalam organisasi tidak mendukung
maka akan menghambat proses berbagi pengetahuan.
3) Faktor Teknologi
Faktor Teknologi yaitu kurangnya fasilitas dan teknologi informasi dalam
lingkungan kerja akan menghambat proses berbagi pengetahuan

Faktor yang mendasari terjadinya knowledge sharing

 


Menurut Heng dalam Sohail & Daud (2009) mengemukakan bahwa
ada lima faktor yang mendasari terjadinya knowledge sharing, diantaranya
adalah:
1) Sifat Pengetahuan
Knowledge Sharing dibedakan menjadi tiga kategori yaitu pengetahuan
tacit, pengetahuan eksplisit dan pengetahuan implisit. Pengetahuan tacit
merupakan pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan sulit
dikomunikasikan. Sementara pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan
yang dapat dipelajari dan dikomunikasikan yang bentuknya lisan maupun
tulisan. Adapun implisit adalah pengetahuan yang dapat dikomunikasikan
namun belum pernah diketahui.
2) Motivasi untuk berbagi
Motivasi seseorang dalam berbagi pengetahuan terbagi menjadi dua faktor
yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
3) Kesempatan untuk berbagi
Kesempatan untuk berbagi pengetahuan di dalam organisasi dapat bersifat
formal dan non formal
4) Budaya Lingkungan Kerja
Budaya lingkungan kerja yaitu budaya yang berasal dari organisasi
organisasi secara keseluruhan
5) Sikap Staf
Sikap Staf berkaitan dengan perilaku staf yang berpengalaman dalam
membagikan pengetahuan yang dimiliki kepada staf lain
Menurut Chen, Irene Y.L., Nian Shin Chen dan Kinshuk (2009) dalam
(Yusup, 2012) mempunyai pandangan lain mengenai terjadinya knowledge
sharing. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi terjadinya knowledge
sharing yaitu meliputi subjective norm, attitude, perceived behavioral
control, social network
1) Subjective Norm
Subjective norm yaitu nilai-nilai yang dianut oleh seseorang dan dapat
menentukan sifat berbagi pengetahuan yang dilakukannya
2) Attitude
Attitude merupakan fungsi perilaku yang termasuk keyakinan seseorang
dalam berperilaku dan evaluasi terhadap konsekuensi yang dilakukannya.
Attitude atau sikap tersebut juga menentukan terjadinya proses berbagi
pengetahuan.
3) Perceived Behavioral Control
Proses untuk memperoleh pengetahuan dan informasi dari berbagi
pengetahuan, serta hasil diskusi dengan banyak individu dan perolehan
dari pengetahuan tersebut akan dikelola oleh setiap individu di organisasi
dengan cara dan sikap yang berbeda-beda.
4) Social Network
Hubungan sosial baik yang berupa manual maupun yang menggunakan
teknologi juga mempengaruhi terjadinya berbagi pengetahuan. Hubungan
sosial antar anggota organisasi atau interaksi antar individu,dan hubungan
sosial antar media massa dan internet juga berpengaruh terhadap terjadinya
berbagi pengetahuan.

Definisi Knowledge Sharing

 


Chen Wai Ling et al (2009) Knowledge sharing adalah proses
menyebarkan informasi dan pengetahuan kepada antar individu atau ke
organisasi. Menurut Cyr & Chun Wei Choo (2010) knowledge sharing
merupakan perilaku individu yang secara sukarela membagikan
pengetahuannya yang dimiliki dan membagikan pengalamannya kepada
orang lain. Menurut Khesal et al (2013) “Knowledge sharing is degree to be
able to share the knowledge which related a person’ skill to communicate her
or his social behavior”. Mulyana et al (2015) mengungkapkan berbagi
pengetahuan merupakan tindakan yang berkaitan dengan memberikan
pelayanan informasi bagi karyawan dengan menggunakan jaringan ilmu
pengetahuan dalam organisasi.
Ungkapan senada yang dilakukan oleh Lumbantobing (2011)
mendefinisikan knowledge sharing adalah proses yang sistematis dalam
mengirimkan dan mendistribusikan pengetahuan dari individu ke individu,
dari organisasi ke organisasi lain yang membutuhkan dengan memanfaatkan
media dan metode yang beragam. Menurut Hoof dan Rider (Tung, 2018)
mendefinisikan knowledge sharing sebagai proses antar individu saling
menukarkan pengetahuan, baik pengetahuan tacit maupun pengetahuan
eksplicit, untuk menghasilkan pengetahuan baru.
Menurut Lumbantobing (2011) Knowledge Sharing yang terdapat di
dalam organisasi dapat dibedakan menjadi dua yakni tacit knowledge sharing
dan explicit knowledge sharing.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

 


Menurut Casmini (2007) ada faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosional antara lain:
1) Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang. Setiap manusia mempunyai otak yang di dalamnya terdapat
sistem saraf untuk mengatur emosi atau bisa disebut otak emosional.
2) Faktor Eksternal
Faktor Eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang
yang bisa membuat sikap seseorang dapat terpengaruhi. Pengaruh tersebut
dapat berupa dari perseorangan atau kelompok.
C. Dimensi Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman (2016) menjelaskan terdapat lima dimensi dalam
kecerdasan emosional. Lima indikator tersebut meliputi kesadaran diri,
pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.
1) Kesadaran Diri (Self Awareness)
Kapabilitas seseorang untuk memahami perasaan yang ada pada
dirinya dan menggunakannya untuk mengambil keputusan untuk dirinya
sendiri, dan mempunyai tolak ukur yang nyata atas kemampuan diri sendiri
serta kepercayaan diri yang kuat. Unsur – unsur yang terdapat pada
kesadaran diri terdiri dari :
a) Kesadaran Emosi yaitu mengenali emosi yang ada pada diri sendiri dan
efek terhadap dirinya.
b) Penilaian diri yaitu memahami kekuatan dan kelemahan diri
c) Berani yaitu keyakinan tentang kapabilitas diri sendiri.
2) Pengaturan Diri (Self Management)
Kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengatasi emosi diri
sendiri yang dapat berdampak baik dalam pelaksanaan tugas, sensitivitas
kata hati yang berguna dalam hubungan dan tindakan sehari- hari. Unsurunsur yang terdapat pada pengaturan diri terdiri dari :
a) Mengendalikan diri yaitu mengendalikan emosi dan paksaan dari hati
yang dapat merusak.
b) Bersikap jujur dan berintegritas.
c) Bertanggung jawab mengenai kinerja yang dilakukan.
d) Adaptasi yaitu fleksibel dalam menghadapi perubahan.
3) Motivasi (Motivation)
Kemampuan akan hasrat yang digunakan setiap saat dalam
menyemangati untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik dan
mengambil inisiatif yang bertindak secara efisien. Unsur- unsur yang
terdapat pada motivasi terdiri dari:
a) Dorongan prestasi yaitu dorongan keinginan untuk lebih.
b) Inisiatif yaitu kesiapan dalam memanfaatkan kesempatan.
c) Optimis yaitu kegigihan dalam mencapaii sasaran yang dituju kendati
ada halangan dan kegagalan.
4) Empati (Empathy)
Kemampuan dalam merasakan perasaan, kebutuhan, dan
kepentingan orang lain. Mengetahui sudut pandang orang lain yang dapat
menimbulkan rasa saling percaya dan dapat menyesuaikan diri dengan
berbagai macam individu. Unsur- unsur yang terdapat pada empati terdiri
dari:
a) Mengetahui orang lain yaitu merasakan perasaan sudut pandang orang
lain dan menunjukkan kepedulian terhadap kepentingan mereka.
b) Mengembangkan orang lain yaitu ikut merasakan kebutuhan orang lain
dan berusaha menumbuhkan kemampuan orang lain.
c) Adaptasi pelayanan yaitu mengidentifikasi dan berusaha memenuhi
kebutuhan pelanggan.
5) Keterampilan Sosial (Relationship Management)
Kemampuan untuk mengatasi emosi dengan baik pada saat
berhubungan sosial, mampu mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah
menyelesaikan perselisihan dan mampu bekerjasama. Unsur- unsur yang
terdapat pada keterampilan sosial terdiri dari:
a) Pengaruh yaitu memiliki taktik untuk melakukan ajakan
b) Membangun hubungan yaitu menumbuhkan hubungan yang baik dan
bermanfaat
c) Kemampuan tim yaitu menciptakan kekompakan kelompok dalam
memperjuangkan tujuan bersama
d) Komunikasi yaitu mengirim pesan yang jelas dan meyakinkan
Menurut Mc Shane & Von Glinow (2010) terdapat empat dimensi yang
ada pada kecerdasan emosional, diantaranya adalah:
1) Self Awareness
Kemampuan merasakan dan memahami makna emosi dalam diri, lebih
sensitife melemahkan respon emosional terhadap kejadian dan memahami
perasaan orang lain.
2) Self Management
Kemampuan mengelola dan menguasai emosi diri sendiri dalam
melakukan sesuatu pada tingkatan tertentu.
3) Social Awareness
Kemampuan untuk merasakan dan memahami yang dialami oleh orang
lain.
4) Relationship Management
Kemampuan untuk mengelola emosi orang lain termasuk menghibur orang
yang sedih dan memberikan inspirasi bagi anggota tim.

Definisi Kecerdasan Emosional

 


Menurut Goleman (2016) mendefinisikan Kecerdasan Emosional
adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi
frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan
maupun kesusahan, mengatur dan menjaga suasana hati agar beban stres tidak
mengurangi kemampuan berpikir, empati dan berdoa. Prajuna et al (2017)
mengungkapkan Kecerdasan Emosional merupakan sisi lain dari dari
kecerdasan yang dimiliki oleh manusia yang berperan penting dalam
menentukan tingkat kesuksesan dalam hidupnya.
Menurut Labbaf et al (2011) kecerdasan emosional merupakan
kapabilitas untuk memahami dan membedakan emosi dirinya sendiri dan
emosi orang lain serta menggunakan informasi untuk mengarahkan
pemikiran dan tindakan seseorang. Robbins & Judge (2015) mendefinisikan
kecerdasan emosional (emotional intelligence) adalah kapabilitas seseorang
untuk mengukur seberapa jauh emosi yang ada dalam dirinya sendiri dan
orang lain, mengetahui arti emosi-emosi tersebut, dan mengatur emosi
seseorang secara teratur, selanjutnya Robbins & Judge (2015)
mengungkapkan seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional yang
baik mampu mengenali diri sendiri, mampu berpikir dan berperilaku logis
atau baik serta dapat berhubungan sosial yang baik karena didasari
pemahaman emosi orang lain.
Menurut Sunar (2010) Kecerdasan Emosional adalah kecerdasan dan
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menerima, menilai, mengelola
serta mengontrol emosi dirinya sendiri dan orang lain. Menurut McShane dan
Von Glinow dalam (Wibowo, 2014) mengartikan kecerdasan emosional
adalah kemampuan didalam merasakan dan menyatakan emosi, memadukan
emosi dalam berpikir, mengetahui dan juga menghubungkan diri sendiri dan
orang lain. Kreitner & Angelo Kinicki (2008)“Emotional Intellegence is the
ability to manage one self and one’s relationships in mature and constructive
way’s

Manajemen Sumber Daya Manusia

 


Manajemen Sumber Daya Manusia atau MSDM mempunyai istilah lain
yaitu Man Power Management. Menurut Farida (2017) Manajemen Sumber
Daya Manusia adalah suatu bidang ilmu untuk mempelajari bagaimana cara
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia yang efektif dan efisien
guna mencapai tujuan tertentu dan dapat memberikan kepuasan bagi semua
pihak. Menurut Ardana et al (2012) Manajemen Sumber Daya manusia adalah
cara memanfaatkan sumber daya manusia yang efektif dan efisien dengan cara
melakukan kegiatan perencanaan, penggerakan, dan pengendalian semua nilai
yang menjadi kekuatan manusia untuk mencapai tujuan.
Menurut Farida (2017) ada dua kelompok fungsi dalam manajemen
sumber daya manusia yaitu fungsi manajerial dan fungsi operasional. Fungsi
manajerial terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan. Sedangkan fungsi operasional terdiri dari perencanaan sumber
daya manusia, pengembangan sumber daya manusia, pemberian kompensasi
sumber daya manusia, pengintegrasian sumber daya manusia, pemeliharaan
sumber daya manusia, dan pemutusan hubungan kerja.
Manajemen Sumber Daya Manusia juga mempunyai peran dalam suatu
internal di suatu organisasi. Menurut Ardana et al (2012) terdapat peran dalam
suatu organisasi diantaranya memberikan informasi dan interpretasi mengenai
permasalahan yang berkaitan dengan masalah sumber daya manusia,
melaksanakan tanggung jawab akan bisnis perusahaan dalam membina
hubungan pelanggan, terbuka untuk memberi layanan bagi orang lain, pemantau
setiap pelaksanaan kebijakan-kebijakan personalia secara benar dan konsisten,
sebagai motivasi yang mencakup pengembangan dan penelitian inovatif
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia,
melakukan adaptasi atau penyesuaian dengan teknologi

Pengaruh Knowledge sharing Terhadap perilaku Inovatif

 


Lee., et al (2010) melakukan penelitian dengan judul “ Study
on Factors Influencing Knowledge sharing Activity for the Innovation
Activity of Team ” Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor mana
yang lebih berpengaruh positif terhadap knowledge sharing untuk
pengembangan inovasi dari sebuah tim. Hasil dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa keempat variabel mempunyai pengaruh positif
terhadap knowledge sharing kecuali self efficacy. Sementara
knowledge sharing berpengaruh positif terhadap kegiatan berinovasi.

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Knowledge sharing

 


Robbins dan Coulter (2010) mengemukakan bahwa “Budaya
organisasi atau organizational culture adalah sehimpunan nilai, prinsip,
tradisi dan cara bekerja yang dianut bersama oleh dan mempengaruhi
perilaku serta tindakan para anggota organisasi”. Dalam kebanyakan
organisasi, nilai- nilai dan praktik- praktik yang dianut bersama
(shared) ini telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan
zaman dan benar- benar sangat mempengaruhi bagaimana sebuah
organisasi dijalankan

Perilaku Inovatif

 


Perilaku inovatif didefinisikan sebagai tindakan individu yang
mengarah pada pemunculan, pengenalan dan penerapan dari sesuatu
yang baru dan menguntungkan (Kleysen dan street, dalam Fajrianthi,
2012). Sesuatu yang menguntungkan meliputi pengembangan ide
produk baru atau teknologi-teknologi, perubahan dalam prosedur
administratif yang bertujuan untuk meningkatkan relasi kerja atau
penerapan dari ide-ide baru atau teknologi-teknologi untuk proses kerja
yang secara signifikan meningkatkan efisiensi dan efektifitas mereka
(Kleysen dan street, dalam Fajrianthi, 2012).
Menurut Wess &Farr (dalam De Jong & Kemp, 2003) perilaku
inovatif adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk
menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal baru,
yang bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Perilaku inovatif
sering dikaitkan dengan kreatifitas karyawan. Namun, keduanya
memiliki konstruk perilaku yang berbeda (De Jong & Kemp, 2003).
Dimana, kreatifitas dapat dilihat pada tahap pertama dari proses
perilaku inovatif yang dibutuhkan karyawan untuk menghasilkan ideide baru (West, dalam De Jong, 2003). Sedangkan perilaku inovatif
memiliki proses yang lebih kompleks karena ide-ide tersebut akan
sampai pada tahap aplikasi (De Jong & Kemp, 2003).
Menurut James Brian Quinn (2004), salah satu faktor yang
dapat mendukung tercapainya kemampuan berinovasi adalah Iklim
inovasi dan visi dimana Perusahaan memberi dukungannyata untuk
terwujudnya suasana inovasi. Goh (2005) menegaskan bahwa
pengetahuan adalah komponen inti dari inovasi. Karena pengetahuan
tertanam pada individu perlu untuk berbagi di antara anggota sehingga
dapat membantu mereka untuk memecahkan masalah mereka (Nonaka,
1994). meningkatkan cara-cara di mana perusahaan menghadapi
lingkungan yang sangat bergejolak dapat memobilisasi basis
pengetahuan mereka dalam rangka untuk memastikan inovasi yang
berkelanjutan (Newell et al., 2009).Ada konsensus bahwa organisasi
hanya bisa menjadi inovatif ketika anggota berbagi pengetahuan
implisit mereka dan mengubahnya menjadi pengetahuan eksplisit
untuk inovasi produk (Von Krogh,1998). Dalam hal ini, sejumlah
penelitian menegaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
knowldege sharing dan inovasi. Misalnya, (Chang dan Lee, 2008)
menemukan bahwa organisasi dengan akumulasi pengetahuan yang
tinggi dapat membantu karyawan untuk memecahkan masalah mereka
dan kemudian mencapai inovasi administrasi dan teknis.
Ketika pengetahuan dibagi dan dipertukarkan antar anggota,
pembelajaran kolektif akan berlangsung, yang mana akan
mengembangkan pengetahuan pada organisasi. Organisasi yang
mendorong karyawan untuk bertukar pengetahuan dalam kelompok
cenderung untuk menciptakan gagasan baru dan mengembangkan
karya baru (Lin, 2007)

Kaidah Timbal Balik

 


Dalam kamus bahasa Indonesia, interaksi didefinisikan sebagai
hal saling melakukan aksi, berhubungan atau saling mempengaruhi.
Dengan demikian interaksi adalah hubungan timbal balik (sosial)
berupa aksi saling mempengaruhi antara individu dengan individu,
antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan
kelompok. Menurut Murdiyatmoko dan Handayani (2004) interaksi
sosial hubungan timbal balik adalah hubungan yang dibangun
seseorang dengan orang lain yang dalam proses kehidupan tersebut
terbangun struktur sosial, pada struktur sosial tersebut juga terbangun
hubungan yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.
Ciri-ciri jumlah pelaku dua orang atau lebih, ada komunikasi antar
pelaku menggunakan symbol atau lambang, ada dimensi waktu (masa
kini dan masa lalu), dan adanya tujuan yang hendak dicapai.
Aktivitas knowledge sharing bisa terjadi berdasarkan asas
timbal balik, aktivitas knowledge sharing yang dilakukan oleh
karyawan akan memicu munculnya aktivitas yang sama dari rekan
kerja. Artinya, semakin banyak karyawan melakukan aktivitas tersebut
maka semakin tinggi kesempatan akan munculnya respons aktivitas
knowledge sharing (Wu & Zhu, 2012; Chennamaneni, 2006; Kumar &
Rose, 2012; Tohidinia & Mosakhani, 2010).

Budaya Organisasi

  Robbins dan Judge (2011) menegaskan “Budaya organisasi adalah sistem makna bersama yang diselenggarakan oleh anggota yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lain”. Edy Sutrisno (2010), mendefinisikan budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai- nilai (values), keyakinan- keyakinan (beliefs), asumsi- asumsi (assumptions), atau norma- norma yang telah lama berlaku, disepakati san diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah- masalah organisasinya. Budaya organisasi juga disebut budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilainilai atau norma- norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah- masalah organisasi (perusahaan). Soehardi Sigit (2003) mengungkapkan dan menerangkan bahwa budaya organisasi dikatakan kuat, jika nilai- nilai budaya itu disadari, dipahami dan diikuti, serta dilaksanakan oleh sebagian besar para anggota organisasi. Adapun tanda- tanda bahwa suatu budaya itu kuat adalah sebagai berikut: 1. Nilai budaya saling menjalin, tersosialisasi dan menginternalisasi para anggota. 2. Perilaku anggota terkoordinasi oleh kekuatan yang tak tampak. 3. Para anggota merasa committed dan loyal pada organisasi. 4. Ada partisipasi para karyawan pada organisasi. 5. Semua kegiatan berorientasi pada misi dan tujuan. 6. Ada „shared meaning‟ atau kebersamaan sesama karyawan. 12 7. Para anggota tahu apa yang harus atau tidak boleh dilakukan. 8. Ada perasaan rewarding pada anggota, karena diakui dan dihargai martabat dan kontribusinya. 9. Budaya yang berlaku sesuai dengan tujuan organisasi.

Faktor Knowledge sharing

 


Penelitian yang dilakukan Cheng, et al (2011) mengemukakan
bahwa faktor organisasi merupakan faktor yang tidak berasal dari
individu pribadi. Hal ini dapat disebabkan oleh lingkungan atau
individu lain untuk merangsang sikap berbagi pengetahuan. Sistem
insentif, budaya organisasi dan sistem manajemen diklasifikasikan
sebagai faktor eksternal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh kim dan lee
(2005), faktor-faktor yang mempengaruhi knowledge sharing dibuat
dalam suatu knowledge sharer model. Model ini terdiri dari budaya
organisasi, individu dan teknologi informasi untuk memeriksa
kemampuan berbagi pengetahuan di antara karyawan dalam organisasi
sektor publik dan swasta. Faktor budaya organisasi terdiri dari sistem
insentif dan sistem manajemen. Faktor individu terdiri dari perilaku
individu dan harapan pribadi.
10
Penelitian babalhavaeji dan Kermani (2011), faktor-faktor yang
mempengaruhi knowledge sharing adalah sikap, niat dan motivasi
instrinsik. Niat orang untuk berbagi pengetahuan dipengaruhi oleh
sikap dan norma subyektif. Niat untuk berbagi pengetahuan mengarah
ke perilaku meningkatkan knowledge sharing. Dari perspektif motivasi
intrinsik, perilaku ditimbulkan oleh kebutuhan karyawan untuk merasa
kompeten dalam berurusan dengan lingkungan mereka. Manfaat timbal
balik, rasa percaya diri dan kenikmatan dalam membantu orang lain
dianggap sebagai motivasi yang kuat untuk berbagi pengetahuan.
Motivasi intrinsik dari sumber adalah faktor yang paling penting dalam
proses transfer pengetahuan.
Okyere‐Kwakye E dan Nor KM (2001) dalam artikelnya yang
berjudul Individual Factors and Knowledge sharing menganalisis
antara knowledge sharing. Empat faktor individu yang dianggap
mempengaruhi perilaku individu untuk melakukan knowledge sharing
terdiri dari altruism, self efficacy, mutual reciprocity and trust. Trust
dinilai memiliki hubungan positif dengan knowledge sharing,
demikian juga dengan altruism. Altruism merupakan sikap untuk mau
berbagi dan mementingkan kebutuhan organisasi. Mutual reciprocity
yang merupakan hubungan timbal balik juga memiliki hubungan yang
positif dengan knowledge sharing, semakin baik hubungan antar
pribadi untuk saling timbal balik dalam berbagi pengetahuan maka
semakin baik perilaku individu dalam knowledge sharing. Selain tiga
factor yang disebutkan sebelumnya, factor self efficacy yaitu penilaian
masyarakat terhadap kemampuan mereka untuk mengatur dan
melaksanakan program aksi.

Dampak Knowledge sharing

 


Melalui aktivitas berbagi pengetahuan maka individu yang
melakukannya akan memperoleh keuntungan individual. Bagi mereka
seorang pegawai maka kemampuan belajar akan meningkat dengan
berbagai cara seperti Externalization, internalization, socialization, dan
Community of practice (CoP) (Fernandez & Sabherwal, 2010). Ketika
pegawai sudah mulai melakukan berbagi pengetahuan dan melakukan
pembelajaran secara berkelanjutan, maka ketika mendapatkan
pengetahuan tentang perubahan kondisi kerja, pegawai tersebut sudah
lebih siap dibandingkan pegawai yang tidak ikut aktif dalam proses
manajemen pengetahuan. Perubahan kondisi kerja maupun organisasi
yang begitu cepat dapat diimbangi oleh pegawai yang
mengimplementasikan proses manajemen pengetahuan, sehingga dapat
mengurangi jumlah pegawai yang keluar akibat tidak dapat mengikuti
perkembangan bisnis organisasinya.
Dua keuntungan individu diatas menjadi modal untuk
mendapatkan kepuasan kerja pegawai. Pegawai dapat mengantisipasi
permasalahan yang akan timbul lebih dulu dikarenakan adanya
kemampuan belajar terhadap pengalaman kesalahan masa lalu dan tahu
cara penanganan masalah itu dengan benar. Penelitian saat ini
menemukan bahwa dalam suatu organisasi jika memiliki pegawai yang
melakukan berbagi pengetahuan dengan pegawai lain, maka orang
yang keluar dari perusahaan akan berkurang dan meningkatkan
revenue dan profit (Bontis, 2003 dalam Fernandez & Sabherwal,
2010)

Knowledge sharing

 


Knowledge atau pengetahuan adalah Suatu keyakinan seseorang
dalam mengartikan dan mengelola sekumpulan informasi dengan
mengkombinasikan informasi tersebut dengan informasi lainnya,
menerjemahkan, dan kemudian mengambil suatu tindakan (Desouza &
Paquette, 2011). Menurut Van den Hoof dan De Ridder (2004),
knowledge sharing adalah proses timbal balik dimana individu saling
bertukar pengetahuan (tacit dan explicit knowledge) dan secara
bersama-sama menciptakan pengetahuan (solusi) baru. Salah satu
tujuan definisi ini terdiri dari memberikan dan mengumpulkan
knowledge, dimana memberikan knowledge dengan cara
mengkomunikasikan pengetahuan kepada orang lain apa yang dimiliki
dari personal intellectual capital seseorang, dan mengumpulkan
pengetahuan merujuk pada berkonsultasi dengan rekan kerja dengan
membagi informasi atau intellectual capital yang mereka miliki.
Menurut Pasaribu (2009), knowledge sharing dapat
didefinisikan sebagai kebudayaan interaksi sosial, termasuk pertukaran
knowledge antara karyawan, pengalaman, dan skill melalui
keseluruhan departemen atau organisasi, hal ini menciptakan dasar
umum bahwa kebutuhan untuk kerjasama. Connelly dan Kelloway
(dalam Baharim, 2008) mendefinisikan knowledge sharing sebagai
perilaku yang melibatkan pertukaran informasi atau membantu rekan
kerja yang lain.
Knowledge sharing terdiri dari pemahaman yang disebarkan
yang berhubungan dengan mengadakan akses pekerja dengan
informasi yang relevan dan membangun dan menggunakan jaringan
knowledge melalui organisasi (Hogel, et al, 2003). Sejumlah studi
telah mendemonstrasikan bahwa knowledge sharing sangat penting
karena hal ini memungkinkan karyawan untuk meningkatkan performa
inovasi dan mengurangi usaha pembelajaran yang berlebihan
(Calantone, et al, 2002).

Knowledge Sharing Berpengaruh Terhadap Efisiensi Karyawan

 


knowledge sharing di antara anggota tim menghasilkan pencapaian
tujuan yang efisien dengan kualitas dan harapan pelanggan. Diyakini bahwa
karyawan bekerja lebih efisien, menghasilkan kualitas kerja yang tinggi dan
belajar untuk melaksanakan tugasnya dalam waktu dan usaha yang lebih
sedikit (Lee et al., 2010; Gallardo et al., 2013). Al Ahbabi (2017) juga
menyarankan kerangka kerja manajemen pengetahuan untuk meningkatkan
kinerja organisasi. Al Ahbabi (2019) lebih lanjut menjelaskan bahwa empat
proses manajemen pengetahuan (penciptaan, penangkapan dan
penyimpanan, berbagi dan penerapan pengetahuan) perlu diikuti untuk
mencapai kinerja operasional, kualitatif dan inovatif.
Knowledge Sharing
Dari hasil penelitian Dwivedi & Chaturvedi (2020), knowledge
sharing berpengaruh positif terhadap efisiensi karyawan. Hal ini
dikarenakan, knowledge sharing, dapat meningkatan dan mentransfer
pengetahuan dan kemampuan kepada rekan tim. Dan semakin
mengefisiensikan kinerja karyawan

Efisiensi Karyawan

 


Efisiensi adalah perbanding terbaik antara biaya, tenaga, dan waktu yang
digunakan untuk melakukan sesuatu. Secara teknis, efisiensi mengacu pada rasio
output terhadap input. Dwivedi & Chaturvedi (2020).
Kunci dari efisiensi karyawan mungkin bekerja cerdas dan menyelesaikan
tugas-tugas mereka dalam waktu kurang dari yang lain menghasilkan lebih banyak
output dengan usaha yang sama. Namun ada beberapa kekhawatiran mengenai hasil
kinerja mereka (kualitas pekerjaan yang dihasilkan, alokasi sumber yang tepat
seperti waktu, dll.). Fragouli & Ilia (2019)
Berdasarkan perbandingan terbaik usaha dalam setiap pekerjaan terutama
ditentukan oleh bagaimana pekerjaan itu dilakukan. Jika efisiensi kerja pada
umunya merupakan hasil dari cara-cara kerja yang sesuai dengan prosedur kerja.
Cara kerja yang efisien adalah cara yang tanpa sedikitpun mengurangi hasil yang
hendak dicapai seperti: cara termudah, tercepat, dan terpendek. Syaifuddin (2016)
Berdasarkan pernyataan tersebut, efisiensi kerja karyawan merupakan
ketepatan karyawan dalam menggunakan sumber daya, tenaga, dan waktu, dalam
menyelesaikan suatu tugas. Efisiensi kerja yang baik adalah melakukan suatu
pekerjaan yang memiliki kualitas dan kuantitas tetap dengan mengunakan sedikit
mungkin gerakan, usaha, waktu, tenaga, dan biaya yang ada

Knowledge Sharing

 


Knowledge sharing adalah interaksi antara penyedia pengetahuan dan
penerima. Tujuan berbagi pengetahuan adalah untuk membantu orang lain belajar.
Oleh karena itu Knowledge Sharing juga digambarkan sebagai aktivitas aliran yang
merupakan pertukaran pengetahuan eksplisit atau tacit dari satu pihak ke pihak
lainnya (Senge, 1997; Nissen, 2005; Hall, 2003) dalam Lin & Huang (2020).
Berbagi pengetahuan sering didefinisikan sebagai “budaya interaksi sosial,
yang melibatkan pertukaran pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan karyawan
melalui seluruh departemen atau organisasi”. Memiliki pengetahuan yang
dibagikan dengan orang yang tepat pada waktu yang tepat sangat penting dalam
membangun dan mempertahankan daya saing organisasi (Ma dan Yu, 2010; Gowen
et al., 2009; Ma et al., 2014) dikutip Yin et al., (2020).
Knowledge mengacu pada metode penyebaran keahlian individu kepada
orang lain. Berbagi pengetahuan telah dianggap sebagai salah satu ukuran penting
dari manajemen pengetahuan sejak lama. Adopsi metode berbagi pengetahuan oleh
sebagian besar organisasi telah dianggap sebagai praktik yang signifikan. Beberapa
teknik berbasis kecerdasan buatan telah disarankan untuk mengelola dan
memanfaatkan pengetahuan secara optimal. Studi telah menunjukkan bahwa
integrasi kreasi bersama pengetahuan dengan data besar sangat penting untuk
mempromosikan pengambilan keputusan yang terbukti untuk menghasilkan hasil
bisnis yang berkelanjutan (Lee dan Ahn, 2007; Acharya et al., 2018) dalam Dwivedi
& Chaturvedi (2020).
Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan. Dapat disimpulkan bahwa
Knowledge sharing merupakan suatu aktifitas pemindahan atau pertukaran
pengetahuan dan keterampilan dari individu ke individu lainnya dengan tujuan
untuk saling membangung dan mengembangkan keterampilan dalam berorganisasi.

Pengaruh Knowledge Sharing Terhadap Innovative Behaviour

 


Berbagi pengetahuan adalah sarana dasar di mana karyawan secara
umum dapat bertukar pengetahuan dan berkontribusi pada inovasi (Wang
& Noe, 2010). Berbagi pengetahuan dapat mentransfer pengetahuan
individu dan tim ke dalam pengetahuan organisasi (Wang & Wang, 2012).
Manajemen pengetahuan yang efektif dapat menghasilkan keunggulan
kompetitif karena organisasi meningkatkan kreativitas, inovasi dan
reputasi, yang pada gilirannya meningkatkan keuntungan organisasi (Wang
& Noe, 2010).
(Janssen, 2000), perilaku inovatif terdiri dari tiga perilaku yang
berbeda: (1) generasi ide, (2) promosi ide dan (3) realisasi ide. Jenis
pertama dari perilaku inovatif adalah generasi ide, yang didefinisikan
sebagai "aktivitas mengalir bebas di mana aplikasi, implikasi, dan
konsekuensi diidentifikasi dan kemudian dibentuk melalui penyempurnaan
menjadi ide atau rangkaian ide baru" (Mumford, 2000). Generasi ide
adalah proses dimana ide-ide baru dalam bidang apapun dapat dibuat
(Amabile, Conti, Coon, Lazenby, & Herron, 1996). Jenis perilaku inovatif
kedua adalah promosi ide, yaitu ketika seorang karyawan telah
menciptakan sebuah ide dan dia perlu mencari sponsor, teman, dan dana
yang diperlukan untuk menganalisis ide tersebut (Janssen, 2004). Jenis
terakhir dari perilaku inovatif adalah realisasi ide, yang menunjukkan
perkembangan informasi yang cukup dan waktu untuk mengeksekusi ideide baru (Young, 2012)

Innovative Behaviour

 


Berbagi pengetahuan adalah sarana dasar di mana karyawan secara
umum dapat bertukar pengetahuan dan berkontribusi pada inovasi (Wang &
Noe, 2010). Dengan demikian diharapkan nantinya bisa berpengaruh
kefektifan tim yang dibentuk untuk membantu setiap proses yang nantinya
akan dilalui tim. Efektif yang dimaksud adalah setiap permasalah atau
hambatan yang nantinya muncul bisa diselesaikan dengan cepat dan tepat
mengingat tidak ada pemimpin tetap di dalam satu tim yang artinya keputusan
bisa diambil secara cepat jika memang sudah mendapatkan solusi setelah
berkonsultasi di dalam tim itu sendiri. Dengan knowledge sharing yang
diterapkan tentu saja akan lebih mudah inovasi baru akan di temukan
mengingat setiap informasi yang diberikan dari satu karyawan dan yang lain
akan berbeda-beda karena pengetahuan setiap karyawan tidak sama. Berbagi
pengetahuan juga tidak hanya mengkoordinasikan satu tim itu sendiri namun
dengan berbagi pengetahuan nantinya pengetahuan-pengetahuan tersebut bisa
berguna untuk organisasi karena berbagi pengetahuan dapat mentransfer
pengetahuan individu dan tim ke dalam pengetahuan organisasi (Wang &
Wang, 2012).
Manajemen pengetahuan yang efektif dapat menghasilkan keunggulan
kompetitif karena organisasi meningkatkan kreativitas, inovasi dan reputasi,
yang pada gilirannya meningkatkan keuntungan organisasi (Wang & Noe,
2010). Tidak mudah dalam mengelola pengetahuan karena mungkin dalam
tim berbeda dari sisi usia yang bisa menjadi faktor penghambat, mengingat
perbedaan dalam cara penanggapi setiap gagasan dari pengetahuan yang
dibagikan. Namun dengan koordinasi yang baik dan benar kesalahan tersebut
bisa diminimalisir. (Nonaka & Takeuchi, 1995) Menggambarkan manajemen
pengetahuan sebagai proses :
(1) akuisisi pengetahuan,
(2) pengorganisasian pengetahuan,
(3) pengungkit pengetahuan,
(4) berbagi pengetahuan dan
(5) memori organisasi
(Van De Ven, 1986) mendefinisikan inovasi sebagai proses
menghasilkan dan mengimplementasikan ide-ide segar. Perilaku inovatif
individu telah didefinisikan sebagai "penciptaan, pengenalan, dan penerapan
ide-ide baru yang disengaja dalam peran kerja, kelompok atau organisasi,
untuk mendapatkan manfaat kinerja peran, kelompok, atau organisasi"
(Janssen, 2004). Menurut (Janssen, 2000) perilaku inovatif terdiri dari tiga
perilaku yang berbeda: Generasi Ide, Promosi Ide, dan Realisasi Ide
(1) generasi ide,
Jenis pertama dari perilaku inovatif adalah
pembangkitan ide, yang didefinisikan sebagai “aktivitas yang
mengalir bebas di mana aplikasi, implikasi, dan konsekuensi
diidentifikasi dan kemudian dibentuk melalui penyempurnaan
menjadi ide baru atau serangkaian ide” (Mumford, 2000).
(Amabile, Conti, Coon, Lazenby, & Herron, 1996)
menggambarkan bahwa generasi ide adalah proses dimana ideide baru dalam bidang apapun dapat dibuat. Yang secara garis
besarnya adalah generasi ide merupakan konsep awal atau ide
awal yang dimana nantinya ide tersebut akan diolah untuk
disesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang sedang dihadapi.
(2) promosi ide
Jenis perilaku inovatif kedua adalah promosi ide, yaitu
ketika seorang karyawan telah menciptakan sebuah ide dan dia
perlu mencari sponsor, teman, dan dana yang diperlukan untuk
menganalisis ide tersebut. Setelah ide tadi didapat disini ide
tersebut diolah dengan mencari atau menambahkan apa saja
yang dibutuhkan agar ide tersebut dapat diterapkan.
(3) realisasi ide
Jenis terakhir dari perilaku inovatif adalah realisasi ide,
yang menunjukkan perkembangan informasi yang cukup dan
waktu untuk mengeksekusi ide-ide baru (Young, 2012).
Setelah ide didapatkan lalu diolah dengan mencari apa saja
yang diperlukan dalam menerapkan ide tersebut, lalu yang
terakhir adalah menjalankan atau menerapkan ide tersebut.

Shared leadership

 


Kepemimpinan bersama didefinisikan sebagai "proses pengaruh timbal
balik yang simultan, terus-menerus, dalam tim yang ditandai dengan
'kemunculan pemimpin baru' pemimpin resmi maupun tidak resmi" (Pearce C.
L., 2004). Berbeda dengan dahulu yang dimana setiap keputusan hanya bisa
dikeluarkan oleh para pemimpin atau bahkan pemilik industry. Namun dengan
diterapkannya shared leadership akan muncul pemimpin-peminpin baru di
dalam satu tim yang tujuannya untuk efektifitas dalam setiap pengambilan
keputusan, artinya tidak perlu menunggu pemimpin ketika ingin memutuskan
sesuatu, ketika semua anggota dalam tim setuju pemimpin tidak bisa hadir
informasi dari pertemuan dengan tim tersebut dapat diberikan kepada
pemimpin dan ketika pemimpin sudah setuju dengan hasil pertemuan tersebut
bisa dilakukan pengambilan keputusan walaupun pemimpin sedang tidak ada
dilokasi, atau bisa saja ketika terjadi masalah yang saat itu pemimpin tidak
ada ditempat dan pengambilan keputusan harus dilakukan untuk segera
menyelesaikan keputusan tersebut, tim bisa melakukan pertemuan dan
langsung melakukan pengambilan keputusan untuk menutup penyelesaian
masalah tersebut walaupun nantinya hal tersebut perlu disampaikan kepada
pemimpin perusahaan.
Kepemimpinan bersama secara konseptual berbeda dari
kepemimpinan bergilir. Dalam kepemimpinan bergilir (Erez, Lepine, & Elms,
2002), disebutkan bahwa banyak pemimpin muncul tergantung pada tugas dan
siapa yang dirasa paling tepat untuk dipimpin oleh anggota tim pada saat itu.
Kesamaan antara kepemimpinan bersama dan kepemimpinan yang dirotasi
adalah bahwa selama proyek, mungkin tidak ada satu pemimpin yang
konsisten. Dengan kata lain, lebih dari satu orang dapat memimpin.
Perbedaannya adalah bahwa dalam kepemimpinan bergilir hanya ada satu
pemimpin yang dirancang pada satu waktu. Dalam kepemimpinan bersama,
kepemimpinan terus-menerus dibagikan. Artinya setiap individu didalam tim
mendapatkan kepercayaan yang sama mengingat tidak ada kepemimpinan
resmi atau paten dalam suatu team. Hal ini membuat motivasi tersendiri dan
setiap anggota mendapatkan beban yang sama dalam setiap pekerjaan yang
dijalankan. Kepemimpinan bersama telah digambarkan sebagai proses
pengaruh interaktif (Pearce dan Conger 2003, hal. 1), di mana kepemimpinan
dibagi di antara anggota tim daripada berfokus pada satu individu (Carson et
al., 2007). Pearce dan Conger (2003, p. 1) menyatakan bahwa “Proses
pengaruh ini sering melibatkan pengaruh teman sebaya atau lateral dan
pengaruh hierarki ke atas atau ke bawah”
Ada bukti yang menunjukkan bahwa kepemimpinan bersama memiliki
banyak keuntungan organisasi. Menurut (Pearce & Conger, 2003),
kepemimpinan bersama meminimalkan turnover atau tingkat atrisi karyawan
karena ide dimaksimalkan, kendala yang menghambat perkembangan
diminimalkan dan, pada gilirannya, kualitas produksi meningkat dan (dalam
industri tertentu) waktu produksi atau pemrosesan berkurang. Namun, ada
kekurangan bukti empiris yang mengeksplorasi hubungan ini dan faktor
individu dan kontekstual yang mempengaruhi hasil ini. Beberapa penelitian
telah mencoba untuk menguji kondisi yang diperlukan agar kepemimpinan
bersama menjadi efektif. Dalam penelitian lain, telah ditemukan bahwa ketika
keragaman usia rendah, ada efek kuat dari kepemimpinan bersama pada
kinerja tim, dan ketika keragaman usia tinggi, kepemimpinan bersama
cenderung tidak mempengaruhi kinerja tim (Hoch, Welzel, & Pearce, The
most effective team leadership is shared: the impact of shared leadership,
diversity, and coordination on team performance, 2010). Hal ini terjadi
mungkin karena pemahaman yang dimiliki antara usia rendah dan usia tinggi
yang berbada dari pengalaman dan masa yang mereka hadapi, namun hal
tersebut perlu dilakukan pengujian lagi agar ditemukan alasan yang
sebenarnya. Secara keseluruhan, pengetahuan yang ditingkatkan diperlukan
untuk memahami prasyarat untuk lingkungan kepemimpinan bersama yang
sukses. Saat ini, sedikit yang diketahui tentang bagaimana individu dalam
lingkungan kepemimpinan bersama terlibat dalam komunikasi terbuka atau
transparansi, bagaimana kepribadian, nilai dan budaya individu dapat
mempengaruhi sikap terhadap orang lain dalam kelompok, atau bagaimana
umpan balik yang konstruktif dapat diberikan dengan cara yang kondusif bagi
kepemimpinan bersama yang efektif.
Teori jaringan sosial dan teori pertukaran sosial, dalam beberapa
penelitian, telah digunakan untuk menjelaskan proses kepemimpinan bersama
(Muethel & Hoegl, 2011). Menurut (Homans, 1958), dalam teori pertukaran
sosial, “perilaku sosial bukan hanya pertukaran properti dan materi tetapi juga
pertukaran non-materi, seperti simbol persetujuan atau prestise”. Dari
perspektif pertukaran sosial, kepemimpinan bersama melibatkan pertukaran
pengaruh yang sesuai (Cox, Pearce, & Perry, 2003)

Monday, October 30, 2023

Pengaruh Knowledge Sharing dan Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Karyawan

 


Azizi (2020) knowledge sharing merupakan budaya interaksi sosial,
yang melibatkan pertukaran pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan karyawan kepada seluruh organisasi. Kunci sukses dari
manajemen pengetahuan adalah knowledge sharing. Menurut Saputra
(2020) Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul karena
pengaruh dari luar individu, dapat berupa ajakan, suruhan, paksaan dari
orang lain yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan suatu
tindakan.
Diperkuat dengan penelitian dari Syamsuddin (2017) menyatakan
bahwa Knowledge Sharing berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan
dan Ghofur (2019) bahwa Motivasi Ekstrinsik dapat mempengaruhi
kinerja. Maka ditarik kesimpulan dengan baiknya pengelolaan
Knowledge Sharing dan Motivasi Ekstrinsik yang diberikan perusahaan
maka juga diikuti dengan meningkatnya Kinerja Karyawan

Pengaruh Knowledge Sharing terhadap Kinerja Karyawan

 


Knowledge sharing dianggap sebagai proses interaksi sosial
antar individu, proses yang tidak dapat dilakukan hanya oleh satu
individu. Knowledge sharing merupakan proses saat para individu
saling menukarkan pengetahuan, baik pengetahuan tacit maupun
pengetahuan eksplisit, untuk menghasilkan pengetahuan baru. Azizi
(2020) knowledge sharing merupakan budaya interaksi sosial, yang
melibatkan pertukaran pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan
karyawan kepada seluruh organisasi. Kunci sukses dari manajemen
pengetahuan adalah knowledge sharing.
Diperkuat dengan penelitian dari Syamsuddin (2017) menyatakan
bahwa Knowledge Sharing berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
Maka ditarik kesimpulan dengan baiknya pengelolaan Knowledge
Sharing yang diberikan perusahaan maka juga diikuti dengan
meningkatnya Kinerja Karyawan.

Indikator Kinerja

 Indikator Kinerja Khurosani (2018) Indikator yang dapat mengukur Kinerja adalah : 1. Kuantitas, Diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas yang ditugaskan beserta hasilnya. 2. Kualitas, Dapat diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan. Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut. 3. Pemanfaatan waktu kerja, Diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan dari awal waktu sampai menjadi output. Dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain. 4. Kerja Sama, Kemampuan menangani hubungan dengan orang lain

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

 Ariyanto (2020) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain: 1. Motivasi, Dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat 2. Disiplin, Perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya. 3. Semangat kerja, Semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok 4. Kompensasi, Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima baik berupa fisik maupun non fisik. Kompensasi juga berarti seluruh imbalan yang diterima oleh seorang pekerja/karyawan atas jasa 18 atau hasil dari pekerjaannya dalam sebuah perusahaan dalam bentuk uang atau barang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terbagi menjadi 2 jenis yaitu kompensasi finansial dan non finansial. 5. Lingkungan kerja, Lingkungan kerja adalah segala hal yang berhubungan dengan aktivitas karyawan di dalam kantor. Lingkungan kerja memiliki dua jenis yaitu fisik dan non fisik

Pengertian Kinerja

 


Khurosani (2018) Kinerja berasal dari kata Job Performance atau
Actual Performance (Prestasi Kerja atau Prestasi sesungguhnya yang
dicapai oleh seseorang) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Ariyanto (2020) Kinerja adalah hasil nyata yang ditampilkan seseorang
setelah yang bersangkutan menjalankan tugas dan perannya dalam
organisasi. Kinerja merupakan implementasi dari perencanaan yang
telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber
daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi dan
kepentingan.
Waruwu (2017) Kinerja merupakan efektivitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi dan bagian karyawannya berdasarkan
standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, karena
organisasi ada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka kinerja
sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam memainkan peran
yang mereka lakukan dalam suatu organisasi untuk memenuhi standar
perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil
yang diinginkan.
Zainal (2017) Kinerja juga dapat diartikan sebagai kualitas dan
kuantitas dari hasil pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan sesuai
dengan standar kerja tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan,
kinerja berdasarkan suatu hasil yang diraih dari suatu pekerjaan
berdasarkan serangkaian syarat kerja tertentu.

Indikator Motivasi Ekstrinsik

 Saputra (2020) indikator yang tergolong sebagai motivasi ekstrinsik antara lain ialah berikut: 1. Policy and administration (Kebijakan dan administrasi), Kebijakan dan administrasi yang menjadi motivasi ekstrinsik adalah kebijakan dan administrasi yang diterapkan untuk karyawan berkaitan dengan pekerjaan. Kebijakan dan administrasi umumnya dibuat dalam bentuk tertulis oleh pimpinan. Kebijakan atau administrasi yang dibuat dapat dijadikan pedoman bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Pelaksanaan kebijakan dan administrasi dilakukan masing masing pimpinan yang bersangkutan supaya mereka dapat berbuat seadil-adilnya. 2. Quality supervisor ( Kualitas Supervisi), Kualitas pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan kekecewaan bagi karyawan. Pimpinan harus paham cara mensupervisi karyawan sesuai dengan tanggung jawabnya. Pimpinan harus memiliki kecakapan untuk mengawasi karyawan dalam bekerja agar mereka merasa nyaman. 16 Oleh karena itu, para pimpinan harus berusaha memperbaiki dirinya dengan jalan mengikuti pelatihan dan pendidikan. 3. Interpersonal relation (Hubungan Antar Pribadi), Intepersonal relation menunjukkan hubungan perseorangan antara bawahan dengan atasannya dan antara bawahan dengan rekan kerjanya, dimana kemungkinan bawahan merasa tidak dapat bergaul dengan atasannya atau rekan kerjanya. 4. Working condition (Kondisi kerja), Masing-masing manejer dapat berperan dalam berbagai hal agar keadaan masing-masing bawahannya menjadi lebih sesuai. Misalnya ruangan khusus bagi unitnya, penerangan, perabotan suhu udara dan kondsi fisik lainnya. Menurut Hezberg seandainya kondisi lingkungan yang baik dapat tercipta, prestasi yang tinggi dapat tercipta, prestasi tinggi dapat dihasilkan melalui kosentrasi pada kebutuhankebutuhan ego dan perwujudan diri yang lebih tinggi. 5. Wages (Gaji), Pada umumnya masing-masing pimpinan tidak dapat menentukan sendiri skala gaji yang berlaku didalam unitnya. Namun demikian masing-masing manajer mempunyai kewajiban menilai apakah jabatan-jabatan dibawah pengawasannya mendapat kompensasi sesuai pekerjaan yang mereka lakukan.

Faktor yang mempengaruhi Motivasi Ekstrinsik

  Waruwu (2017) Faktor yang mempengaruhi Motivasi Ekstrinsik adalah: 1. Maintenance Factor Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Seperti Gaji, Kondisi Kerja, Kebijakan dan Administrasi perusahaan, hubungan antar rekan kerja dan keamanan. 2. Motivation Factors adalah motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, yaitu perasaan sempurrna dalam melakukan pekerjaan. Seperti : Prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemajuan

Pengertian Motivasi Ekstrinsik

 Saputra (2020) Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul karena pengaruh dari luar individu, dapat berupa ajakan, suruhan, paksaan dari orang lain yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Risqi (2016) Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari luar diri seseorang yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang yang dikenal dengan teori hygiene factor. Waruwu (2017) motivasi ekstrinsik merupakan langkah langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuannya, memenuhi sasarannya serta mendapatkan penghargaan atau menyelesaikan deadline yang dimilikinya Sugiono (2019) menyatakan bahwa tingkat kemangkiran karyawan akan mengalami peningkatan pada perusahaan yang tidak memberikan motivasi ekstrinsik yang sepadan kepada karyawannya, misalnya dalam bentuk kondisi kerja, upah, tunjangan dan/atau jaminan keselamatan kerja yang memadai. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan kinerja karyawan

Jenis Jenis Motivasi

 Sugiono (2019) mengklasifikasikan motivasi ke dalam dua jenis motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, yaitu: 1. Motivasi Intrinsik, Adalah motif penggerak yang aktivasinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena setiap individu telah memilikinya di dalam dirinya masing-masing. 2. Motivasi Ekstrinsik, Motivasi Ekstrinsik didefinisikan sebagai suatu motivasi yang ditimbulkan oleh rangsangan yang berasal dari luar individu