Tuesday, February 28, 2023

Definisi Latar Belakang Sosial Ekonomi

 Sosial ekonomi berkaitan dengan kesehjateraan yang dimiliki oleh suatu wilayah tertentu dimana tingkat kesejahteraan umumnya dikaitkan dengan tingkat pendapatan (Gohong, 1993). Oleh karenanya faktor sosial ekonomi suatu wilayah sangat berbeda satu dengan yang lainnya karena kondisi lingkungan sosial ekonomi di suatu wilayah berkaitan erat dengan  kemampuan penduduk di wilayah tersebut dalam melaksanakan kegiatan  untuk mendapatkan pendapatan.

Sedangkan menurut ( Ismawan, 2003) maka pengertian faktor sosial ekonomi merupakan upaya masyarakat dalam memenuhi kecukupan diri (self-sufficiency) di bidang ekonomi, tetapi juga meliputi faktor manusia secara pribadi, yang di dalamnya mengandung unsur penemuan diri (self-discovery) berdasarkan kepercayaan diri (selfconfidence).

Pengukuran Partisipasi

 

Pengukuran partisipasi anggota berkaitan dengan peran ganda anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan. Dalam kedudukannya sebagai pemilik, (a) para anggota memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan perusahaan koperasi dalam bentuk kontribusi keuangan (penyerahan simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, atau dana-dana pribadi yang diinvestasikan pada koperasi), dan (2) mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan dan proses pengawasan terhadap jalannya perusahaan koperasi. Partisipasi semacam ini disebut partisipasi kontributif. Dalam kedudukannya sebagai pelanggan/pemakai, para anggota memanfaatkan berbagai potensi pelayanan yang disediakan oleh perusahaan koperasi dalam menunjang kepentingannya. Partisipasi semacam ini disebut partisipasi insentif. (Darmawan, 2008)

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang indikator untuk mengukur partisipasi anggota, yaitu:

  1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan dalam rapat anggota (kehadiran, keaktifan, dan penyampaian/ mengemukakan pendapat /saran/ide/ gagasan/kritik bagi koperasi).
  2. Partisipasi dalam kontribusi modal (dalam berbagai jenis simpanan, simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, jumlah dan frekuensi menyimpan simpanan, penyertaan modal).
  3. Partisipasi dalam pemanfaatan pelayanan (dalam berbagai jenis unit usaha, jumlah dan frekuensi pemanfaatan layanan dari setiap unit usaha koperasi, besaran transaksi berdasarkan waktu dan unit usaha yang dimanfaatkan, besaran pembelian atau penjualan barang maupun jasa yang dimanfaatkan, cara pembayaran atau cara pengambilan, bentuk transaksi, waktu layanan).
  4. Partisipasi dalam pengawasan koperasi (dalam menyampaikan kritik, tata cara penyampaian kritik, ikut serta melakukan pengawasan jalannya organisasi dan usaha koperasi)

Pengertian Partisipasi

 Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta tau keterlibatan yang berkitan dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro;1995). Participation becomes, then, people's involvement in reflection and action, a process of empowerment and active involvement in decision making throughout a programme, and access and control over resources and institutions (Cristóvão, 1990).

Verrhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson dalam Mardikanto (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagi keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill (PTO PNPM PPK, 2007).

Aspek Kompetensi Sosial

 Menurut Argyle (1994) kompetensi sosial memiliki beberapa aspek, yaitu:

  1. Model ketrampilan sosial; dalam setiap keadaan, individu mencari tujuan yang jelas, membuat respon dan menerima umpan balik. Semua tergantung dari proses belajar melalui modelling yang melibatkan tujuan yang ingin dicapai oleh individu, tingkah laku utama dari orang lain yang ada di lingkungan individu, dan siapa yang menjadi model belajar serta pengaruhnya terhadap individu.
  2. Pemberian reward; reward merupakan kunci menuju pertemanan dan ketertarikan, individu lebih memilih untuk dapat diterima dalam kelompok ketika menunjukkan tingkah laku yang positif, memiliki sifat sosial positif, dan tidak bertindak agresif (Newcomb dkk dalam Argyle, 1994). Reward yang dimaksud bisa berupa verbal, seperti pujian, kalimat menyetujui, simpati dan non verbal seperti senyuman, anggukan dan sentuhan, tidak selalu berupa hadiah.
  3. Empati; berada pada peran orang lain dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Melibatkan kognitif untuk melihat dan menganalisis apa yang ditunjukkan oleh orang lain, emosi untuk berbagi dan mengutarakan perasaan serta kegiatan kooperatif, yakni membantu orang lain mencapai tujuannya dan mengendalikan tingkah laku.
  4. Kecerdasan sosial dan pemecahan masalah; perilaku yang ditampilkan memiliki aspek penting berupa pengetahuan dan pemikiran, dimana individu yang kurang berpengalaman tidak mengerti untuk apa sebuah pertemuan dilakukan atau tidak dapat memperkirakan apa yang akan terjadi saat wawancara kerja. Beberapa individu tidak dapat memahami persahabatan, cinta, tidak menyadari pentingnya loyalitas dan komitmen.
  5. . Asertivitas; pada setiap hubungan yang terjadi membutuhkan tingkat asertivitas tertentu karena asertivitas membuat individu mampu mengontrol apa yang terjadi dalam kondisi sosial yang dihadapi agar sesuai dengan tujuannya, mempengaruhi orang lain tanpa tindakan agresi dan tanpa merusak hubungan.
  6. Komunikasi non verbal; dibutuhkan dalam pemberian respon sebagai reinforcement, ucapan akan lebih berarti jika didukung oleh mimik muka dan tingkah laku yang mendukung.
  7. Komunikasi verbal; dalam beberapa hubungan, komunikasi verbal merupakan hal pokok karena ada beberapa individu yang tidak dapat memberikan komunikasi non verbal dengan baik.
  8. Persepsi pribadi; berpengaruh pada proses penerimaan informasi dari tanda-tanda sosial yang diberikan orang lain dan bagaimana mengartikan serta memilih perilaku yang sesuai untuk respon dari kondisi yang dihadapi.

Gullotta dkk (1999), secara spesifik menyebutkan aspek-aspek kompetensi sosial terdiri dari :

  1. Kapasitas kognitif meliputi :

1) Harga diri yang positif; adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, dan penghargaan dari orang lain. Individu yakin bahwa dirinya berharga, mampu mengatasi segala tantangan dalam hidupnya, serta memperoleh penghargaan atas apa yang dilakukannya. Harga diri yang positif memberikan kepercayaan diri untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan lingkungan sosialnya.

2) Kemampuan memandang sesuatu dari sudut pandang sosial; merupakan kemampuan untuk memahami lingkungan dan menjadi lebih peka terhadap orang lain.

3) Keterampilan memecahkan masalah interpersonal; adalah sebuah proses perilaku yang menyediakan sejumlah respon alternatif yang potensial bagi pemecahan masalah yang dihadapi, serta meningkatkan kemungkinan pemilihan respon yang paling efektif dari bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi.

  1. Keseimbangan antara kebutuhan bersosialisasi dan kebutuhan akan privacy, meliputi :

1) Kebutuhan bersosialisasi, merupakan kebutuhan individu untuk terlibat dalam sebuah kelompok dan menjalin hubungan dengan orang lain.

2) Kebutuhan akan privacy, adalah keinginan untuk menjadi individu yang unik, berbeda, dan bebas melakukan tindakan tanpa pengaruh orang lain.

  1. Keterampilan sosial dengan teman sebaya adalah kecakapan individu dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya sehingga tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kelompok dan dapat terlibat dalam kegiatan kelompok.

Pengertian Kompetensi Sosial

 Chaplin (2001) menyatakan bahwa kompetensi adalah kelayakan kemampuan atau pelatihan untuk melakukan satu tugas, sedangkan Kartono (1990) memberi pengertian bahwa kompetensi adalah kemampuan atau segala daya, kesanggupan, kekuatan, kecakapan dan keterampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari kesanggupan anggota biasa.

Spitzberg dan Cupach (De Vito, 1996) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah kemampuan seorang individu untuk berkomunikasi secara efektif dengan satu individu lain. Kompetensi interpersonal lebih pada kemampuan untuk melakukan komunikasi antara dua individu, sedangkan kompetensi sosial adalah kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan beberapa individu dalam konteks lingkungan dan budaya tertentu. Hughes (Topping dkk, 2000) menyatakan bahwa kompetensi sosial meliputi seperangkat kemampuan pokok, sikap, kepandaian dan perasaan yang diberi arti secara fungsional oleh konteks budaya, lingkungan dan situasi.

Asher dan Parker (dalam Durkin, 1995) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai komponen lengkap dari suatu hubungan, kompetensi sosial dibutuhkan pada pertemuan awal untuk membuat hubungan dan berfungsi untuk memudahkan dan mengembangkan ke arah pertemanan. Individu dengan kompetensi sosial diharapkan dapat berkomunikasi secara efektif, dapat memahami diri mereka sendiri dan orang lain, memperoleh peran gender yang tepat, mengamati tugas moral dalam kelompok yang dihadapi, mengatur emosi, menyesuaikan tingkah laku mereka dalam memberi respon sesuai tingkat usia dan norma yang ada.

Koefisien Determinasi

  

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari seluruh variabel bebas dan besarnya pengaruh yang disebabkan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan (Gujarati, 2003). Jika nilai R² yang diperoleh dari hasil perhitungan semakin besar (mendekati satu), maka dapat dikatakan bahwa sumbangan dari variabel bebas terhadap variabel terikat semakin besar. Sebaliknya apabila hasilnya semakin kecil (mendekati nol) maka sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat semakin kecil.

Pengujian Hipotesis

  

  • Uji Hipotesis pengaruh secara parsial

Untuk menguji pengaruh secara parsial variabel independen terhadap variabel dependen digunakan uji t (Supranto, 2007)

Dengan tingkat kepercayaan 95 % (a = 0,05) maka :

Ho  diterima jika p value > α (0,05) atau tidak ada pengaruh variabel X secara parsial terhadap Y

Ho  ditolak jika p value £  α (0,05) atau terdapat pengaruh variabel X secara parsial terhadap Y

  • Uji pengaruh secara bersama-sama

Untuk menguji pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen digunakan uji F.  (Supranto, 2007)

Dengan tingkat kepercayaan 95 % (a = 0,05) maka :

Ho  diterima jika p value > α atau tidak ada pengaruh variabel X secara bersama-sama terhadap Y

Ho  ditolak jika p value £  α atau terdapat pengaruh variabel X secara bersama-sama terhadap Y  

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

  

      Validitas adalah tingkat ketepatan penggunaan alat terhadap suatu gejala. Pengujian validitas digunakan untuk pengukuran kuesioner, apakah kuesioner yang telah disusun sudah valid atau belum. Untuk menguji validitas kuesioner diambil sampel yang dianggap mewakili keseluruhan responden dengan menggunakan teknik korelasi product moment (Singarimbun dan Soffian Effendi, 1995) :

     

      r           =          korelasi product moment

      X         =          skor butir (pertanyaan)

      Y         =          skor faktor (variabel)

      n          =          ukuran sampel

      Dengan kepercayaan 95 persen, maka jika :

      r hitung > r tabel maka pengukuran valid.

      r hitung £  r tabel maka pengukuran  tidak valid.

      Setelah pengukuran valid tidaknya suatu kuesioner maka dilanjutkan dengan pengujian reliabilitas, yaitu untuk menguji sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konstan apabila dilaksanakan pengujian kembali. Reliabilitas adalah tingkat kestabilan dari suatu hasil alat ukur dalam mengukur suatu gejala. Untuk mengukur reliabilitas digunakan rumus alpha cronbach (Umar, 2000). Adapun rumusnya sebagai berikut :

     

      Keterangan :

      r11       =          reliabilitas instrumen

      k          =          banyaknya butir pertanyaan

      a2t       =          varians total

      Sa2b    =          jumlah varians butir

      Dengan tingkat kepercayaan 95 persen, maka jika :

      r hitung > r tabel maka pengukuran reliabel.

      r hitung £  r tabel maka pengukuran  tidak reliabel

Kuesioner Komitmen organisasi

  

Variabel

Dimensi

Indikator

Komitmen organisasi

kelekatan afektif inidividu

1.        ikatan emosional terhadap organisasi

2.        Ikatan psikologis terhadap organisasi

kerugian yang diterima individu ketika meninggalkan organisasi

3.        membutuhkan organisasi tersebut

4.        Mendapatkan keuntungan dari organisasi tersebut

kesetiaan individu

5.        memiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi

6.        merasa memiliki kewajiban

Kuesioner Kemampuan Kerja

  

Variabel

Dimensi

Indikator

Kemampuan Kerja

Kemampuan Teknis

1.      kemampuan untuk menggunakan pengetahuan

 

 

2.      kemampuan untuk menggunakan metode

 

 

3.      kemampuan untuk menggunakan teknis

 

 

4.      kemampuan untuk menggunakan peralatan

 

Kemampuan Sosial

5.      kemampuan dalam bekerja dengan melalui motivasi orang lain

 

 

6.      Kemampuan untuk memberikan kepemimpinan yang efektif

 

Kemampuan Konseptual

7.      kemampuan memahami kompleksitas organisasi secara menyeluruh

 

 

8.      Kemampuan seseorang bertindak sesuai dan selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh

 

kuesioner Gaya Kepemimpinan Situasional

  

Variabel

Dimensi

Indikator

Gaya Kepemimpinan Situasional

Mendelegasikan

1.      memainkan peran directive yang tinggi

2.      memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu

3.      Tidak mengurangi intensitas hubungan sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan

Menjual

4.      pemimpin harus mampu mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah.

5.      memproporsikan struktur tugas dengan tanggungjawab karyawan

6.      manajer harus menemukan masalah-masalah yang dihadapi karyawan

7.      manajer harus menemukan hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi

Menggalang partisipasi

8.      mendorong dan memudahkan partisipasi oleh orang lain dalam membuat keputusan-keputusann yang tidak dibuat oleh pemimpin itu sendiri

9.      pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan mendukung usaha-usaha yang dilakukan para bawahan atau pengikutnya

10.  mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan

Mengarahkan

11.  pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan

12.  Pemimpin memperkenankan bawahan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan

 

 

Pengaruh Kemampuan kerja terhadap komitmen organisasi

 Kemampuan adalah sifat yang di bawa sejak lahir/dipelajari yang memungkinkan seseorang menyelesaikan tugasnya. Kemampuan menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan tugas/pekerjaan (Gibson, 2009)

Penelitian mengenai pengaruh Kemampuan kerja terhadap komitmen organisasi pernah dilakukan oleh Anis Eliyana et al (2012) yaitu kemampuan kerja secara signifikan berpengaruh terhadap komitmen organisasi.

Pengaruh Gaya kepemimpinan situasional terhadap komitmen organisasi

 Harsey dan Blanchard (2005) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan sebagai pola perilaku yang dilakukan seseorang pada waktu berusaha mempengaruhi aktivitas orang lain, seperti yang dipersepsikan orang lain yang dipengaruhinya.

Penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi pernah dilakukan oleh Desyanty (2010) yaitu Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi karyawan adalah positif dan signifikan.

Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap kinerja

 Menurut Iverson (2007) komitmen organisasi dalah prediktor terbaik dalam perubahan dibandingkan dengan kepuasan kerja, dimana karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan mengerahkan usaha lebih dalam proyek perubahan.

Penelitian mengenai pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja pernah dilakukan oleh Hueryren Yeh et al (2012) yaitu komitmen organisasi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Pengaruh Kemampuan kerja terhadap kinerja

 

Tidak ada satu cara terbaik untuk mempengaruhi perilaku orang-orang, semua terbaik menurut kondisi yang ada. Dengan demikian gaya kepemimpinan situasional menitikberatkan penyesuaian antara gaya kepemimpinan dengan kondisi yang berbeda (Hersey dan Blanchard, 2005).

Penelitian mengenai pengaruh Kemampuan kerja terhadap kinerja pernah dilakukan oleh Atya Nur Aisha et al (2013) yaitu kemampuan kerja secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Pengaruh Gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja

  

Tidak ada satu cara terbaik untuk mempengaruhi perilaku orang-orang, semua terbaik menurut kondisi yang ada. Dengan demikian gaya kepemimpinan situasional menitikberatkan penyesuaian antara gaya kepemimpinan dengan kondisi yang berbeda (Hersey dan Blanchard, 2005).

Penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja pernah dilakukan oleh Ridwan (2012) yaitu Pengaruh gaya kepemimpinan situasional, yang dalam hal ini terdiri dari perilaku instruksi, perilaku konsultasi, perilaku partisipasi dan perlaku  delegasi semuanya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kinerja karyawan

Dimensi Dalam Komitmen Organisasi

 

Allen dan Meyer (1997) menyatakan bahwa organisasi merefleksikan tiga komponen utama yaitu:

  1. kelekatan afektif inidividu (affective commitment)

Komitmen Afektif (affective commitment), terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment) atau psokologis terhadap organisasi

  1. kerugian yang diterima individu ketika meninggalkan organisasi (continuance commitmen)

Komitmen Kontinu (continuance commitment), muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Dengan kata lain, karyawan tersebut tinggal di organisasi itu karena dia membutuhkan organisasi tersebut

  1. kesetiaan individu (normative commitment).

kesetiaan individu (normative commitment) timbul dari nilai-nilai diri karyawan.  Karyawan bertahan menjadi anggota suatu organisasi karena memiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan.  Jadi, karyawan tersebut tinggal di organisasi itu karena dia merasa berkewajiban untuk itu. 

Tiga tipe komitmen organisasi yang dijelaskan mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan organisasi memiliki bahwa karyawan akan tetap berada dalam organisasi tersebut. Komitmen organisasi dipercaya akan memunculkan kontribusi positif dalam diri karyawan. Karywan yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan tetap tinggal dalam organisasi, bekerja secara rutin dan fuulday, melindungi asset-aset organisasi dan mempercayai tujuan organisasi yang akan diraih.

 

Pengertian Komitmen Organisasi

 

Komitmen organisasi merupakan perwujudan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan pekerja dengan organisasi dan memiliki implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan keanggotaannya dalam organisasi (Allen and Meyer, 1997). Komitmen organisasi menekankan derajat keberpihakan identitas diri personil pada tujuan organisasi tertentu dalam hasrat untuk memelihara keanggotaanya pada organisasi (Robbins, 2008). Keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi serta kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi (Lee, Walsh and Mowday, 2000).

Menurut Iverson (2007) komitmen organisasi dalah prediktor terbaik dalam perubahan dibandingkan dengan kepuasan kerja, dimana karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan mengerahkan usaha lebih dalam proyek perubahan (Julita dan Rafaei, 2010). Lanjutnya Becker menyatakan komitmen organisasi adalah variabl criterion dalam mengukur dampak perubahan organisasi dikarenakan adanya hubungan yang kuat antara karyawan dengan organisasi (Julita dan Rafaei, 2010)

Komitmen organisasi merupakan tingkat sampai sejauh mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Seringkali, komitmen organisasional diartikan secara individu dan berhubungan dengan keterlibatan orang tersebut pada organisasi tersebut (Ikhsan dan M Ishak, 2005). 

Uraian diatas menunjukkan bahwa pengertian dari komitmen organisasi adalah keberpihakan karyawan pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut

Dimensi Dalam Kemampuan Pegawai

 

Menurut Gondokusumo (2000)., pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan pendidikan, sedangkan ketrampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan digunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat. Berkaitan dengan konsep kemampuan, keterampilan atau keahlian pegawai, Hersey dan Blanchard (2005) mengemukakan ada tiga jenis kemampuan dasar yang harus dimiliki, baik sebagai manajer maupun sebagai pelaksana, antara lain :

  1. Kemampuan Teknis (Technical Skill) meliputi kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metode, teknis dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan training.
  2. Kemampuan Sosial (Social Skill) meliputi kemampuan dalam bekerja dengan melalui motivasi orang lain yang mencakup pemahaman tentang motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif.
  3. Kemampuan Konseptual (Conceptual Skill) merupakan kemampuan memahami kompleksitas organisasi secara menyeluruh. Kemampuan itu memungkinkan seseorang bertindak sesuai dan selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh daripada hanya atas dasar dengan tujuan dan keutuhan kelompok sendiri

Pengertian Kemampuan Pegawai

 

Kemampuan adalah sifat yang di bawa sejak lahir/dipelajari yang memungkinkan seseorang menyelesaikan tugasnya (Gibson, 2009). Kemampuan menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan tugas/pekerjaan (Gibson, 2009). Kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugasnya merupakan perwujudan dari pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki.

Menurut Gibson (2007), kemampuan fisik dan mental yang dimulai orang untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Snell (2010) mengemukakan  apabila kemampuan karyawan rendah akan  menggunakan waktu dari usaha yang lebih besar dari pada karyawan yang berkemampuan tinggi untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Sebagai upaya meningkatkan produktifitas kerja, para pegawai untuk memperoleh prestasi yang tinggi selain dibutuhkan perubahan (change) yang tidak kalah  pentingnya adalah menggerakkan bawahan

Pelaksanaan Gaya Kepemimpinan Situasional

 

Secara umum maka pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional tersebut sangat dipengaruhi kondisi organisasi itu sendiri. Dalam pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional merupakan gabungan dari berbagai gaya kepemimpinan yang telah ada. Oleh karenanya dalam uraian bentuk pelaksanaan kepemimpinan situasional merupakan uraian yang memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk pelaksanaan gaya kepemimpinan lainnya. Bentuk-bentuk pelaksanaan gaya kepemimpinan tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan.

Ada empat respon kepemimpinan dalam mengelola kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan, yaitu mengarahkan, menjual, menggalang partisipasi dan mendelegasikan. Selanjutnya menurut Harsey dan Blanchard (2005) merumuskan ada 4 perilaku dasar kepemimpinan situasional, yaitu:

  1. Mengarahkan (telling)

Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat dan komitmenya. Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey and Blancard menyarankan agar manajer memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, tanpa mengurangi intensitas hubungan sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan.

  1. Menjual (selling)

Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas, takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan struktur tugas dengan tanggungjawab karyawan. Selain itu, manajer harus menemukan hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi, serta masalah-masalah yang dihadapi karyawan.

Pada kondisi karyawan sudah mulai mampu mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik, akan memicu perasaan timbulnya over confident. Kondisi ini, memungkinkan karyawan menghadapi permasalahan baru yang muncul. Masalah-masalah baru yang muncul tersebut, seringkali menjadikannya putus asa. Oleh karena itu, setelah memberikan pengarahan, manajer harus memerankan gaya menjual yaitu ketika si pemimpin harus mampu mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah.

  1. Menggalang partisipasi (participation)

Gaya kepemimpinan partisipasi adalah respon manajer yang harus diperankan ketika tingkat kemampuan karyawan akan tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab, karena ketidakmauan atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab seringkali disebabkan karena kurang keyakinan. Respon tersebut berupa upaya pemimpin untuk mendorong dan memudahkan partisipasi oleh orang lain dalam membuat keputusan-keputusan yang tidak dibuat oleh pemimpin itu sendiri. Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan (Yukl, 1998). Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan mendukung usaha-usaha yang dilakukan para bawahan atau pengikutnya.

 

 

  1. Mendelegasikan (delegating)

Pada unsure gaya kepemimpinan situasional delegasi ini maka pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap karyawan sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah.

Berdasarkan uraian tersebut maka bentuk pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional adalah gaya pemimpin yang mampu menerapkan gayanya agar sesuai dengan situasi tertentu. Selanjutnya pimpinan perlu mempertimbangkan setiap situasi khusus dalam rangka memahami gaya mana yang lebih tepat untuk diterapkan. Dalam penelitian ini akan menggunakan empat perilaku dasar dalam gaya kepemimpinan situasional di atas yaitu uraian dimensi kepemimpinan situasional berdasarkan Harsey dan Blanchard (2005).

Gaya Kepemimpinan Situasional

 Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan  mempengaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya.

Menurut Purwanto (2000) gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan. Dikemukakan  pula bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh karenanya diperlukan sebuah usaha untuk menselaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya

Demikian pula yang dikemukakan oleh Davis (1985) bahwa gaya kepemimpinan  adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh para pegawainya. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik.  Pendapat senada dikeluarkan oleh Harsey dan Blanchard (2005) bahwa gaya kepemimpinan sebagai “pola perilaku yang dilakukan seseorang pada waktu berusaha mempengaruhi aktivitas orang lain, seperti yang dipersepsikan orang lain yang dipengaruhinya”. Sedangkan pengertian gaya kepemimpinan menurut Nawawi (2003) adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya.

Gaya kepemimpinan situasional secara khusus dihubungkan dengan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Misalkan tuntutan iklim organisasi, harapan, kemampuan atasan dan bawahan serta tingkat kematangan dan kesiapan bawahannya. Dengan demikian melalui pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional diharapkan dapat mendorong semangat kerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya dengan baik. Menurut Hersey dan Blanchard (2005) teori situasional ini berfokus pada karakteristik kematangan bawahan sebagai kunci pokok situasi yang menentukan keefektifan perilaku seorang pemimpin. Situasi ini akhirnya menuntut pemimpin untuk mengajak peran serta bawahan agar mau berpartisipasi secara aktif sehingga secara perlahan-lahan motivasi mereka akan berkembang dengan optimal. (Suyanto, 2009).

Oleh karenanya tidak ada satu cara terbaik untuk mempengaruhi perilaku orang-orang. Semua terbaik menurut kondisi yang ada. Dengan demikian gaya kepemimpinan situasional menitikberatkan penyesuaian antara gaya kepemimpinan dengan kondisi yang berbeda (Hersey dan Blanchard, 2005). Dalam pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional tersebut maka seorang pemimpin atau manajer harus menyesuaikan responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini, respon seorang manajer dalam perilaku kepemimpinannya memberikan sejumlah pengarahan dan dukungan yang bersifat sosioemosional.

Salah satu faktor utama yang menjadi bahan pertimbangan gaya kepimpinan adalah tingkat kematangan karyawan. Tingkat kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan perilakunya dalam bentuk kemauan.  Konsep ini disebut dengan kematangan psikologis. Di samping itu terdapat pula pengaruh dari kematangan pekerjaan yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan. Karyawan yang memiliki kematangan pekerjaan tinggi dalam bidang tertentu memiliki pengetahuan, kemampuan dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari orang lain. Melalui dua bentuk kematangan yaitu kematangan psikologi dan kematangan pekerjaan maka terdapat empat jenis karyawan, yaitu: (1) karyawaan yang tidak mampu dan tidak mau, (2) karyawaan yang tidak mampu, tetapi mau, (3) karyawaan yang mampu, tetapi tidak mau, (4) karyawan yang mampu dan mau Hersey and Blancard (2005).

Kematangan pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan. Orang-orang yang memiliki kematangan pekerjaan yang tinggi dalam bidang tertentu memiliki pengetahuan, kemampuan dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari orang lain. Kematangan piskologis dikaitkan dengan kemauan atau motivasi untuk melakukan sesuatu. Hal ini erat kaitannya dngan rasa yakin dan keikatan. Oaring-orang yang sangat matang karena psikolos akan memiliki tanggung jawab sehingga memiliki keyakinan maupu melakukan dan menanggung pekerjaan tersebut (Hersey and Blancard 2005).

Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

 

Dalam berbagai penelitian serta pernyataan ahli diketahui beberapa faktor yang dapat diidentifikasi dapat mempengaruhi kinerja. Diantaranya faktor yang diidentifikasi mempengaruhi kinerja adalah gaya kepemimpinan situasional. Suranta (2002) dan Tampubolon (2007) telah meneliti pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja, menyatakan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini dikarenakan gaya kepemimpinan sesuai akan mendorong pegawai untuk memberikan hasil kerja terbaik sehingga berujung pada peningkatan kinerja.

Faktor kemampuan pegawai juga diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Gibson (2007) berpendapat bahwa kemampuan merupakan salah satu faktor perpaduan disamping motivasi yang membentuk kinerja sumber daya manusia. Snell dan Bohlander (2010) mengemukakan  apabila kemampuan karyawan rendah akan menggunakan waktu dari usaha yang lebih besar dari pada karyawan yang  berkemampuan tinggi  untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sehingga menghasilkan kinerja yang rendah. Demikian pula sebaliknya apabila kemampuan karyawan tinggi akan mampu menyelesaikan tugas lebih banyak dan menghasilkan kinerja yang tinggi.

Komitmen organisasi juga di identifikasi menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Hal ini ditunjukkan melalui penelitian Karina (2013) bahwa hasil perhitungan korelasi adalah adanya hubungan yang kuat antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Hasil perhitungan analisis regresi sederhana diketahui bahwa komitmen organisasi mempengaruhi kinerja sebesar 44,1%. Demikian pula dengan hasil penelitian Khairun Rozikin (2012) yang menyatakan bahwa pengaruh yang positif dan signifikan antara Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT Perkebunan Nusantara IV (persero) Medan Unit Kebun Pabatu sebesar 60,3% artinya variabel kinerja karyawan dalam penelitian ini dapat dijelaskan oleh variabel komitmen organisasi sebesar 60,3%.

Pengukuran Kinerja Pegawai

 

Pada umumya, organisasi atau perusahaan telah memiliki sarana-sarana formal dan informal untuk menilai kinerja pegawainya. Penilaian kinerja sebenarnya merupakan bentuk dari prosedur kerja dan apa saja yang mengarah kepada penetapan standar kerja. Penilaian kerja aktual dalam hubungannya dengan standar-standar yang telah ditetapkan, serta memberikan umpan balik kepada pegawai yang dalam hal ini pegawai bisa belajar seberapa besar kinerja mereka melalui sarana infromasi, seperti komentar yang baik dari atasan atau mitra kerja dengan tujuan untuk membangkitkan motivasi kerja mereka, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja mereka.

Pemilihan metode penilaian kinerja sangat dipengaruhi oleh ukuran organisasi, skala bisnis dan tingkat kompleksitasnya. Hasibuan, (2007) menerangkan bahwa secara umum metode penilaian prestasi pegawai dapat dikelompokan atas metode tradisional dan modern yaitu:

  1. Metode Tradisional.
  • Rating scale, penilaian dilakukan oleh atasan untuk mengukur karakteristik seorang pegawai misalnya inisiatif, kematangan, ketergantungan dan kontribusinya terhadap tujuan tim kerjanya.
  • Employee comparation, penilaian dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pekerja dengan pekerja lainnya. Metode ini terbagi atas:
  1. Alternation ranking, yaitu mengurutkan peringkat pegawai dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi.
  2. Paired ranking, dilakukan dengan cara membandingkan seorang pegawai dengan seluruh pegawai lainnya.
  3. Forced comparation (grading). Pada metode ini suatu definisi yang jelas untuk setiap kategori telah ditentukan. Kategori pegawai misalnya, adalah baik sekali, memuaskan dan kurang Kinerja dari setiap pegawai kemudian dibandingkan dengan definisi masing-masing kategori. Kadang-­kadang metode ini diubah dengan menjadi penilaian dengan distribusi yang dipaksakan, misalnya 10% pegawai harus masuk ke dalam kategori tertinggi, 20 % masuk kedalam kelompok baik, 40% masuk ke dalam kelompok cukup baik, 20% masuk kedalam kelompok sedang dan 10% masuk kedalam kelompok kurang baik.
  4. Check list. Dalam metode ini penilai hanya memberikan masukan bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian kepegawaian. Penentuan bobot nilai, indeks nilai dan kebijakan selanjutnya ditetapkan oleh bagian
  5. Freeform essay. Dengan metode ini penilai membuat karangan /deskripsi berkenaan dengan pegawai yang dinilainya.
  6. Critical incident. Dengan metode ini, penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian membandingkan dengan kategori standar yang telah ditetapkan. Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama,
  7. Metode Modern, diantaranya:
  • Management by Objective (MBO). Pendekatan ini dimulai dengan penetapan tujuan atau sasaran kinerja untuk periode penilaian yang akan datang. Kemudian atasan dan bawahan menetapkan suatu strategi yang tepat untuk mencapai sasaran tersebut.
  • Metode Skala Rating Grafik. Metode ini terdiri dari deskripsi kinerja yang dinilai dengan suatu skala.
  • Metode Skala Rating Perilaku. Metode ini merupakan pengembangan skala rating grafik dengan menekankan pada kriteria perilaku secara spesifik yang memungkinkan atasan memberikan umpan balik.

Sementara itu para ahli lain sebagaimana halnya Karjantoro (2004) mengemukakan bahwa :

" Untuk organisasi-organisasi yang berukuran kecil dengan skala bisnis dan tigkat kompleksitasnya tidak tinggi dapat menggunakan metode ranking baik langsung, alternatif  maupun berpasangan. Sedangkan metode penilaian untuk organisasi yang besar dengan skala bisnis dan kompleksitasnya tinggi yaitu : (a) metode skala rating grafic, (b) metode skala rating perilaku, dan (c) Management by Objective (MBO)".

Dalam menerapkan sistem penilaian prestasi pegawai di setiap perusahaan secara umum metodenya berlain-lainan, meskipun bidang usahanya relatif sama. Hal ini sebenarnya tidak mengherankan, karena setiap pakar SDM dalam merumuskan tentang metode penilaian kerja juga beragam. Selain itu yang melatarbelakangi pemilihan metode yang berbeda-beda tersebut adalah adanya perbedaan karakteristik baik dari penilai, pegawai yang dinilai maupun perbedaan budaya yang dianut oleh perusahaan.

Menurut Nawawi, metode penilaian pegawai adalah relatif sama dengan metode dalam penyusunan analisa jabatan. Perbedaannya adalah dari obyek serta kegunaan hasil penelitian, materi yang diungkapkan serta waktu pelaksanaan dalam penyusunannya. Hasil dari setiap penilaian pegawai dapat dikelompokkan dalam tiga hal; pertama, data karakteristik pekerja; kedua, data nilai tindakan atau perilaku dalam bekerja; ketiga, data hasil kerja.

Adapun jenis-jenis metode penilaian pegawai (H. Nawawi, 1997) adalah sebagai berikut : (1) metode uraian ringkas yang dilakukan dengan cara meminta/memerintahkan kepada pekerja yang dinilai untuk menguraikan secara ringkas mengenai segala sesuatu yang telah dikerjakannya selama suatu jangka waktu tertentu, (2) metode rangking, yang dilakukan dengan menetapkan aspek-aspek yang hendak dinilai, yang diartikan bahwa semakin tinggi angkanya menunjukkan gejala yang dinilai semakin baik atau semakin efektif, dan sebaliknya, (3) metode daftar perilaku (check list), yang berisi sejumlah perilaku yang harus dilaksanakan dalam bekerja menurut pembidangan masing-masing di lingkungan sebuah perusahaan, (4) metode distribusi, untuk mengetahui semua aspek dalam kemampuan pekerja secara individual dengan menempatkannya di dalam grafik untuk mengetahui posisinya dalam sebaran/distribusi kurve normal, atau kurve yang miring ke kanan (positif) atau kurve yang miring ke kiri (negatif), (5) metode grafik skala nilai, yang menggabungkan antara metode skala nilai dengan metode sebaran kemampuan dalam bekerja, (6) metode pencatatan kejadian penting, yang dilaksanakan dengan menyediakan lembaran kertas kosong untuk mencatat sewaktu-waktu pelaksanaan pekerjaan oleh seorang dan setiap pekerja, yang menunjukkan kelebihan atau kekurangannya, (7) metode yang berorientasi pada hasil (management by objective/MBO), yang dilakukan dengan membandingkan antara hasil yang dicapai selama suatu periode tertentu, dan (8) metode penyusunan dan review perencanaan pekerjaan,  yang berfokus pada proses, tidak pada hasil sasaran dan cenderung pada penerapan manajemen pengendalian mutu terpadu etau total quality managernent (TQM).

Dimensi Dalam Kinerja Pegawai

 Sedarmayanti. (2004) mengemukakan bahwa sistem penilaian kinerja mempunyai dua elemen pokok, yakni :

  1. Spesifikasi pekerjaan yaang harus dikerjakan oleh bawahan dan criteria yang memberikan penjelasan bagaimana kinerja yang baik (good performance) dapat dicapai, sebagai contoh : anggaran operasi, target produksi tertentu dan sebagainya.
  2. Adanya mekanisme untuk pengumpulan informasi dan pelaporan mengenai cukup tidaknya perilaku yang terjadi dalam kenyataan dibandingkan dengan kriteria yang berlaku sebagai contoh laporan bulanan manager dibandingkan dengan anggaran dan realisasi kinerja (budgeted and actual performance) atau tingkat produksi dibandingkan dengan angka penunjuk atau meteran suatu mesin.

Penilaian kinerja dapat terjadi dalam dua cara, secara informal dan secara sistimatis (Mathis dan Jackson, 2006). Penilaian informal dapat dilaksanakan setiap waktu dimana pihak atasan merasa perlu. Hubungan sehari-hari antara manajer dan karyawan memberikan kesempatan bagi kinerja karyawan untuk dinilai. Penilaian sistimatis digunakan ketika kontak antara manajer dan karyawan bersifat formal,dan sistemnya digunakan secara benar dengan melaporkan kesan dan observasi manajerial terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan bagian integral dari proses penilaian yang meliputi : penerapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat perubahan, terbatas waktu, adanya pengarahan dan dukungan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan.

Dharma, (2009) menyatakan bahwa hampir seluruh cara penilaian kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.

  1. Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan
  2. Kualitas yaitu mutu yang dihasilkan
  3. Ketepatan waktu  yaitu  sesuai  atau  tidaknya  dengan  waktu  yang  telah direncanakan.

Selanjutnya  Simamora,  (2006)  menyatakan  bahwa  :  “Penilaian  kinerja seyogyanya  tidak dipahami secara sempit, tetapi dapat menghasilkan beraneka ragam jenis kinerja yang diukur melalui berbagai cara.  Kuncinya adalah dengan sering  mengukur  kinerja  dan  menggunakan  informasi  tersebut  untuk  koreksi pertengahan periode”. Mitchell  (dalam  Sedarmayanti,  2004)  menyatakan  bahwa  :  “kinerja meliputi beberapa aspek, sebagai berikut.

  1. Quality of work (kualitas kerja)

Kualitas kerja lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada perusahaan atau standar pencapaian hasil akhir dari pegawai yang ada di perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen.

  1. Promptness (ketepatan)

Ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian ketepatan waktu atau  disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi.

  1. Initiative (inisiatif)

Inisiatif berarti usaha sendiri, langkah awal, ide baru. Berinisiatif berarti mengembangkan dan memberdayakan sektor kreatifitas daya pikir manusia, untuk merencanakan idea atau buah pikiran menjadi konsep yang baru yang pada gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan bermanfaat.

  1. Capability (kemampuan)

Kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kemampuan merupakan salah satu hal yang harus dimiliki dalam jenjang apapun karena kemampuan memiliki kepentingan tersendiri dan sangat penting untuk dimiliki oleh pegawai.

  1. Communication (komunikasi)

Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja. Hal ini mudah dipahami sebab komunikasi yang tidak baik bisa mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi , misalnya konflik antar pegawai, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja.

Sedangkan  Simamora,  (2004)  menyatakan  bahwa  kinerja  karyawan sesungguhnya dinilai atas lima dimensi.

  1. Mutu

Mutu pekerjaan yang dihasilkan berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan (quality of work)

  1. Kuantitas

Jumlah pekerjaan yang mampu dilakukan dalam suatu periode waktu yang telah ditentukan (quantity of work)

  1. Penyelesaian proyek

Penyelesaian pekerjaan yang dibebankan sesuai waktu yang telah ditetapkan (time of work).

  1. Kerjasama

Kesadaran untuk bekerja sama dengan unit kerja masing-masing (cooperation) 

  1. Kepemimpinan

Kemampuan untuk mendelegasikan tugas serta mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan.

Menurut Hasibuan (2007), unsur-unsur yang dinilai pada penilaian prestasi kerja adalah:

  1. Kesetiaan

Penilai mengukur kesetiaan pegawai terhadap pekerjaannya, jabatannya, dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan pegawai menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab.

  1. Prestasi kerja

Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan pegawai tersebut dari uraian pekerjaannya.

  1. Kejujuran

Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada para bawahannya.

  1. Kedisiplinan

Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.

  1. Kreativitas

Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih efektif.

  1. Kerjasama

Penilai menilai kesediaan pegawai berpartisipasi dan bekerjasama dengan pegawai lainnnya secara vertikal atau horizontal di dalam maupun di luar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.

  1. Kepemimpinan

Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.

  1. Kepribadian

Penilai menilai pegawai dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai, memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, dan lain-lain.

  1. Prakarsa

Penilai menilai kemampuan berpikir yang logis dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya.

  1. Kecakapan

Penilai menilai kecakapan pegawai dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen.

  1. Tanggung jawab

Penilai menilai kesediaan pegawai dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan(DP3). Dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan unsur-unsur yang dinilai adalah :

  1. Kesetiaan;

Yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah kesetiaan, ketaatan dan pengabdian kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah. Pada umumnya yang dimaksud dengan kesetiaan adalah tekad dan kesanggupan mentaati melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang disertai dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam perbuatan dalam melaksanakan tugasnya.

  1. Prestasi kerja

Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya, prestasi kerja seorang Pegawai Negeri Sipil antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman dan kesungguhan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

  1. Tanggung jawab

Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.

  1. ketaatan

ketaatan adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil, untuk mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.

 

 

 

  1. kejujuran

Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang diberikan kepadanya.

  1. Kerjasama

Kerjasama, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya.

  1. Prakarsa

Prakarsa, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan.

  1. Kepemimpinan

Kepemimpinan, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok

Pengertian Kinerja Pegawai

 Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu (Byars: 2004). Pendapat lain, kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut criteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan dalam suatu pekerjaan (Robbins,  2008).  Pengertian kinerja menurut Hani Handoko (2005) adalah hasil yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi. Menurut Byars (2004) berpendapat kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan  dalam situasi tertentu.

Menurut Simamora (2004), kinerja adalah kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk pekerjaan karyawan dan merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Sedangkan Mathis dan Jackson (2006) menjelaskan bahwa kinerja adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Selain itu Mathis dan Jackson (2006) menjelaskan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan tersebut, tingkat usaha yang dicurahkan dan dukungan organisasi yang diterimanya. Menurut Saydam (2008), penilaian kinerja merupakan proses kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan perkerjaan atas kinerja seorang pegawai. Ia sering pula disebut dengan penilaian pegawai (employee appraisal) atau evaluasi pegawai (employee evaluation).

Monday, February 27, 2023

Gaya Kepemimpinan Situasional

 

Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan  mempengaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya.

Menurut Purwanto (2000) gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan. Dikemukakan  pula bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh karenanya diperlukan sebuah usaha untuk menselaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya

Demikian pula yang dikemukakan oleh Davis (1985) bahwa gaya kepemimpinan  adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh para pegawainya. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik.  Pendapat senada dikeluarkan oleh Harsey dan Blanchard (2005) bahwa gaya kepemimpinan sebagai “pola perilaku yang dilakukan seseorang pada waktu berusaha mempengaruhi aktivitas orang lain, seperti yang dipersepsikan orang lain yang dipengaruhinya”. Sedangkan pengertian gaya kepemimpinan menurut Nawawi (2003) adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya.

Gaya kepemimpinan situasional secara khusus dihubungkan dengan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Misalkan tuntutan iklim organisasi, harapan, kemampuan atasan dan bawahan serta tingkat kematangan dan kesiapan bawahannya. Dengan demikian melalui pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional diharapkan dapat mendorong semangat kerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya dengan baik. Menurut Hersey dan Blanchard (2005) teori situasional ini berfokus pada karakteristik kematangan bawahan sebagai kunci pokok situasi yang menentukan keefektifan perilaku seorang pemimpin. Situasi ini akhirnya menuntut pemimpin untuk mengajak peran serta bawahan agar mau berpartisipasi secara aktif sehingga secara perlahan-lahan motivasi mereka akan berkembang dengan optimal. (Suyanto, 2009).

Faktor yang Mepengaruhi Kinerja Pegawai

 

Dalam berbagai penelitian serta pernyataan ahli diketahui beberapa faktor yang dapat diidentifikasi dapat mempengaruhi kinerja. Diantaranya faktor yang diidentifikasi mempengaruhi kinerja adalah gaya kepemimpinan situasional. Suranta (2002) dan Tampubolon (2007) telah meneliti pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja, menyatakan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini dikarenakan gaya kepemimpinan sesuai akan mendorong pegawai untuk memberikan hasil kerja terbaik sehingga berujung pada peningkatan kinerja.

Faktor kemampuan pegawai juga diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Gibson (2007) berpendapat bahwa kemampuan merupakan salah satu faktor perpaduan disamping motivasi yang membentuk kinerja sumber daya manusia. Snell dan Bohlander (2010) mengemukakan  apabila kemampuan karyawan rendah akan menggunakan waktu dari usaha yang lebih besar dari pada karyawan yang  berkemampuan tinggi  untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sehingga menghasilkan kinerja yang rendah. Demikian pula sebaliknya apabila kemampuan karyawan tinggi akan mampu menyelesaikan tugas lebih banyak dan menghasilkan kinerja yang tinggi.

Komitmen organisasi juga di identifikasi menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Hal ini ditunjukkan melalui penelitian Karina (2013) bahwa hasil perhitungan korelasi adalah adanya hubungan yang kuat antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Hasil perhitungan analisis regresi sederhana diketahui bahwa komitmen organisasi mempengaruhi kinerja sebesar 44,1%. Demikian pula dengan hasil penelitian Khairun Rozikin (2012) yang menyatakan bahwa pengaruh yang positif dan signifikan antara Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT Perkebunan Nusantara IV (persero) Medan Unit Kebun Pabatu sebesar 60,3% artinya variabel kinerja karyawan dalam penelitian ini dapat dijelaskan oleh variabel komitmen organisasi sebesar 60,3%.

Pengukuran Kinerja Pegawai

 

Pada umumya, organisasi atau perusahaan telah memiliki sarana-sarana formal dan informal untuk menilai kinerja pegawainya. Penilaian kinerja sebenarnya merupakan bentuk dari prosedur kerja dan apa saja yang mengarah kepada penetapan standar kerja. Penilaian kerja aktual dalam hubungannya dengan standar-standar yang telah ditetapkan, serta memberikan umpan balik kepada pegawai yang dalam hal ini pegawai bisa belajar seberapa besar kinerja mereka melalui sarana infromasi, seperti komentar yang baik dari atasan atau mitra kerja dengan tujuan untuk membangkitkan motivasi kerja mereka, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja mereka.

Pemilihan metode penilaian kinerja sangat dipengaruhi oleh ukuran organisasi, skala bisnis dan tingkat kompleksitasnya. Hasibuan, (2007) menerangkan bahwa secara umum metode penilaian prestasi pegawai dapat dikelompokan atas metode tradisional dan modern yaitu:

  1. Metode Tradisional.
  • Rating scale, penilaian dilakukan oleh atasan untuk mengukur karakteristik seorang pegawai misalnya inisiatif, kematangan, ketergantungan dan kontribusinya terhadap tujuan tim kerjanya.
  • Employee comparation, penilaian dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pekerja dengan pekerja lainnya. Metode ini terbagi atas:
  1. Alternation ranking, yaitu mengurutkan peringkat pegawai dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi.
  2. Paired ranking, dilakukan dengan cara membandingkan seorang pegawai dengan seluruh pegawai lainnya.
  3. Forced comparation (grading). Pada metode ini suatu definisi yang jelas untuk setiap kategori telah ditentukan. Kategori pegawai misalnya, adalah baik sekali, memuaskan dan kurang Kinerja dari setiap pegawai kemudian dibandingkan dengan definisi masing-masing kategori. Kadang-­kadang metode ini diubah dengan menjadi penilaian dengan distribusi yang dipaksakan, misalnya 10% pegawai harus masuk ke dalam kategori tertinggi, 20 % masuk kedalam kelompok baik, 40% masuk ke dalam kelompok cukup baik, 20% masuk kedalam kelompok sedang dan 10% masuk kedalam kelompok kurang baik.
  4. Check list. Dalam metode ini penilai hanya memberikan masukan bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian kepegawaian. Penentuan bobot nilai, indeks nilai dan kebijakan selanjutnya ditetapkan oleh bagian
  5. Freeform essay. Dengan metode ini penilai membuat karangan /deskripsi berkenaan dengan pegawai yang dinilainya.
  6. Critical incident. Dengan metode ini, penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian membandingkan dengan kategori standar yang telah ditetapkan. Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama,
  7. Metode Modern, diantaranya:
  • Management by Objective (MBO). Pendekatan ini dimulai dengan penetapan tujuan atau sasaran kinerja untuk periode penilaian yang akan datang. Kemudian atasan dan bawahan menetapkan suatu strategi yang tepat untuk mencapai sasaran tersebut.
  • Metode Skala Rating Grafik. Metode ini terdiri dari deskripsi kinerja yang dinilai dengan suatu skala.
  • Metode Skala Rating Perilaku. Metode ini merupakan pengembangan skala rating grafik dengan menekankan pada kriteria perilaku secara spesifik yang memungkinkan atasan memberikan umpan balik.

Sementara itu para ahli lain sebagaimana halnya Karjantoro (2004) mengemukakan bahwa :

" Untuk organisasi-organisasi yang berukuran kecil dengan skala bisnis dan tigkat kompleksitasnya tidak tinggi dapat menggunakan metode ranking baik langsung, alternatif  maupun berpasangan. Sedangkan metode penilaian untuk organisasi yang besar dengan skala bisnis dan kompleksitasnya tinggi yaitu : (a) metode skala rating grafic, (b) metode skala rating perilaku, dan (c) Management by Objective (MBO)".

Dimensi Dalam Kinerja Pegawai

 

Sedarmayanti. (2004) mengemukakan bahwa sistem penilaian kinerja mempunyai dua elemen pokok, yakni :

  1. Spesifikasi pekerjaan yaang harus dikerjakan oleh bawahan dan criteria yang memberikan penjelasan bagaimana kinerja yang baik (good performance) dapat dicapai, sebagai contoh : anggaran operasi, target produksi tertentu dan sebagainya.
  2. Adanya mekanisme untuk pengumpulan informasi dan pelaporan mengenai cukup tidaknya perilaku yang terjadi dalam kenyataan dibandingkan dengan kriteria yang berlaku sebagai contoh laporan bulanan manager dibandingkan dengan anggaran dan realisasi kinerja (budgeted and actual performance) atau tingkat produksi dibandingkan dengan angka penunjuk atau meteran suatu mesin.

Penilaian kinerja dapat terjadi dalam dua cara, secara informal dan secara sistimatis (Mathis dan Jackson, 2006). Penilaian informal dapat dilaksanakan setiap waktu dimana pihak atasan merasa perlu. Hubungan sehari-hari antara manajer dan karyawan memberikan kesempatan bagi kinerja karyawan untuk dinilai. Penilaian sistimatis digunakan ketika kontak antara manajer dan karyawan bersifat formal,dan sistemnya digunakan secara benar dengan melaporkan kesan dan observasi manajerial terhadap kinerja karyawan.

 

Dharma, (2009) menyatakan bahwa hampir seluruh cara penilaian kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.

  1. Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan
  2. Kualitas yaitu mutu yang dihasilkan
  3. Ketepatan waktu  yaitu  sesuai  atau  tidaknya  dengan  waktu  yang  telah direncanakan.

Selanjutnya  Simamora,  (2006)  menyatakan  bahwa  :  “Penilaian  kinerja seyogyanya  tidak dipahami secara sempit, tetapi dapat menghasilkan beraneka ragam jenis kinerja yang diukur melalui berbagai cara.  Kuncinya adalah dengan sering  mengukur  kinerja  dan  menggunakan  informasi  tersebut  untuk  koreksi pertengahan periode”. Mitchell  (dalam  Sedarmayanti,  2004)  menyatakan  bahwa  :  “kinerja meliputi beberapa aspek, sebagai berikut.

  1. Quality of work (kualitas kerja)

Kualitas kerja lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada perusahaan atau standar pencapaian hasil akhir dari pegawai yang ada di perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen.

  1. Promptness (ketepatan)

Ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian ketepatan waktu atau  disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi.

  1. Initiative (inisiatif)

Inisiatif berarti usaha sendiri, langkah awal, ide baru. Berinisiatif berarti mengembangkan dan memberdayakan sektor kreatifitas daya pikir manusia, untuk merencanakan idea atau buah pikiran menjadi konsep yang baru yang pada gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan bermanfaat.

  1. Capability (kemampuan)

Kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kemampuan merupakan salah satu hal yang harus dimiliki dalam jenjang apapun karena kemampuan memiliki kepentingan tersendiri dan sangat penting untuk dimiliki oleh pegawai.

  1. Communication (komunikasi)

Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja. Hal ini mudah dipahami sebab komunikasi yang tidak baik bisa mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi , misalnya konflik antar pegawai, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja.

Pengertian Kinerja Pegawai (skripsi, tesis dan disertasi)

 

Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu (Byars: 2004). Pendapat lain, kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut criteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan dalam suatu pekerjaan (Robbins,  2008).  Pengertian kinerja menurut Hani Handoko (2005) adalah hasil yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi. Menurut Byars (2004) berpendapat kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan  dalam situasi tertentu.

Menurut Simamora (2004), kinerja adalah kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk pekerjaan karyawan dan merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Sedangkan Mathis dan Jackson (2006) menjelaskan bahwa kinerja adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Selain itu Mathis dan Jackson (2006) menjelaskan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan tersebut, tingkat usaha yang dicurahkan dan dukungan organisasi yang diterimanya. Menurut Saydam (2008), penilaian kinerja merupakan proses kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan perkerjaan atas kinerja seorang pegawai. Ia sering pula disebut dengan penilaian pegawai (employee appraisal) atau evaluasi pegawai (employee evaluation).

Ruang Lingkup Komunikasi Intrapersonal (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Dalam komunikasi intrapersonal menggambarkan bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya kembali. Proses pengolahan informasi yang disebut komunikasi intrapersonal meliputi sensasi, persepsi, memori dan berpikir.1.SensasiSensasi berasal dari kata “sense” yang artinya alat pengindera, yang menghubungkan organism dengan lingkungannya. Menurut Dennis Coon, sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal. Simbolis atau konseptual dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera atau pancaindera. Kita mengelopokannya pada tiga macam indera penerima sesuai dengan sumber informasi.Adapun definisi sensasi, fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat inderalah manusiamemperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya (Lefrancois, 1974:39). (Jalaludin,2003: 49)2.PersepsiPersepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi danmenafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Sensasi adalah bagian dari

 
 
19persepsi. Persepsi juga sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional.Faktor lainnya yang mempengaruhi persepsi, yakniperhatian. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya.Menurut Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi:“Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa,atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspetasi, motivasi, dan memori (Desiderato, 1976:129)”. (Jalaludin, 2003: 51)1)Faktor Eksternal Penarik PerhatianHal ini ditentukan oleh faktor-faktor situasional personal. Faktor situasional terkadang disebut juga sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter) dan sifat-sifat yang menonjol, seperti:a.Gerakan secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerakb.Instensitas stimuli, kita akan memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain.c.Kebauran (novelty), hal-hal yang baru dan luar biasa, yang akan neda menarik perhatiand.Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali bisa disertai sedikit variasi akan menarik perhatian2)Faktor Internal Penarik PerhatianApa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderung kita melihat apa yang ingin
 kita lihat, dan mendengar apa yang ingin kita dengar. Perbedaan ini timbul dari faktor-faktor yang ada dalam diri kita. Contoh-contoh faktor yang mempengaruhi perhatian kita adalah:a.Faktor-faktor biologisb.Faktor-faktor sosiologisc.Motif sosiogenis, sikap, kemauan, dan kebiasaan mempengaruhi apa yang kita perhatikanKrech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi, menjadi empat bagian:1.Dalil persepsi yang pertama: Persepsi bersifatselektif secara fungsional. Berarti objek-objek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi kitabiasanyaobjek-objek yang memenuhi tujuan individu yangmelakukan persepsi.2.Dalil persepsi yang kedua: Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kitamengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya denganinterprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.3.Dalil persepsi yang ketiga: Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu dianggap sebagaianggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya dengan efek berupa asimilasi atau kontras.
 4.Dalil persepsi yang keempat: objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat struktural dalam mengelompokan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau balok.

Definisi Komunikasi Intrapersonal (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Sebagai makhluk rohani, kita memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri sendiri. Kita dapat membuat pemisahan antara diri kita sebagai subjek dan objek.Karena itu, kita dapat mengadakan komunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi inilah yang disebut komunikasi intrapersonal.Komunikasi tidak hanya dilakukan dengan secara kasat mata (berbincang), akan tetapi pada saat kita terdiam tanpa kita sadarai kita sedang melakukan komunikasi mungkin dengan sang pencipta maupun dengan hati nurani kita sendiri. Manusia selalu membutuhkan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya untuk mencukupi kebutuhan hidup dan untuk mencapai suatu tujuannya.Ilmu komunikasi merupakan ilmu sosial terapan dan bukan termasuk ilmu sosial murni, karena ilmu sosial tidak bersifat absolute melainkan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman serta kondisi yang sedang terjadi. Hal tersebut dikarenakan ilmu komunikasi erat kaitannya dengan tindakan dan perilaku manusia, sedangkan perilaku dan tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan maupun perkembangan zaman.Luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Joseph A Devito dalam Effendy sebagai:“Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari gangguan-gangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen-komponen sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran gangguan, proses penyampaian atau proses encoding, penerima atau proses decoding, arus balik dan efek. Unsurunsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat dinamakan kesemestaan komunikasi; unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan komunikasi, apakah itu intra-personal, antar-personal,

 
 

17kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antar budaya” (Effendy, 2005: 5)Komunikasi intrapribadi (Intrapersonal Commmunication)adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. Orang itu berperan sebagai komunikator maupun komunikan. Dia berbicaradengan dirinya sendiri, dia berdialog dengan dirinya sendiri. Dia bertanya kepada dirinya dan dijawab oleh dirinya sendiri. Memang tidak salah kalau komunikasi intrapribadi disebut melamun, tetapi jika melamun bisa mengenai segala hal misalnya melamun menjadi orang kaya. Komunikasi intrapribadi berbicara dengan diri sendiri dalam rangka berkomunikasi dengan orang lain, dan orang lain ini bisa satu orang, sekelompok orang atau masyarakat keseluruhan. Jadi sebelum berkomunikasi dengan orang lain seseorang melakukan komunikasi intrapribadi terlebih dahulu.Disaat kita sedang berbicara kepada diri kita sendiri, sedang melakukan perenungan, perencanaan, dan penilaian pada diri kita terjadi proses neuro fisiologis yang berbentuk landasan bagi tanggapan motivasi dan komunikasi kita dengan orang-orang atau faktor–faktor di lingkungan kita (Casmir, 1974: 37). Mampu berdialog dengan diri sendiri berarti mampu mengenal diri sendiri. Belajar mengenal diri sendiri berarti belajar bagaimana kita berpikir dan berasa, bagaiaman kita mengamati, menginterpretasikan dan bereaksi di lingkungan kita.Sementara itu dalam buku Trans-PerUnderstanding Human Communication, 1975; disebutkan bahwa komunikasi intrapersonal adalah proses di mana individu menciptakan pengertian. Di lain pihak Ronal L. Applbaum dalam buku Fundamental Concept in Human Communication mendefinisikan komunikasi intrapersonal sebagai komunikasi yang berlangsung dalam diri kita, ia meliputi kegiatan berbicara kepada diri

 sendiri dan kegiatan-kegiatan mengamati dan memberikan makna (intelektual dan emosional) kepada lingkungan kita. (Uchayana 1993)

Bentuk Komunikasi (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Seperti halnya definisi komunikasi, klasifikasi tipe atau bentuk komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lainnya. Klasifikasi itu didasarkan atas sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman dan bidang studinya. Menurut Hafied Cangara, ia membagi bentuk komunikasi menjadi 4 bentuk, yaitu:a.Komunikasi Dengan Diri Sendiri (Intrapersonal Communication)Komunikasi dengan diri sendiri adalah proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain proses komunikasi dengan diri sendiri.b.Komunikasi Antar Pribadi (Interpersonal Communication)Ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.c.Komunikasi Publik (Public Communication)Komunikasi public biasa disebut komunikasi pidato, komunikasi kolektif, komunikasi retorika, public speaking dan komunikasi khalayak (audience communication). Apapun sebutannya, yang dimaksud dengan komunikasi publik menunjukkan suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan disampaikan oleh pembicaradalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar.d.Komunikasi Massa (Mass Communication)Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya missal melalui alat-alat yang bersifat mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan film. (Cangara, 2012: 37)

 
 
 

Proses Komunikasi (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Menurut Onong Uchjana Effendy, proses komunikasi dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni:1.Proses komunikasi secara primer, proses ini adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.2.Proses komunikasi secara sekunder, adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seseorang menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. (Effendy, 2007:11-16)Proses yang dijalani memiliki suatu karakteristik dari komunikasi tersebut, seperti halnya karakteristik komunikasi dibawah ini.

 
 
 

Proses Komunikasi (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Menurut Onong Uchjana Effendy, proses komunikasi dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni:1.Proses komunikasi secara primer, proses ini adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.2.Proses komunikasi secara sekunder, adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seseorang menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. (Effendy, 2007:11-16)Proses yang dijalani memiliki suatu karakteristik dari komunikasi tersebut, seperti halnya karakteristik komunikasi dibawah ini.

 
 
 

Fungsi-Fungsi Komunikasi (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, sehingga komunikasi itu sendiri memiliki fungsi-fungsi dalam kehidupan manusia.

 Maka menurut Harold D. Lasswell dalam bukunya Cangara, mengemukakan bahwa fungsi komunikasi antara lain:1.Manusia dapat mengontrol lingkungannya2.Beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka bekerja3.Melakukan tranformasi warisan sosial kepada generasi berikutnya. (Cangara, 2012:59)Berbeda dengan Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, fungsi komunikasi terdiri sebagai berikut:1.Menyampaikan informasi (to inform)2.Mendidik (to educate)3.Menghibur (to entertain)4.Mempengaruhi (to influence). (Effendy,2007:8)Adapun dalam buku Ilmu Komunikasi oleh Widjaja, komunikasi dipandang dalam arti luas sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta dan ide maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut:1.Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.2.Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif di dalam masyarakat.3.Motivasi, menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan
 keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.4.Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih.5.Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.6.Memajukan kehidupan, menyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, serta membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan estetikanya.7.Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan imaji dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, olahraga, kesenangan kelompok, dan individu.8.Integrasi, menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan oranglain. (Widjaja, 2000: 65-66)

Komunikasi (skripsi, tesis, dan disertasi)

 merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masing-masing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi (information sharing)untuk mencapai tujuan bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang menerima pesan. Senada dengan hal ini bahwa komunikasi atau communicationberasal dari bahasa latin “communis”.Communisatau dalam bahasa inggrisnya “commun”yang artinya sama. Apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan. (Suwardi, 1986:13 dalam Rohim, 2009:8)Manusia sebagai makhluk sosial yang berdampingan dengan manusia lainnya yang tidak hidup tanpa adanya bantuan orang lain di sekelilingnya.Oleh karena itu manusia akan selalu membutuhkan orang lain di dalam kehidupannya sampai akhir hayatnya, dan untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya manusia harus selalu berinteraksi dengan yang lainnya dan dalam interaksinya itu akan terjadi saling mempengaruhi. Semakin lama manusia itu hidup dan tumbuh, maka semakin banyak ia akan berinteraksi dan semakin luas ruang lingkup interaksinya, baik itu interaksi dalam

 kehidupan kelompok ataupun dengan masyarakat di lingkungannya. Untuk memperlancar jalannya interaski tersebut, tidak luput dari alat yang digunakan untuk berinteraksi yaitu “komunikasi” karena tanpa komunikasi interaksi tidak akan bisa terjadi.“Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication menurut asal katanya berasal dari bahasa latin Communicate, dalamperkataan ini bersumber dari kata Communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu”. (Effendy, 2007:9)Carl I Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana EffendyMendifinisikan komunikasi sebagai berikut:“The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other individuals (communicates).”(Proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (lambang bahasa) untuk mengubah perilaku orang lain. (Effendy, 2007:49)Sedangkan menurutGerald Amiler yang dikutip oleh OnongUchjana Effendy menjelaskan bahwa:“In the main communication has as its central interest those behavioral situations in which source transmit in message to a receiver (s) with conscious inten to a fact the latte’s behavior”.(Pada pokoknya, komunikasi mengandung situasi keperilakuan sebagai minat sentral, dimana seseorang sebagai sumber menyampaikan sesuatu kesan kepada seseorang atau sejumlah penerima yang secara sadar bertujuan mempengaruhi perilakunya). (Effendy, 2007:49)

Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masing-masing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi (information sharing)untuk mencapai tujuan bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang menerima pesan. Senada dengan hal ini bahwa komunikasi atau communicationberasal dari bahasa latin “communis”.Communisatau dalam bahasa inggrisnya “commun”yang artinya sama. Apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan. (Suwardi, 1986:13 dalam Rohim, 2009:8)Manusia sebagai makhluk sosial yang berdampingan dengan manusia lainnya yang tidak hidup tanpa adanya bantuan orang lain di sekelilingnya.Oleh karena itu manusia akan selalu membutuhkan orang lain di dalam kehidupannya sampai akhir hayatnya, dan untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya manusia harus selalu berinteraksi dengan yang lainnya dan dalam interaksinya itu akan terjadi saling mempengaruhi. Semakin lama manusia itu hidup dan tumbuh, maka semakin banyak ia akan berinteraksi dan semakin luas ruang lingkup interaksinya, baik itu interaksi dalam  kehidupan kelompok ataupun dengan masyarakat di lingkungannya. Untuk memperlancar jalannya interaski tersebut, tidak luput dari alat yang digunakan untuk berinteraksi yaitu “komunikasi” karena tanpa komunikasi interaksi tidak akan bisa terjadi.“Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication menurut asal katanya berasal dari bahasa latin Communicate, dalamperkataan ini bersumber dari kata Communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu”. (Effendy, 2007:9)Carl I Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana EffendyMendifinisikan komunikasi sebagai berikut:“The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other individuals (communicates).”(Proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (lambang bahasa) untuk mengubah perilaku orang lain. (Effendy, 2007:49)Sedangkan menurutGerald Amiler yang dikutip oleh OnongUchjana Effendy menjelaskan bahwa:“In the main communication has as its central interest those behavioral situations in which source transmit in message to a receiver (s) with conscious inten to a fact the latte’s behavior”.(Pada pokoknya, komunikasi mengandung situasi keperilakuan sebagai minat sentral, dimana seseorang sebagai sumber menyampaikan sesuatu kesan kepada seseorang atau sejumlah penerima yang secara sadar bertujuan mempengaruhi perilakunya). (Effendy, 2007:49)

 Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masing-masing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi (information sharing)untuk mencapai tujuan bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang menerima pesan. Senada dengan hal ini bahwa komunikasi atau communicationberasal dari bahasa latin “communis”.Communisatau dalam bahasa inggrisnya “commun”yang artinya sama. Apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan. (Suwardi, 1986:13 dalam Rohim, 2009:8)Manusia sebagai makhluk sosial yang berdampingan dengan manusia lainnya yang tidak hidup tanpa adanya bantuan orang lain di sekelilingnya.Oleh karena itu manusia akan selalu membutuhkan orang lain di dalam kehidupannya sampai akhir hayatnya, dan untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya manusia harus selalu berinteraksi dengan yang lainnya dan dalam interaksinya itu akan terjadi saling mempengaruhi. Semakin lama manusia itu hidup dan tumbuh, maka semakin banyak ia akan berinteraksi dan semakin luas ruang lingkup interaksinya, baik itu interaksi dalam

 kehidupan kelompok ataupun dengan masyarakat di lingkungannya. Untuk memperlancar jalannya interaski tersebut, tidak luput dari alat yang digunakan untuk berinteraksi yaitu “komunikasi” karena tanpa komunikasi interaksi tidak akan bisa terjadi.“Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication menurut asal katanya berasal dari bahasa latin Communicate, dalamperkataan ini bersumber dari kata Communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu”. (Effendy, 2007:9)Carl I Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana EffendyMendifinisikan komunikasi sebagai berikut:“The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other individuals (communicates).”(Proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (lambang bahasa) untuk mengubah perilaku orang lain. (Effendy, 2007:49)Sedangkan menurutGerald Amiler yang dikutip oleh OnongUchjana Effendy menjelaskan bahwa:“In the main communication has as its central interest those behavioral situations in which source transmit in message to a receiver (s) with conscious inten to a fact the latte’s behavior”.(Pada pokoknya, komunikasi mengandung situasi keperilakuan sebagai minat sentral, dimana seseorang sebagai sumber menyampaikan sesuatu kesan kepada seseorang atau sejumlah penerima yang secara sadar bertujuan mempengaruhi perilakunya). (Effendy, 2007:49)

Risiko Psikologis (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Risiko psikologismenurut Ariffin et al (2018) diartikan sebagai reaksi konsumen tentang penilaian yang salah setelah melakukan pembelian yang tidak sesuai, mengacu pada persepsi bagaimana orang lain akan berkomentar terhadap pembelianya. Risiko psikologis menurut Ueltschy et al (2004)juga menunjukan ketidakpuasan konsumen dalam memilih produk atau jasa yang buruk. Penyesalan dan frustasi dapat berakibat konsumen mengalami tekanan mental akibat keputusan pembelian yang tidak memenuhi harapan

Risiko Sosial (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Risiko sosial adalah akibat pembelian produk yang diartikan buruk oleh lingkungan sosial konsumen sehingga mengancam citra sosial konsumen. Risiko sosial melibatkan rasa takut atau cemas karena pengaruh dari keluarga dan teman yang tidak menyetujui pembelian online mereka(Popli & Mishra, 2015).Pengukuran variabelrisiko sosial menurut Arslan et al (2013) dengan indikator keputusan pembelian yang didasarkan lingkungan sosial atau keluargakonsumen akan meningkatkan harga diri dan tidak membuat konsumen dipandang rendah.

 
 
 

Risiko Produk (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Menurut Ariffin et al (2018). Pelanggan onlinesangat bergantung pada informasi produk yang ditampilkan, oleh karena itu risiko produk menimbulkan potensi kerugian bila produk tidak memenuhi harapan konsumen terhadap standardan kualitas produk.Risiko produk menurut (Zheng et al, 2012) menunjukkan kemungkinan kegagalan produk dalam dalam memenuhi ekspektasi konsumen. Keyakinan dan niat beli onlinesangat mudah untuk dikurangi dengan menampilkan produk secara asli atau mungkin dengan adanya penilaian baik dari konsumen online lainya.

Risiko Waktu (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Risiko waktumenurut (Forsythe & Shi, 2003)terdiri dari pengalaman transaksi onlineyang melibatkan kesulitan navigasi, pengiriman produk pesanan maupun keterlambatan mendapatkan produk pesanan. Risiko waktu menurut baru (Ariff et al, 2014) juga meliputi disaat produk tidak memenuhi harapan konsumen dan konsumen harus mengembalikan produk untuk penggantian produk yang baru.Semua hal itu membuat konsumen memerlukan waktu dan membuang-buang waktu untuk mencari, melihatdan menunggu produk tiba atau bahkan menunggu untuk retur produk

Risiko Keamanan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Keamanan menurut (Azizi & Javidani, 2010)berkaitan dengan keterbukaan informasi keuangan seperti nomor rekening, data-data informasi pribadi dan lain lainya tentang privasi.Menurut (Damghanian et al, 2016) keamanan diukur dari tiga dimensi yaitu credit,reliability dan privacy. Credit menuju pada ketepatan dalam waktu layanan dan akurasi, reliabilitymenuju pada keamanan transaksi

 dan privacy menuju pada hilangnya rasa resah dalam memberikan informasi dan kepercayaan informasi terlindung

Risiko Keuangan (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Risiko keuangan menurut (Featherman & Pavlou, 2003)diartikan sebagai suatu kemungkinan konsumen mengalami kerugian moneter ketika produk memiliki kualitas tidak sebanding dengan harga yang dibayarkan. Menurut (Masoud, 2013)menemukan bahwasegala macam bentuk kerugian secara finansial dalam bentuk penipuan, kualitas produk yang rendah dan tidak sebanding dan tidak sesuai harapan memilikiefek negative dalam mempengaruhi niat belanja online.Menurut (Pallab, 2014)Internet memiliki keamanan yang rendah yang membuat konsumen meresahkan akan penggunaan kartu kredit maupuninformasi data pribadi menjadi kendala dalam pembelian produk online

Definisi Risiko (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Dalam konteks pemasaran,secara umum,risiko yang dirasakanmenurut Schiffman et al(2008)diartikan sebagai hal yang tidak pasti dihadapi konsumen jika mereka tidak dapat memprediksi akibat keputusan pembelianmereka. Risiko yang dirasakan menurut(Schierz et al, 2010)merupakan ekspektasi kerugian yang dirasakan konsumen. Terdapat beberapa dimensi persepsi risiko menurutHoyer et al(2010)yaitu :

 1.Risiko produkmenggambarkan kondisi yang tidak pasti tentang apakah produk atau jasa menjadi seperti yang diharapkan.2.Risiko keuangan adalah saat produk tidak berkinerja baik dan tidak sebanding dengan harga yang dibayarkan.3.Risiko keamanan adalah potensi bahaya suatu produk atau jasa yang mungkin menimbulkan ancaman keselamatan orang lain.4.Risiko sosial adalah bahaya status social yang mungkin timbul dari pembelian dan penggunaan.5.Risiko psikologi menggambarkan reaksi konsumen tentang suatu produk atau jasa apakah sesuai dengan diri mereka.6.Risiko waktu menggambarkan tentang ketidakjelasan waktu yang harus dihabiskan dalam pembelian, dan penggunaan produk atau jasa.

Niat Beli (skripsi, tesis, dan disertasi)

 Jogiyanto (2017) mendefinisikan niat beli sebagai keinginan untuk melakukan tindakan pembelian.Niat beli konsumen menurut (Ariffin et al, 2018) menjadi hal penting dalam memprediksi perilaku konsumen, faktor-faktor yang mempengaruhi dan keadaan yang berbeda menjadi kendala utama dalam niat beli secara online.(Niat pembelian menurut(Irawan & Pane, 2011)merupakan keinginan yang kuat untuk mendapatkan sesuatu dengan cara mengorbankan yang dia miliki dengan cara membayarkan uang. Banyak cara untuk konsumen melakukan pembelian dengan cara offlinedan online. Niat beli secara onlinemenurut (Iqbal et al, 2012) merupakan keinginan pelanggan untuk menggunakan jasa internet untuk melakukan sebuah pembelian barang dan jasa atau hanya sebagai untuk membandingkan harga-harga produk