Menurut Schiffman dan Kanuk (1997),
loyalitas merek merupakan suatu pilihan yang konsisten atau pembelian merek
yang sama yang dilakukan oleh konsumen atas suatu produk tertentu. Loyalitas
merek menurpakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek
(Aaker, 2007). Sedangkan Ferrel (2002) memahami loyalitas merek sebaga suatu
perilaku positif terhadap suatu merek yang mendorong konsumen untuk secara
konsisten membeli merek tersebut ketika mereka membutuhkan kategori produk
tersebut. Ketiga definisi tersebut mencerminkan bagaimana seorang pelanggan
mungkin tidak akan beralih ke merek lain jika merek tersebut membuat suatu
perubahan, baik dalam harga atau dalam unsur-unsur produk.
Pada tingkat paling dasar pembeli tidak
loyal sama sekali dengan merek sehingga dalam keputusan pembelian, merek
memainkan peran yang sangat kecil. Pada tahap berikutnya, pembeli yang tidak
mengalami ketidakpuasan tidak mendapat stimulasi untuk berpindah merek terutama
jika perpindahan tersebut membutuhkan usaha. Berikutnya, adalah orang-orang
yang puas sehingga untuk menarik kelompok ini, kompetitor harus bias mengatasi
biaya peralihan dengan memberikan tawaran yang memberikan manfaat cukup besar.
Pada tahap keempat, orang-orang telah sungguh-sungguh menyukai suatu merek.
Preferensi mereka terhadap suatu merek sangat tinggi. Kelompok yang terakhir adalah
pelanggan yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dengan menjadi pengguna suatu
merek tertentu.
Dari semua hal mengenai merek yang
dilakukan oleh perusahaan ada satu aktivitas yang sering lupa dilakukan oleh
para pemasar yaitu menjaga dan mempertahankan mere. Dalam bayak hal, pemasar
melupakan merawat merek ketika merek mereka sudah mulai mapan di pasar. Kadang
terjadi arogansi bahwa merek mereka adalah yang paling populer menjadi bumerang
baik para pemasar tersebut. Yang harus dilakukan oleh pemasar adalah
mengkomunikasikan posisi merek secara kontinyu kepada konsumen. Komunikasi
tersebut bias menggunakan berbagai strategi salah satunya adalah periklanan.
Dengan aktivitas komunikasi tersebut pemasar secara tidak langsung juga
membangun preferensi merek dan loyalitas merek. Tentu saja maintenance merek
tidak cukup dilakukan lewat periklanan saja terjadi yang tidak kalah pentingnya
adalah lewat pengalaman konsumen akan merek tersebut. Selain itu untuk
membangun dan mempertahankan loyalitas konsumen akan suatu merek perlu juga
dilakukan interaksi antara produsen dan konsumen baik lewat telepon, internet
maupun sarana yang lainnya.
Jacoby dan Kryner (1973) dalam Dharmmesta
(1999) mendefinisikan enam kondisi yang secara kolektif memadahi sebagai
berikut: Loyalitas merek adalah (1) respon keperilakuan (yaitu pembelian), (2)
yang bersifat bias (nonrandom), (3) terungkap secara terus-menerus, (4) oleh
unit pengambilan keputusan, (5) dengan memperhatikan satu atau beberapa merek
alternatif dari sejumlah merek sejenis, dan (6) merupakan fungsi proses
psikologis (pengambilan keputusan, evaluatif).
Sedangkan Mowen dan Minor (1998) dalam
Dharmmesta (1999) menggunakan definisi loyalitas merek dalam arti kondisi
dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai
komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya dimasa mendatang.
Definisi ini didasarkan pada pendekatan keperilakuan dan pendekatan sikap.
Pendekatan keperilakuan mengungkapkan bahwa loyalitas berbeda dengan perilaku beli
ulang, loyalitas merek menyertakan aspek emosi, perasaan atau kesukaan terhadap
merek tertentu di dalamnya sedang pembelian ulang hanya perilaku konsumen yang membeli
berulang-ulang. Dengan demikian pendekatan sikap termasuk di dalamnya.
Kategori loyalitas merek diungkapkan oleh
Jacoby dn Chesnut (1978) dalam Dharmmesta (1999) sebagai berikut:
1.
Loyalitas merek utama
yang sesungguhnya, loyalitas pada merek tertentu yang menjadi minatnya,
2.
Loyalitas merek ganda
yang sesungguhnya, termasuk merek utama.
3.
Pembelian ulang merek
utama dari nonloyal, dan
4.
Pembelian secara
kebetulan merek utama oleh pembeli-pembeli loyal dan non loyal merek lain.
Kosumen yang loyal merek dapat diidentifikasi
berdasarkan pola pembeliannya, seperti runtutan pembelian atau proporsi pembelian.
Loyalitas merek harus dikembangkan mencakup semua aspek psikologis secara total agar tidak mudah berubah, yaitu aspek
kognitif, afektif, konatif dan tindakan (Dharmmesta, 1999).
Tahap loyalitas merek menurut Dharmmesta
( 1999 : 77 - 80 ) adalah :
1. Loyalitas
Kognitif : pada loyalitas ini konsumen hanya menggunakan basis informasi yang
secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek yang lainnya, jadi
loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja.
2. Loyalitas
Afektif : tahapan ini didasarkan pada aspek afektif konsumen. Loyalitas pada
tahap ini sulit dirubah karena loyalitas sudah masuk kedalam benak konsumen
sebagai afek dan bukan kognisi, dan munculnya loyalitas afektif didasarkan pada
factor kepuasan.
3. Loyalitas
Konatif : tahapan ini dipengaruhi oleh dimensi konatif (niatan untuk melakukan
sesuatu ) maka loyalitas konatif ini merupakan kondisi konsumen yang loyal
dimana mencakup komitmen yang mendalam untuk melakukan suatu pembelian.
4. Loyalitas
Tindakan : tahapan ini muncul setelah timbul aspek konatif ( niat melakukan )
dimana akan timbul tindakan yaitu melakukan pembelian
Berikut adalah gambar tahap loyalitas
merek:
Komitmen,
Tindakan, Biaya
|
|
Komitmen,
Konsistensi kognitif
|
|
Ketidak
puasan, Persuasi, Coba
|
|
Kepuasan,
KeterlibatanKesukaan, Konsistensi kognitif
|
|
Gambar 2.1. Empat Tahap
Loyalitas
Sumber : Darmesta
(1999)
Dalam hubungannya dengan loyalitas merek
suatu produk, didapati
adanya beberapa tingkat loyalitas merek
yang dikemukakan oleh Aaker (2009). Masing-masing tingkatannya menunjukkan
tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan,
adapun tingkatan loyalitas merek tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pembeli
yang komit (Comit Buyer)
Pada tahapan ini pembeli merupakan
pelanggan yang setia. Mereka memiliki ssuatu kebanggaan sebagai pengguna merek
dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari
segi fungsinya maupun suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada
tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh
tindakan merekomendasikan merek tersebut kepada pihak lain.
2. Menyukai
Merek (Likes The Brand)
Pembeli yang masuk dalam kategori
loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut.
Rasa suka pembeli bisa saja disadari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol,
rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi
maupun oleh kerabatnya atau disebabkan oleh perceived quality yang tinggi.
Meskipun demikian sering kali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit
diidentifikasikan dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan kedalam sesuatu
yang spesifik.
3. Pembeli
yang puas dengan biaya peralihan (Satisfied Buyer)
Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk
dalam kategori puas. Memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung
biaya peralihan yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang
melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para
pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu
mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli dengan menawarkan
berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya.
4. Pembeli
yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer)
Pembeli yang berada dalam tingkat
loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk
yang dikomsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam
mengkomsumsi merek tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati
alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk lain
atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun
berbagai pengorbana lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas
kebiasaan mereka. Pembeli ini juga akan sulit dirangkul karena tidak alasan
bagi mereka untuk memperhitungkan berbagai alternatif.
5. Pembeli
yang peka terhadap perubahan harga (Switcher)
Merupakan tingkat loyalitas paling dasar
dimana pembeli tidak loyal sama sekali dengan merek tersebut dan tiap merek
apapun dianggap memadai dan mengambil peran yang sangat kecil dalam keputusan
penbelian. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya
dari suatu merek ke merek-merek lainnya, mengindikasikan mereka sebagai pembeli
yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pembeli pada
tingkat ini hanya akan membeli barang dengan harga murah.
Tiap tingkatan loyalitas merek mewakili
tantangan pemasaran yang berbeda dan juga mewakili tipe aset yang berbeda dalam
pengelolaan dan eksploitasinya, yang jika dikelola atau diekpoitasi dengan
benar akan mempunyai potensi untuk memberikan nilai, antara lain:
a. Dapat
mngurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan jauh
lebih murah dibandingkan mendapatkan pelanggan baru.
b. Loyalitas
merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat akan
meyakinkan pihak pengecer untuk memajang di rak-raknya, karena mereka
mengetahui bahwa para pelanggan akan mencantumkan merek-merek tersebut dalam
daftar belanjaanya.
c. Dapat
menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli
produk bermerek terkenal minimal dapat mengurangi resiko.
d. Perusahaan
dapat cepat merespon gerakan-gerakan pesaing. Jika salah satu mengembangkan
produk yang unggul, seorang pengikut loyal akan memberi waktu pada perusahaan
tersebut agar memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisirkan