Tuesday, January 31, 2023

Sebab-Sebab Pembiayaan Bermasalah (skripsi,tesis,disertasi)

 


Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
jo. UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun dalam
penjelasan Pasal 37 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah antara lain dinyatakan bahwa pembiayaan atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung  
risiko, sehingga dalam pelaksanaanya bank harus memperhatikan asasasas perpembiayaanan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
yang sehat.
Apabila bank tidak memperhatikan asas-asas pembiayaan yang
sehat dalam menyalurkan pembiayaan, maka akan timbul berbagai
risiko yang harus ditanggung oleh bank antara lain berupa:
a) Utang/kewajiban pokok pembiayaan tidak dibayar;
b) Margin/bagi hasil/fee tidak dibayar;
c) Membengkaknya biaya yang dikeluarkan;
d) Turunnya kesehatan pembiayaan (finance soundness). 

Prinsip dan Penilaian Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Sebelum suatu fasilitas pembiayaan diberikan, bank harus
merasa yakin bahwa pembiayaan yang diberikan benar-benar akan
kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian penilaian
pembiayaan sebelum pembiayaan tersebut disalurkan. Penilaian
pembiayaan oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk
mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melalui prosedur
penilaian yang benar. Begitu pula dengan ukuran-ukuran yang
ditetapkan sudah menjadi standar penilaian setiap bank. Adapun
penjelasan untuk analisis dengan 5C dan 7P pembiayaan, yang
tercantum dalam buku (kasmir, 2014) adalah sebagai berikut : 
1) Analisis 5 C
a) Character
Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang
akan diberikan pembiayaan benar-benar dapat dipercaya, hal ini
tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar
belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara
hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hoby
dan sosial standingnya. Ini semua merupakan ukuran
“kemauan” membayar.
b) Capacity
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang
bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan
bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami
tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan
kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada
akhirnya akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan
pembiayaan yang disalurkan.
c) Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat dari
laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan
melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, 
rentabilitas, dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari
sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.
d) Collateral
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang
bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi
jumlah keridit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti
keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah, maka
jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat
mungkin.
e) Condition
Dalam menilai pembiayaan hendaknya juga dinilai kondisi
ekonomi dan politik sekarang dan di masa yang akan datang
sesuai sektor masing-masing serta prospek usaha dari sektor
yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang usaha dari sektor
yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang usaha yang
dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik
sehingga kemungkinan pembiayaan tersebut bermasalah
relative kecil.
Kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk
mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan, selain
melakukan analisis 5 C bank juga harus menggunakan anlisis 7 P. 
2) Analisis 7 P
a) Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah
lakunya sehari-sehari maupun masa lalunya. Personality juga
mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah
dalam menghadapi suatu masalah.
b) Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu
atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas
serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke
golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda
dari bank.
c) Perpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil
pembiayaan, termasuk jenis pembiayaan yang diingankan
nasabah. Tujuan pengambilan pembiayaan dapat bermacammacam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja atau
investasi, konsumtif atau produktif, dan lain sebagainya.
d) Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai
propek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu 
fasilitas pembiayaan yang dibiayai tanpa mempunyai prospek,
bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga nasabah.
e) Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan
pembiayaan yang telah diambil atau dari sumber mana saja
dana untuk pengembalian pembiayaan. Semakin banyak
sumber penghasilan debitur, akan semakian baik. Dengan
demikian, jika salah satu usahanya merugikan dapat ditutupi
oleh sektor lainnya.
f) Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam
mencari laba. Profability diukur dari periode ke periode
apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi
dengan tambahan pembiayaan yang akan diperolehnya.
g) Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan
mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan
barang atau orang atau jaminan asuransi.
3) Penetapan golongan kualitas pembiayaan. (kasmir, 2014)
Untuk menetapkan golongan kualitas pembiayaan, pada
masing-masing komponen ditetapkan kriteria-kriteria tertentu
untuk masing-masing kelompok produk pembiayaan. Untuk 
menentukan berkualitas atau tidaknya suatu pembiayaan perlu
diberikan ukuran-ukuran tertentu. Bank Indonesia menggolongkan
kualitas pembiayaan menurut ketentuan sebagai berikut:
a) Lancar
Suatu pembiayaan dapat dikatakan lancar apabila pembayaran
angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu, pembayaran
angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu, memiliki mutase
rekening yang aktif atau bagian dari pembiayaan yang dijamin
dengan agunan tunai (cash collateral).
b) Dalam Perhatian Khusus (special mention)
Dikatakan dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria
terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau
bunga yang belum melampaui 90 hari, kadang-kadang terjadi
cerukan, jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang
diperjanjikan, mutasi rekening akif atau didukung dengan
pinjaman baru.
c) Kurang Lancar (substandard)
Dikatakan kurang lancar apabila memenuhi kriteria seperti
terdapat tunggakkan pembayaran angsuran pokok atau bunga
yang telah melampaui 90 hari, sering terjadi cerukan, terjadi
pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90
hari, frekuensi mutase rekening reklatif rendah, terdapat 
indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur atau
dokumen pinjaman yang lemah.
d) Diragukan (doubtfull)
Dikatakan meragukan apabila memenuhi kriteria seperti
adanya terdapat tunggakkan pembayaran angsuran pokok atau
bunga yang telah melampaui 180 hari, terjadi cerukan yang
bersifat permanen, terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari,
terjadi kapitalisasi bunga dan dokumen hukum yang lemah,
baik untuk perjanjian pembiayaan maupun peningkatan
jaminan.
e) Macet (loss)
Dikatakan macet apabila terdapat tunggakkan pembayaran
angsuran pokok atau bunga yang telah melampaui 120 hari,
kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru dan dari
segi hukum dan kondisi pasar serta jaminan tidak dapat
dicairkan pada nilai yang wajar.

Pengertian Pembiayaan Bermasalah (skripsi,tesis,disertasi)

 


Menurut peraturan OJK NO.42/POJK.03/2017 BAB 1 Pasal 1,
yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
2) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewamenyewa dalam bentuk ijarah muntahiya bitamlik
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam,
istishna
4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qard, dan
5) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa,

Perbedaan Pembiayaan Bank Syariah dan Bank Konvensional (skripsi,tesis,disertasi)

 


Sistem pemberian kredit bank konvensional dan pembiayaan bank syariah
hampir sama. Namun, masih terdapat beberapa perbedaan antara bank konvensional
dengan bank syariah, antara lain:
a. Keuntungan yang diperoleh bank: bank konvensional memperoleh
keuntungan berupa bunga yang dibayarkan nasabah, sedangkan keuntungan
yang diperoleh bank syariah berasal dari jumlah bagi hasil antara pihak bank
dengan nasabah.
b. Prinsip yang diterapkan dalam pemberian pembiayaan: bank konvensional
mempunyai prinsip bahwa pemberian kredit yang disalurkan kepada nasabah
ataupun debitur tidak terkait dengan hukum halal dan haram. Sedangkan
prinsip yang diterapkan dalam pembiayaan syariah terdiri dari prinsip bagi
hasil (Mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual
beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), prinsip
pembiayaan barang modal modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan
(ijarah), prinsip pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak
bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtinal)
c. Pengikatan kontrak dan perjanjian pihak bank dengan pihak nasabah: tidak
ada pengikatan kontrak dalam pemberian pembiayaan bank konvensional,
namun bank menetapkan bunga kredit kepada debitur dengan jumlah
prensentase pasti dan wajib dibayarkan dalam waktu yang telah ditentukan. 
Sedangkan pada bank syariah, terjadi perjanjian antara pihak bank dengan
nasabah dan debitur berupa bagi hasil, terjadinya untung atau rugi dalam bank
akan ditanggung bersama oleh pihak bank maupun nasabah.
d. Jenis pemberian pembiayaan yang diberikan oleh bank: bank konvensional
menerima semua jenis pemberian kredit, tidak membedakan jenis usahanya,
selama debitur dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan pihak bank.
Sedangkan bank syariah hanya menerima jenis pemberian kredit yang sudah
jelas hukum halal dan haram

Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Salah satu fungsi bank syariah dalah menyalurkan pembiayaan kepada
masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor
21 Tahun 2008. Penyaluran pembiayaan merupakan salah satu bisnis utama dan
oleh karena menjadi sumber pendapatan utama bank syariah. Pembiayaan atau
financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang disalurkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan. 
Pembiayaan adalah salah satu jenis kegiatan usaha bank syariah. Yang
dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk
Ijarah Muntahiya Bittamlik;
c. Transaksi jual beli dalam bentuk puitang Murabahah, Salam, dan Isthisna;
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qard; dan
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk transaksi multijasa,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan UUS dan
pihak lain (nasabah penerima fasilitas) yang mewajibkan pihak lain yang
dibiayai atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Pada dasarnya terdapat dua fungsi yang saling berkaitan dari pembiayaan yaitu :
a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari pembiayaan berupa
keuntungan yang diraih dari bagi hasil diperoleh dari usaha yang dikelola,
bersama nasabah.
b. Safety, yaitu keamanan dari potensi atau fasilitas yang diberikan harus benarbenar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai tanpa
hambatan yang berarti.

Jenis Usaha BMT (skripsi,tesis,disertasi)

 


BMT dalam pelaksanaan tugasnya tidak terlepas dari
penghimpunan dana dan penyaluran dana. Dua fungsi tersebut
merupakan bagian dari fungsi manajemen BMT (Nurul Huda, 2016).
Menurut Ahmad (2013) Jenis-jenis usaha BMT dimodifikasikan dari
produk perbankan Islam. Oleh karena itu, usaha BMT dapat dibagi
ke dalam dua bagian utama, yaitu memobilisasi simpanan dari
anggota dan usaha pembiayaan. Bentuk usaha memobilisasi
simpanan dari anggota dan jamaah itu diantaranya berupa:
1) Simpanan Mudharabah biasa;
2) Simpanan Mudharabah pendidikan;
3) Simpanan Mudharabah Haji;
4) Simpanan Mudharabah Umrah;
5) Simpanan Mudharabah Qurban;
6) Simpanan Mudharabah Idul Fitri;
7) Simpanan Mudharabah Walimah;
8) Simpanan Mudharabah Akikah;
9) Simpanan Mudharabah Perumahan;
10) Simpanan Mudharabah Kunjungan Wisata;
11) Titipan Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS);
12) Produk simpanan lainnya yang dikembangkan sesuai dengan
lingkungan tempat BMT itu berada.
Bagian lain dari usaha BMT adalah penyeluran dana.
Penyaluran dana BMT adalah suatu transaksi penyediaan dana
kepada anggota atau calon anggota yang tidak bertentangan dengan
syariah, juga tidak termasuk jenis penyaluran dana yang dilarang
secara hukum postif. Penyaluran dana memiliki fungsi sebagai
berikut (Nurul Huda, 2016):
1) Meningkatkan daya guna, peredaran, dan lalu lintas uang
anggota atau calon anggota BMT;
2) Meningkatkan aktivitas investasi BMT; dan
3) Sebagai sumber pendapatan terbesar BMT
Menurut Wangsawidjaja (2012) yang dimaksud dengan
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berupa :
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudarabah dan Musyarakah.
2) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli
dalam bentuk Ijarah muntahiya bittamlik;
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, salam,
dan Istishna;
4) Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qard; dan
5) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk
transaksi multijasa,
Menurut Nurul Huda (2016) penyaluran dana BMT dapat
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaan dan jenis pembiayaannya.
1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan dana usaha bagi pembelian, pengadaan, atau
penyediaan unsur-unsur barang dalam rangka perputaran usaha.
2) Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang diberikan untuk
memenuhi kebutuhan pengadaan sarana atau prasarana usaha.
3) Pembiayaan multiguna, yaitu pembiayaan yang dapat digunakan
untuk sewa barang, talangan dana, atau biaya jasa keperluan
anggota.
Sementara itu, menurut Nurul Huda (2016) jenis
pembiayaan berdasarkan segmen pasar BMT dibagi menjadi
dua, yaitu:
1) Pembiayaan usaha kecil, yaitu pembiayaan yang diberikan
kepada para anggota yang berprofesi sebagai pedagang atau
pengusaha kecil, baik untuk mengembangkan perputaran usaha
maupun penyediaan sarana dan prasarana usaha.
2) Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang diberikan
kepada anggota atau calon anggota untuk kebutuhan konsumtif,
seperti pembelian barang elektronik, kendaraan, dan rumah

Pengertian Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) (skripsi,tesis,disertasi)

 


Baitul Mal wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri
terpadu yang isinya merupakan Bait al - Mal wa Tamwil dengan
kegiatan mengembangkan usaha - usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil - bawah dan
kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, BMT juga bisa
menerima titipan zakat, infak, dan sedekah lalu kemudian titipan
tersebut disalurkan/ditasyarufkan kepada yang berhak menerima
sesuai dengan peraturan dan amanat (Huda, 2016 : 35).
Menurut Ahmad (2013) Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt almal wa at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan
ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan mendorong
kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
ekonominya. Selain itu, BMT juga dapat menerima titipan zakat,
infak, dan sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan
dan amanatnya. BMT merupakan lembaga ekonomi atau lembaga
keuangan syariah nonperbankan yang bersifat informal karena
lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa BMT
memilik dua konsep, yaitu:
1) Bait at-tamwil (bait artinya rumah, at-tamwil artinya
pengembangan harta) melakukan kegiatan pengembangan
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan
mendorong kegiatan manbung dan menunjang pembiayaan
kegiatan ekonominya.
2) Bait al-mal (bait artinya rumah, maal artinya harta) menerima
titipan zakat, infak, dan sedekah serta mengoptimalkan
distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

Jenis agunan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Secara yuridis benda dibedakan atas benda bergerak dan
benda tidak bergerak. Benda bergerak juga dapat dibagi menjadi
berwujud dan tidak berwujud. Benda berwujud adalah segala barang
yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, misalnya
barang-barang inventaris kantor, kendaraan bermotor dan
sebagainya. Sedangkan tidak berwujud misalnya cek, wesel, saham,
obligasi dan tagihan (Susilo, 2017).
1) Jaminan Benda Tetap/Tidak Bergerak
Yang dimaksud dengan benda tetap atau barang tidak
bergerak adalah suatu benda atau barang yang tidak dapat
bergerak atau tidak dapat dipindahkan secara fisik, yaitu
misalnya tanah dan bangunan, pekarangan dan apa yang
didirikan diatasnya, pohon dan tanaman ladang, mesin yang
melekat pada tanah di mana mesin tersebut berada, kapal laut
serta kapal terbang.
2) Jaminan Benda Bergerak
Yang dimaksud dengan benda bergerak atau barang
bergerak adalah barang yang karena sifatnya dapat dipindahkan,
yaitu misalnya kendaraan bermotor, deposito, barang persediaan
(inventory), barang-barang inventaris kantor, mesin, hewan
ternak, tagihan, hak tagih atas klaim asuransi, dan sebagainya.

Dasar Hukum Agunan dan Jaminan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Jaminan dan Agunan pada dasarnya merupakan dua istilah
yang bisa saling dipertukarkan. Jaminan secara sederhana dimaknai
sebagai tanggungan atas pinjaman yang diterima (Wangsawidjaja,
2012). Jaminan dalam nomenklatur hukum perdata di Indonesia
ditemukan dalam Pasal 1131 KHUP dan Penjelasan Pasal 8 UU No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, hanya saja kedua peraturan
tersebut tidak mendefinisikan secara jelas apa yang dimaksud
dengan jaminan, kedua aturan ini menyatakan jaminan berkaitan erat
dengam masalah utang piutang. Sehingga, Jaminan dapat
didefinisikan sebagai suatu perjanjian antara kreditur dengan debitur,
di mana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk
kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan peraturan yang
berlaku, apabila dalam waktu yang telah ditentukan terjadi
kemacetan pembayaran utang debitur (Supramono, 2009).
Dalam Pasal 8 UU No. 10 Tahun 1998 tidak disebutkan
secara tegas, tetapi dinyatakan tersirat dalam penjelasan pasal.
Penjelasan pasal tersebut jelas menunjukan kedudukan jaminan
sebagai faktor terpenting dan harus ada sebagaimana dipahami
dalam Pasal 1135 KUHP, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut
dengan agunan pokok ataupun agunan tambahan (Fitriani, 2017).
Menurut Fitriani (2017), berbeda dengan ketentuan Pasal 23
UU No. 21 Tahun 2008 yang tegas menyebutkan adanya norma
agunan tersebut. Hanya saja prinsip dari alasan keberadaan
kewajiban agunan dalam perbankan syariah ini tidak mengadopsi
konsep dalam konvensional. Hal ini muncul lebih dikarenakan
melihat adanya prinsip rahn dan kafalah dalam Islam, kaidah
usuliyah-fiqhiyah dan kaidah al-urf. Disamping itu, Bank Syariah
lebih melihat pada keberadaan dana yang disalurkan merupakan
dana masyarakat yang harus dikeluarkan secara hati-hati dengam
pertimbangan resiko dan moral hazard, sehingga kebutuhan akan
agunan ini menjadi salah satu dasar pemberian pembiayaan.

Pengertian dan Fungsi Agunan/Jaminan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Agunan dalam terminologi hukum perbankan disebutkan di
dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
sebagai suatu jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur
kepada Bank (Kreditur) dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Sedangkan Pasal 1 Angka
26 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyebutkan
Agunan merupakan jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak
maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan
1. Negosiasi dan Persyaratan
BMT Anggota
Penyuplai
atau Penjual
2. Akad Jual
3. Beli Barang
6. Bayar
4. Kirim
5. Terima Barang
dan Dokumen
kepada Bank Syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan
kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas (Ifa, 2017).
Pada dasarnya, pemakaian istilah agunan dan jaminan adalah
sama, namun dalam praktik perbankan dibedakan yaitu istilah
jaminan mengandung arti sebagai kepercayaan/keyakinan dari bank
atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan
kewajibannya, sedangkan istilah agunan diartikan sebagai
barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah
debitur (kuperbankan, 2008). Agunan adalah jaminan yang diberikan
pihak peminjam (debitur) kepada pemberi pinjaman (kreditur)
sebagai jaminan. Sedangkan jaminan adalah sesuatu yang diberikan
kepada debitur untuk menimbulkan keyakinan pemberian pinjaman
oleh kreditur. Jadi, agunan adalah sesuatu bentuk jaminan.
sedangkan setiap jaminan belum tentu termasuk ke dalam jenis
agunan (Amar Bank, 2018).
Menurut Edi Susilo (2017) agunan merupakan salah satu
unsur jaminan agar Bank yakin atas kemampuan nasabah/mitra
mengembalikan pembiayaannya. Jaminan pembiayaan yang bersifat
materiel maupun yang bersifat non materiel/imateriel. Jaminan
bersifat materiel contohnya adalah bangunan, tanah, kendaraan,
perhiasan, surat berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat
immateriel misalnya personal guarantee (borgtocht), yaitu jaminan
dari seseorang atau beberapa orang untuk mengembalikan
pembiayaan bila terjadi kemacetan dan risiko lainnya.
Menurut Oryzanti (2013) adanya aspek jaminan ini sangat
penting dalam setiap perjanjian kredit atau pembiayaan, karena
jaminan berfungsi untuk memberikan keyakinan kepada kreditur
bahwa kredit atau pembiayaan yang disalurkan akan di kembalikan
oleh debitur sesuai yang diperjanjikan.
Menurut Rustam (2018) agunan adalah hak dan kekuasaan
atas benda berwujud dan atau benda tidak berwujud yang diserahkan
debitur atau pihak ketiga sebagai pemilik agunan kepada lembaga
keuangan sebagai second way out guna menjamin pelunasan kredit
apabila kreditnya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang disepakati
dalam akad. Kriteria agunan yang dapat diserahkan adalah memiliki
kriteria marketable, mempunyai nilai ekonomis, dan aman secara
yuridis.
Di dalam lembaga keuangan konvensional aspek jaminan
yang digunakan yaitu menggunakan dengan sistem gadai, fidusia,
dan hak tanggungan. Adanya aspek jaminan ini sangat penting dalam
setiap perjanjian kredit atau pembiayaan, karena jaminan berfungsi
untuk memberikan keyakinan kepada kreditur bahwa kredit atau
pembiayaan yang disalurkan akan di kembalikan oleh debitur sesuai
yang diperjanjikan. Sehubungan dengan jaminan utang, pemahaman
tentang hokum jaminan sebagaimana yang terdapat dalam berbagai
peraturan perundangan-undangan yang berlaku sangat diperlukan
agar pihak-pihak yang berkaitan dengan penyerahan jaminan kredit
dapat mengamankan kepentingannya, antara lain bagi bank sebagai
pihak pemberi kredit (Oryzanti, 2003)

Teknis Pelaksanaan Murabahah (skripsi,tesis,disertasi)

 


Adapun teknis pelaksanaannya menurut Nurul Huda (2016)
sebagai berikut:
1) Anggota harus baligh atau cakap hukum dan mempunyai
kemampuan membayar.
2) Harga jual ditetapkan di awal perjanjian dan tidak boleh berubah
selama jangka waktu pembayaran angsuran, termasuk jika
dilakukan perpanjangan waktu.
3) BMT dapat meminta uang muka jika diperlukan. Uang muka
merupakan pengurang dari kewajiban anggota kepada BMT.
Besarnya relarif karena berdasarkan kesepakatan.
4) Jangka waktu diupayakan tidak melebihi satu tahun. Jika lebih,
harus dikeluarkan SK dari pengurus.
5) Jika anggota ingkar janji dalam pembayaran angsurannya, BMT
berhak mengenakan denda, kecuali disebabkan adanya musibah.
6) Jika anggota melunasi kewajibannya sebelum jatuh tempo, ia
dapat diberikan muqassah, yaitu potongan margin berdasarkan
kebijakan manajemen koperasi syariah.
7) BMT diperbolehkan untuk meminta jaminan kepada anggota
atas piutang murabahah.
8) Dokumen yang dibutuhkan adalah:
a) Formulir pengajuan pembiayaan
b) Kelengkapan dokumen pendukung
c) Surat persetujuan prinsip
d) Akad jual beli
e) Surat permohonan realisasi murabahah
f) Tanda terima uang untuk akad wakalah
g) Tanda terima barang yang ditandatangani anggota

Rukun dan Syarat Murabahah (skripsi,tesis,disertasi)

 


Murabahah dapat dilaksanakan jika memenuhi persyaratan
berikut (Huda, 2017):
1) Pihak yang berakad harus:
a) Cakap hukum, dan
b) Sukarela (ridha) atau tidak dalam keadaan terpaksa.
2) Objek yang diperjualbelikan:
a) Tidak termasuk barang yang diharamkan
b) Bermanfaat
c) Dapat diserahkan dari penjual ke pembeli
d) Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad
e) Diserahkan oleh penjual kepada pembeli dengan spesifikasi
yang sesuai
3) Akad (sighah)
a) Pihak yang berakad harus disebutkan secara jelas dan
spesifik
b) Ijab qabul (serah terima) harus selaras, baik dalam
spesifikasi barang maupun harga yang disepakati
c) tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan
keabsahan transaksi pada hal atau kejadian yang akan
datang
d) tidak membatasi waktu, misalnya “Saya jual ini kepada
anda untuk jangka waktu sepuluh bulan, setelah itu jadi
milik Saya kembali”.
Menurut Widodo (2010) rukun dalam transaksi murabahah
adalah sebagai berikut:
1) Penjual
Penjual dalam hal ini adalah lembaga keuangan Islam, bisa
merupakan Bank Umum Syariah (BUS), BMT, atau Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
2) Pembeli
Pembeli disini adalah nasabah
3) Barang yang menjadi obyek jual beli yang mana mempunyai
syarat yang jelas dari segi jenis, jumlah, termasuk barang halal
dan tidak tergolong barang yang diharamkan atau yang
mendatangkan mudarat.
4) Harga barang yang harus disebutkan secara jelas jumlahnya.
Jika pembayarannya dilakukan secara kredit, maka harus jelas
jangka waktu angsuran dan kapan akan dibayar.
5) Kontrak atau akad yang dibuat secara tertulis namun bisa pula
dibuat oleh dan di hadapan notaris
Sedangkan syarat-syarat yang harus ada dalam setiap
transaksi pembiayaan murabahah menurut Prabowo (2012) adalah
sebagai berikut:
1) Mengetahui harga pembelian pertama
2) Mengetahui besarnya keuntungan
3) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli kondisi barang yang
akan dibeli bila terdapat cacat atau sebagainya
4) Kontrak harus bebas dari riba
5) Transaksi pertama haruslah sah secara syara’
6) Penjual harus menyampaikan semua hal terkait dengan
pembelian

Dasar Hukum Murabahah (skripsi,tesis,disertasi)

 


Dasar hukum pembiayaan murabahah menurut Prabowo
(2012) adalah sebagai berikut:
1) QS. An-Nisa (4): 9 yang artinya “hai orang-orang yang
beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu...”.
2) QS. Al-Baqarah (2): 275 yang artinya “...dan Allah telah
menghalalkan jual-beli serta mengharamkan riba...”.
Menurut Prabowo (2012) dasar hukum praktik pembiayaan
murabahah di Indonesia tidak hanya berasal dari Al-Qur’an dan AsSunnah tetapi juga berdasarkan fatwa dan perundang-undangan yang
telah diatur oleh pemerintah yaitu:
1) Pasal 1 ayat 13 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
2) PBI No.9/19/PBI/2007 jo. PBI No. 10/16/PBI/2008 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan
Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Syariah.
3) PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
4) Ketentuan pembiayaan murabahah dalam praktik perbankan
syariah di Indonesia dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
5) Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Pasal 19 yang mengatur mengenai kegiatan usaha Bank Umum
Syariah yang salah satunya adalah pembiayaan murabahah

Pengertian Murabahah (skripsi,tesis,disertasi)

 


Definisi murabahah menurut konteks ekonomi syariah ialah
akad jual beli barang sebesar harga pokok ditambah dengan
keuntungan yang disepakati (Huda, 2016).
Dalam jual beli secara umum konsep atau mekanisme
pembayaran dilakukan secara tunai, akan tetapi mekanisme
murabahah konsep jual beli menjadi bersifat tangguh dalam hal
pembayarannya dan penjual dapat mengambil keuntungan dari bahan
yang dibeli sesuai dengan prinsip tijarah (bisnis). Transaksi
murabahah memberi manfaat bagi lembaga keuangan yaitu salah
satunya dengan adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga
beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Sistem
murabahah juga sangat sederhana dalam pengurusan
administrasinya. Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan
yang memiliki ciri adanya penyerahan barang di awal akad dan
pembayaran dilakukan kemudian baik dalam bentuk angsuran
maupun pembayaran sekaligus (Zulfa, 2014).
Menurut Nurul Huda (2016) akad murabahah digunakan
untuk memfasilitasi anggota BMT dalam memenuhi kebutuhan
hidup, seperti membeli rumah, kendaraan, barang-barang elektronik,
furnitur, barang dagangan, bahan baku, atau bahan pembantu untuk
produksi. BMT boleh menunjuk unit sektor riil sebagai penyuplai
barang-barang yang akan dibeli anggota lalu menyetorkan dana
pembelian barang ke unit sektor riil tersebut. BMT dapat
mewakilkan pembelian barang tersebut dengan menggunakan akad
wakalah jika unit sektor riil tidak memiliki stok barang. Setelah
barang tersebut menjadi milik BMT, baru dilaksanakan akad jual
beli murabahah
Penjelasan terkait pembiayaan murabahah lebih lanjut
menurut Edi Susilo (2017) adalah sebagai berikut:
1) Definisi
Jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan
margin keuntungan yang disepakati.
2) Rukun Murabahah
a) Penjual
b) Pembeli
c) Barang yang diperjualbelikan
d) Akad jual beli
3) Syarat-syarat Murabahah
a) Penjual memberitahu biaya modal kepada pembeli
b) Kontrak harus sah sesuai rukunnya
c) Kontrak bebas riba
d) Penjual menjelaskan kondisi barang kepada pembeli
e) Penjual menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian
4) Dasar fatwa Murabahah
Dasar fatwa Murabahah adalah Fatwa DSN 04/DSNMUI/IV/2000:Murabahah.

Tujuan Manajemen Risiko Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Menurut Rustam (2018) tujuan utama manajemen risiko
pembiayaan adalah memastikan bahwa aktivitas penyediaan dana
lembaga keuangan tidak terekspos pada risiko pembiayaan yang
dapat menimbulkan kerugian pada lembaga keuangan.
Secara umum, eksposur risiko pembiayaan merupakan salah
satu eksposur risiko utama lembaga keuangan di Indonesia sehingga
kemampuan lembaga keuangan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko pembiayaan serta
menyediakan modal yang cukup bagi risiko tersebut akan menjadi
sangat penting (Rustam, 2018).
Dan menurut Dwiyanto (2017) risiko pembiyaan yang
dihadapi oleh lembaga keuangan syariah merupakan salah satu risiko
yang perlu dikelola secara tepat karena jika penanganan risiko
pembiayaan tidak dikelola dengan baik maka akan berakibat
terhadap peningkatan NPF (Non Performing Finance) lembaga
keuangan tesebut.

Mitigasi Risiko Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Menurut Rustam (2018) mitigasi risiko adalah sejumlah
teknik dan kebijakan dalam mengelola risiko kredit untuk
meminimalkan kemungkinan terjadinya atau dampak dari kerugian
kredit. Teknik yang digunakan adalah:
1) Model Pemeringkatan
Untuk melaksanakan model pemeringkatan, pertamatama perlu dikreasikan model pemeringkatan kredit sebagai
sarana untuk menetapkan kemungkinan terjadinya default.
Model pemeringkatan kredit diharapkan akan memberikan
gambaran terjadinya peluang suatu kredit menjadi kredit.hal ini
akan memberikan keyakinan kepada lembaga keuangan untuk
tidak mengonsentrasikan portofolionya pada kredit yang
berkualitas rendah. Pemeringkatan kredit ini dapat digunakan
untuk penetapan harga, kecukupan agunan, covenant, tingkat
kewenangan memutus kredit, regulatory capital, ataupun
economic capital.
2) Manajemen Portofolio Kredit
Manajemen portofolio kredit adalah mekanisme atau
teknik pengelolaan berbagai aset dalam suatu portofolio untuk
mencapai diversifikasi yang optimal. Manajemen portofolio ini
dilakukan dengan melakukan suatu proses yang melibatkan
penetapan targeted market, targeted customer, pembatasan
limit, dan pemantauan. Tujuan utama manajemen portofolio ini
adalah untuk mengkreasikan portofolio kredit yang berkualitas
melalui disversifikasi optimal dengan debitur terbaik dalam
industrinya.
3) Agunan
Agunan adalah hak dan kekuasaan atas benda berwujud
dan atau benda tidak berwujud yang diserahkan debitur atau
pihak ketiga sebagai pemilik agunan kepada lembaga keuangan
sebagai second way out guna menjamin pelunasan kredit apabila
kreditnya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang disepakati
dalam akad. Kriteria agunan yang dapat diserahkan adalah
memiliki kriteria marketable, mempunyai nilai ekonomis, dan
aman secara yuridis.
4) Pengawasan Arus Kas
Salah satu cara yang cukup efektif dalam memantau
kondisi keuangan nasabah adalah dengan melihat arus kas
perusahaan atau perorangan yang dibiayai melalui mutasi
aktivitas rekeningnya di lembaga keuangan sehingga kredit yang
memburuk dapat dideteksi lembaga keuangan.
5) Manajemen Pemulihan
Untuk menjaga risiko kerugian yang lebih besar, kualitas
kredit haruslah dijaga dengan baik. Saking pentingnya kualitas
kredit, supervisor telah menerbitkan restrukturisasi sebagai salah
satu strategi efektif dalam manajemen pemulihan. Opsi
restrukturisasi kredit dapat dilakukan sebagai upaya bank
membantu nasabah dalam menyelesaikan kewajiban melalui
rescheduling, reconditioning, dan restructuring

Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Menurut Rustam (2018) penerapan manajemen risiko
kredit/pembiayaan di sebuah perusahaan setidaknya mencakup:
1) Pengawasan Aktif Dewan Direksi dan Komisaris
Dewan direksi bertanggung jawab agar seluruh aktivitas
penyediaan dana dilakukan sesuai dengan strategi dan kebijakan
risiko kredit yang disetujui oleh dewan komisaris. Kemudian
direksi harus memastikan bahwa penerapan manajemen risiko
dilakukan dengan memantau perkembangan dan permasalahan
dalam aktivitas bisnis lembaga keuangan terkait risiko kredit,
termasuk penyelesaian kredit bermasalah, dan dewan komisaris
memantau penyediaan dana termasuk meninjau penyediaan dana
dengan jumlah besar atau yang diberikan kepada pihak terkait.
Menurut Susilo (2017) ada beberapa dalam
melaksanakan pengawasan pembiayaan yang efektif dan efisien
membutuhkan teknik pengawasan yang baik dan handal. Teknik
tersebut dapat berupa: Monitoring pembiayaan untuk mereduksi
risiko kemacetan dengan deteksi dini, Control By Exception
yaitu pengawasan terhadap hal-hal yang masih menyimpang,
verband Control yaitu pemeriksaan atas hal-hal yang saling
berhubungan, Budgetary Control yaitu dengan membandingkan
rencana kerja yang telah ditetapkan dalam anggaran dan
realisasinya, dan Inspeksi On The Spot yaitu dengan
pengawasan di lapangan langsung untuk mengecek kebenaran
seluruh keterangan ataupun data serta laporan yang disampaikan
oleh nasabah dengan membandingkan jumlah dan kondisinya
secara fisik.
2) Kebijakan dan Prosedur Manajemen Risiko
Strategi manajemen risiko kredit harus mencakup
strategi untuk seluruh aktivitas yang memiliki eksposur risiko
kredit yang signifikan. Strategi tersebut harus memuat secara
jelas arah penyediaan dana yang akan dilakukan, antara lain
berdasarkan jenis kredit, sektor ekonomi, wilayah geografis,
mata uang, jangka waktu, dan sasaran pasar. Strategi manajemen
risiko kredit harus sejalan dengan tujuan perusahaan untuk
menjaga kualitas kredit, laba, dan pertumbuhan usaha. Dalam
prosedur manajemen risiko, lembaga keuangan harus memilki
prosedur yang ditetapkan secara jelas untuk persetujuan kredit
termasuk perubahan, pembaruan, dan kredit kembali.
3) Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian
Risiko.
4) Sistem Pengendalian Intern.
Dalam melakukan penerapan manajemen risiko melalui
sistem pengendalian intern untuk risiko kredit, perlu diterapkan
sistem kaji ulang yang independen dan berkelanjutan terhadap
efektifitas penerapan proses manajemen risiko untuk risiko
kredit yang memuat evaluasi proses administrasi kredit,
penilaian akurasi penerapan pemeringkatan internal atau
penggunaan alat pemantauan lainnya, dan afektivitas
pelaksanaan satuan kerja atau petugas yang melakukan
pemantauan kredit.

Analisa Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Menurut Hestanto (2017) analisa pembiayaan atau penilaian
dilakukan oleh account officer dari lembaga keuangan yang level
jabatannya adalah level seksi atau bagian atau dapat pula berupa tim
yang ditugaskan untuk menganalisa permohonan pembiayaan.
Pemberian pembiayaan kepada nasabah sebelumnya harus
memenuhi prinsip yang dikenal dengan prinsip 6C sebagai berikut:
1) Character, adalah keadaan waktu atau sifat nasabah, baik dalam
kehidupan pribadi maupun lingkungan usaha. Kegunaan dari
penelitian terhadap karakter ini adalah mengetahui sejauh mana
kemampuan atau itikad nasabah untuk memenuhi kewajibannya
sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan/disepakati
dengan lembaga keuangan.
2) Capital, adalah jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki
oleh calon nasabah. Semakin besar modal sendiri dalam
perusahaan, semakin tinggi kesungguhan calon nasabah dalam
menjalankan usahanya dan Bank merasa lebih yakin dalam
memberikan pembiayaan.
3) Capacity, adalah kemampuan yang dimiliki oleh calon nasabah
dalam menjalankan usahanya untuk memperoleh laba yang
diharapkan. Kegunaan penelitian terhadap kapasitas calon
nasabah ini adalah untuk mengetahui atau mengukur sejauh
mana calon nasabah mampu mengembalikan atau melunasi
hutang-hutangnya secara tepat waktu, dari hasil usaha yang
diperolehnya.
4) Collateral, adalah barang yang diserahkan nasabah sebagai
agunan terhadap pembiayaan yang diterimanya. Jaminan/agunan
harus dinilai untuk mengetahui sejauh mana risiko kewajiban
finansial nasabah kepada Bank. Penelitian terhadap agunan ini
meliputi jenis, lokasi, bukti kepemilikan dan status hukumnya.
5) Condition of Ekonomy, adalah situasi dan kondisi politik, sosial,
ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi keadaan
perekonomian yang kemungkinan suatu saat mempengaruhi
kelancaran usaha calon nasabah.
6) Constraints, adalah batasan dan hambatan yang tidak
memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat
tertentu

Fungsi Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

  (Hestanto, 2017)

1) Pembiayaan dapat meningkatkan utility (daya guna) dari
modal/uang;
2) Pembiayaan meningkatkan utility (daya guna) suatu barang;
3) Pembiayaan meningkatkan peredaran dan lalu lintas barang’
4) Pembiayaan menimbulkan gairah usaha masyarakat;
5) Pembiayaan sebagai alat stabilisasi ekonomi

Jenis Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Menurut Rustam (2018) pembiayaan/kredit dibagi atas tiga
golongan sebagai berikut:
1) Menurut tujuan penggunaanya:
a) kredit konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk
membiayai pembelian barang dan jasa yang dapat memberi
kepuasan langsung terhadap kebutuhan manusia.
b) Kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk tujuan
produktif yang dapat memberikan faedah karena bentuk,
tempat, waktu, maupun kepemilikan.
2) Menurut jangka waktunya:
a) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu
maksimal satu tahun. Biasanya kredit ini cocok untuk
membiayai kebutuhan modal kerja.
b) Kredit jangka menengah, yaitu kredit dengan jangka waktu
antara satu sampai tiga tahun, misalnya pembelian mesin
ringan.
c) Kredit jangka panjang, yaitu kredit dengan jangka waktu
lebih dari 3 tahun, misalnya kredit pemilikan rumah.
3) Berdasarkan jaminannya:
a) Kredit tidak memakai jaminan (unsecured loan), yaitu
kredit yang diberikan atas dasar kepercayaan saja.
b) Kredit dengan jaminan (secured loan), baik dengan jaminan
kebendaan yang berwujud maupun jaminan tidak berwujud

Pengertian Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Pembiayaan dapat diartikan sebagai penyediaan dana dari
lembaga kepada pihak lain yang membutuhkan dana yang
mempunyai jangka waktu tertentu dalam pengembaliannya disertai
pembayaran sejumlah imbalan atau bagi hasil (Hestanto, 2017).
Menurut Wangsawidjaja (2012) yang dimaksud dengan pembiayaan
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa :
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudarabah dan Musyarakah;
Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli
dalam bentuk Ijarah muntahiya bittamlik;
2) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, salam,
dan Istishna;
3) Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qard; dan
4) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk
transaksi multijasa,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah
dan atau UUS dan pihak lain (nasabah penerima fasilitas) yang
mewajibkan pihak lain yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Menurut Susilo (2017), pembiayaan merupakan aktivitas
yang sangat penting karena dengan pembiayaan akan diperoleh
sumber pendapatan utama dan menjadi penunjang kelangsungan
usaha bank. Begitupun lembaga keuangan BMT yang sama
menyalurkan dana sebagai pembiayaan kepada anggota.
Pembiayaan sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas
utama BMT karena berhubungan dengan rencana memperoleh
pendapatan. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 yang dimaksud
pembiayaan adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu ditambah dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian
hasil” (Hestanto, 2017).

Pengertian Risiko Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Risiko pembiayaan/kredit adalah risiko akibat kegagalan
pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada lembaga keuangan
yang memberikan kredit sesuai dengan perjanjian yang disepakati
(Rustam, 2018).

Proses Manajemen Risiko (skripsi,tesis,disertasi)

 


Setiap usaha pasti mengandung risiko. Tidak ada usaha di
dunia ini tanpa risiko. Pada perkembangan terkini, bisa dilihat risiko
kegiatan usaha yang dihadapi perusahaan semakin kompleks, hal
tersebut tentu saja akan menigkatkan kebutuhan praktik tata kelola
yang baik serta fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko. Peningkatan fungsi identifikasi, pengukuran,
pemantauam, dan pengendalian risiko perusahaan dimaksudkan agar
aktivitas usaha yang dilakukan perusahaan tidak menimbulkan
kerugian yang melebihi kemampuan perusahaan yang pada akhirnya
dapat mengganggu kelangsungan usaha perusahaan (Rustam, 2018).
Menurut Rustam (2018) ada empat langkah dalam
manajemen risiko, yaitu:
1) Identifikasi Risiko
Proses identifikasi risiko dilakukan dengan menganalisa
seluruh sumber risiko yang paling kurang dilakukan terhadap
risiko dari produk dan aktivitas perusahaan serta memastikan
bahwa risiko dari produk dan aktivitas baru telah melalui
manajemen risiko yang layak sebelum diperkenalkan atau
dijalankan.
2) Pengukuran Risiko
Sistem pengukuran risiko perusahaan digunakan untuk
mengukur eksposur risiko perusahaan sebagai acuan untuk
melakukan pengendalian. Sistem pengukuran tersebut paling
tidak harus dapat mengukur:
a) Sensitivitas produk/aktivitas terhadap perubahan faktorfaktor yang memengaruhinya, baik dalam kondisi normal
maupun tidak normal.
b) Kecenderungan perubahan faktor-faktor dimaksud
berdasarkan fluktuasi yang terjadi di masa lalu dan
korelasinya.
c) Faktor risko secara individual.
d) Eksposur risiko secara keseluruhan maupun per risiko,
dengan mempertimbangkan keterkaitan antar risiko
e) Seluruh risiko yang melekat pada seluruh transaksi serta
produk perusahaan, termasuk produk dan aktivitas baru, dan
dapat diitegrasikan ke dalam sistem informasi manajemen
perusahaan.
3) Pemantauan Risiko
Prosedur pemantauan risiko mencakup pemantauan
terhadap besarnya eksposur risiko, toleransi risiko, kepatuhan
limit internal, dan hasil stress testing ataupun konsistensi
pelaksanaan dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
Hasil pemantauan disajikan dalam laporan berkala yang
disampaikan kepada manajemen dalam rangka mitigasi risiko
dan tindakan yang diperlukan. Evaluasi terhadap eksposur risiko
dilakukan dengan cara pemantauan dan pelaporan risiko yang
bersifat material atau berdampak kepada kondisi permodalan
perusahaan, antara lain didasarkan atas penilaian potensi risiko
dengan menggunakan historical trend.
4) Pengendalian Risiko
Perusahaan harus memiliki sistem pengendalian risiko
yang memadai dengan mengacu pada kebijakan dan prosedur
yang telah ditetapkan. Proses pengendalian risiko yang
diterapkan perusahaan harus disesuaikan dengan eksposur risiko
maupun tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko.
Langkah-langkah pengendalian dapat dilakukan dengan metode
mitigasi risiko, antara lain lindung nilai dan penambahan modal
untuk menyerap potensi kerugian.

Jenis Risiko (skripsi,tesis,disertasi)

 


Menurut Rustam (2018) risiko yang harus dikelola untuk
setiap bisnis di Indonesia adalah sembilan risiko, yaitu risiko bisnis,
risiko strategis, risiko operasional, risiko hukum, risiko kepatuhan,
dan risiko reputasi. Sedangkan khusus untuk perusahaan yang
bergerak di bidang keuangan seperti perbankan, harus mengelola
pula tiga risiko lain, yaitu risiko likuiditas, risiko pasar, dan risiko
kredit.
Sesuai PBI No.13/23/PBI/2011 tanggal 2 November 2011
ada sepuluh jenis risiko yaitu:
1) Risiko Kredit yang timbul akibat gagal bayar kredit/pembiayaan
dari (nasabah/debitur) dalam memenuhi kewajibannya;
2) Risiko Pasar yang timbul akibat adanya perubahan variabel
pasar seperti suku bunga, nilai tukar, harga equitas dan harga
komoditas sehingga nilai portofolio/aset yang dimiliki Bank
menurun;
3) Risiko Likuiditas yang timbul karena ketidakmampuan Bank
untuk mencairkan asetnya untuk memperoleh pendanaan dari
sumber dana lain;
4) Risiko Operasional yang timbul akibat lemah sistem informasi
atau sistem pengawasan internal yang berakibat kerugian yang
tidak diharapkan;
5) Risiko Kepatuhan yang timbul sebagai akibat tidak dipatuhinya
atau tidak dilaksanakannya peraturan-peraturan atau ketentuanketentuan yang berlaku atau yang telah ditetapkan baik
ketentuan internal maupun eksternal;
6) Risiko Hukum adalah terkait dengan risiko Bank yang
menanggung kerugian sebagai akibat adanya tuntutan hukum,
kelemahan dalam aspek legal atau yuridis;
7) Risiko Reputasi yang timbul akibat publikasi negatif yang
terkait dengan kegiatan usaha Bank atau karena adanya persepsi
negatif terhadap Bank;
8) Risiko Strategik yang timbul karena adanya penetapan dan
pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat, pengambilan
keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya Bank
terhadap perubahan-perubahan eksternal;
9) Risiko Imbal Hasil yang terjadi akibat perubahan hasil yang
diterima oleh nasabah;
10) Risiko Investasi yang timbul akibat dari keikutsertaan Bank
dalam menanggung kerugian usaha nasabah

Pengertian Manajemen Risiko (skripsi,tesis,disertasi)

 


Manajemen Risiko terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan
risiko, manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur atau
mengelola yang berasal dari kata to manage. Sedangkan risiko
berasal dari kata risk yang artinya potensi kerugian akibat
terjadinya suatu peristiwa tertentu (chance of a bad outcome)
(Rustam, 2018).
Menurut Wangsawidjaja (2012) Manajemen risiko adalah
serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko
yang timbul dari seluruh kegiatan usaha, sedangkan risiko itu sendiri
adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu

Teknik perencanaan yang berkelanjutan (mitigasi) risiko kredit (skripsi,tesis,disertasi)

 


Beberapa sistem standar, metode dan prosedur mitigasi risiko
pembiayaan yang telah dikembangkan dalam bank konvensional juga
relevan untuk bank syariah. Sebagai tambahan, perlu diperhatikan juga
karakteristik unik yang melekat pada bank syariah. Adapun bentuk
mitigasinya adalah sebagai berikut:
a. Pencadangan atas kerugian pembiayaan.
Pencadangan atas kerugian pembiayaan diperlukan untuk
memberikan proteksi atas ekspektasi kerugian pembiayaan.
Efektivitas pencadangan ini bergantung pada kredibilitas sistem yang
digunakan untuk menghitung ekspektasi kerugian. Teknik
manajemen risiko pembiayaan baru-baru ini telah dikembangkan,
memungkinkan bank-bank konvensional yang besar untuk
mengidentifikasi ekspektasi kerugian secara akurat. Bank syariah
juga dipersyaratkan untuk menjaga kewajiban pencadangan kerugian
pembiayaan sebagaimana yang diwajibkan oleh otoritas regulasi.
b. Jaminan
Jaminan (collateral) merupakan salah satu instrumen
pengaman yang paling penting untuk menghadapi potensi terjadinya
kerugian. Bank syariah bisa menggunakan fasilitas kolateral untuk
mengamankan pembiayaan yang diberikan, hal ini karena konsep Ar rahn (penyitaan asset sebagai jaminan atas kewajiban pembayaran
utang diwaktu mendatang) diperbolehkan dalam syariah.
c. On-Balance Sheet Netting
Perlu diketahui bahwa netting bisa mengatasi risiko kredit
antara dua pihak. Dengan adanya partisipasi pihak ketiga, yang
berperan sebagai wadah dilakukan kliring (clearing-house) atas
kewajiban ini, maka kesepakatan yang dilakukan ini dapat menjadi
teknik mitigasi risiko yang cukup kuat. Regulator dapat berperan
dalam hal ini, sekaligus melakukan pengawasan atas aktifitas netting
yang dilakukan perbankan.
d. Garansi
Garansi merupakan jaminan sebagai upaya meningkatkan
kualitas kredit. Garansi komersial merupakan alat yang sangat
penting untuk mengontrol risiko kredit dalam perbankan
konvensional. Walaupun beberapa bank syariah menggunakan
garansi komersial, ketentuan dan norma fiqh melarang penggunaan
fasilitas ini. Sesuai dengan ketentuan fiqh, hanya pihak ketiga yang
bisa menyediakan garansi sebagai bentuk pemberian dan berbasiskan
pada biaya pelayanan yang actual. Seiring dengan tidak adanya
consensus, alat ini tidak digunakan secara efektif oleh industry
perbankan syariah.
e. Memitigasi Risiko Kontrak
Gharar (ketidakpastian hasil yang disebabkan ambiguitas
kondisi dalam kontrak jual beli tangguh) harus sebisa mungkin
dihindari dan dihilangkan, karena bisa mengakibatkan ketidakadilan,
kegagalan kontrak dan default. Adanya kesepakatan kontraktual
diantara beberapa pihak menuntut adanya teknik control risiko.
1) Fluktuasi harga setelah penandatanganan akad salam mungkin
akan berdampak pada pembayaran (pengiriman) kewajiban
dalam kontrak. Risiko fluktuasi ini dapat diminimalkan dengan
menetapkan batas fluktuasi harga yang disepakati.
2) Dalam akad istishna’ mungkin akan terdapat persoalan,
khususnya dalam memenuhi kualifikasi atau spesifikasi barang
yang telah disepakati. Untuk mengatasi risiko ini, ulama’ fiqh
menawarkan konsep band al jazaa (klausa pinalti).
3) Dalam akad murabahah, risiko akan muncul dari nasabah,
terlebih akad ini memiliki karakterisktik tidak mengikat (ghair
lazim). Risiko ini bisa direduksi dengan pembayaran uang muka
sebagai bukti komitmen nasabah terhadap kontrak yang
dilakukan, hal ini telah melekat dalam pembiayaan murabahah.
Investasi atau bisnis yang dijalankan melalui aktifitas pembiayaan
adalah aktivitas yang selalu berkaitan dengan risiko. Persoalannya adalah
bagaimana investasi atau bisnis dalam pembiayaan tersebut mengandung risiko yang minimal. Risiko pembiayaan tersebut dapat diminimalkan
dengan melakukan manajemen risiko secara baik. Manajemen risiko ini
dapat diawali dengan melakukan penyaringan (screening) terhadap
pengendalian risiko pembiayaan dapat dilakukan dengan memberikan
perlakuan (treatment) yang sesuai dengan karakter nasabah. Risiko karakter
nasabah dapat dilihat dari aspek skill, reputation dan origins. Ketiga faktor
tersebut dapat dianalisis menjadi sub bab faktor sebagai berikut:
1. Faktor skill (ketrampilan), meliputi : kefamiliaran terhadap pasar,
mampu mengoreksi risiko bisnis, mampu melakukan usaha yang
berkelanjutan, mampu mengartikulasikan bahasa inggris.
2. Faktor Repitasi (reputation), meliputi : track-record baik sebagai
karyawan, memiliki track-record baik sebagai pengusaha,
direkomendasikan oleh sumber terpercaya, dapat dipercaya, dan
memiliki jaminan usaha.
3. Faktor Asal-usul (origin), meliputi: memiliki hubungan keluarga atau
persahabatan dengan investor, sebagai pebisnis yang sukses, berasal dari
kelas sosial terpandang

Manajemen Risiko Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Pada dasarnya manajemen merupakan suatu proses perencanaan
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasasn terhadap suatu pekerjaan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dari manajemen
tersebut adalah untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan dengan
cara yang efektif dan efisien. Manajemen risiko merupakan suatu proses
yang meliputi identifikasi, mengukur, memonitor dan mengelola suatu
akibat atau konsekwensi yang akan diterima dikemudian hari dengan cara
yang efektif serta efisien.
Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang berorientasi pada bisnis,
di satu sisi berusaha mencari keuntungan, tetapi disisi lain harus
memperhatikan adanya kemungkinan risiko yang timbul dalam kegiatan
operasionalnya. Secara spesifik risiko-risiko yang dihadapi oleh bank
syariah meliputi risiko likuiditas, risiko kredit (pembiayaan), risiko modal,
dan risiko bunga. Bank syariah tidak akan menghadapi risiko tingkat suku
bunga, walaupun dalam lingkungan berlaku dual banking system
meningkatnya tingkat bunga dipasar konvensional dapat berdampak pada
meningkatnya risiko likuiditas sebagai akibat adanya nasabah yang menarik
dana dari bank syariah dan berpindah ke bank konvensional  Sasaran manajemen risiko pembiayaan meliputi memantau,
mengidentifikasi, mengukur dan mengendalikan seluruh risiko yang timbul
dari pemberian pembiayaan secara terarah, terintegrasi dan
berkesinambungan. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
dan meminimalkan risiko dari pemberian pembiayaan melalui pengelolaan
portofolio pembiayaan dan penetapan kebijakan, sistem serta prosedur yang
tepat. Untuk mendapatkan keuntungan yang besar, manajemen haruslah
diselenggarakan secara efisien. Selain itu manajemen risiko pembiayaan
pada bank syariah sangat berkaitan dengan risiko karakter nasabah dan
risiko proyek. Risiko karakter berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan
dengan karakter nasabah, sedangkan risiko proyek selalu berkaitan dengan
risiko karakter proyek yang akan diibiayai.14
Sasaran kebijakan manajemen risiko adalah mengidentifikasi,
mengukur, memantau dan mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank
dengan tingkat risiko yang wajar secara terarah, terintegrasi dan
berkesinambungan sehingga manajemen risiko berfungsi sebagai filter atau
memberi peringatan dini (early warming system) terhadap kegiatan usaha
bank. Adapun tujuan manajemen risiko itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan informasi tentang risiko kepada regulator.
2. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable.
3. Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncontrolled.
4. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko  

5. Mengalokasikan modal dan membatasi risiko. 15

Risiko pembiayaan muncul jika suatu bank tidak bisa memperoleh
kembali cicilan pokok dan/atau bagi hasil dari pinjaman yang diberikannya
atau investasi yang sedang dilakukan. Penyebab utamanya terjadi risiko
pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau
melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan
likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi
berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya. Risiko ini akan
semakin nampak ketika perekonomian dilanda krisis atau resesi.
Turunnya penjualan mengakibatkan berkurangnya penghasilan
perusahaan, sehingga perusahaan kesulitan untuk memenuhi kewajiban
membayar hutang-hutangnya. Ketika bank akan mengeksekusi kredit
macetnya, bank tidak akan memperoleh hasil yang memadai, tentu saja bank
akan mengalami kesulitan likuiditas yang berat, jika bank mempunyai
pembiayaan macet yang cukup besar. Risiko pembiayaan muncul manakala
bank tidak dapat memperoleh kembali tagihannya atas pinjaman yang
diberikan atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama dari
risiko ini adalah penilaian pembiayaan yang kurang cermat dan lemahnya
antisipasi terhadap berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.16
Risiko pembiayaan merupakan risiko yang paling krusial dalam dunia
perbankan. Hal ini dikarenakan kegagalan bank dalam mengelola risiko ini,
dapat memicu munculnya risiko likuiditas, suku bunga, penurunan kualitas asset dan risiko-risiko lainnya. Tingkat risiko kredit yang dimiliki bank,
memiliki efek negatif bagi kualitas asset yang diinvestasikan.17
Menurut M. Sulham dan Ely Siswanto dalam bukunya manajemen
bank konvesional dan syariah, ada beberapa alasan mengapa menajemen
risiko harus diterapkan di perbankan syariah dan menjadi bagian penting
manajemen bank syariah. Pertama, sebagai tindak lanjut dari penerapan
Bassel Accord II yang merupakan penyempurnaan dari Bassel Accord I,
dimana bank syariah tidak terlepas dari risiko global yang terjadi pada dunia
perbankan. Kedua, terdapat kondisi yang tidak menentu dalam transaksi
perbankan syariah lebih dari perbankan konvensional yang menyebabkan
perbankan harus menerapkan menajemen risiko.
Beberapa alasan mengapa menajemen risiko begitu penting bagi
perbankan syariah diataranya:
1. Bank adalah perusahaan jasa yang pendapatannya diperoleh dari
interaksi dengan nasabah sehingga risiko tidak mungkin tidak ada.
2. Dengan mengetahui risiko, maka kita dapat mengantisipasi dan
mengambil tindakan yang diperlukan dalam menghadapi
nasabah/permasalahan.
3. Dapat lebih menumbuhkan pemahaman pengawasan melekat, yang
merupakan fungsi penting dalam aktivitas operasional.
Manajemen risiko bank syariah adalah rangkaian prosedur dan
metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau  dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Beberapa
cara yang dapat ditempuh untuk memperlakukan risiko, diantaranya:
1. Dihindari, apabila risiko tersebut masih dalam pertimbangan untuk
diambil, misalnya karena tidak masuk kategori risiko yang diinginkan
bank atau karena kemungkinan jauh lebih besar dibandingkan
keuntungan yang diharapkan.
2. Diterima dan dipertahankan, apabila risiko berada pada tingkat yang
paling ekonomis.
3. Dinaikkan, diturunkan atau dihilangkan, apabila risiko yang ada dapat
dikendalikan dengan tata kelola yang baik, atau melalui pengoperasian
exit strategy.
4. Dikurangi, misalnya dengan mendiversiifikasi portofolio yang ada, atau
membagi (share) risiko dengan pihak lain.
5. Dipagari (hedge), apabila risiko dapat dilindungi secara artificial
misalnya risiko dinetralisir sampai batas tertentu.
Beberapa fungsi manejemen risiko antara lain:
1. Menetapkan arah dan risk appetite dengan mengkaji ulang secara
berkala dan menyetujui risk exposure limits yang mengikuti perubahan
strategi perusahaan.
2. Menetapkan limit umumnya mencakup pemberian kredit, penempatan
non kredit, asset liability management, trading, dan kegiatan lain seperti
derivative dan lain-lain.
20
3. Menetapkan kecukupan prosedur atau prosedur pemeriksaan (audit)
untuk memastikan adanya integrasi pengukuran risiko, kontrol sistem
pelaporan, dan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku.
4. Menetapkan metodologi untuk mengelola risiko dengan menggunakan
sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi dengan sistem
komputerisasi sehingga dapat diukur dan dipantau sumber risiko utama
terhadap organisasi bank.18
Dalam manajemen risiko pembiayaan, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, diantaranya adalah:
1. Pentingnya menghitung kemungkinan kerugian
Proses yang terencana dan berkelanjutan (mitigasi) risiko
pembiayaan meliputi perhitungan dan usaha untuk memperkecil
kerugian dalam pembiayaan tersebut. Perhitungan atas kerugian
pembiayaan, memerlukan perhitungan atas kemungkinan debitur
mengalami gagal bayar, waktu jatuh tempo fasilitas kredit, kerugian
yang akan diterima bank jika debitur benar-benar gagal bayar, besarnya
jaminan debitur pada saat terjadi gagal bayar, serta sensitivitas nilai asset
terhadap risiko sistematis dan non sistematis. Perhitungan kemungkinan
kerugian relatif lebih mudah bagi jenis kontrak yang sederhana dan
bersifat homogen, jika dibandingkan dengan kontrak yang relatif lebih
kompleks dan heterogen. Model kontrak yang ada dalam bank syariah
relative lebih kompleks jika dibandingkan dengan kontrak kredit yang   erbasiskan bunga. Tantangan ini bisa dihadapi dengan melakukan
adopsi atas pendekatan berbasis rating internal (IRB Approach)

Tata Cara Penagihan Oleh Debt Collector (skripsi,tesis,disertasi)

 


Pada umumnya dunia collector sering dianggap negatif seperti apa
yang dibayangkan oleh masyarakat pada umumnya. Dunia collector
sebenarnya cukup luas dan memiliki cara kerja yang berbeda pula. Cara
kerja tersebut,berdasarkan pada lama tunggakan nasabah. Cara kerja atau
tingkatan collector secara umum adalah sebagai berikut:
a. Desk collector
Pada level bagian penagihan (desk collector), level ini adalah
level yang pertama dari dunia collector, dan cara kerja yang dilakukan
oleh collector-collector ini adalah hanya mengingatkan tanggal jatuh
tempo dari cicilan nasabah dan dilakukan dengan media telepon. Pada
level ini collector hanya berfungsi sebagai pengingat (reminder) bagi
nasabah atas kewajiban membayar cicilan. Bahasa yang di gunakan
sopan dan halus, mengingat orientasinya sebagai pelayan nasabah  b. Debt collector
Level ini merupakan kelanjutan dari level sebelumnya, apabila
ternyata nasabah yang telah dihubungi tersebut belum melakukan
pembayaran, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran. Cara yang
dilakukan oleh penagih utang (debt collector) pada level ini adalah
mengunjungi nasabah dengan harapan mengetahui kondisi nasabah
beserta kondisi keuangannya.
Pada level ini collector memberikan pengertian secara
persuasif mengenai kewajiban nasabah dalam hal melakukan
pembayaran angsuran. Hal hal yang dijelaskan biasanya mengenai
akibat yang dapat ditimbulkan apabila keterlambatan pembayaran
tersebut tidak segera diselesaikan.
Selain memberikan pengertian mengenai hal tersebut diatas,
collector juga memberikan kesempatan atau tenggang waktu bagi
debitur untuk membayar angsurannya, dan tidak lebih dari tujuh hari
kerja. Meskipun sebenarnya lembaga keuangan memberikan waktu
hingga maksimal akhir bulan dari bulan yang berjalan, karena hal
tersebut berhubungan dengan target collector.
Collector diperbolehkan menerima pembayaran langsung dari
nasabah, namun hal yang perlu diperhatikan oleh nasabah adalah
memastikan bahwa nasabah menerima bukti pembayaran dari
collector tersebut, dan bukti tersebut merupakan bukti pembayaran
36
dari perusahaan dimana nasabah tersebut memiliki kewajiban
pembiayaan.
c. Collector remedial
Apabila ternyata debitur masih belum melakukan pembayaran,
maka tunggakan tersebut akan diberikan kepada level yang
selanjutnya yaitu juru sita (collector remedial). Pada level ini yang
memberikan kesan negatif mengenai dunia dunia collector, karena
pada level ini sistem kerja collector adalah dengan cara mengambil
barang jaminan (bila pembiayaan yang disepakati memiliki jaminan)
nasabah.
Cara yang dilakukan dan perilaku collector pada level ini
tergantung dari tanggapan nasabah mengenai kewajibannya, dan
menyerahkan jaminannya dengan penuh kesadaran, maka dapat
dipastikan bahwa collector tersebut akan bersikap baik dan sopan.
Namun apabila nasabah ternyata tidak memberikan itikad baik untuk
menyerahkan barang jaminannya, maka collector tersebut dengan
sangat terpaksa akan melakukan kewajibannya dan menghadapi
tantangan dari nasabah tersebut.Yang dilakukannya pun bervariasi
mulai dari membentak, merampas dengan paksa dan lain sebagainya,
dalam menggertak nasabah.
Namun apabila dilihat dari segi hukum, collector tersebut
tidak dibenarkan apabila sampai melakukan perkara pidana, seperti
memukul, merusak barang dan lain sebagaiannya, atau bahkan hal
yang terkecil yaitu mencemarkan nama baik nasabah.
Untuk beberapa perusahaan lembaga keuangan, apabila kredit
tidak memiliki barang jaminan, maka tugas collector akan semakin
berat karena tidak ada yang bertindak sebagai juru sita, hal tersebut
yang memberikan kesan kurang baik mengenai prilaku debt
collector.

Pengertian Debt Collector (skripsi,tesis,disertasi)

 


Istilah debt collector dalam dunia penagihan utang memang bukan
suatu hal baru, meskipun tidak diketahui secara pasti kapan pekerjaan ini
bermula namun diyakini bahwa debt collector telah ada sejak
puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Di dunia lembaga keuangan, penggunaan jasa debt collector merupakan hal yang biasa dilakukan,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri bahkan, perusahaan
pembiayaan atau biasa disebut leasing juga menggunakan jasa serupa
jika ingin menagih utang nasabahnya.
Debt collector merupakan pihak ketiga yang menghubungkan
antara lembaga keuangan dan nasabahnya dalam hal penagihan
pembiayaan, penagihan tersebut hanya dapat dilakukan apabila kualitas
tagihan pembiayaan dimaksud telah termasuk dalam kategori
kolektibilitas diragukan atau macet.34
Hal ini tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia
no.7/60/DASP Tahun 2005 Bab IV angka 1 dan 2 yang isinya berbunyi
sebagai berikut :
a. Apabila dalam menyelenggarakan kegiatan APMK Penerbit
dan/atauFinancial Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak
lain di luar Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut,
seperti kerjasama dalam kegiatan marketing, penagihan,
dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit dan/atau Financial
Acquirer tersebut wajib memastikan bahwa tata cara,
mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh
pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme,
prosedur, dan kualitas apabila kegiatan tersebut dilakukan oleh
Penerbit dan/atau Financial Acquirer itu sendiri.
b. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam
melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit, maka
1) penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan
apabila kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah
termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet
berdasarkan kriteria kolektibilitas yang digunakan oleh
industri Kartu Kredit di Indonesia, dan
2) Penerbit wajib menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain
tersebut, selain wajib dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pada angka 1, juga wajib dilakukan dengan caracara yang tidak melanggar hukum.”
Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa debt
collector adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara lembaga
keuangan dan nasabah dalam hal penagihan pembiayaan, penagihan
tersebut hanya dapat dilakukan apabila kualitas tagihan kartu pembiayaan
dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau
macet

Karakteristik Account Officer (skripsi,tesis,disertasi)

 . 

Account officer adalah orang yang bertugas mencari nasabah
yang layak sesuai kriteria peraturan lembaga keuangan.31 Karakteristik
account officers ebagai berikut:
a. Karakteristik Personal
1) Inteligensia, baik dari sudut pandang akademis maupun sudut
pandang praktis, seorang account officer harus mampu
mangaplikasikan intelligensinya untuk memecahkan masalah.
2) Bertindak berdasarkan akal sehat.
3) Memiliki sifat ingin tahu 4) Kemampuan untuk mendengarkan
5) Kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan
analisis
6) Berorientasi pada hasil
7) Memiliki motivasi diri
8) Tegas dan Percaya diri
9) Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, kemampuan
mengatur waktu, kemampuan beradaptasi, kemampuan
bernegosiasi.32
b. Kemampuan Teknis
1) Pemahaman akan suatu bisnis secara umum
2) Kemampuan untuk menganalisis laporan keuangan, ilmu
ekonomi,pengetahuan tentang sumber informasi yang tersedia,
pengetahuan tentang produk, marketing dan pembukuan.
3) Mengenal berbagai aspek dari berbagai industri.

Peran dan Fungsi Account Officer (skripsi,tesis,disertasi)

 


Peran dan fungsi seorang Account Officer adalah:
a. Mengelola Account
Seorang Account Officer berperan untuk membina nasabah
agar mendapatkan efisiensi dan optimalisasi dari setiap transaksi
keuangan yang dilakukan tanpa meninggalkan tanggung jawabnya
sebagai personil bank.
b. Mengelola produk
Seorang Account Officer harus mampu menjembatani
kemungkinan pemakaian berbagai produk sesuai untuk kebutuhan
nasabahnya

 c. Mengelola pembiayaan
Account Officer berperan untuk melakukan pemantauan atas
pinjaman yang diberikan kepada nasabah agar nasabah selalu
memenuhi komitmen atas pinjamannya. Untuk melaksanakan hal ini,
seorang AO harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang bisnis
nasabahnya.
d. Mengelola penjualan
Seorang Account Officer pada dasarnya merupakan ujung
tombak lembaga keuangan dalam memasarkan produknya, maka
seorang Account Oficer juga harus memiliki salesmanship yang
memadai untuk dapat memasarkan produk yang ditawarkan. 

Pengertian Account Officer (skripsi,tesis,disertasi)


Account officer adalah aparat manajemen/lembaga keuangan yang ditugaskan untuk membantu direksi dalam menangani tugas-tugas khususnya yang menyangkut bidang marketing dan pembiayaan. Account officer dituntut memiliki keahlian dan keterampilan, baik teknis maupun operasional, serta memiliki penguasaan pengetahuan yang bersifat teoritis. Account officer yang baik telah terbiasa dengan berbagai barang yang lazim digunakan untuk menganalisis, mengetahui cara-cara menganalisis, memiliki pengetahuan yang memadai tentang aspek ekonomi keuangan, manajemen, hukum, dan teknis, serta memiliki wawasan yang luas mengenai prinsip-prinsip pembiayaan. Account officer adalah petugas lembaga keuangan yang dalam melaksanakan pekerjaannya berusaha untuk menciptakan paket produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan nasabah. Account officer merupakan point of contact antara lembaga keuangan dengan pihak nasabah, dimana seorang account officer harus memelihara hubungan dengan nasabah dan wajib memonitor seluruh kegiatan nasabah secara terus menerus.  Sistem Account Officer memiliki peranan yang besar, karena peranannya dalam menghubungkan lembaga keuangan dengan nasabahnya. Tugas Account Officer dimulai dari mencari, menilai, mengevaluasi, selanjutnya mengusulkan proposal pembiayaan nasabah, dan tidak berhenti disitu Account Officer juga harus tetap membina nasabahnya agar mampu mengembalikan dana yang telah dipinjam kepada lembaga keuangan. Bisa dikatakan Account Officer seperti konsultan bagi lembaga keuangan. Maka sebagai ujung tombak lembaga keuangan Account Officer harus memiliki integritas yang tinggi kepada lembaga keuangan, tidak memberikan usulan nasabah yang asal-asalan yang justru malah menjadi resiko bagi lembaga keuangan dikemudian hari.

Risiko Kepatuhan (skripsi,tesis,disertasi)


Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 13/23/PBI/2011 mendefinisikan risiko kepatuhan sebagai risiko akibat lembaga keuangan tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, serta prinsip syariah. Tidak ada perbedaan signifikan antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional terkait risiko ini, selain hanya pada masalah prinsip syariah yang melekat pada lembaga keuangan syariah.  Risiko kepatuhan melekat pada peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Antara lain ketentuan kewajiban pemenuhan modal minimum sesuai dengan profil risiko, batas maksimum pemberian kredit (BMPK), kualitas aktiva produktif (KAP), penerapan Good Corporate Governance (GCG) dan ketentuan lainnya

Risiko Strategik (skripsi,tesis,disertasi)


Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 13/23/PBI/2011 mendefinisikan bahwa Risiko Strategik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan strategik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan atas bisnis. Kurang responsifnya lembaga keuangan terhadap perubahan eksternal juga bagian dari risiko strategik. Akibat dari keputusan yang tidak tepat ini lembaga keuangan harus mengeluarkan biaya yang besar dan gagal mencapai target bisnisnya.Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional terkait risiko ini.

Risiko Reputasi (skripsi,tesis,disertasi)


Risiko reputasi adalah risiko kerusakan potensial sebagai akibat opini negatif publik terhadap kegiatan lembaga keuangan sehingga mengalami penurunan jumlah nasabah atau menimbulkan biaya besar karena gugatan pengadilan atau penurunan pendapatan. Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 13/23/PBI/2011 dikatakan risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap lembaga keuangan

Risiko Hukum (skripsi,tesis,disertasi)


Risiko hukum adalah risiko yang terjadi diakibatkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau lemahnya perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat sahnya kontrak. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional terkait dengan risiko hukum.

Risiko Operasional (skripsi,tesis,disertasi)

 . 

Risiko operasional adalah risiko dari kerugian atau ketidak
cukupan dan kegagalan dari proses internal, manusia, dan sistem
yang gagal atau dari peristiwa internal.17Risiko ini lebih dekat
dengan kesalahan manusia (human error), adanya ketidakcukupan
dan atau tidak berfungsinya proses internal, kegagalan sistem, atau
adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional lembaga
keuangan. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara lembaga
keuangan Islam dan lembaga keuangan konvensional terkait dengan
risiko operasional.
Risiko operasional dapat menimbulkan kerugian keuangan
secara langsung maupun tidak langsung, serta kerugian potensial
berupa kesempatan yang hilang untuk memeroleh keuntungan.
Disamping itu, risiko operasional juga dapat menimbulkan kerugian
yang tidak dapat atau sulit dihitung secara kuantitatif, seperti nama
baik atau reputasi lembaga keuangan, yang dampak kerugian
terkait dengan reputasi pada akhirnya dapat berakibat pada kerugian
finansial. Sebagai contoh reputasi lembaga keuangan yang terganggu
dapat mengakibatkan para nasabah deposan maupun debitur memindahkan aktivitas perbankan mereka kepada lembaga keuangan
yang lain

Monday, January 30, 2023

Risiko Likuiditas (skripsi,tesis,disertasi)

 


Risiko likuiditas adalah risiko yang disebabkan lembaga
keuangan tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh
tempo, risiko ini muncul manakala lembaga keuangan tidak mampu
memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan

Resiko Pasar (skripsi,tesis,disertasi)

 


Risiko pasar didefinisikan sebagai risiko kerugian pada
posisi neraca serta pencatatan tagihan dan kewajiban di luar
neraca yang timbul akibat pergerakan harga pasar. Variabel pasar
antara lain adalah suku bunga, nilai tukar,14risiko komoditas dan risiko
ekuitas.15Risiko pasar ini dapat berupa perubahan nilai dari aset
yang dapat diperdagangkan atau disewakan.
Risiko pasar yang timbul akibat pergerakan harga pasar,
dapat berupa naik turunnya posisi rupiah terhadap valuta asing, harga
saham dan sukuk, dan harga-harga komoditas terhadap nilai ekonomi
riil dari aset yang dimiliki lembaga keuangan Islam. Apapun
asetnya, lembaga keuangan Islam akan menghadapi risiko ini
ketika aset yang dimiliki lembaga keuangan Islam tidak dipegang
hingga jatuh tempo, namun hanya dipegang hingga periode waktu
tertentu. Untuk terkena dampak risiko pasar, lembaga keuangan
Islam tidak harus terlibat dalam aktivitas transaksi aktif. Dalam
posisi pasif sekalipun, lembaga keuangan dapat terkena dampaknya
seperti pada risiko nilai tukar mata uang.

Risiko Pembiayaan (skripsi,tesis,disertasi)

 Pada umumnya istilah risiko kredit dengan risiko

pembiayaan adalah sama. Karena keduanya merupakan jenis produk
dengan sistem yang sama. Yang membedakannya adalah sistem
bunganya lembaga keuangan konvensional, dan bagi hasilnya pada
lembaga keuangan Islam.
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan nasabah/atau
pihak lain dalam memenuhi kewajiban melunasi kredit pada
lembaga keuangan.12
Pada aktivitas pemberian kredit, baik kredit
komersil maupun kredit konsumsi terdapat kemungkinan nasabah
tidak dapat memenuhi kewajiban kepada lembaga keuangan karena
berbagai alasan, seperti kegagalan bisnis, karena karakter nasabah
yang tidak mempunyai itikad baik untuk memenuhi kewajibannya kepada lembaga keuangan, atau memang terdapat kesalahan dari pihak
lembaga keuangan dalam proses persetujuan pembiayaan.
Definisi antara risiko kredit dengan risiko pembiayaan tidak
jauh berbeda. Risiko pembiayaan adalah risiko akibat kegagalan
nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajibannya kepada
lembaga keuangan sesuai perjanjian yang disepakati. Salah satu yang
termasuk dalam kelompok risiko pembiayaan merupakan risiko
yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu
pihak atau kelompok pihak industri, sektor dan area geografis
tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar dan
dapat mengancam kelangsungan usaha lembaga keuangan.
Risiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagi aktivitas
bisnis lembaga keuangan. Pada sebagian besar lembaga keuangan,
(termasuk konvensional yang telah penulis sebutkan di atas)
pemberian pembiayaan merupakan sumber risiko pembiayaan yang
besar. Selain pembiayaan, lembaga keuangan menghadapi risiko kredit
dari berbagai instrumen keuangan seperti surat berharga, akseptasi,
transaksi antar lembaga keuangan, transaksi pembiayaan
perdagangan, transaki nilai tukar dan derivatif, serta kewajiban
komitmen dan kontingensi.Pengelolaan risiko kredit mencakup
beberapa hal penting,13pertama, seorang pimpinan harus mampu
melihat kemungkinan risiko kredit yang muncul dan disesuaikan 

Proses Manajemen Risiko (skripsi,tesis,disertasi)

 


Manajemen risiko merupakan serangkaian prosedur dan
metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha
lembaga keuangan. Proses manajemen resiko sebagai berikut:
a. Identifikasi risiko
Proses identifikasi risiko dilakukan dengan melakukan analisis
terhadap karakteristik risiko yang melekat pada perusahaan
tersebut, risiko dari produk dan kegiatan usaha perusahaan. Teknik
identifikasi risiko yang dapat dipakai sebagai berikut:
1) Identifikasi seluruh risiko secara berkala.
2) Melakukan identifikasi risiko pada seluruh produk dan
aktivitas bisnis perusahaan.
3) Menganalisis seluruh sumber risiko, yang paling tidak
dilakukan terhadap risiko produk dan aktivitas perusahaan serta
memastikan bahwa risiko dari produk dan aktivitas baru telah
melalui proses manajemen risiko yang layak sebelum
diperkenalkan atau dijalankan. 

b. Pengukuran risiko
Pengukuran risiko adalah proses sistematis yang dilakukan
oleh perusahaan untuk mengukur tinggi rendahnya risiko yang dihadapi perusahaan melalui kuantifikasi risiko.11Tindakan yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data,
dan prosedur yang digunakan. “Secara berkala” adalah minimal
secara triwulanan atau lebih sesuai dengan perkembangan
usaha perusahaan dan kondisi eksternal yang memengaruhi
kondisi perusahaan.
2. Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila
terdapat perubahan kegiatan usaha perusahaan, produk, transaksi,
dan faktor risiko yang bersifat material yang dapat memengaruhi
kondisi keuangan perusahaan.
c. Pemantauan risiko
Sistem dan prosedur pemantauan mencakup pemantauan
terhadap besarnya eksposur risiko, toleransi risiko, kepatuhan limit
internal, dan hasil stress testing atau konsistensi pelaksanaan dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Pemantauan dilakukan baik
oleh unit pelaksana maupun oleh SKMR (Satuan Kerja Manajemen
Risiko). Hasil pemantauan disajikan dalam laporan berkala yang
disampaikan kepada manajemen dalam rangka mitigasi risiko dan
tindakan yang diperlukan 

d. Pengendalian risiko
Sebuah perusahaan harus memiliki sistem pengendalian risiko
yang memadai dengan mengacu pada kebijakan dan prosedur
yang telah ditetapkan. Proses pengendalian risiko harus disesuaikan
dengan eksposur risiko atau tingkat risiko yang akan diambil dan
toleransi risiko. Pengendalian dapat dilakukan dengan metode
mitigasi risiko, antara lain lindung nilai dan penambahan modal
untuk menyerap potensi kerugian.

Tujuan dan Manfaat Manajemen Risiko (skripsi,tesis,disertasi)

 


Ditetapkannya proses suatu manajemen risiko di dalam ruang
lingkup manajemen perusahaan/perbankan tentunya memiliki tujuantujuan yang hendak dicapai. Tujuan manajemen risiko menurut Veithzal
Rivai adalah sebagi berikut:7
a. Tujuan sebelum terjadinya peril
Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sebelum
terjadinya peril antara lain:
1) Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya upaya untuk
menanggulangi kemungkinan kerugian dengan cara yang paling
ekonomis, yang dilakukan dengan memulai analisis keuangan.
2) Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu upaya untuk
menanggulangi kecemasan sebab adanya kemungkinan terjadinya
peril tertentu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang
sangat tinggi 3) Tindakan penanggulangan risiko yang dilakukan pihak ketiga atau
pihak luar perusahaan, misalnya memakai atau memasang alat-alat
keselamatan kerja tertentu di tempat kerja pada waktu bekerja,
mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai agunan.
b. Tujuan sesudah terjadinya peril
Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal setelah terjadinya
peril dapat berupa:
1) Menyelamatkan operasi perusahaan
2) Mencari upaya-upaya agar operasi perusahaan dapat berlanjut
sesudah perusahaan terkena peril
3) Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir
meskipun tidak sepenuhnya
4) Mengusahakan tetap berlanjutnya pertumbuhan usaha bagi
perusahaan yang sedang melakukan pengembangan usaha
5) Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial dari
perusahaan.
Selain daripada itu, secara umum tujuan manajemen risiko
adalah berupa:
1) Memberikan atau menyediakan informasi tentang risiko kepada
pihak regulator
2) Memastikan lembaga keuangan tidak mengalami kerugian yang
bersifat unacceptable.
16
3) Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko kerugian yang
bersifat uncontrolled
4) Mengukur eksposur dan pemusatan risiko
5) Mengalokasikan modal dalam membatasi risiko.8
Manajemen resiko ada beberapa manfaat yang akan diperoleh, yaitu:
a. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil
setiap keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati dan
selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.
b. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruhpengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka
panjang.
c. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu
menghindari risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian
khususnya kerugian dari segi financial.
d. Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang
minimum.
e. Dengan adanya konsep manajemen risiko yang dirancang secara detail
maka artinya perusahaan telah membangun arah dan mekanisme secara
berkelanjutan 

Pengertian Manajemen Risiko (skripsi,tesis,disertasi)

 


Manajemen adalah suatu aktivitas khusus menyangkut
kepemimpinan, pengarahan, pengembangan personal, perencanaan, dan
pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan unsurunsur pokok dalam suatu proyek.1Manajemen dalam bahasa Arab disebut
dengan idarah, yaitu sarana untuk merealisasikan tujuan umum. Risiko
sering dikatakan sebagai uncertainty atau ketidakpastian.
Ketidakpastian sering diartikan dengan keadaan dimana ada beberapa
kemungkinan kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang
berbeda. Tetapi, tingkat kemungkinan atau probabilitas kejadian itu
sendiri tidak diketahui secara kuantitatif.2
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa risiko adalah peluang dari kemungkinan terjadinya
peristiwa yang tidak diinginkan (merugikan) baik bagi
perusahaan/lembaga, maupun bagi orang per orang.
Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu metode logis dan
sistematik dalam identifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi serta melakukan monitoring dan pelaporan risiko yang berlangsung
pada setiap aktivitas atau proses.3
Manajemen Resiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas
tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam
memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan
berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis.4
Manajemen risiko dapat dikatakan pula sebagai suatu
pendekatan terstruktur atau metodologi dalam mengelola
ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman. Manajemen risiko yang
efektif oleh lembaga keuangan akan menghasilkan tingkat kinerja dan
kesehatan yang baik bagi lembaga keuangan yang bersangkutan.5
Manajemen risiko adalah proses pengukuran atau penilaian
risiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi dapat
diambil antara lain adalah memindahkan risiko ke pihak lain, menghindari
risiko, mengurangi efek negatif risiko dan menampung sebagian atau
semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional
terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal
(seperti bencana alam, kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum).   Manajemen risiko keuangan di sisi lain, terfokus pada risiko yang
dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan.6
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
menajamen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi
pengelolaan risiko sehingga usaha lembaga keuangan tetap dapat
terkendali pada batas atau limit yang dapat diterima serta menguntungkan
lembaga keuangan

Pengaruh Kemampuan Manajerial dan Perilaku Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Usaha (skripsi,tesis,disertasi)

 


Yuyun Wirasasmita (2007) dalam Yusuf (2018:39) “Faktor internal yang
paling penting yang mempengaruhi keberhasilan usaha adalah kewiraswastaan dan
manajerial”.
Dalam hasil penelitian Shandra dkk (2018:20) menunjukan bahwa
kemampuan manajerial dan perilaku kewirausahaan berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan maupun keberhasilan usaha.

Pengaruh Perilaku Kewirausahan terhadap Keberhasilan Usaha (skripsi,tesis,disertasi)

 


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap keberhasilan
usahanya.
Dalam hasil penelitian Arief Syaifudin (2020:56) bahwa secara parsial
bahwa perilaku kewirausahaan berpengaruhterhadap keberhasilan usaha.
Lalu dalam Ahmad dkk (2014 :17) Terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara perilaku kewirausahaan terhadap keberhasilan usaha

Pengaruh Kemampuan Manajerial terhadap Keberhasilan Usaha (skripsi,tesis,disertasi)

 


Seseorang yang memiliki kemampuan manajerial adalah orang yang
sanggup mengambil tindakan-tindakan yang telah ditentukan. Hal tersebut menjadi
unsur terpenting dalam mengelola kegiatan suatu usaha untuk mencapai tujuan dari
usaha tersebut. Menurut Raeni Dwi Santy & Muhamad Ihsan (2018 : 5 ) “Kinerja
usaha merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya
sendiri, guna mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara hukum, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika”
Menurut hasil penelitian Shandra dkk (2018:19) menunjukan bahwa
kemampuan manajerial dan perilaku kewirausahaan berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan.
Lalu menurut Petríková D., Soroková T. (2016 : 190) menyatakan bahwa
kemampuan manajerial berpengaruh positif sebagai penetu suatu usaha

Indikator Keberhasilan Usaha (skripsi,tesis,disertasi)

 


Beberapa indikator dalam menentukan keberhasilan usaha Noor (2007:397)
dalam Ronny (2017:26) adalah sebagai berikut:
a. Laba/profitability. Laba merupakan tujuan utama dari bisnis. Laba usaha adalah
selisih antara pendapatan dengan biaya.
b. Produktivitas dan efisiensi. Besar kecilnya produktivitas suatu usaha akan
menentukan besar kecilnya produksi. Hal ini akan mempengaruhi besar kecilnya
penjualan dan pada akhirnya menentukan besar kecilnya pendapatan, sehingga
mempengaruhi besar kecilnya laba yang diperoleh.
c. Daya saing. Daya saing adalah kemampuan atau ketangguhan dalam bersaing
untuk merebut perhatian dan loyalitas konsumen. Suatu bisnis dapat dikatakan
berhasil, bila dapat mengalahkan pesaing atau paling tidak masih bisa bertahan
menghadapi pesaing.
d. Kompetensi dan etika usaha. Kompetensi dan etika usaha merupakan akumulasi
dari pengetahuan, hasil penelitian, dan pengalaman secara kuantitatif maupun
kualitatif dalam bidangnya sehingga dapat menghasilkan inovasi sesuai dengan
tuntutan zaman.
e. Terbangunnya citra baik. Citra baik perusahaan terbagi menjadi dua yaitu, trust
internal dan trust external. Trust internal adalah amanah atau trust dari segenap
orang yang ada dalam perusahaan. Sedangkan trust external adalah timbulnya
rasa amanah atau percaya dari segenap stakeholder perusahaan, baik itu
konsumen, pemasok, pemerintah, maupun masyarakat luas, bahkan juga
pesaing.

Faktor Penyebab Kegagalan dalam Berwirausaha (skripsi,tesis,disertasi)

 


Menurut Suryana (2009) dalam Ahmad dkk (2015:8) faktor penyebab
kegagalan berwirausaha ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Tidak kompeten dalam hal manajerial. Tidak kompeten atau tidak memiliki
kemampuan dan pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor penyebab
utama yang membuat perusahaan kurang berhasil.
b. Kurang berpengalaman, baik dalam kemampuan teknik, memvisualisasikan
usaha, mengkoordinasikan, mengelola sumber daya manusia, dan
mengintegrasikan operasi perusahaan.
c. Kurang dapat mengendalikan keuangan. Agar perusahaan dapat berhasil dengan
baik, faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara aliran kas,
mengatur pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan dalam
pemeliharaan aliran kas akan menghambat operasional perusahaan dan
mengakibatkan perusahaan tidak lancar.
d. Gagal dalam perencanaan. Perencanaan merupakan titik awal dari suatu
kegiatan, sekali gagal dalam perencanaan maka akan mengalami kesulitan dalam
pelaksanaan.
e. Lokasi yang kurang memadai. Lokasi usaha yang strategis merupakan faktor
yang menentukan keberhasilan usaha. Lokasi yang tidak strategis dapat
mengakibatkan perusahaan sukar beroperasi karena kurang efisien.
f. Kurangnya pengawasan peralatan. Pengawasan erat kaitannya dengan efisiensi
dan efektivitas. Kurang nya pengawasan dapat mengakibatkan penggunaan
peralatan (fasilitas) perusahaan secara tidak efisien dana tidak efektif.
g. Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha. Sikap yang setengahsetengah terhadap usaha akan mengakibatkan usaha yang dilakukan menjadi
labil dan gagal. Dengan sikap setengah hati, kemungkinan terjadinya gagal
menjadi lebih besar.
h. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan / transisi kewirausahaan.
Wirausaha yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan tidak akan
menjadi wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha hanya bisa
diperoleh apabila berani mengadakan perubahan dan mampu membuat peralihan
setiap waktu.

Faktor Penyebab Keberhasilan dalam Berwirausaha (skripsi,tesis,disertasi)

 


Menurut Suryana (2009) dalam Ahmad dkk (2015:7) faktor penyebab
keberhasilan berwirausaha ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Kemampuan dan kemauan. Orang yang tidak memiliki kemampuan tetapi
banyak kemauan dan orang yang memiliki kemauan tetapi tidak memiliki
kemampuan, keduanya tidak akan menjadi wirausaha yang sukses.
b. Tekad yang kuat dan kerja keras. Orang yang tidak memiliki tekad yang kuat
tetapi mau bekerja keras dan orang yang suka bekerja keras tetapi tidak memiliki
tekad yang kuat, keduanya tidak akan menjadi wirausaha yang sukses.
c. Mengenal peluang yang ada dan berusaha meraihnya ketika ada kesempatan.

Pengertian Keberhasilan Usaha (skripsi,tesis,disertasi)

 


Menurut Ahmad dkk (2014:4) berpendapat bahwa :
“Keberhasilan usaha merupakan utama dari sebuah perusahaan dimana
segala aktivitas yang ada didalamnya ditujukan untuk mencapai suatu
keberhasilan.”
Menurut Dedi dalan Ahmad dkk (2015:6) “Keberhasilan usaha biasanya
dicirikan dengan membesarnya skala usaha yang dimilikinya. Hal tersebut bisa
dilihat dari volume produksinya yang tadinya biasa menghabiskan sejumlah bahan
baku perhari meningkat menjadi mampu mengolah bahan baku yang lebih banyak
dengan meningkatnya bahan baku yang dibutuhkan berarti meningkat pada jumlah
buruhnya (baik buruh produksi maupun pemasaran) sekaligus mencirikan perluasan
jaringan pemasaran”.
Kriteria keberhasilan usaha menurut Suryana (2003) dalam Alex Wibowo
(2015:110) meliputi meningkatnya modal, meningkatnya pendapatan,
meningkatnya volume penjualan, meningkatnya output produksi serta
meningkatnya tenaga kerja. Keberhasilan usaha dapat dilihat melalui kemampuan
bertahan hidup dan semakin berkembangnya suatu perusahaan Saboet (1994:110)
dalam Alex Wibowo (2015:111).
Dalam pengertian umum, Mudzakar dalam Andari (2011:21)
mengemukakan bahwa keberhasilan usaha adalah suatu kondisi yang menunjukkan
suatu keadaan yang lebih baik/unggul dari masa sebelumnya

Indikator Perilaku Kewirausahaan (skripsi,tesis,disertasi)

 


Novita Nurul (2015:8) dalam penelitiannya bahwa indikator-indikator yang
mencerminkan Perilaku Kewirausahaan yaitu:
1. Keputusan wirausaha
Dalam menghadapi berbagai permasalahan, seorang wirausahawan senantiasa
dituntut untuk kreatif. Keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif
terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk digunakan sebagai cara
pemecahan masalah. Contohnya keberanian menanggung resiko, yaitu usaha untuk
menimbang dan mananggung resiko dalam mengambil keputusan dan menghadapi
ketidakpastian.
2. Tindakan nyata telah menjalankan usaha
Karakteristik wirausaha dapat didefinisikan sebagai hal yang berhubungan
dengan ciri khas, perilaku, watak, tabiat, sikap serta tindakan seseorang terhadap
untuk mewujudkan gagasan kreatif ke dalam dunia usaha.
Sikap dan tindakan tersebut biasanya mencakup sebagian besar sikap dan
tindakan seorang wirausahawan dalam kesehariannya. Karakteristik wirausaha
dianggap berhasil setelah sikap keseharian, berupa komitmen dalam melakukan
pekerjaan dilakukan dengan sepenuh hati. Adapun karakteristik yang harus dimiliki
setiap perilaku kewirausahaan sebagai berikut :
 Memiliki komitmen dalam pekerjaan
 Peka terhadap tren baru dan berani memulai
 Pantang menyerah
 Berani mengambil resiko
3. Pernyataan rencana pengembangan usaha yang ada
Pengembangan suatu usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha atau
wirausaha yang membutuhkan pandangan kedepan, motivasi dan kreativitas. Pada
umumnya pemilik usaha dalam mengembangkan usahanya harus mampu melihat
suatu peluang dimana orang lain tidak mampu melihatnya, menangkap peluang dan
memulai usaha (bisnis), dan menjalankan bisnis dengan berhasil.