Sunday, July 30, 2023

Pengertian Harga

 


Dalam proses jual beli harga memiliki peran penting untung
memepengaruhi keputusan pembelian konsumen dalam pembelian produk dan
menjadi salah satu bagian terpenting karena harga adalah alat tukar dalam
20
transaksi sehingga harga sangat menentukan keberhasilah pemasaran dalam
suatu produk. Harga merupakan satu- satunya unsur bauran pemasaran yang
sifatnya fleksibel dimana setiap saat dapat berubah-ubah. Harga juga
merupakan salah satu faktor persaingan dalam memsarkan suatu produk.
Menurut Fandy Tjiptono (2016:218) harga adalah:
“Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang
mendatangkan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan”.
Sedangkan Menurut Kotler dan Keller (2016:312) definisi Harga sebagai
berikut:
“Price as the amount of money charged for a product or service, or the sum
of values that customers exchange for benefits of having or using the
product service”.
Menurut definisi ahli diatas, disimpulkan bahwa harga merupakan nilai suatu
barang atau jasa yang dinyatakan dengan uang dimana harga merupakan salah
satu elemen dari bauran pemasaran yang menghasilakan pendapatan sehingga
produsen harus mengikuti perkembangan harga dipasar juga harus mengetahui
posisi perusahaan dalam situasi pasar secara keseluruhan.

Hubungan Antara Persepsi Harga Dengan Minat Beli

 


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumen akan menjadi loyal
pada merek-merek berkualitas tinggi jika produk-produk ditawarkan dengan harga
yang wajar. Konsumen sering pula menggunakan harga sebagai kriteria utama
dalam menentukan pilihan pembelian. Pembeli sangat sensitive terhadap barangbarang yang mahal atau sering dibeli, maka konsumen dalam membeli selalu
membanding-bandingkan harga dan memilih harga yang murah (Ujianto, 2004).
Menurut William J. Stanton (1996) ada tiga ukuran yang menentukan harga,
yaitu:
1. Harga yang sesuai dengan kualitas suatu produk,
2. Harga yang sesuai dengan manfaat suatu produk,
3. Perbandingan harga dengan produk lain.
Ujianto (2004) mengatakan bahwa persepsi konsumen menunjukkan
hubungan bahwa bertambah besar manfaat, diskon, hadiah yang diperoleh dan
bertambah murah produk maka kecenderungan minat beli konsumen bertambah.
Karjaluoto, et al. (2003), dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
salah satu hal utama yang mempengaruhi Minat beli adalah harga. Harga
merupakan bagian dari bauran pemasaran dimana dalam proses membuat
keputusan membeli, konsumen akan melakukan pertimbangan cermat untuk
menilai elemen ini. Tingginya harga suatu produk akan meningkatkan laba
pendapatan produsen tersebut. Namun penetapan harga yang tinggi bukanlah hal
yang mudah bagi konsumen untuk memberikan keputusan untuk membeli.
Konsumen akan melakukan pertimbangan secara rasional yang dipengaruhi oleh
persepsi tiap individu yang berbeda. Hal ini menjadi tantangan bagi produsen agar
mampu memberikan tingkat rasionalitas yang wajar terhadap produk yang
dikeluarkan dengan penawaran harga yang tingi. Suatu harga bukanlah hanya
merupakan sekedar nilai tukar barang atau jasa, melainkan konsumen berharap
akan selalu menerima balasan atau hasil yang setimpal atas nilai yang telah
mereka keluarkan. Kepercayaan konsumen akan nilai dan kualitas suatu produk
atau jasa sangat penting dicermati para produsen. Banyaknya pesaing dari suatu
produk membuat konsumen lebih mudah untuk membandingkan kesesuaian harga
dengan manfaat yang diterima. Kondisi ini sesuai dengan pendapat dari Kotler
dan Armstong (2008:345), yang mengemukakan bahwa dalam memenuhi
kebutuhannya akan suatu barang atau jasa, konsumen melakukan suatu sistem
penukaran dengan membayarkan sejumlah nilai yang telah ditentukan kemudian
ditukarkan dengan barang/ jasa yang sesuai. Nilai merupakan sejumlah harga
yang harus dibayarkan untuk memperoleh barang atau jasa yang diinginkan.
Perusahaan harus menyadari dan teliti dalam mencermati tiap keinginan
konsumen dan tren yang ada saat ini. Hal tersebut berpengaruh besar dalam
penentuan harga yang wajar. Agar konsumen mencapai tingkat kepuasan dalam
membeli, dimana banyaknya biaya yang telah ia keluarkan sebanding dengan
manfaat yang ia dapatkan.
Pilihan harga yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan konsumen
diharapkan dapat menimbulkan minat beli konsumen agar segera membeli atau
menggunakan produk tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dari Norfiyanti
(2012). Hasil penelitian Oosthuizen dan Spowart (2015) menyatakan bahwa
konsumen menggunakan persepsi mereka terhadap kerelatifan harga sebagai jalan
untuk merasakan nilai dari produk tersebut sehingga konsumen dapat menetukan
minat mereka untuk membeli produk. Bachriansyah (2011) yang melakukan
penelitian di Kota Semarang terhadap produk ponsel Nokia mengemukakan
bahwa niat beli konsumen secara simultan dipengaruhi oleh persepsi harga. Hasil
yang serupa juga dikemukakan oleh Kusuma dan Purnami (2015), Swistiani
(2014), Fure (2013), Annafik (2012), dan Munnukka (2008) yang menyatakan
bahwa niat beli calon pelanggan secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh
persepsi harga . Hal ini berarti bahwa niat beli calon pelanggan akan meningkat
jika persepsi harga semakin baik.

Hubungan Antara Persepsi Kualitas Produk Dengan Minat Beli

 


Penelitian terdahulu Krisyatmoko (2016) mengatakan bahwa persepsi
kualitas menjadi faktor penting dalam kepuasan konsumen. Semakin tinggi
persepsi kualitas konsumen maka semakin tinggi minat beli mereka. Ningsih
(2017) menunjukkan adanya model hubungan kausal dimana minat beli
konsumen tergantung pada nilai yang dirasakan, dan nilai yang dirasakan berasal
dari persepsi kualitas, sehingga peningkatan kualitas yang dirasakan
meningkatkan minat beli konsumen. Pujasara (2013) menemukan bahwa persepsi
kualitas secara positif mempengaruhi nilai yang dirasakan, dan nilai yang
dirasakan berpengaruh secara positif terhadap minat beli. Luthfiani (2016)
menemukan bahwa ketika kualitas yang dirasakan dari produk tinggi, nilai yang
dirasakan akan tinggi, dan minat beli juga akan meningkat. Selanjutnya Alfred
(2013) membuktikan bahwa persepsi kualitas dan minat beli secara langsung
berkorelasi positif, sehingga persepsi kualitas dapat digunakan dalam
memprediksi minat beli.
Berdasarkan pengamatan dilapangan menunjukkan hasil bahwa persepsi
kualitas mempunyai pengaruh terhadap minat beli lebih dominan dari variabel
harga. Alasan persepsi kualitas memiliki pengaruh yang lebih dominan dalam
penelitian ini karena responden mencari kualitas produk yang disesuaikan dengan
kebutuhan, hal ini ditambah dengan responden kurang mengetahui perbandingan
harga. Produk yang dipersepsikan memiliki kualitas yang baik oleh konsumen
dapat mempengaruhi minat beli terhadap produk tersebut.
Suatu produk dikatakan telah dikonsumsi oleh konsumen apabila produk
tersebut telah diputuskan oleh konsumen untuk dibeli. Minat konsumen untuk
membeli dipengaruhi oleh nilai produk yang dievaluasi. Bila manfaat yang
dirasakan lebih besar dibanding pengorbanan untuk mendapatkannya, maka
dorongan untuk membelinya semakin tinggi. Sebaliknya bila manfaatnya lebih
kecil dibanding pengorbanannya maka biasanya pembeli akan menolak untuk
membeli dan umumnya beralih mengevaluasi produk lain yang sejenis.
Schiffman dan Kanuk (2007) dalam Pamangsah (2008) mengatakan
bahwa persepsi seseorang tentang kualitas produk akan berpengaruh terhadap
minat membeli yang terdapat pada individu. Persepsi yang positif tentang kualitas
produk akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang diikuti
oleh perilaku pembelian. Vlaev, et al. (2009) menyebutkan bahwa banyak model
perilaku konsumen berasumsi evaluasi harga dan kualitas memiliki korelasi
hubungan yang positif. Persepsi kualitas dapat diukur melalui indikator: kinerja,
fitur, kesesuaian dengan spesifikasi, keandalan, ketahanan, hasil akhir.
Yaseen, et al. (2011), dimana persepsi kualitas mempunyai pengaruh
paling besar dari semua variabel yang diteliti. Hal ini sesuai dengan pendapat
Setyawan (2010) yang mengatakan bahwa persepsi kualitas yang baik di mata
konsumen akan meningkatkan minat beli karena memberikan alasan yang kuat
dibenak konsumen untuk memilih merek tersebut. Hal ini juga didukung oleh
Setyawan (2010) tentang kaitan antara persepsi kualitas produk dan minat beli.

Tahapan Terjadinya Minat Beli

 


Menurut Albari (2003) menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan
dorongan dari dalam diri individu yang memaksa mereka untuk melakukan
tindakan. Jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek
tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut.
Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari
obyek yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk
kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek yang
ditawarkan. Keinginan untuk membeli timbul setelah konsumen merasa tertarik
dan ingin memakai produk yang dilihatnya, menurut Howard dan Shay bahwa
proses membeli (buying intention) akan melalui lima tahapan, yaitu :
1) Pemenuhan kebutuhan
2) Pemahaman kebutuhan
3) proses mencari barang
4) Proses evaluasi
5) Terjadinya Minat Beli
Informasi mengenai produk mendasari proses membeli sehingga akhirnya
muncul suatu kebutuhan, di sini konsumen akan mempertimbangkan dan
memahami kebutuhan tersebut, apabila penilaian pada produk sudah jelas maka
konsumen akan mencari produk yang dimaksud, yang kemudian akan berlanjut
pada evaluasi produk dan akhirnya konsumen akan mengambil keputusan untuk
membeli atau memutuskan untuk tidak membeli yang disebabkan produk tidak
sesuai dan mempertimbangkan atau menunda pembelian pada masa yang akan
datang

Pengertian Minat Beli

 


Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu
merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian dan diukur
dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Ujianto dan
Abdurachman (2004).
Pengertian minat beli menurut (Durianto dan Liana, 2004:44) adalah minat
beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk
membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada
periode tertentu.
Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan mental dari
konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek
tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemasar untuk mengetahui minat beli
konsumen terhadap suatu produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi
menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen dimasa yang
akan datang.
Definisi minat beli adalah merupakan bagian dari komponen perilaku
konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk bertindak
sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan (Kuniawan, santoso dan
dwiyanto bambang., 2008).
Menurut Kotler dan Amstrong (2012) minat beli adalah sesuatu yang
timbul setelah menerima rangsangan dari produk yang dilihatnya, lalu muncul
keinginan untuk membeli dan memilikinya.

Indikator Persepsi Harga

 


Menurut Kotler dan Armstrong (2008:278) ada dua indikator yang
mencirikan persepsi harga yaitu:
1. Keterjangkauan harga. Harga yang diberikan oleh perusahaan terhadap
produk mereka dapat dijangkau oleh para konsumennya. Harga yang
terjangkau tentunya akan menjadi pertimbangan konsumen untuk membeli
produk mereka.
2. Kesesuaian harga dengan manfaat, manfaat yang diterima oleh konsumen
harus sesuai dan mencapai ekspetasi konsumen.
Sedangkan menurut Tjiptono (2008) Indikator persepsi harga meliputi:
1. Harga Bersaing, Harga bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan
cepat. Harga adalah elemen yang paling mudah diubah dan diadaptasikan
dengan dinamika pasar.
2. Kesesuaian harga dengan kualitas, Konsumen cenderung mengasosiasikan
harga dengan tingkat kualitas produk.

Pengertian Persepsi Harga

 


Valerie Zeithaml (2000) mengatakan bahwa menurut sudut pandang
konsumen, harga adalah sesuatu diberikan atau dikorbankan untuk memperoleh
suatu produk. Menurut Agusty Ferdinand (2000), keterjangkauan harga
merupakan salah satu variabel penting dalam pemasaran, di mana harga dapat
mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu
produk.
Alasan ekonomis akan menunjukkan bahwa harga yang rendah atau harga
yang selalu berkompetisi merupakan salah satu pemicu penting untuk
meningkatkan kinerja pemasaran. Menurut Kurniawan I, Santoso S.B, dan
Dwiyanto (2008) harga adalah “service as a signal of quality”. Faktor terpenting
dari harga sebenarnya bukan harga itu sendiri (objective price), akan tetapi harga
subyektif, yaitu harga yang dipersepsikan oleh konsumen. Apabila konsumen
mempersepsikan produk A harganya lebih mahal/tinggi, maka hal ini akan
berpengaruh positif terhadap “perceived quality dan perceived sacrifice”. Artinya,
konsumen mungkin memandang produk adalah produk berkualitas, oleh karena
itu wajar bila memerlukan pengorbanan uang yang lebih mahal.
Keterjangkauan harga dari sudut pandang pemasaran merupakan satuan
moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan
agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa. Dari
sudut pandang konsumen, harga seringkali digunakan sebagai indikator value
bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu
barang dan jasa. Value dapat didefinisikan antara manfaat yang dirasakan
terhadap harga (Verma dan Gupta., 2004). Kesan konsumen terhadap harga baik
itu mahal, murah ataupun standar akan berpengaruh terhadap aktivitas pembelian
selanjutnya dan kepuasan konsumen setelah pembelian. Kesan ini akan
menciptakan nilai persepsian konsumen terhadap suatu barang. Kesan konsumen
terhadap harga dipengaruhi oleh harga barang lain yang dijadikan referensi
(reference price). Reference price menurut Shiffman dan Kanuk (2000)\
diterjemahkan sebagai apapun bentuk harga yang dijadikan konsumen sebagai
dasar perbandingan untuk menilai harga barang lain.

Pengertian Persepsi Kualitas Produk

 


Definisi produk menurut Fandy Tjiptono (2015:231) adalah pemahaman
subyektif produsen atas ‘sesuatu’ yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk
mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan
konsumen, sesuai dengan kompetisi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar.
Konsumen akan menyukai produk yang menawarkan kualitas, kinerja, dan
pelengkap inovatif yang terbaik (Hadi, 2002). Produk yang berkualitas adalah
produk yang mampu memberikan hasil yang lebih dari yang diharapkan.
Kotler & Keller (2009: 9) persepsi kualitas didefinisikan sebagai
keseluruhan ciri serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan
memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun secara tersirat. Kotler (2009)
menegaskan satu hal yang harus selalu diingat, yaitu bahwa persepsi kualitas
merupakan persepsi para pelanggan, oleh sebab itu persepsi kualitas tidak dapat
ditetapkan secara obyektif. Selain itu, persepsi pelanggan akan melibatkan apa
yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang
berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa (Darmadi Durianto, et al. 2001).
Maka dapat dikatakan bahwa membahas persepsi kualitas berarti akan
membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan (Darmadi Durianto, et al.
2001). Persepsi kualitas yang tinggi menunjukkan bahwa melalui penggunaan
dalam jangka waktu yang panjang, konsumen memperoleh diferensiasi dan
superioritas dari merek tersebut. Zeithaml (2012) mengidentifikasikan persepsi
kualitas sebagai komponen dari nilai merek dimana persepsi kualitas yang tinggi
akan mengarahkan konsumen untuk memilih merek tersebut dibandingkan dengan
merek pesaing. Persepsi kualitas yang dirasakan oleh konsumen berpengaruh
terhadap kesediaan konsumen tersebut untuk membeli sebuah produk. Ini berarti
bahwa semakin tinggi nilai yang dirasakan oleh konsumen, maka akan semakin
tinggi pula kesediaan konsumen tersebut untuk akhirnya membeli (Chapman dan
Wahlers, 1999)

Produk

 


Produk ialah hal terpenting dari proses terjadinya pemasaran, karena
dengan produk perusahaan dapat menetapkan harga yang sesuai, mendistribusikan
dan menentukan komunikasi yang tepat untuk pasar sasaran. Dan produk
diciptakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Definisi produk menurut Kotler & Keller (2009:4), produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan
atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat,
properti, organisasi, informasi, dan ide.
Sedangkan menurut Buchari Alma (2013:139) mendefinisikan produk
sebagai seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk di
dalamnya masalah warna, harga, nama baik pabrik, nama baik toko yang menjual
(pengecer), dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer, yang diterima oleh
pembeli guna memuaskan keinginannya”.
Selain itu Fandy Tjiptono (2008 : 88), “Produk merupakan segala sesuatu
yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli,
digunakan atau dikonsumsi pasar yang bersangkutan”.
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa produk
merupakan segala sesuatu baik yang berwujud ataupun tidak berwujud yang
ditawarkan kepada pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau pemenuhan
kepuasan keinginan konsumen.
Menurut Kotler (2000), produk dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kelompok:
a. Berdasarkan wujudnya
Produk berdasarkan wujudnya dapat diklasifikasikan kedalam dua
kelompok utama, yaitu:
1. Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat,
diraba atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan
perlakuan fisik lainnya.
2. Jasa
Jasa merupakan aktivitas, manfaat dan kepuasan yang ditawarkan untuk
dijual (dikonsumsi pihak lain). Seperti halnya bengkel reparasi, salon
kecantikan, hotel dan sebagainya.
b. Berdasarkan daya tahan
Produk berdasarkan aspek daya tahan dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Barang tidak tahan lama (nondurable goods). Barang tidak tahan lama
adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu
atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya
dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya:
sabun, pasta gigi, minuman kaleng, dan sebagainya.
2. Barang tahan lama (durable goods). Barang tahan lama merupakan
barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak
pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu
tahun lebih). Contohnya: lemari es, mesin cuci, pakaian dan lain-lain.
Selain itu, Menurut Kotler & Armstrong (2001:354) beberapa atribut
yang menyertai dan melengkapi produk (karakteristik atribut produk) adalah:
a. Merek (branding)
Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau
rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk meng
identifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan membedakannya
dari produk pesaing. Pemberian merek merupakan masalah pokok dalam strategi
produk. Pemberian merek itu mahal dan memakan waktu, serta dapat membuat
produk itu berhasil atau gagal. Nama merek yang baik dapat menambah
keberhasilan yang besar pada produk (Kotler & Armstrong, 2001:360).
b. Pengemasan (packing)
Pengemasan (packing) adalah kegiatan merancang dan membuat wad
ah ataupembungkus suatu produk.
c. Kualitas Produk (Product Quality)
Kualitas Produk (ProductQuality) adalah kemampuan suatu produk
untuk melaksanakan fungsinya meliputi, daya tahan keandalan,ketepatan kem
udahanoperasi danperbaikan, serta atribut bernilailai.Untuk meningkatkan kua
litas produk perusahaan dapat menerapkan program “Total Quality Manajemen
(TQM). Selain mengurangi kerusakan produk, tujuan pokok kualitas total adalah
untuk meningkatkan nilai pelanggan.

Perilaku Konsumen

 


Menurut Kotler (2004), perilaku kosumen adalah mempelajari cara
individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta
memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan
kebutuhan dan hasratnya. Sedangkan Engel, et al. (1994), mendefinisikan perilaku
konsumen sebagai tindakan yang langsung terlihat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusul tindakan ini. Terdapat tiga (3) yang mempengaruhi
perilaku konsumen, diantaranya pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh
individual dan proses psikologis.
1. Pengaruh Lingkungan
- Budaya
- Kelas Sosial
- Pengaruh Pribadi
- Keluarga
2. Perbedaan Individu
- Sumber daya konsumen
- Motivasi dan keterlibatan
- Pengetahuan
- Sikap
- Kepercayaan
3. Proses Psikologis
- Pemrosesan
- Pembelajaran
- Perubahan Sikap
Menurut Sumarwan (2002), dari beberapa definisi yang telah disebutkan
di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan,
tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa
setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi

Keputusam Pembelian

 


Menurut Tjiptono (2011:21), keputusan pembelian merupakan
keputusan konsumen untuk membeli suatu produk setelah sebelumnya
memikirkan tentang layak tidaknya membeli produk itu dengan
mempertimbangkan informasi–informasi yang ia ketahui dengan realitas
tentang produk itu setelah ia menyaksikannya. Keputusan pembelian
merupakan hal yang lazim dipertimbangkan konsumen dalam proses
pemenuhan kebutuhan akan barang maupun jasa.
Menurut Kotler dan Amstrong (2012) dalam Indrasari (2019:70-71),
mengemukakan proses keputusan pembelian konsumen terdiri dari lima
tahap yang dilakukan oleh seorang konsumen sebelum sampai kepada
keputusan pembelian dan selanjutnya pasca pembelian. Hal ini
menunjukkan bahwa proses membeli yang dilakukan oleh konsumen
dimulai jauh sebelum tindakan membeli dilakukan serta mempunyai
konsekuensi setelah pembelian tersebut dilakukan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian
merupakan salah satu bagian dari perilaku konsumen. Dimana perilaku
konsumen merupakan proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan
dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta
pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Harga

 


Pada saat pemprosesan informasi harga secara kognitif terjadi,
konsumen dapat membuat perbandingan antara harga yang ditetapkan dengan
harga atau rentang harga yang telah terbentuk dalam benak mereka untuk
produk tersebut. Harga dalam benak konsumen yang digunakan untuk
melakukan perbandingan ini disebut internal reference price (harga referensi
internal). Referensi harga internal pada dasarnya bertindak sebagai penuntun
dalam mengevaluasi apakah harga yang ditetapkan dapat diterima konsumen
atau tidak. Kotler (2004) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi, yaitu:
1) Perhatian Selektif
Orang-orang mungkin lebih memperhatikan stimulasi yang berhubungan
dengan kebutuhan saat ini, stimulasi yang kalau diantisipasi serta
stimulasi yang besar dalam kaitannya dengan ukuran normal.
2) Distorsi Selektif
Menjelaskan kecenderungan orang untuk mengolah informasi menjadi
suatu pengertian pribadi.
3) Ingatan Selektif
Orang-orang akan melupakan kebanyakan dari hal yang mereka pelajari
dan cenderung mempertahankan informasi yang mendukung pendirian
dan kepercayaan mereka

Persepsi Harga

 


Menurut Lee dan Lawson-Body (2011: 532) mengemukakan bahwa
persepsi harga merupakan penilaian konsumen dan bentuk emosional yang
terasosiasi mengenai apakah harga yang ditawarkan oleh penjual dan harga
yang dibandingkan dengan pihak lain masuk diakal, dapat diterima atau dapat
dijustifikasi.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:137) persepsi merupakan suatu
proses seseorang individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan, dan
menterjemahkan stimulus informasi yang datang menjadi suatu gambaran
yang menyeluruh, persepsi harga ialah bagaimana cara konsumen melihat
harga sebagai harga yang tinggi, rendah dan adil.
Menurut Campbell pada Cockril dan Goode (2010:368) menyatakan
bahwa persepsi harga merupakan faktor psikologis dari berbagai segi yang
mempunyai pengaruh yang penting dalam reaksi konsumen kepada harga.
Karena itulah persepsi harga menjadi alasan mengapa seseorang membuat
keputusan untuk membeli.
Berdasarkan pada definisi persepsi harga menjadi sebuah penilaian
konsumen tentang perbandingan besarnya pengorbanan dengan apa yang
akan didapatkan dari produk dan jasa, persepsi harga berkaitan dengan
bagaimana informasi harga dipahami seluruhnya oleh konsumen dan
memberikan makna yang dalam bagi konsumen.

Manfaat Merek

 


Keberadaan merek bukan semata-mata melambagnkan nama dari sebuah
produk, lebih dari itu merek menunjukkan nilai tambah suatu produk yang
diciptakan dari berbagai dimensi untuk membedakan produk tersebut dengan
produk lain (Sukiarti dkk, 2016). Perusahaan harus menciptakan sebuah merek
yang kuat, agar konsumen dapat dengan mudah membedakan antara produk
perusahaan tersebut dengan produk dari perusahaan lain, suatu merek harus
menjadi suatu simbol unik untuk merepresentasikan produk perusahaan tersebut di
mata konsumen. Hal ini disebabkan karena hal pertama yang dilihat dan
pertimbangkan oleh konsumen saat melakukan pembelian adalah merek.
Tjiptono (2011) mengemukakan bahwa merek memiliki manfaat sebagai
sarana pengenalan atau indentifikasi produk untuk memudahkan pelaksanaan
pencatatan akuntanssi dan pelacakan produk perusahaan, merek juga dapat
digunakan sebagai bentuk proteksi hukum terhadap fitur produk yang unik dan
tidak dimiliki oleh produk lain, merek sebagai signal tingkat kualitas bagi
konsumen sehingga memudahkan pemilihan produk di lain waktu, sebagai sarana
membentuk asosiasi dan diferensiasi, sumber keunggulan produk dan terakhir
adalah sumber financial return di masa depan.
Berikut ini merupakan manfaat merek bagi penjual menurut Laksana (2008)
yaitu:
1. Nama merek memudahkan penjual untuk mengolah pesanan – pesanan dan
menekan permasalahan.
2. Nama merek dan tanda dagang secara hukum akan melingdungi penjual dari
pemalsuan ciri-ciri produk, karena jika tidak demikian, maka bias jadi pesaing
akan meniru produk yang telah dihasilkan di pasaran.
3. Merek memberikan penjual peluang kesetiaan konsumen pada produk.
4. Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokkan pasar ke dalam
segmen-segmen.
5. Citra perusahaan dapat di bina dengan adanya merek yang baik. Merek dapat
sekaligus mengiklankan kualitas dan besarnya perusahaan.
Sedangkan manfaat merek bagi konsumen adalah:
1. Dapat membedakan produk tanpa harus memeriksa secara teliti.
2. Konsumen akan mendapat informasi tentang produk tersebut.

Merek

 


Sangadji dan Sopiah (2013) mengatakan bahwa merek merupakan suatu
nama atau simbol yang mengidentifikasikan suatu produk dan membedakannya
dengan produk-produk lain sehingga mudah dikenali oleh konsumen ketika hendak
membeli sebuah produk. Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2012) merek
merupakan suatu penawaran dari sumber yang diketahui. Merek seperti McDonal’s
menimbulkan banyak asosiasi di benak orang yang membentuk merek tersebut:
hamburger, kesenangan, anak-anak, makanan cepat saji, dan kenyamana. Semua
perusahaan berjuang untuk membangun citra merek yang kuat, disukai masyarakat
dan memiliki keunikan. Terdapat enam level pengertian merek, yaitu:
1. Atribut
Merek mengingatkan pada atribut tertentu, misalnya Mercedes memberi kesan
sebagai mobil yang mahal, dibuat dengan baik, tahan lama dan bergengsi tinggi.
2. Manfaat
Atribut perlu diterjemahkan ke dalam manfaat fungsional dan emosional.
Sebagai contoh atribut “tahan lama” dapat diartikan sebagai manfaat
fungsional. Atribut mahal dapat diartikan ke dalam manfaat emosional seperti
“mobil ini meningkatkan gengsi saya”.
3. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen, misalnya Mercedes
berarti kinerja tinggi, keamanan dan gengsi.
4. Budaya
Merek juga mewakili budaya tertentu, misalnya Mercedes mewakili budaya
Jerman yang terorganisasi, efisien dan bermutu tinggi.
5. Kepribadian
Merek mencerminkan kepribadian tertentu, misalnya Mercedes mencerminkan
pemimpin yang masuk akal (orang).
6. Pemakai
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produknya.
Definisi lain dikemukakan oleh Guntur (2010) yang menyebutkan bahwa
merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol/lambang, desain, warna, gerak atau
kombinasi atribut – atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan
identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing, Pada dasarnya suatu merek juga
merupakan janji penjual untuk secara konsisten menyampaikan serangkaian ciriciri, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Namun beberapa merek yang sanga
terkenal dan memiliki ‘kesadaran’ tinggi tidak selalu disukai dan dipilih. Dari
beberapa defisini merek diatas, dapat disimpulkan bahwa merek adalah sebuah
nama, simbol atau gambar yang diciptakan oleh perusahaan sebagai pembeda suatu
produk dari produk pesaing yang sejenis.

Persepsi Konsumen

 


Menurut Kotler dan Keller (2016) persepsi konsumen adalah cerminan dari
asosiasi yang ada di pikiran konsumen itu sendiri, persepsi tidak hanya bergantung
pada rangsangan fisik akan tetapi juga rangsangan yang berhubungan dengan
lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Sedangkan Menurut
Sangadji dan Sopiah (2013) Persepsi adalah suatu proses yang muncul akibat
adanya sensasi. Persepsi individu secara bersamaan muncul berdasarkan
pengalaman yang dirasakan oleh mereka, persepsi tentang penampilan fisik produk,
dan persepsi mereka tentang kesesuaian produk dengan keinginan mereka sangat
memengaruhi kepuasan atai ketidakpuasan terhadap produk atau penyedia layanan
(Sarkar dkk, 2018).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
persepsi adalah suatu proses yang timbul akibat adanya sebuah sensasi yang
dipengaruhi oleh rangsangan fisik serta lingkungan sekitar melalui indra
pendengaran, penglihatan, penciuman, sentuhan sehingga dapat menciptakan
sebuah perasaan tertentu. Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbedabeda., oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif. Persepsi konsumen terhadap
sebuah merek atau produk sangat penting karena menurut Arifin dan Fachrodji
(2015) Persepsi konsumen dapat menggerakan konsumen dalam keputusan
pembelian produk. Jika sebuah produk memiliki citra yang buruk menurut persepsi
konsumen, maka kemungkinan untuk memilih produk tersebut akan semakin kecil

Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Minat Beli

 


Kualitas produk merupakan segala sesuatu yang ditawarkan ke
pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan atau dikonsumsi
yang dapat memuaskan keinginan konsumen. Pemasar yang tidak
memperhatikan kualitas produk yang ditawarkan akan menanggung
tidak loyalnya konsumen sehingga penjualan produknya pun cenderung
menurun. Menurut Kotler dan Amstrong dalam Nurdiansyah (2017),
menyatakan bahwa pemasar harus memperhatikan kualitas, bahkan
diperkuat dengan periklanan dengan harga yang wajar maka konsumen
tidak akan berfikir panjang untuk melakukan pembelian terhadap
produk. Minat beli konsumen adalah tahap dimana konsumen
membentuk pilihan mereka diantara beberapa merk yang tergabung
dalam perangkat pilihan, kemudian pada akhirnya melakukan suatu
pembelian pada suatu alternatif yang paling disukainya atau proses
yang dilalui konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa yang
didasari oleh bermacam pertimbangan.

Pengaruh Harga Terhadap Minat Beli

 


Harga sering kali dikaitkan dengan kualitas, konsumen cenderung
untuk menggunakan harga sebagai indikator kualitas atau kepuasan
potensial dari suatu produk. Menurut Umar dalam Widyaningrum
(2011), menyatakan bahwa produk dengan harga yang lebih murah,
fasilitas yang mudah didapatkan dan murah akan lebih diminati
masyarakat. Perusahaan yang mampu meluncurkan produk dengan
kualitas yang baik maka akan meningkatkan minat beli. Dalam
menentukan minat beli, informasi tentang harga sangatlah dibutuhkan
dimana informasi ini akan diperhatikan, dipahami dan makna yang
dihasilkan dari informasi harga ini dapat mempengaruhi perilaku
konsumen.

Tujuan promosi

 


Menurut Tjiptono (2015) Setiap perusahaan yang melakukan
kegiatan promosi tentu tujuan utamanya adalah untuk mencari laba
(keuntungan), pada umumnya kegiatan promosi harus mendasarkan
kepada tujuan sebagai berikut :
1. Menginformasikan
Kegiatan promosi yang bertujuan untuk berusaha
menginformasikan konsumen akan merek atau produk tertentu
baik itu produk maupun merek baru atau produk dan merek
yang sudah lama tetapi belum luas terdengar oleh konsumen.
2. Membujuk
Kegiatan promosi yang bersifat membujuk dan mendorong
konsumen untuk melakukan pembelian atas produk yang
ditawarkan. Perusahaan lebih mengutamakan penciptaan kesan
positif kepada konsumen agar promosi dapat berpengaruh
terhadap perilaku pembeli dalam waktu lama.
3. Mengingatkan
Kegiatan promosi yang bersifat mengingatkan ini dilakukan
untuk mempertahankan merek produk dihati masyarakat, dan
mempertahankan pembeli yang akan melakukan transaksi
pembelian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi promosi

 


Kotler (2012:13) mengungkapkan faktor-faktor yang
mempengaruhi promosi, yaitu :
1. Pemasar
Dalam hal ini bisa digunakan push strategy dan pull strategy.
Kegiatan push adalah mendorong penjualan yang dapat terjadi
karena produsen mendorong pedagang besar kemudian
pedagang besar mendorong konsumen agar mau membeli suatu
produk. Dalam hal ini produsen langsung mengarahkan
promosi ke konsumen akhir dan nanti konsumenlah yang
meminta produk tersebut.
2. Target pasar
Penentuan target pasar mengenai lokasi, usia, jenis kelamin,
status ekonomi, status pendidikan, dan lokasi pasar sebagai
target yang akan dituju karena akan mempengaruhi bauran
pemasaran yang akan digunakan sehingga akan berjalan efektif
dan efisien.
3. Produk
Maksudnya melihat posisi produk dalam tingkat siklus
kehidupan, pada tahap introduksi produk, promosi diarahkan
untuk memperkenal produk dengan cara memberi sampel. Pada
tahap growth promosi diarahkan untuk memantapkan
kepercayaan masyarakat.
4. Situasi
Ini tergantung pada berbagai situasi lingkungan perusahaan,
seperti persaingan, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Pengertian Promosi

 


Promosi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan
mengkomunikasikan produk kepada konsumennya, sehingga
konsumen tersebut ikut merasakan kegunaan produk yang
dihasilkan sertan kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Oleh karena itu, betapa pun tingginya kualitas produk yang
dihasilkan bila tanpa produk promosi yang optimal atau proses
menginformasikan yang baik kepada konsumen maka aktivitas
pemasaran tidak akan pernah efektif dan efisien. Menurut Kotler
(2012:10) promosi adalah usaha yang dilakukan oleh marketer,
berkomunikasi dengan calon audiens, komunikasi adalah proses
membagi ide, informasi atau perasaan audiens.
Menurut Alma (2014:179) promosi adalah suatu bentuk
komunikasipemasaran, yang merupakan aktivitas pemasaran yang
berusahamenyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan
atau mengingatkanpasar sasaran atas perusahaan dan produknya
agar bersedia menerima,membeli, dan loyal pada produk yang
ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Dalam usaha
menunjangpenjualan suatu produk dan memperkenalkannya kepada
orang lain ataukonsumen, serta menarik konsumen untuk membeli
produk maka diperlukansuatu usaha untuk mempromosikan produk
tersebut.Selain mempunyai mamfaat dalam memperkenalkan
produk baru, promosi juga penting sekali dalam hal
mempertahankan selera konsumen untuktetap mengkonsumsi
produk yang sudah ada. Namun betapun gencarannyakegiatan
promosi yang dilakukan perusahaan, perlu pula didukung oleh
hargadan kualitas dari produk yang dipromosikan.
Lalu Buchari Alma (2012) juga mengatakan promosi adalah
sejenis komunikasi yang memberi penjelasan yang menyakinkan
calon konsumen tentang barang dan jasa. Menurut Kotler dan
Keller (2016) promosi adalah aktifitas yang mengkomunikasikan
keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk
membelinya. Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa promosi adalah suatu kegiatan komunikasi
antara pembeli dan penjual mengenai keberadaan produk dan jasa,
menyakinkan, membujuk, dan meningkatkan kembali akan produk
dan jasa tersebut sehingga mempengaruhi sikap perilaku yang
mendorong kepada pertukaran dalam pemasaran

Tingkatan kualitas produk

 


Menurut Arif (2012), terdapat lima tingkatan didalam kualitas
produk, yaitu :
1. Manfaat inti (core benefit), yaitu jasa atau manfaat inti
sesungguhnya yang dibeli dan diperoleh oleh konsumen.
2. Manfaat dasar tambahan (basic product), tingkat selanjutnya
seorang pemasar harus mampu merubah manfaat inti menjadi
produk dasar.
3. Harapan produk (expected product), adalah serangkaian kondisi
yang diharapkan dan disenangi, dimiliki atribut produk
tersebut.
4. Kelebihan yang dimiliki produk (augmented product), yaitu
salah satu manfaat dan pelayanan yang dapat membedakan
produk tersebut dengan pesaing.
5. Potensi masa depan produk (potensial product), artinya
bagaimana harapan masa depan produk tersebut apabila terjadi
perubahan dan perkembangan teknologi serta selera konsumen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produk

 


Menurut Menurut Kotler dan Keller (2012) faktor-faktor
kualitas produk adalah sebagai berikut :
1. Pasar (market), jumlah produk baru dan baik yang ditawarkan
dipasar terus bertambah pada laju yang eksplosif.
2. Uang (money), meningkatnya persaingan dalam banyak bidang
bersamaan dengan fluktuasi ekonomi dunia telah menurunkan
batas (margin) laba.
3. Manajemen (management), tanggung jawab kualitas telah
didistribusikan antara beberapa kelompok khusus.
4. Manusia (man), pertumbuhan yang cepat dalam pengetahuan
teknis dan penciptaan seluruh bidang baru seperti elektonika
komputer menciptakan suatu permintaan yang besar akan
pekerja dengan pengetahuan khusus.
5. Motivasi (motivation), penelitian tentang motvasi manusia
menunjukkan bahwa sebagai hadiah tambahan uang.
6. Bahan (material), disebabkan oleh biaya produksi dan
persyaratan kualitas.
7. Mesin dan mekanis (machine and mecanization), kualitas yang
baik menjadi faktor yang kritis dalam memelihara waktu kerja
mesin agar fasilitasnya dapat digunakan sepenuhnya.
8. Metode informasi modern (modern information method),
evolusi teknologi komputer membuka kemungkinan untuk
mengumpulkan, menyimpan, mengambil kembali,
memanipulasi informasi pada skala yang tidak terbayangkan
sebelumnya.
9. Persyaratan proses produksi (morning product requirement),
kemajuan yang pesat dalam perancangan produk, memerlukan
pengendalian yang lebih ketat pada seluruh proses pembuatan
produk.

Pengertian Kualitas Produk

 


Produk merupakan inti dari sebuah kegiatan pemasaran karena
produk merupakan output atau hasil dari salah satu kegiatan atau
aktivitas perusahaan yang dapat ditawarkan kepasar sasaran untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Pada dasarnya
dalam membeli suatu produk, seorang konsumen tidak hanya
membeli produk, akan tetapi konsumen juga membeli manfaat atau
keunggulan yang dapat diperoleh dari produk yang dibelinya. Oleh
karna itu suatu produk harus harus memiliki keunggulan dari
produk-produk yang lain, salah satunya dari segi kualitas produk
yang ditawarkan. Menurut Kotler dan Keller (2012) kualitas
produk adalah kemampuan sebuah produk dalam mempergerakan
fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas,
ketepatan, kemudahan pengoperasian, dan reparasi produk juga
atribut produk lainnya. Sedangkan menurut Garvin (2010) kualitas
adalah keunggulan yang dimiliki produk tersebut. Kualitas dalam
pendangan konsumen adalah hal yang mempunyai ruang lingkup
tersendiri yang berbeda dengan kualitas dalam pandangan produsen
saat mengeluarkan suatu produk yang biasa dikenal sebagai
kualitas sebenarnya.
Menurut Fandy Tjiptono (2015:231), dari sudut pandang
pemasar, kualitas produk merupakan segala sesuatu yang dapat
ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli,
digunakan, dan dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan
atau keinginan pasar bersangkutan. Dan jika dari perspektif
konsumen, produk adalah segala sesuatu yang diterima konsumen
dari sebuah pertukaran dengan pemasar. Sedangkan menurut
Mowen (2012) kualitas produk adalah proses evaluasi secara
keseluruhan kepada pelanggan atas perbaikan kinerja suatu produk.
Kualitas produk memiliki suatu ketertarikan bagi konsumen dalam
mengelola hubungan yang baik dengan perusahaan penyedia
produk. Berdasrkan beberapa definisi diatas dapat disimpukan
bahwa kualitas produk adalah kemampuan suatu produk dalam
memenuhi keinginan konsumen. Keinginan konsumen tersebut
diantaranya daya tahan produk, keandalan produk, kemudahan
pemakaian, serta atribut bernilai lainnya yang bebas dari
kekurangan dan kerusakan.

Tujuan dalam menetapkan harga

 


Menurut Fandy Tjiptono dalam Hadiyuda (2014) menyatakan
bahwa terdapat empat (4) macam tujuan dalam menetapkan harga,
yaitu:
1. Tujuan mengacu terhadap laba, perusahaan memilih harga
untuk dapat mengasilkan laba yang tinggi.
2. Tujuan mengacu pada citra, perusahaan dapat menetapkan
harga tinggi dalam membentuk citra prestisius dan harga
tertentu citra nilai tertentu.
3. Tujuan mengacu pada volume penjualan, menetapkan harga
agar bisa mencapai target volume penjualan.
4. Tujuan mengacu pada stabilitas harga, perusahaan
mempertahankan untuk hubungan yang stabil antara harga dari
perusahaan dengan harga pemimpin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menetapkan harga

 


Menurut Kotler dan Amstrong (2012) penetapan harga yaitu
merupakan keputusan tentang harga yang akan diikuti dalam
jangkawaktu tertentu untuk membuat konsumen agar menjadi
tertarik melakukan pembelian. Harga ditetapkan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Elastisitas dengan harga permintaan
Efektivitas program penetapan harga tergantung pada dampak
perubahan harga terhadap permintaan, karena perubahan unit
penjualan sebgai akibat perubahanharga perlu diketahui.
Namun, perubahan harga memiliki damapak ganda terhadap
penerimaan penjualan perusahaan, yakni perubahan unit
penjualan dan perubahan penerimaan per-unit.
2. Faktor persaingan
Reaksi persaing terhadap perubahan harga merupakan salah
satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan setiap
perusahaan. Jika perubahan harga disamai oleh semua pesaing,
maka sebenarnya tidak akan ada perubahan pangsa pasar.
Dalam hal ini pengurangan harga tidak akan berdampak pada
permintaan selektif.
3. Faktor biaya
Struktur biaya perusahaan (biaya tetap dan biaya variabel)
merupakan faktor pokok yang menentukan batas bawah harga.
Artinya tingkat harga minimal harus bisa menutup biaya
(setidaknya biaya variabel).
4. Faktok lini produk
Perusahaan bisa menambah lini produknya dalam rangka
memperluas served market dengan cara perluasan ini dalam
bentuk perluasan vertikal dan perluasan horizontal.
5. Faktor pertimbangan lain dalam penetapan harga
Faktor-faktor lain yang harus juga dipertimbangkan dalam
rangka merancang program penetapan harga antara lain,
lingkungan politik dan hukum, lingkungan internasional, dan
unsur harga dalam program pemasaran lain

Pengertian Harga

 


Perusahaan mampu bertahan ditengah persaingan yang ketat
apabila perusahaan tersebut berhasil dalam memadukan keempat
varial bauran pemasaran, yaitu harga, produk, promosi, dan saluran
distribusi dengan tepat. Harga memiliki peranan yang sangat
penting dalam mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli
produk atau jasa, sehingga sangat menentukan keberhasilan
pemasaran suatu produk dan jasa. Disamping itu harga merupakan
unsur dari bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, yang artinya
dapat diubah dengan cepat. Definisi harga menurut Kotler dan
Amstrong (2012) dalam artian sempit harga dapat didefiniskan
sebagai jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa,
atau dapat didefiniskan secara luas harga adalah sebagai jumlah
nilai yang ditukarkan konsumen untuk keuntungan memiliki dan
menggunakan produk atau jasa yang memungkinkan perusahaan
mendapatkan laba yang wajar dengan cara dibayar untuk nilai
pelanggan yang diciptakannya.
Definisi harga menurut Buchari Alma (2015) harga adalah
nilai suatu produk untuk ditukarkan dengan produk lain. Nilai ini
dapat dilihat dalam situasi barter yaitu pertukaran barang dengan
barang. Sekarang ini ekonomi kita tidak melakukan barter lagi,
akan tetapi menggunakan uang sebagai ukuran yang disebut harga.
Lalu Kotler (2014) juga menjelaskan bahwa harga adalah
penetapan balas jasa sesuai dengan nilai produk.Harga sangat
penting dalam menentukan nilai suatu produk nilai produk
tergantung pada harganya, nilai produk ditentukan berdasarkan
harganya. Pernyataan ini biasa dikenal dengan teori nilai. Semakin
mahal harga produk, maka semakin tinggi nilainya.
Menurut Philip Kotler (2012) harga adalah jumlah uang yang
harus dibayar pelanggan untuk produk yang akan dibelinya.
Menurut kebijakan mengenai harga sifat hanya sementara, itu
berarti produsen harus mengikuti perkembangan harga dipasar dan
harus mengetahui posisi perusahaan dalam situasi pasar secara
keseluruhan. Dari beberapa definisi menurut para ahli diatas dapat
disimpulkan harga adalah nilai uang yang harus dibayarkan oleh
konsumen kepada penjual atas barang atau jasa yang dibelinya,
dengan kata lain harga adalah nilai suatu barang yang ditentukan
oleh penjual

Aspek-aspek minat beli

 


Menurut Lucas dan Britt dalam Wisnu (2016) aspek-aspek
yang terdapat dalam minat beli adalah :
1) Aspek ketertarikan adalah perilaku konsumen yang
menunjukkan adanya pemusatan perhatian yang disertai rasa
senang terhadap suatu produk.
2) Aspek keinginan adalah perilaku konsumen yang menunjukkan
adanya dorongan untuk berkeinginan memiliki suatu produk.
3) Aspek keyakinan, adalah perilaku konsumen yang menunjukkan
adanya rasa percaya diri terhadap kualitas, daya guna dan
manfaat dari membeli suatu produk.

Faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli

 


Faktor-faktor yang membentuk minat beli menurut Kotler
dalam Abzari, et al (2014), yaitu :
a) Faktor kualitas produk, merupakan atribut produk yang
dipertimbangkan dari segi manfaat fisiknya.
b) Faktor brand / merek, merupakan atribut yang memberikan
manfaat non material, yaitu kepuasan emosional.
c) Faktor kemasan, atribut produk berupa pembungkus dari pada
produk utamanya.
d) Faktor harga, pengorbanan riel dan material yang diberikan oleh
konsumen untuk memproleh atau memiliki produk.
e) Faktor ketersediaan barang, merupakan sejauh mana sikap
konsumen terhadap ketersediaan produk yang ada.
f) Faktor promosi, merupakan pengaruh dari luar yang ikut
memberikan rangsangan bagi konsumen dalam memilih produk.

Pengertian Minat Beli

 


Banyak pakar yang mendefinisikan tentang minat beli
berdasarkan perspektifnya masing-masing meskipun tidak terdapat
satu definisi tunggal yang menjadi rujukan bersama mengenai
minat beli, namun pada intinya mereka menyatakan subtansi yang
sama tentang minat beli. Salah satu bentuk dari perilaku konsumen
yaitu minart atau keinginan membeli suatu produk atau layanan
jasa. Bentuk dari konsumen minat beli adalah konsumen potensial
yaitu konsumen yang belum melakukan tindakan pembelian pada
masa sekarang dan kemungkinan akan melakukan tindakan
pembelian pada masa yang akan datang atau bisa disebut sebagai
calon pembeli.Menurut Kotler dalam Abzari, et al (2014) minat
beli adalah perilaku konsumen dimana konsumen memiliki
keinginan dalam memilih dan mengkonsumsi suatu produk. Minat
beli akan timbul apabila seseorang konsumen sudah berpengaruh
terhadap mutu dan kualitas dari suatu produk dan informasi suatu
produk. Menurut Engel dalam Nih Luh Julianti (2014) berpendapat
bahwa minat beli sebagai kekuatan pendorong atau sebagai motif
yang bersifat instristik yang mampu mendorong seseorang untuk
menaruh perhatian secara spontan, wajar, mudah, tanpa paksaan
dan selektif pada suatu produk untuk kemudian mengambil
keputusan membeli. Hal ini dimungkinkan oleh adanya kesesuaian
dengan kepentingan individu yang bersangkutan serta memberi
kesenangan dan kepuasan pada dirinya. Jadi sangatlah jelas bahwa
minat beli diartikan sebagai suatu sikap menyukai yang ditunjukan
dengan kecenderungan untuk selalu membeli yang sesuai dengan
kesenangan dan kepentingannya. Sedangkan Menurut Durianto
(2013) minat beli adalah keinginan untuk membeli produk.
Menurut Assael Sukmawati dan Suyono dalam Pramono
(2012) minat beli adalah tahap dimana konsumen membentuk
pilihan mereka diantara beberapa merek yang tergabung dalam
perangkat pilihan. Kemudian pada akhirnya melakukan suatu
pembelian pada suatu alternatif yang paling disukainya atau proses
yang dilalui konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa yang
didasari oleh bermacam pertimbangan. Kemudian Kotler, Bowen,
dan Makens (2014) menyatakan bahwa minat beli timbul setelah
adanya proses evaluasi alternatif. Dalam proses evaluasi seseorang
akan membuat suatu rangkaian pilihan mengenai produk yang
hendak dibeli atas dasar merek maupun niat. Menurut Ferdinand
(2016) minat beli konsumen dapat diartikan sebagai minat beli
yang mencerminkan hasrat dan keinginan konsumen untuk
membeli suatu produk. Berdasarkan dari beberapa definisi diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa minat beli adalah perilaku
konsumen dimana konsumen memiliki keinginan dalam memilih
dan mengkonsumsi suatu produk dengan merk yang berbeda,
kemudian melakukan suatu pilihan yang disukainya dengan cara
membayar uang atau dengan pengorbanan.

Keputusan Pembelian

 


Keputusan pembelian yakni dimana suatu metode dalam mengambil kepastian ketika
mendapatkan suatubarang atau jasa dengan adanya kesadaran penuh atas harapan dan
keperluan terhadap produk yang ingin dibeli, kemudian konsumen melakukan beberapa
tahapan ketika ingin membeli suatu produk dan sampai dengan tahap pasca pembelian
(Marlina, 2018 : 119). Keputusan pembelian adalah suatu keputusan yang dikerjakan bagi
seseorang dalam bentuk keinginan dan kebutuhan dari suatu barang yang bisa dipengaruhi
oleh budaya, keluarga maupun lingkungan yang akan mempengaruhi diri sendiri saat
menunaikan belanja suatu barang dalam bentuk barang ataupun jasa (Merentek, 2017).
Indikator Keputusan Pembelian menurut (Gerung, Sepang, 2017) yaitu:
1. Keinginan Suatu Produk
Kebutuhan pada suatu barang atau jasa yang bisa dikatakan keinginan seseorang pada sesuatu
yang belum terpenuhi.
2. Mengevaluasi Sebelum Membeli
Memilih beberapa produk sebelum melakukan pembelian agar ketika sudah dibeli tidak akan
ada penyesalanterhadap produk yang dipilih.
3. Hasil dari Keputusan Pembelian
Dimana suatu produk yang telah dipasarkan dengan berbagai macam promosi baik dari merek
maupun penampilan yang akan menarik konsumen dan terjadi proses pembelian atau tidak
membeli produk tersebut.
4. Kepuasan Konsumen
Setelah dilakukan keputusan pembelian tentunya konsumen sudah memilih barang yang telah
dibeli dan ada rasa puas setelah memilih barang yang disukai.
5. Loyal terhadap Produk
Ketika konsumen membeli barang dan barang tersebut kualitasnya bagus dan disukai oleh
konsumen, pastinya konsumen tersebut akan membeli pruduknya lagi.

Citra Merek (Brand Image)

 


Kadangkala seseorang tidak dapat membedakan secara jelas antara identitas dan citra.
Untuk membedakannya, maka akan dilihat pengertian masing- masing menurut Kotler dan
Keller (2008) Identitas adalah berbagai cara yang di arahkan perusahaan untuk
mengidentifikasikan dirinya atau memposisikan produknya. Sedangkan citra/image yaitu,
Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Maka jelas jika brand
image atau citra merek adalah bagaimana suatu merek mempengaruhi persepsi, pandangan
masyarakat atau konsumen terhadap perusahaan atau produknya.
Pengertian brand image (Kotler dan Keller, 2008) bahwa :
1. Anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan
konsumen.
2. Cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran mereka,
sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan
produk.
Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program marketing yang
kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang
membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen–elemen yang
mendukung (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya) dapat menciptakan brand image yang
kuat bagi konsumen. Faktor- faktor pendukung terbentuknya brand image dalam
keterkaitannya dengan asosiasi merek (Kotler dan Keller, 2008) yaitu :
1. Favorability of brand association / keunggulan asosiasi merek.
Salah satu faktor pembentuk brand image adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut
unggul dalam persaingan. Karena keunggulan kualitas (model dan kenyamanan) dan ciri khas
itulah yang menyebabkan suatu produk mempunyai daya tarik tersendiri bagi konsumen.
2. Strength of brand association/familiarity of brand association/kekuatan asosiasi
merek.
Contoh membangun kepopuleran merek dengan strategi komunikasi melalui periklanan.
Setiap merek yang berharga mempunyai jiwa, suatu kepribadian khusus adalah kewajiban
mendasar bagi pemilik merek untuk dapat mengungkapkan, mensosialisasikan
jiwa/kepribadian tersebut dalam satu bentuk iklan, ataupun bentuk kegiatan promosi dan
pemasaran lainnya. Hal itulah yang akan terus menerus menjadi penghubung antara
produk/merek dengan konsumen. Dengan demikian merek tersebut akan cepat dikenal dan
akan tetap terjaga ditengah-tengah maraknya persaingan. Membangun popularitas sebuah
merek yang terkenal tidaklah mudah. Nasmun demikian popularitas adalah salah satu kunci
yang dapat membentuk brand image.
3. Uniquesness of brand association / keunikan asosiasi merek.
Merupakan keunikan-keunikan yang dimiliki oleh produk tersebut. Beberapa keuntungan
dengan terciptanya brand image yang kuat adalah:
a. Peluang bagi produk/merek untuk terus mengembangkan diri dan memiliki prospek
bisnis yang bagus.
b. Memimpin produk untuk semakin memiliki sistem keuangan yang bagus.
c. Menciptakan loyalitas konsumen.
d. Membantu dalam efisiensi marketing, karena merek telah berhasil dikenal dan diingat
oleh konsumen.
e. Membantu dalam menciptakan perbedaan dengan pesaing. Semakin merek dikenal
oleh masyarakat, maka perbedaan/keunikan baru yang diciptakan perusahaan akan mudah
dikenali konsumen.
f. Mempermudah dalam perekrutan tenaga kerja bagi perusahaan.
g. Meminimumkan kehancuran/kepailitan perusahaan.
h. Mempermudah mendapatkan investor baru guna mengembangkan produk.

Kualitas Pelayanan (Service Quality)

 


Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan satu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun (Laksana, 2008). Dalam perspektif TQM (Total Quality Management) kualitas
dipandang secara lebih luas, yaitu tidak hanya aspek hasil yang ditekankan, tetapi juga
meliputi proses, lingkungan dan manusia. Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan bahwa
Goetsch & Davis (1994) mendefinisikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang
berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan. Menurut Tjiptono dan Chandra (2005), Lewis & Booms mendefinisikan
kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai
dengan ekspektasi pelanggan. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu
perusahaan adalah kemampuan perusahaan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
konsumen. Kualitas pelayanan (Service Quality) dibangun atas adanya perbandingan dua
faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived
service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (Tjiptono dan Chandra, 2005).
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), Parasuraman dkk (1998) mendefinisikan
kualitas jasa sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas
layanan yang mereka terima. Terdapat lima indikator dalam kualitas pelayanan yang
dikemukakan oleh Parasuraman dkk (1998) yaitu :
1. Berwujud (tangible)
Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak
eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat
diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari layanan yang
diberikan oleh para pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh : gedung, gudang dan
lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi) serta penampilan
pegawainya.
2. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan sesuai dengan dijanjikan secara
akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan
waktu, layanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan
dengan akurasi yang tinggi.
3. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan layanan yang cepat (responsive) dan
tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen
menunggu, persepsi yang negatif dalam kualitas layanan.
4. Jaminan dan kepastian (assurance)
Yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk
menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa
komponen anatara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan
(security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).
5. Empati (empathy)
Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan
kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu
perusahaan diharapkan memilki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi
pelanggan.
Indikator kualitas jasa tersebut harus diramu dengan baik, bila tidak hal tersebut dapat
menimbulkan kesenjangan antara perusahaan dan pelanggan karena perbedaan persepsi
mereka tentang wujud pelayanan (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006). Lima kesenjangan (gap)
yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa menurut Lupiyoadi
dan Hamdani (2006) adalah sebagai berikut :
1. Kesenjangan persepsi manajemen
Yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya
orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas semua temuan peneliti,
kurangnya interaksi antara pihak manajemen dengan pelanggan, komunikasi dari bawah ke
atas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya tingkatan manajemen.
2. Kesenjangan spesifikasi kualitas
Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan
spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen
manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya
standarisasi tugas, dan tidak adanya penyusunan tujuan.
3. Kesenjangan penyampaian jasa
Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Kesenjangan antara
spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh
faktor-faktor :
(1) ambiguitas peran, yaitu sejauh mana karyawan dapat melakukan tugas sesuai dengan
harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan; (2) konflik peran, yaitu sejauh mana
karyawan meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak; (3) kesesuain karyawan
dengan tugas yang harus dikerjakannya; (4) kesesuaian teknologi yang digunakan oleh
karyawan; (5) sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadaianya sistem penilaian dan
sistem imbalan; (6) kontrol yang diterima, yaitu sejauh mana karyawan merasakan kebebasan
atau flesibilitas untuk mementukan cara pelayanan; (7) kerja tim, yaitu sejauh mana
karyawan dan manajemen merumuskan tujuan bersama di dalam memuaskan pelanggan
secara bersama-sama dan terpadu.
4. Kesenjangan komunikasi pemasaran
Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan pelanggan
mengenai kualitas jasa dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui
komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena (1) tidak memadainya komunikasi
horizontal, dan (2) adanya kecenderungan memberikan janji yang berlebihan. Dalam hal ini
komunikasi eksternal telah mendistorsi harapan pelanggan.
5. Kesenjangan dalam pelayanan yang dirasakan
Yaitu perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan.
Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif.
Namun bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan
menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.

Kualitas Produk(Product Quality)

 


Di dalam menjalankan suatu bisnis, produk maupun jasa yang dijual harus memiliki
kualitas yang baik atau sesuai dengan harga yang ditawarkan. Agar suatu usaha atau
perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan, terutama persaingan dari segi
kualitas, perusahaan perlu terus meningkatkan kualitas produk atau jasanya. Karena
peningkatan kualitas prosuk dapat membuat konsumen merasa puas terhadap produk atau
jasa yang mereka beli, dan akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian
ulang.Menurut Kotler (2007), pengertian produk dalam arti yang lebih luas untuk mencakup
segala sesuatu yang diberikan kepada seseorang guna memuaskan suatu kebutuhan atau
keinginan. Konsep produk berpendapat bahwa para konsumen akan menyukai produk-produk
yang memberikan kualitas, penampilan dan ciri-ciri yang terbaik. Manajemen dalam
organisasi yang berorientasi pada produk demikian memusatkan energi mereka untuk
membuat produk yang baik dan terus-menerus meningkatkan mutu produk tersebut.Persepsi
konsumen terhadap kualitas produk, dapat dipengaruhi oleh harga produk. Konsumen
memiliki persepsi, apabila semakin tinggi harga suatu produk maka semakin tinggi pula
kualitas dari produk tersebut. Konsumen dapat mempunyai persepsi seperti itu ketika mereka
tidak memiliki petunjuk atau acuan lain dari kualitas produk, selain harga produk. Namun
sebenarnya persepsi kualitas suatu produk dapat dipengaruhi pula oleh citra perusahaan,
iklan, dan variabel-variabel lainnya.
Mutu produk atau jasa dapat mempengaruhi kepuasan konsumen. Definisi mutu yang
berpusat pada pelanggan sendiri adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat. Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghasilkan mutu bila produk atau
pelayanan penjual tersebut memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. (Kotler, 2007).
Kotler & Armstrong (2007) berpendapat bahwa kualitas dan peningkatan produk merupakan
bagian yang penting dalam strategi pemasaran. Meskipun demikian, hanya memfokuskan diri
pada produk perusahaan akan membuat perusahaan kurang memperhatikan faktor lainnya
dalam pemasaran. Pengertian produk konsumen adalah produk dan jasa yang dibeli oleh
konsumen dengan tujuan untuk konsumsi pribadi. Pemasar biasanya menggolongkan produk
dan jasa ini berdasarkan cara konsumen membelinya.Untuk mengklasifikasikan jenis-jenis
produk berikut terdapat berbagai jenis-jenis produk antara lain:
a. Produk kebutuhan sehari-hari (convenience product)
Produk kebutuhan sehari-hari biasanya murah harganya dan terdapat di banyak tempat agar
produk itu tersedia ketika pelanggan memerlukannya.
b. Produk belanja (shopping product)
Ketika membeli produk dan jasa ini, konsumen menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga
dalam mengumpulkan informasi dan membuat perbandingan.
c. Produk khusus (specialty product)
Merupakan produk dan jasa konsumen dengan karakteristik unik dimana sekelompok
pembeli bersedia melakukan usaha pembelian khusus.
d. Produk yang tidak dicari (unsought product)
Merupakan produk konsumen yang mungkin tidak dikenal oleh konsumen, atau produk yang
mungkin sudah dikenal konsumen namun konsumen tidak berfikir untuk membelinya.
Ketika konsumen akan mengambil suatu keputusan pembelian, variabel produk
merupakan pertimbangan paling utama, karena produk adalah tujuan utama bagi konsumen
untuk memenuhi kebutuhannya. Jika konsumen merasa cocok dengan suatu produk dan
produk tersebut dapat memenuhi kebutuhannya, maka konsumen akan mengambil keputusan
untuk membeli produk tersebut terus menerus (Nabhan dan Kresnaini, 2005). Menurut
Tedjakusuma, Hartini, dan Muryani (2001), untuk produk yang merupakan kebutuhan pokok
seperti makanan dan minuman, konsumen sangat mempertimbangkan kualitasnya. Karena
merupakan kebutuhan pokok dan sangat berhubungan dengan kesehatan manusia, maka
kualitas produk sangat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian
produk. Apabila kualitas produk ditingkatkan, perilaku konsumen untuk melakukan
pembelian juga akan meningkat. Definisi dari kualitas produk adalah mencerminkan
kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya yang mencakup daya tahan, kehandalan,
atau kemajuan, kekuatan, dalam pengemasan atau reparasi produk dan ciri-ciri lainnya
(Kotler dan Amstrong, 1997). Menurut (Kotler dan Amstrong, 1997) , produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau
di konsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Secara konseptual produk
adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha
untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan kegiatan konsumen,
sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar.
Menurut (Mowen, 1995) kualitas Menurut pendapat ini dapat dinyatakan bahwa
kualitas adalah kesesuaian terhadap karakter dari suatu produk/jasa yang didesain untuk
memenuhi kebutuhan tertentu di bawah kondisi tertentu.Menurut (Handoko, 2002), Kualitas
adalah suatu kondisi dari sebuah barang berdasarkan pada penilaian atas kesesuaiannya
dengan standar ukur yang telah diterapkan. Berdasarkan pendapat ini dapat diketahui bahwa
kualitas produk ditentukan oleh tolak ukur penilaian. Semakin sesuai dengan standar yang
diterapkan dinilai semakin berkualitas.
Menurut (Garvin, 1998) dalam (Istijanto, 2007) mengungkapkan ada delapan indikator
kualitas produk, yaitu :
a) Kinerja (performance)
Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini manfaat atau khasiat
utama produk yang kita beli. Biasanya ini menjadi pertimbangan pertama kali dalam membeli
suatu produk.
b) Fitur Produk
Indikator fitur merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat
dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah sesuai
standar, fitur seringkali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau
pesaing tidak memiliki.
c) Keandalan (reliability)
Indikator keandalan adalah peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan
fungsinya.
d) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) Conformance adalah
kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam “janji”
yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari indikator ini berarti
sesuai dengan standarnya.
e) Daya Tahan (durability)
Daya tahan menunjukan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk
itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet, produk yang
awet akan dipersepsikan lebih berkualitas dibanding produk yang cepat habis atau cepat
diganti karena rusak.
f) Kemampuan diperbaiki (serviceability)
Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan
diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya
lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak atau sulit diperbaiki.
g) Keindahan (aestethic)
Keindahan menyangkut tampilan produk yang bisa membuat konsumen suka. Ini sering kali
dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa merek diperbaharui
“wajahnya” supaya lebih cantik di mata konsumen.
h) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Ini menyangkut konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk- produk yang bermerek
terkenal biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibandingkan dengan merek-merek yang
tidak didengar atau diketahui banyak orang.
Menurut (Kotler, 2003) adapun tujuan dari kualitas produk adalah sebagai berikut:
a. Mengusahakan agar barang hasil produksi dapat mencapai standar yang telah
ditetapkan.
b. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
c. Mengusahakan agar biaya desain dari produksi tertentu menjadi sekecil mungkin.
d. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

Proses Keputusan Pembelian

 


Terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan membeli (Suryani, 2008: 51):
a) Pemrakarsa (initiator) yaitu orang yang pertama kali menyarankan membeli
suatu produk atau jasa tertentu.
b) Pemberi pengaruh (influencer) yaitu orang yang pandangan/nasihatnya
memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir.
c) Pengambil keputusan (decider) yaitu orang yang sangat menentukan sebagian
atau keseluruhan keputusan pembelian, dengan bagaimana cara membeli, dan
di mana akan membeli.
d) Pembeli (buyer) yaitu orang yang melakukan pembelian nyata.
e) Pemakai (user) yaitu orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk
atau jasa.

Persepsi Harga

 


Schiffman dan Kanuk (1997: 217) dalam Alfian (2013: 24) menjelaskan bahwa
harga merupakan faktor yang selalu menjadi pertimbangan konsumen dalam
pengambilan keputusan pembelian. Persepsi konsumen terhadap harga yang
melekat pada produk, apakah terlalu rendah, normal atau cenderung tinggi
dipengaruhi oleh intensitas pembelian dan kepuasan dalam pembelian produk
tersebut.
Menurut Tjiptono (2011: 195), harga memiliki peranan utama dalam proses
pengambilan keputusan para pembeli yaitu:
1. Peranan alokasi harga
Yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara
memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya
belinya.
2. Peranan informasi dari harga
Yaitu fungsi harga dalam membidik konsumen mengenai faktor-faktor
produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana
pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau manfaatnya
secara objektif. Persepsi yang sering muncul adalah bahwa harga yang mahal
mencerminkan kualitas yang tinggi sehingga konsumen menilai harga yang
ditetapkan sesuai dengan kualitas produk maupun jasa yang ditetapkan.
Menurut Stanton (1998) dalam Dinawan (2010: 36) terdapat indikator harga yang
dapat digunakan yaitu:
1. Perbandingan harga dengan produk lain, yaitu bagaimana perbandingan harga
produk dengan produk pesaingnya.
2. Kesesuaian harga dengan kualitas produk, yaitu apakah harga yang di tawarkan
sudah sesuai dengan kualitas produk yang didapatkan.
3. Keterjangkauan harga, yaitu adalah keterjangkauan harga yang ditawarkan
produsen kepada konsumen

Persepsi Kualitas

 


Persepsi kualitas (perceived quality) merupakan penilaian konsumen terhadap
keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Persepsi kualitas adalah
Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Oleh sebab itu,
persepsi kualitas didasarkan pada evaluasi subjektif konsumen (bukan manajer
atau pakar) terhadap kualitas produk (Tjiptono, 2008: 40).

Persepsi Konsumen

 


Persepsi Konsumen merupakan proses di mana individu memilih,
mengorganisasikan dan mengintrepretasikan stimuli tertentu menjadi sesuatu yang
bermakna (Schiffman & Kanuk 2007 dalam Suryani 2008: 10). Seseorang dapat
membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga macam
proses penerimaan indera yakni: perhatian yang selektif yang mengakibatkan
konsumen tidak menerima semua rangsangan, distorsi selektif yang merubah
pesan yang didengar sesuai dengan yang diinginkan untuk didengar oleh
konsumen, dan ingatan selektif dimana konsumen terkadang lupa dengan apa
yang dipelajari tetapi akan cenderung untuk menyimpan informasi yang akan
mendukung sikap dan kepercayaan mereka.

Perilaku Konsumen

 


Perilaku konsumen adalah kegiatan seseorang dalam membeli dan menggunakan
produk atau jasa (Kismono, 2012: 334). Schiffman dan Kanuk (2007) dalam
Suryani (2008: 6) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi yang
mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumberdaya
yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang dan usaha) untuk mendapatkan barang
atau jasa yang nantinya akan dikonsumsi. Dalam perilaku konsumen selain
berkaitan dengan kualitas produk, juga erat kaitannya dengan harga. Jika harga
suatu produk tidak terlalu tinggi, maka konsumen tidak akan membutuhkan
waktu lama untuk memikirkan dan melakukan aktifitas perilaku konsumen,
begitupun sebaliknya.

Saturday, July 29, 2023

Citra Merek (Brand Image)

 


Kadangkala seseorang tidak dapat membedakan secara jelas antara identitas dan citra.
Untuk membedakannya, maka akan dilihat pengertian masing- masing menurut Kotler dan
Keller (2008) Identitas adalah berbagai cara yang di arahkan perusahaan untuk
mengidentifikasikan dirinya atau memposisikan produknya. Sedangkan citra/image yaitu,
Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Maka jelas jika brand
image atau citra merek adalah bagaimana suatu merek mempengaruhi persepsi, pandangan
masyarakat atau konsumen terhadap perusahaan atau produknya.
Pengertian brand image (Kotler dan Keller, 2008) bahwa :
1. Anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan
konsumen.
2. Cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran mereka,
sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan
produk.
Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program marketing yang
kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang
membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen–elemen yang
mendukung (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya) dapat menciptakan brand image yang
kuat bagi konsumen. Faktor- faktor pendukung terbentuknya brand image dalam
keterkaitannya dengan asosiasi merek (Kotler dan Keller, 2008) yaitu :
1. Favorability of brand association / keunggulan asosiasi merek.
Salah satu faktor pembentuk brand image adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut
unggul dalam persaingan. Karena keunggulan kualitas (model dan kenyamanan) dan ciri khas
itulah yang menyebabkan suatu produk mempunyai daya tarik tersendiri bagi konsumen.
2. Strength of brand association/familiarity of brand association/kekuatan asosiasi
merek.
Contoh membangun kepopuleran merek dengan strategi komunikasi melalui periklanan.
Setiap merek yang berharga mempunyai jiwa, suatu kepribadian khusus adalah kewajiban
mendasar bagi pemilik merek untuk dapat mengungkapkan, mensosialisasikan
jiwa/kepribadian tersebut dalam satu bentuk iklan, ataupun bentuk kegiatan promosi dan
pemasaran lainnya. Hal itulah yang akan terus menerus menjadi penghubung antara
produk/merek dengan konsumen. Dengan demikian merek tersebut akan cepat dikenal dan
akan tetap terjaga ditengah-tengah maraknya persaingan. Membangun popularitas sebuah
merek yang terkenal tidaklah mudah. Nasmun demikian popularitas adalah salah satu kunci
yang dapat membentuk brand image.
3. Uniquesness of brand association / keunikan asosiasi merek.
Merupakan keunikan-keunikan yang dimiliki oleh produk tersebut. Beberapa keuntungan
dengan terciptanya brand image yang kuat adalah:
a. Peluang bagi produk/merek untuk terus mengembangkan diri dan memiliki prospek
bisnis yang bagus.
b. Memimpin produk untuk semakin memiliki sistem keuangan yang bagus.
c. Menciptakan loyalitas konsumen.
d. Membantu dalam efisiensi marketing, karena merek telah berhasil dikenal dan diingat
oleh konsumen.
e. Membantu dalam menciptakan perbedaan dengan pesaing. Semakin merek dikenal
oleh masyarakat, maka perbedaan/keunikan baru yang diciptakan perusahaan akan mudah
dikenali konsumen.
f. Mempermudah dalam perekrutan tenaga kerja bagi perusahaan.
g. Meminimumkan kehancuran/kepailitan perusahaan.
h. Mempermudah mendapatkan investor baru guna mengembangkan produk

Kualitas Pelayanan (Service Quality)

 


Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan satu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun (Laksana, 2008). Dalam perspektif TQM (Total Quality Management) kualitas
dipandang secara lebih luas, yaitu tidak hanya aspek hasil yang ditekankan, tetapi juga
meliputi proses, lingkungan dan manusia. Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan bahwa
Goetsch & Davis (1994) mendefinisikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang
berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan. Menurut Tjiptono dan Chandra (2005), Lewis & Booms mendefinisikan
kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai
dengan ekspektasi pelanggan. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu
perusahaan adalah kemampuan perusahaan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
konsumen. Kualitas pelayanan (Service Quality) dibangun atas adanya perbandingan dua
faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived
service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (Tjiptono dan Chandra, 2005).
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), Parasuraman dkk (1998) mendefinisikan
kualitas jasa sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas
layanan yang mereka terima. Terdapat lima indikator dalam kualitas pelayanan yang
dikemukakan oleh Parasuraman dkk (1998) yaitu :
1. Berwujud (tangible)
Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak
eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat
diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari layanan yang
diberikan oleh para pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh : gedung, gudang dan
lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi) serta penampilan
pegawainya.
2. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan sesuai dengan dijanjikan secara
akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan
waktu, layanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan
dengan akurasi yang tinggi.
3. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan layanan yang cepat (responsive) dan
tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen
menunggu, persepsi yang negatif dalam kualitas layanan.
4. Jaminan dan kepastian (assurance)
Yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk
menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa
komponen anatara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan
(security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).
5. Empati (empathy)
Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan
kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu
perusahaan diharapkan memilki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi
pelanggan.
Indikator kualitas jasa tersebut harus diramu dengan baik, bila tidak hal tersebut dapat
menimbulkan kesenjangan antara perusahaan dan pelanggan karena perbedaan persepsi
mereka tentang wujud pelayanan (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006). Lima kesenjangan (gap)
yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa menurut Lupiyoadi
dan Hamdani (2006) adalah sebagai berikut :
1. Kesenjangan persepsi manajemen
Yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya
orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas semua temuan peneliti,
kurangnya interaksi antara pihak manajemen dengan pelanggan, komunikasi dari bawah ke
atas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya tingkatan manajemen.
2. Kesenjangan spesifikasi kualitas
Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan
spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen
manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya
standarisasi tugas, dan tidak adanya penyusunan tujuan.
3. Kesenjangan penyampaian jasa
Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Kesenjangan antara
spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh
faktor-faktor :
(1) ambiguitas peran, yaitu sejauh mana karyawan dapat melakukan tugas sesuai dengan
harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan; (2) konflik peran, yaitu sejauh mana
karyawan meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak; (3) kesesuain karyawan
dengan tugas yang harus dikerjakannya; (4) kesesuaian teknologi yang digunakan oleh
karyawan; (5) sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadaianya sistem penilaian dan
sistem imbalan; (6) kontrol yang diterima, yaitu sejauh mana karyawan merasakan kebebasan
atau flesibilitas untuk mementukan cara pelayanan; (7) kerja tim, yaitu sejauh mana
karyawan dan manajemen merumuskan tujuan bersama di dalam memuaskan pelanggan
secara bersama-sama dan terpadu.
4. Kesenjangan komunikasi pemasaran
Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan pelanggan
mengenai kualitas jasa dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui
komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena (1) tidak memadainya komunikasi
horizontal, dan (2) adanya kecenderungan memberikan janji yang berlebihan. Dalam hal ini
komunikasi eksternal telah mendistorsi harapan pelanggan.
5. Kesenjangan dalam pelayanan yang dirasakan
Yaitu perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan.
Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif.
Namun bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan
menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.

Kualitas Produk(Product Quality)

 


Di dalam menjalankan suatu bisnis, produk maupun jasa yang dijual harus memiliki
kualitas yang baik atau sesuai dengan harga yang ditawarkan. Agar suatu usaha atau
perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan, terutama persaingan dari segi
kualitas, perusahaan perlu terus meningkatkan kualitas produk atau jasanya. Karena
peningkatan kualitas prosuk dapat membuat konsumen merasa puas terhadap produk atau
jasa yang mereka beli, dan akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian
ulang.Menurut Kotler (2007), pengertian produk dalam arti yang lebih luas untuk mencakup
segala sesuatu yang diberikan kepada seseorang guna memuaskan suatu kebutuhan atau
keinginan. Konsep produk berpendapat bahwa para konsumen akan menyukai produk-produk
yang memberikan kualitas, penampilan dan ciri-ciri yang terbaik. Manajemen dalam
organisasi yang berorientasi pada produk demikian memusatkan energi mereka untuk
membuat produk yang baik dan terus-menerus meningkatkan mutu produk tersebut.Persepsi
konsumen terhadap kualitas produk, dapat dipengaruhi oleh harga produk. Konsumen
memiliki persepsi, apabila semakin tinggi harga suatu produk maka semakin tinggi pula
kualitas dari produk tersebut. Konsumen dapat mempunyai persepsi seperti itu ketika mereka
tidak memiliki petunjuk atau acuan lain dari kualitas produk, selain harga produk. Namun
sebenarnya persepsi kualitas suatu produk dapat dipengaruhi pula oleh citra perusahaan,
iklan, dan variabel-variabel lainnya.
Mutu produk atau jasa dapat mempengaruhi kepuasan konsumen. Definisi mutu yang
berpusat pada pelanggan sendiri adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat. Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghasilkan mutu bila produk atau
pelayanan penjual tersebut memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. (Kotler, 2007).
Kotler & Armstrong (2007) berpendapat bahwa kualitas dan peningkatan produk merupakan
bagian yang penting dalam strategi pemasaran. Meskipun demikian, hanya memfokuskan diri
pada produk perusahaan akan membuat perusahaan kurang memperhatikan faktor lainnya
dalam pemasaran. Pengertian produk konsumen adalah produk dan jasa yang dibeli oleh
konsumen dengan tujuan untuk konsumsi pribadi. Pemasar biasanya menggolongkan produk
dan jasa ini berdasarkan cara konsumen membelinya.Untuk mengklasifikasikan jenis-jenis
produk berikut terdapat berbagai jenis-jenis produk antara lain:
a. Produk kebutuhan sehari-hari (convenience product)
Produk kebutuhan sehari-hari biasanya murah harganya dan terdapat di banyak tempat agar
produk itu tersedia ketika pelanggan memerlukannya.
b. Produk belanja (shopping product)
Ketika membeli produk dan jasa ini, konsumen menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga
dalam mengumpulkan informasi dan membuat perbandingan.
c. Produk khusus (specialty product)
Merupakan produk dan jasa konsumen dengan karakteristik unik dimana sekelompok
pembeli bersedia melakukan usaha pembelian khusus.
d. Produk yang tidak dicari (unsought product)
Merupakan produk konsumen yang mungkin tidak dikenal oleh konsumen, atau produk yang
mungkin sudah dikenal konsumen namun konsumen tidak berfikir untuk membelinya.
Ketika konsumen akan mengambil suatu keputusan pembelian, variabel produk
merupakan pertimbangan paling utama, karena produk adalah tujuan utama bagi konsumen
untuk memenuhi kebutuhannya. Jika konsumen merasa cocok dengan suatu produk dan
produk tersebut dapat memenuhi kebutuhannya, maka konsumen akan mengambil keputusan
untuk membeli produk tersebut terus menerus (Nabhan dan Kresnaini, 2005). Menurut
Tedjakusuma, Hartini, dan Muryani (2001), untuk produk yang merupakan kebutuhan pokok
seperti makanan dan minuman, konsumen sangat mempertimbangkan kualitasnya. Karena
merupakan kebutuhan pokok dan sangat berhubungan dengan kesehatan manusia, maka
kualitas produk sangat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian
produk. Apabila kualitas produk ditingkatkan, perilaku konsumen untuk melakukan
pembelian juga akan meningkat. Definisi dari kualitas produk adalah mencerminkan
kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya yang mencakup daya tahan, kehandalan,
atau kemajuan, kekuatan, dalam pengemasan atau reparasi produk dan ciri-ciri lainnya
(Kotler dan Amstrong, 1997). Menurut (Kotler dan Amstrong, 1997) , produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau
di konsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Secara konseptual produk
adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha
untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan kegiatan konsumen,
sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar.
Menurut (Mowen, 1995) kualitas Menurut pendapat ini dapat dinyatakan bahwa
kualitas adalah kesesuaian terhadap karakter dari suatu produk/jasa yang didesain untuk
memenuhi kebutuhan tertentu di bawah kondisi tertentu.Menurut (Handoko, 2002), Kualitas
adalah suatu kondisi dari sebuah barang berdasarkan pada penilaian atas kesesuaiannya
dengan standar ukur yang telah diterapkan. Berdasarkan pendapat ini dapat diketahui bahwa
kualitas produk ditentukan oleh tolak ukur penilaian. Semakin sesuai dengan standar yang
diterapkan dinilai semakin berkualitas.
Menurut (Garvin, 1998) dalam (Istijanto, 2007) mengungkapkan ada delapan indikator
kualitas produk, yaitu :
a) Kinerja (performance)
Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini manfaat atau khasiat
utama produk yang kita beli. Biasanya ini menjadi pertimbangan pertama kali dalam membeli
suatu produk.
b) Fitur Produk
Indikator fitur merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat
dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah sesuai
standar, fitur seringkali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau
pesaing tidak memiliki.
c) Keandalan (reliability)
Indikator keandalan adalah peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan
fungsinya.
d) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) Conformance adalah
kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam “janji”
yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari indikator ini berarti
sesuai dengan standarnya.
e) Daya Tahan (durability)
Daya tahan menunjukan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk
itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet, produk yang
awet akan dipersepsikan lebih berkualitas dibanding produk yang cepat habis atau cepat
diganti karena rusak.
f) Kemampuan diperbaiki (serviceability)
Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan
diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya
lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak atau sulit diperbaiki.
g) Keindahan (aestethic)
Keindahan menyangkut tampilan produk yang bisa membuat konsumen suka. Ini sering kali
dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa merek diperbaharui
“wajahnya” supaya lebih cantik di mata konsumen.
h) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Ini menyangkut konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk- produk yang bermerek
terkenal biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibandingkan dengan merek-merek yang
tidak didengar atau diketahui banyak orang.
Menurut (Kotler, 2003) adapun tujuan dari kualitas produk adalah sebagai berikut:
a. Mengusahakan agar barang hasil produksi dapat mencapai standar yang telah
ditetapkan.
b. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
c. Mengusahakan agar biaya desain dari produksi tertentu menjadi sekecil mungkin.
d. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

Persepsi Kualitas

 


Persepsi kualitas (perceived quality) merupakan penilaian konsumen terhadap
keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Persepsi kualitas adalah
Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Oleh sebab itu,
persepsi kualitas didasarkan pada evaluasi subjektif konsumen (bukan manajer
atau pakar) terhadap kualitas produk (Tjiptono, 2008: 40).

Persepsi Konsumen

 


Persepsi Konsumen merupakan proses di mana individu memilih,
mengorganisasikan dan mengintrepretasikan stimuli tertentu menjadi sesuatu yang
bermakna (Schiffman & Kanuk 2007 dalam Suryani 2008: 10). Seseorang dapat
membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga macam
proses penerimaan indera yakni: perhatian yang selektif yang mengakibatkan
konsumen tidak menerima semua rangsangan, distorsi selektif yang merubah
pesan yang didengar sesuai dengan yang diinginkan untuk didengar oleh
konsumen, dan ingatan selektif dimana konsumen terkadang lupa dengan apa
yang dipelajari tetapi akan cenderung untuk menyimpan informasi yang akan
mendukung sikap dan kepercayaan mereka.

Perilaku Konsumen

 


Perilaku konsumen adalah kegiatan seseorang dalam membeli dan menggunakan
produk atau jasa (Kismono, 2012: 334). Schiffman dan Kanuk (2007) dalam
Suryani (2008: 6) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi yang
mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumberdaya
yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang dan usaha) untuk mendapatkan barang
atau jasa yang nantinya akan dikonsumsi. Dalam perilaku konsumen selain
berkaitan dengan kualitas produk, juga erat kaitannya dengan harga. Jika harga
suatu produk tidak terlalu tinggi, maka konsumen tidak akan membutuhkan
waktu lama untuk memikirkan dan melakukan aktifitas perilaku konsumen,
begitupun sebaliknya.

Kepuasan Pelanggan

 


Menurut Tjiptono (2014), “Kepuasan berasal dari bahasa Latin “Satis” yang
berarti cukup baik, memadai dan “Facio” yang berarti melakukan atau membuat”.
Secara sederhana kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau
membuat sesuatu memadai. Sedangkan menurut Kotler dalam Lupiyoadi (2013),
Kepuasan merupakan tingkat perasaan di mana seseorang menyatakan hasil
perbandingan atas kinerja produk (jasa) yang diterima dan yang diharapkan.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2012) satisfaction atau kepuasan adalah
perasaan senang atau kekecewaan seseorang yang dihasilkan dari membandingkan
kinerja produk yang dirasakan (atau hasil) dengan ekspetasi yang diharapkan.
Menurut Kotler dan Armstrong (2012), kepuasan pelanggan adalah tingkat
dimana kinerja yang dirasakan dari suatu produk sesuai dengan ekspektasi
pelanggan. Sedangkan menurut Lupiyoadi (2013), kepuasan pelanggan dapat
didefinisikan sebagai sebagai respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara
tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah
pemakaian.
Menurut Sangaji dan Sopiah (2013), kepuasan pelanggan merupakan
evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau
melampaui harapan pelanggan. Menurut Tjiptono (2012), kepuasan pelanggan
merupakan situasi yang ditunjukkan oleh konsumen ketika mereka menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginannya sesuai dengan yang diharapkan serta
terpenuhi secara baik. Sedangkan menurut Saladin (2012), kepuasan pelanggan
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan
antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa maupun respon yang ditunjukkan
pelanggan dalam bentuk evaluasi purnabeli setelah membandingkan antara
kebutuhan dan keinginannya sesuai dengan yang diharapkan serta terpenuhi
secara baik setelah menggunakan produk atau jasa tersebut.
Menurut Tjiptono (2012), kepuasan pelanggan memberikan jumlah manfaat
spesifik, diantaranya:
1. Berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan.
2. Berpotensi menjadi sumber pendapaan masa depan, terutama melalui
pembelian ulang, cross–selling, dan up–selling.
3. Menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan, terutama biaya – biaya
komunikasi pemasaran, penjualan, dan layanan pelanggan.
4. Meningkatkan toleransi harga, terutama kesediaan pelanggan untuk membayar
harga premium dan pelanggan cenderung tidak mudah tergoda untuk beralih
pemasok.
5. Menumbuhkan rekomendasi yang menular secara positif.
6. Meningkatkan bargaining power relative perusahaan terhadap jaringan
pemasok, mitra bisnis, dan saluran distribusi
Menurut Irawan dalam Sudaryono (2014) ada sepuluh prinsip kepuasan
pelanggan yang harus diperhatikan untuk merebut hati pelanggan agar
memenangkan persaingan, yaitu:
1. Memulai dengan percaya akan pentingnya kepuasan pelanggan, menanam
kepuasan menuai laba.
2. Memilih pelanggan dengan benar untuk membangun kepuasan pelanggan,
pilihlah pelanggan anda baru dipuaskan.
3. Memahami harapan pelanggan, mengontrol harapan, dan menggali harapan
pelanggan adalah kunci.
4. Mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
5. Faktor emosional (estetika, self expressive, dan emphaty) adalah faktor
penting yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
6. Pelanggan yang komplain (kepuasan melalui komplain, menangani keluhan
dengan sistem, efektivitas penanganan komplain) adalah pelanggan yang
loyal.
7. Garansi kepada pelanggan adalah lompatan yang besar dalam kepuasan
pelanggan.
8. Mendengarkan suara pelanggan melalui: pengukuran kepuasan pelanggan
(top two boxes, performance importance, servqual), memanfaatkan hasil riset
kepuasan pelanggan dan performance importance mapping.
9. Peran karyawan (empowerment dan teamwork) sangat penting dalam upaya
memuaskan pelanggan.
10. Kepemimpinan (peran pemimpin dalam kepuasan pelanggan, kultivasi
kepemimpinan untuk kepuasan pelanggan) adalah teladan dalam kepuasan
pelanggan.
Menurut Kotler dan Keller (2012) mengidentifikasikan ada empat metode
untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut :
1. Sistem keluhan dan saran, artinya setiap organisasi yang berorientasi pada
pelanggan (customer-oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya
bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan
mereka, baik melalui media tertulis maupun dengan secara lisan.
2. Ghost Shopping metode ini di laksanakan dengan cara memperkerjakan
beberapa orang (Ghost Sopper) untuk berperan atau bersikap sebagai
pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian Ghost sopper
menyampaikan temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan
dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk.
3. Lost Customer Analisis, yaitu sedapat mungkin perusahaan menghubungi para
pelanggan yang telah berhenti membeli produk agar dapat memahami mengapa
hal itu dapat terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau
penyempurnaan selanjutnya, dimana peningkatan customer loss rate
menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.
4. Survei Kepuasan Pelanggan, umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan
pelanggan yang dilakukan dengan penelitian survei, baik survei melalui pos,
telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan akan
memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan
juga memberikan tanda positif, bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap
pelanggannya.
Menurut Lupiyoadi (2013) ada lima faktor utama yang perlu diperhatikan
dalam kaitannya dengan kepuasan konsumen yaitu:
1) Kualitas Produk
Konsumen akan puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk
yang mereka gunakan berkualitas.
2) Kualitas Pelayanan
Konsumen akan merasa puas bila mendapatkan pelayanan yang baik atau yang
sesuai dengan harapan.
3) Emosional
Konsumen akan merasa bangga bila seseorang menggunakan produk
yang bermerek dan cenderung mempunyai kepuasan yang lebih tinggi.
4) Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang
relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada konsumennya.
5) Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas
terhadap produk atau jasa tersebut.
Dimensi dan indikator pengukur kepuasan dalam penelitian ini adalah :
1. Harapan pelanggan
Menurut Tjiptono (2014) Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan
yang besar dalam menentukan kualitas produk dan kepuasan pelanggan. Dalam
konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau
keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya.
2. Kinerja atau hasil
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh yaitu besarnya harapan dan kinerja yang
di rasakan. Apabila kinerja yang dirasakan melebihi harapan, maka pelanggan
akan puas, tetapi bila sebaliknya maka pelanggan akan merasa tidak puas
(Tjiptono, 2014).
Kepuasan pelanggan merupakan konsekuensi dari perbandingan yang
dilakukan oleh pelanggan yang membandingkan antara tingkatan dari manfaat
yang dirasakan terhadap manfaat yang diharapkan oleh pelanggan. Adapun
indikator kepuasan pelanggan (menurut Swastha dan Irawan, 2011), yaitu :
1. Perasaan puas (dalam arti puas akan produk dan pelayanannya)
Yaitu ungkapan perasaan puas atau tidak puas dari pelanggan saat menerima
pelayanan yang baik dan produk yang berkualitas dari perusahaan.
2. Membicarakan hal-hal yang positif
Yaitu pelanggan akan tetap selalu membicarakan hal-hal positif kepada orang
lain mengenai produk jasa tersebut.
3. Akan merekomendasikan kepada orang lain
Yaitu pelanggan yang merasa puas setelah memakai suatu produk atau jasa
akan menceritakannya kepada orang lain serta mampu menciptakan pelanggan
baru bagi suatu perusahaan.
4. Terpenuhinya harapan pelanggan setelah membeli produk
Yaitu sesuai atau tidaknya kualitas suatu produk atau jasa pasca pembelian
suatu produk dengan harapan yang diinginkan pelanggan.