Friday, January 21, 2022

Teori Feminisme (skripsi dan tesis)

 


Feminisme lahir pada awal abad ke-20 yang dipelopori oleh
Virginia Wolf dalam bukunya yang berjudul A Room of One’s Own
(1929). Secara etimologis feminis berasal dari kata famme (woman),
yang diartikan sebagai perempuan dengan tujuan memperjuangkan hakhaknya dalam kelas sosial (Rahmatania, 2015). Teori feminisme 
menuntut adanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam
kehidupan sosial atau bisa disebut dengan kesetaraan gender.
Kesetaraan gender diharapkan mampu meningkatkan peran dan
partisipasi perempuan dalam semua kegiatan seperti politik, ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan serta kesamaan dalam menikmati
pembangunan (Nuryati, 2015).
Eksekutif memegang peranan penting di dalam perusahaan,
sehingga membutuhkan gaya kepemimpinan yang efektif untuk
mencapai tujuan perusahaan. Kajian yang dikemukakan oleh Robbins
(1998) dalam Nuryati (2015) menyatakan bahwa perempuan cenderung
memiliki gaya kepemimpinan yang lebih demokratik. Mereka
cenderung memimpin melalui pemberdayaan pada kharisma, keahlian,
kontak, dan keahlian interpersonal dalam mempengaruhi orang lain.
Sebaliknya laki-laki cenderung lebih menggunakan gaya yang bersifat
directive yaitu mendasarkan jabatan formal yang dimilikinya untuk
melakukan kontrol dan perintah.
Di dalam perusahaan, eksekutif merupakan pemegang kunci
penting dalam pengambilan keputusan bagi keberlangsungan usaha.
Dengan adanya keberagaman gender dalam jajaran eksekutif
perusahaan akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan, sebab
adanya perbedaan sifat antara perempuan dan laki-laki. Dilihat dari
aspek risiko, menurut Betz et al (1989) dalam Amri (2017) eksekutif
perempuan lebih menghindari risiko daripada eksekutif laki-laki, 
sehingga eksekutif perempuan akan lebih berhati-hati dalam mengambil
keputusan.
Terkait persoalan penghindaran pajak, eksekutif perempuan
akan lebih memperhatikan risiko jangka panjang yang akan menimpa
pada perusahaan apabila melakukan praktik tax avoidance tersebut,
terlebih jika tax avoidance didukung dengan tindakan manajemen laba.
Apabila pihak pemegang saham mengetahui tentang tindakan
manipulasi laba tersebut tentu akan mengancam keberlangsungan
jabatannya di dalam perusahaan. Belum lagi adanya ancaman sanksi
yang diberikan oleh pemerintah atas tindakan penghindaran pajak yang
nantinya dapat memberikan citra buruk bagi perusahaan yang
dipimpinnya.
Berdasarkan penelitian mengenai perilaku pajak yang
dilakukan oleh Kastlunger et al (2010), menunjukkan bahwa
perempuan tidak bekerja sama dalam menentukan strategi penghindaran
pajak. Perempuan menunjukkan tingkat kepatuhan pajak yang lebih
tinggi sedangkan laki-laki cenderung memiliki tingkat penghindaran
pajak yang tinggi.

Teori Keagenan (skripsi dan tesis)

 


Teori keagenan dikembangkan oleh Michael C Jensen seorang
Profesor dari Harvard dan William H. Meckling dari University of
Rochester. Menurut Jensen & Meckling (1976) teori kegenan
menyatakan adanya suatu hubungan kontraktual antara pemilik
perusahaan (primcipal) dengan orang lain yang ditugaskan sebagai
pihak manajemen (agent) sebagai bentuk pendelegasian tanggung
jawab untuk mengelola perusahaan. Teori keagenan menjelaskan
tentang hubungan antara seseorang (primcipal) yang mepekerjakan
orang lain (agent) untuk mewakili kepentingannya (Ross et al,
2009:15).
Teori keagenan menjelaskan tentang adanya pemisahan
wewenang antara pemilik atau pemegang saham dengan manajemen
perusahaan yang mengelola dan melaksanakan kegiatan operasional
perusahaan. Pendelegasian wewenang tersebut dimaksudkan untuk
mencapai kegiatan operasional yang efektif dan efisien karena para
pemegang saham mempercayakan pengelolaan perusahaan kepada
pihak manajemen untuk dapat bekerja secara profesional.
Pada hakikatnya manajemen perusahaan dikontrak oleh
pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham.
Namun, karena terdapat perbedaan sifat antara kedua belah pihak
sehingga seringkali terjadi pengambilan keputusan yang berbeda antara 
keduanya yang dapat memicu adanya perbedaan sikap dalam
memutuskan kebijakan yang diambil untuk perusahaan (Winasis et al,
2017). Principal dan agent adalah dua individu atau kelompok yang
sebenarnya memiliki kepentingan masing-masing yang bertujuan untuk
menyejahterakan individu atau kelompoknya. Sebagai pihak yang
mengelola kegiatan operasional perusahaan, manajemen perusahaan
sebagai agent memiliki tujuan sendiri untuk mencapai kesejahteraannya
sehingga dimungkinkan bahwa manajemen perusahaan tidak
melakukan usaha yang terbaik bagi kepentingan pemegang saham
sebagai principal. Kondisi tersebut memicu adanya konflik keagenan
(agency problem).
Konflik keagenan adalah kemungkinan adanya konflik
kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan
(Ross et al, 2009:15). Salah satu permasalahan dalam konflik keagenan
yang dapat terjadi adalah adanya asimetri informasi antara principal
dan agent. Asimetri informasi merupakan ketidakseimbangan informasi
yang diterima oleh principal dengan informasi yang dimiliki oleh
agent. Manajemen perusahaan sebagai agent umumnya lebih
mengetahui informasi perusahaan yang meliputi rencana
pengembangan, kinerja keuangan, serta prospek usaha untuk ke
depannya.
Asimetri informasi juga dapat dimanfaatkan oleh manajemen
perusahaan sebagai agent untuk memenuhi kepentingan pribadinya. 
Salah satu contohnya tindakan efisiensi pembayaran pajak untuk
meperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Efisiensi pembayaran
pajak dapat diupayakan oleh manajemen perusahaan dengan melakukan
tax avoidance agar dapat memperkecil beban pajak yang harus
disetorkan. Tax avoidance dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya denga tindakan manajemen laba, sebab beban pajak didasarkan
oleh laba bersih perusahaan sehingga dimungkinkan pihak manajemen
untuk mengatur laba perusahaan sehingga mampu menciptakan beban
pajak yang rendah.
Dalam hal ini para pemegang saham sebagai principal hanya
mengetahui bahwa keuntungan yang diperolehnya menjadi lebih besar.
Sementara itu, manajemen perusahaan hanya memikirkan kepentingan
pribadinya dalam jangka pendek demi mendapatkan keuntungan yang
besar tanpa berpikiran efek jangka panjang yang harus dihadapi
perusahaan akibat tindakan tax avoidance tersebut. Di lain pihak, para
pemegang saham akan lebih mengoptimalkan kinerja perusahaan untuk
manfaat dalam jangka panjang

Koneksi Politik (skripsi dan tesis)

 


Koneksi politik diukur dengan
menggunakan variabel dummy dimana 0
(nol) menyatakan tidak ada koneksi politik
melalui direksi perusahaan dan 1 (satu)
menyatakan adanya koneksi politik melalui
direksi, dewan komisaris dan komite audit
perusahaan (Butje & Tjondro, 2014).

Koneksi Politik (skripsi dan tesis)

 


Koneksi politik dalam dunia bisnis
memang sangat dekat hubungannya
terutama untuk era sekarang, tidak
dipungkiri bahwa sebagian aktivitas sosial
termasuk perekonomian saat ini tidak lepas
dari nuansa politik bahkan hampir semua
aspek kehidupan saat ini dihubungkan
dengan politik. Koneksi menurut kamus
besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah
hubungan yang dapat memudahkan
(melancarkan) segala urusan. Koneksi
politik dipercaya sebagai salah satu sumber
yang sangat berharga bagi perusahaan
karena dengan terjalinnya perusahaan
dengan politik dipercaya dapat
menghindarkannya dari pajak (Wicaksono,
2017).
Sedangkan makna dari politik
sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu
polis yang berarti kota yang berstatus
negara (citystate) menurut aristoteles dan
plato politik dianggap sebagai upaya untuk
mencapai masyarakat politik yang terbaik.
Tujuan dari politik sendiri adalah untuk
mendapatkan kekuasaan dan membantu
terselenggaranya kekuasaan di sekitar
masyarakat.

Teori Agensi Dalam Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 


(Scoot, 2009) menyatakan bahwa
memahami sepenuhnya kepentingan pihak
manajemen dalam pelaporan keuangan
perlu kiranya mempertimbangkan beberapa
model dari teori permainan (Game Theory).
Teori permainan adalah suatu pendekatan
matematis untuk merumuskan situasi
persaingan dan konflik antara beberapa
persaingan.
”Agency theory is a branch of game
theory that studies the design of contracts to
motivate a rational agent to act on behalf of
principal when the agent’s interests would
otherwise conflict with those of the
principal” (scoot, 2009)
Teori agensi dapat terwujud dalam
kontrak kerja yang mengatur proporsi hak
dan kewajiban masing–masing pihak
dengan tetap memperhitungkan
kebermanfaatan secara keseluruhan.
Kontrak kerja merupakan seperangkat
aturan yang mengatur mengenai mekanisme
bagi hasil. Inti dari teori agensi adalah
pendesainan kontrak yang tepat untuk
menyelaraskan kepentingan prinsipal dan
agen dalam hal konflik kepentingan.
Sebuah perusahaan akan melakukan
pemisahan kekayaan antara pemilik dengan
perusahaan. Pemilik perusahaan akan
menunjuk suatu manajemen untuk
mengelola kekayaan perusahaan,
pendelegasian tersebut mengarahkan
kepada manajer untuk mengambil tindakan
strategis untuk perusahaan. Teori agensi
sendiri mengartikan suatu hubungan antara
pemberi kerja dengan penerima kerja untuk
melaksanakan pekerjaan.

Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 


Definisi pajak menurut Prof. Dr.
Rochmat Soemitro, SH, dalam buku
perpajakan (Mardiasmo, 2016 hal. 3) yaitu:
”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara (peralihan kekayaan dari sektor
partikulir ke sektor pemerintah)
berdasarkan undang - undang (dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (tegen prestasi), yang langsung
dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum”. Unsurunsur pokok dari definisi di atas, yaitu: (1)
iuran dari rakyat kepada negara, (2)
dipungut berdasarkan undang - undang, (3)
tanpa jasa timbal atau kontra prestasi dari
negara secara langsung dapat ditunjuk, (4)
digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara.
Menurut (Zain, 2008 hal. 43)
penghindaran pajak yang disebut juga tax
Planning, adalah proses pengendalian
tindakan agar terhindar dari konsekuensi
pengenaan pajak yang tidak dikehendaki.
Penghindaran pajak adalah suatu tindakan
yang legal. Seperti halnya suatu pengadilan
yang tidak dapat menghukum seorang
karena perbuatannya tidak melanggar
hukum atau perbuatannya tidak termasuk
dalam kategori pelanggaran atau kejahatan.
(Hanlon & Heitzman, 2010)
menyebutkan bahwa penghindaran pajak
(tax avoidance) adalah pengurangan pajak
secara eksplisit, kegiatan penghindaran
pajak secara khusus dilakukan untuk
mengurangi pajak, dan manfaat pajak yang
ditargetkan dari kegiatan lobi.
Penghindaran pajak merupakan rangkaian
strategi perencanaan pajak, sesuatu seperti
investasi obligasi berada di satu sisi (pajak
eksplisit yang lebih rendah, dan legal).
Penelitian tentang penghindaran
pajak di Indonesia yang dilakukan oleh
(Wicaksono, 2017) mengemukakan bahwa
di Indonesia kasus penghindaran pajak
banyak dilakukan dengan status
kepemilikan dan direksi yang memiliki
hubungan informal dengan pemerintah atau
partai politik. Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh (Widya H dan Diyanti 2018)
mengemukakan bahwa tindakan
penghindaran pajak dilakukan di Indonesia
salah satu faktornya adalah koneksi politik.
Kebanyakan dari perusahaan melakukan
hubungan informal dengan pemerintah atau
partai politik untuk upaya memperkecil
pengeluaran pajak yang harus dikeluarkan
perusahaan.

Komite audit berpengaruh terhadap penghindaran pajak. (skripsi dan tesis)

 


Audit merupakan elemen penting dalam corporate governance yang erat
kaitannya dengan salah satu prinsip corporate governance yaitu transparansi.
Perusahaan publik semakin menuntut adanya transparansi pada laporan kuangan.
Laporan keuangan yang diaudit oleh KAP The Big Four (Price Water Cooper,
Deloitte Touche Tohmatsu, KPMG, Ernst & Young) memiliki tingkat kecurangan
yang lebih rendah dibanding dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP non The
Big Four (Annisa, 2012)

Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap penghindaran pajak. (skripsi dan tesis)

 


Suryana (2005) menemukan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit
mempunyai kualitas laba yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang tidak
memiliki komite audit. Dalam menerapkan corporate governance, komite audit
memainkan peran penting karena membantu dewan komisaris untuk meningkatkan
kualitas laporan keuangan dan efektifitas audit internal maupun eksternal. Dhaliwal
(2005), frekuensi rapat ikut menentukan kuatnya governance dari komite audit. 
Selain frekuensi rapt, tingkat kehadiran anggota komite juga merupakan hal yang
penting dalam menentukan kuatnya governance perusahaan. Dalam keputusan
BAPEPAM LK Kep 134/BL/2006 menyebutkan bahwa perusahaan yang terdaftar
di BEI harus mengungkapkan tingkat kehadiran masing-masing anggota komite
audit. Semakin besar perusahaan membuat tingkat pegawasan yang dilakukan juga
semakin meningkat, komite audit yang berfungsi mengawasi harus meningkatkan
efektivitas kinerja mereka termasuk meningkatkan frekuensi rapat mereka.

Dewan komisaris berpengaruh terhadap penghindaran pajak. (skripsi dan tesis)

 


Kepemilikan saham dengan institusional pemilik perusahaan non public dan
keluarga, masih dominan terjadi di Indonesia. Besarnya keuntungan dan kerugian
yang didapatkan perusahaan dengan kepemilikan institusional dan perusahaan nonmayoritas, akan berpengaruh pada seberapa tingkat penghindaran pajak yang
dilakukan perusahaan kepemilikan mayoritas dengan perusahaan non-mayoritas.

Retun On Asstes (skripsi dan tesis)

 


Return on Assets (ROA) atau sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
sebagai Rentabilitas Ekonomi mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan
laba pada masa lalu. Analisis ROA mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba dengan menggunakan total asset yang dipunyai perusahaan
setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai assets tersebut (Halim,
2009 : 159). ROA mengukur efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba
melalui aktiva yang tersedia, daya untuk menghasilkan laba dari modal yang
diinvestasikan. Menghitung ROA dengan menggunakan rumus laba bersih setelah
pajak dibagi dengan total aktiva. ROA merupakan pengukur keuntungan bersih
yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik 
produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih (Lestari dan Sugiharto,
2007).

Leverage (skripsi dan tesis)

 


Leverage adalah penggunaan assets dan sumber dana (sources of funds) oleh
perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar
meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Perusahaan menggunakan
leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya
assets dan sumber dananya, dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan
pemegang saham. Sebaliknya leverage juga meningkatkan variabilitas (resiko)
keuangan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih
rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan
keuntungan pemegang saham. Konsep leverage tersebut sangat penting terutama 
untuk menunjukan kepada analis keuangan dalam melihat trede off antara resiko
dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan financial (Sartono, 2000).
Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusaahan
mengguanakan utang. Leverage menggambarkan hubungan antara total aset dengan
modal saham biasa atau menunjukkan penggunaan hutang untuk meningkatkan laba
(Husnan & Pudjiastuti, 2002). Utang yang mengakibatkan munculnya beban bunga
dapat menjadi pengurang laba kena pajak, sedangkan deviden yang berasal dari laba
ditahan tidak dapat menjadi pengurang laba. Beban bunga yang dapat digunakan
sebagai pengurang laba kena pajak adalah beban bunga yang muncul akibat adanya
peminjam kepada pihak ketiga atau kreditur yang tidak memiliki hubungan dengan
perusahaan, hal ini diatur dalam UU No.36 tahun 2008 pasal 6 ayat 1a dan pasal
18.

Good Corporate Governance (skripsi dan tesis)

 


Good Corporate Governance adalah suatu sistem pengendalian internal
perusahaan, dimana tujuannya yaitu untuk mengelola resiko yang signifikan guna
memenuhi tujuan bisnisnya, melalui pengamanan aset perusahaan dan
meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang (Effendi,
2009 : 1). Corporate governance sebagai suatu sistem dimana perusahaan
diarahkan dan dikelola serta dikendalikan (Kurniawan, 2012:21). Dari beberapa
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance yaitu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai
tambah (value added) untuk semua stakeholder (Annisa dan Kurniasih, 2012). 
Penerapan Good Corporate Governance yang baik dan benar akan menjaga
kesinambungan antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat serta
mejauhkan perusahaan dari pengelolaan yang buruk yang mengakibatkan
perusahaan terkena masalah (Hendra, 2012). Prinsip-Prinsip Good Corporate
Governance menurut Komite Naisonal Kebijakan Governance (KNKG) :
a. Transparansi (transparency)
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan inforamasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
b. Akuntabilitas (accountabilitity)
Perusahaan harus dikelola secara benar, terstruktur dan sesuai dengan kepentingan
perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan persyaratan yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
c. Responsibilitas (responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai
good corporate nitizen.
d. Independensi (independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan GG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendoninasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain

Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) (skripsi dan tesis)

 


Laba besar yang diharapkan oleh suatu perusahaan dapat diperoleh melalui
upaya menajemen perusahaan yang salah satunya dengan menerapkan manajemen
pajak sehingga dapat melakukan penghindaran pajak (tax avoidance).
Penghindaran pajak juga dapat didefinisikan sebagai suatu bagian dari strategi
manajemen pajak yang tidak dilarang dalam undang-undang pajak. Penghindaran pajak sebagai penggunaan metode perencanaan pajak untuk secara legal
mengurangi pajak penghasilan yang dibayarkan (Rego, 2003).
Tax avoidance merupakan penghindaran pajak yang tidak ilegal, yaitu tindakan
mengambil keputusan pada kesempatan yang ada dalam peraturan perpajakan untuk
mengurangi kewajiban pajak. Tax avoidance dapat terjadi di dalam undang-undang
atau dapat juga terjadi dalam bunyi ketentuan undang-undang tetapi berlawanan
dengan jiwa undang-undang (Suandy, 2009).
Perusahaan melakukan strategi-strategi atau cara-cara yang legal sesuai dengan
aturan undang-undang yang berlaku, namun dilakukan dengan memanfaatkan halhal yang sifatnya ambigu dalam undang-undang sehingga dalam hal ini wajib pajak
memanfaatkan celah-celah yang ditimbulkan oleh adanya ambiguitas dalam
undang-undang perpajakan (Suandym 2008). Strategi penghematan pajak tersebut
disebut sebagai suatau strategi pajak yang agresif (Croker dan Slemrod, 2003).
Komite urusan fiskal dari Organization for Economic Coorporation and
Development (OECD) menyebutkan tiga karakter penghindaran pajak :
a. Adanya unsur artifisial di mana berbagai pengatuan seolah-olah terdapat di
dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.
b. Memanfaatkan loopholes dari undang-undang atau menerapkan ketentuanketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya
dimaksudkan oleh pembuat undang-undang.
c. Para konsultan menunjukan alat atau cara untuk melakukan pengindaran pajak
dengan syarat Wajib Pajak menjaga serahasia mungkin 
Resiko yang ditimbulkan oleh kegiatan tax avoidance antara lain : denda,
publisitas dan reputasi (Friese, 2006). Sebuah pendekatan teotiris yang
menekankan interaksi dari aktivitas tax avoidance dan problem agensi yang
merekat pada perusahaan go public (Sartori, 2010).

Pajak (skripsi dan tesis)

 


Pajak merupakan suatu kewajiban atau beban yang harus dipenuhi
kewajibannya oleh wajib pajak baik orang pribadi maupun perusahaan. Definisi
pajak menurut UU RI No 28 tahun 2008 pasal 1, yaitu merupakan kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyatnya. Menurut Prof Dr.P.J.Andriani, pajak adalah iuran kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak yang membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan.
Menurut golongannya, pajak terdiri dari :
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan
pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Asas pemungutan pajak :
a. Asas domisili (tempat tinggal) 
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang
bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan dari dalam maupun luar
negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak
bangsa asing di Inodnesia dikenakan pada setiap orang yang bukan
berkebangsan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku
untuk wajib pajak luar negeri.
Tarif pajak efektif (TPE) atau Effective tax rates (ETR) adalah presentase tarif
pajak yang efektif berlaku atau harus ditetapkan atas dasar pengenaan pajak tertentu
(Waluto, 2008). Akuntan keuangan mendefinisikan ETR sebagai rasio beban pajak
untuk tujuan laporan keuangan terhadap pendapatan sebelum pajak (Reza, 2012).
Perusahaan yang melakukan penghindaran pajak harus memperhatikan dengan
benar pengaturan pajaknya salah satu yang dilakukan yaitu dengan memanajemen
pajak. Manajemen pajak adalah upaya menyeluruh yang dilakukan oleh wajib pajak
orang pribadi atau badan usaha melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian kewajiban dan hak perpajakannya agar hal-hal yang berhubungan
dengan perpajakan dari orang pribadi, perusahaan atau organisasi tersebut dapat
dikelola dengan baik, efisien, efektif, sehingga dapat memberikan konstribusi yang 
maksimum bagi perusahaan dalam artian peningkatan laba atau penghasilan
(Pohan, 2011). Tujuan pokok dilakukannya manajemen pajak yang baik, yaitu :
a. Meminimalisir beban pajak yang terutang. Tindakan yang harus diambil dalam
rangka perencanaan pajak tersebut berupa usaha-usaha mengintensifikasikan
beban pajak yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Memaksimumkan laba setelah pajak
c. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi pemeriksaan
pajak yang dilakukan oleh fiskus
d. Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien, dan efektif sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku yang meliputi mematuhi segala
ketentuan administratif, sehingga terhindar dari pengenaan sanksi-sanksi, baik
sanksi adminitratif maupun sanksi pidana, seperti bunga, kenaikan denda, dan
hukuman atau penjara. Melaksanakan secara teratur segala ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang terkait dengan pelaksanaan pemasaran,
pembelian, dan fungsi keuangan, seperti pemotongan dan pemungutan pajak.

Agency Theory (skripsi dan tesis)

 


Adanya penghindaran pajak tidak terlepas dari adanya agency theory (Puspita
& Harto, 2014). Teori tersebut menjelaskan kecenderungan penghindaran pajak
oleh suatu entitas. Berdasarkan theory agency, pemegang saham mengharapkan
manajer melakukan penghindaran pajak sebanyak mungkin, karena manajemen
pajak yang lebih baik akan menguntungkan pemegang saham (Desai &
Dharmapala, 2006). Tapi disisi lain perusahaan juga harus memperhatikan tata
kelola perusahaan. Teori yang berhunbungan dengan corporate governance adalah
teori agensi yang menjelaskan hubungan antara pihak principal dengan agen

Pajak (skripsi dan tesis)

 


Pajak merupakan suatu kewajiban atau beban yang harus dipenuhi
kewajibannya oleh wajib pajak baik orang pribadi maupun perusahaan. Definisi
pajak menurut UU RI No 28 tahun 2008 pasal 1, yaitu merupakan kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyatnya. Menurut Prof Dr.P.J.Andriani, pajak adalah iuran kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak yang membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan.
Menurut golongannya, pajak terdiri dari :
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan
pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Asas pemungutan pajak :
a. Asas domisili (tempat tinggal) 
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang
bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan dari dalam maupun luar
negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak
bangsa asing di Inodnesia dikenakan pada setiap orang yang bukan
berkebangsan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku
untuk wajib pajak luar negeri.
Tarif pajak efektif (TPE) atau Effective tax rates (ETR) adalah presentase tarif
pajak yang efektif berlaku atau harus ditetapkan atas dasar pengenaan pajak tertentu
(Waluto, 2008). Akuntan keuangan mendefinisikan ETR sebagai rasio beban pajak
untuk tujuan laporan keuangan terhadap pendapatan sebelum pajak (Reza, 2012).

Pengaruh Interaksi Antara Corporate Governance dengan Pengaruh Politik dari Aspek Komisaris Independen (skripsi dan tesis)

 kemungkinan interaksi antara corporate governance dengan pengaruh politik dari aspek komisaris independen terhadap tax aggressiveness masih belum dilakukan. Hal ini diperlukan karena ketidakkonsistenan hasil penelitian pengaruh koneksi politik terhadap tax aggressiveness. Pengaruh interaksi ini penting ketika suatu perusahaan dimiliki oleh pemerintah dengan komisaris independen yang memiliki koneksi politik dengan penerapan corporate governance yang efektif. Pengaruh interaksi ini dirasa akan lebih karena didorong oleh hubungan dengan pemerintah, di mana pemerintah melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan dari segi kontribusi bagi negara serta tuntutan bagi komisaris independen untuk berkinerja lebih baik demi memperkuat kondisi politiknya. Selain itu, perusahaan juga dituntut untuk melakukan praktek corporate governance yang efektif sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Corporate governance yang dilakukan secara efektif maka akan berdampak pada kinerja perusahaan sehingga dalam pelaksanaannya akan menghasilkan keputusan-keputusan yang efektif bagi para stakeholders termasuk dalam menentukan tarif pajak efektif serta menaati peraturan pajak yang berlaku yang ditetapkan oleh pemerintah. Corporate governance yang baik dapat menurunkan agency problem yang muncul, sehingga manajer sebagai agen berusaha untuk mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk peraturan perpajakan sehingga hal ini dapat menurunkan tax aggressiveness. Ding (2014) melakukan penelitian mengenai interaksi antara pengaruh politik dari aspek kepemilikan pemerintah dengan pengaruh politik dari aspek manajemen terhadap kinerja, menunjukkan bahwa perusahaanyang dikendalikan oleh non pemerintah, dengan board chair terhubung politik tidak berpengaruh terhadap kinerja. Sebaliknya, ketika perusahaan dikendalikan oleh pemerintah, dengan board chair terhubung politik memiliki pengaruh dan mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Kinerja diukur salah satunya dari pencapaian laba, di mana hal ini akan berpengaruh pula terhadap pajak yang disetorkan. Dapat disimpulkan dalam kasus interaksi bahwa pengaruh politik terhadap kinerja perusahaan, tergantung dari jenis kepemilikan. Desai Dharmapala (2006) menemukan bahwa pengaruh kompensasi manajemen terhadap tindakan penghindaran pajak perusahaan berbeda antara perusahaan yang memiliki praktek corporate governance yang baik dengan yang memiliki praktek corporate governance buruk. Hal ini menunjukkan bahwa praktek corporate governance dapat membuat perbedaan pengaruh terhadap tindakan penghindaran pajak. Komisaris independen penting dalam penerapan corporate governance yang efektif. Komisaris independen bertugas untuk menjaga manajemen agar dalam menjalankan kegiatannya tidak bertentangan dengan hukum maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan. Hanum (2014) menyatakan bahwa organ dalam corporate governance yaitu komisaris independen berpengaruh negatif terhadap tax aggressiveness. Dengan adanya interaksi antara corporate governance serta komisaris independen yang memiliki koneksi politik diharapkan akan membuat perusahaan lebih menaati peraturan yang ditetapkan, salah satunya peraturan mengenai perpajakan. Berdasarkan uraian tersebut dapat dibuat hipotesis sebagai berikut.

Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax Aggressiveness (skripsi dan tesis)

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk meneliti pengaruh corporate governance terhadap tax aggressiveness. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Sartori (2010); Friese, Link dan Mayer (2006); Chen dan Chu (2010); Bovi (2005); Chai dan Liu; Kim, Li dan Li (2010); Ralf dan Chatelain (2010); Annisa (2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa corporate governance berpengaruh negatif terhadap tax aggressiveness. Perusahaan yang telah menerapkan corporate governance diharapkan akan berdampak baik dalam melaksanakan kegiatan operasional perusahaan sehingga menghasilkan kinerja perusahaan yang baik, efektif, dan efisien. Ketika perusahaan berhasil dalam melaksanakan corporate governance secara efektif maka akan berdampak pada kinerja perusahaan sehingga dalam pelaksanaannya akan menghasilkan keputusan-keputusan yang efektif bagi para stakeholders termasuk dalam menentukan tarif pajak efektif serta menaati peraturan pajak yang berlaku. Corporate governance yang baik dapat menurunkan agency problem yang muncul, sehingga manajer sebagai agen berusaha untuk mengikuti peraturan perundang undangan yang berlaku, termasuk peraturan perpajakan sehingga hal ini dapat menurunkan tax aggressiveness. Berdasarkan uraian tersebut dapat dibuat hipotesis sebagai berikut.

Political Favoritism Effect dan Bureaucratic Incentive Effect (skripsi dan tesis)

 


Zhang (2012) menjelaskan hubungan antara koneksi politik dan tax aggressiveness dapat berupa dua
sisi. Zhang (2012) meneliti tentang hubungan koneksi politik dan tax aggressiveness di negara Cina.
Koneksi politik yang sering terjadi di perusahaan-perusahaan BUMN bisa membantu perusahaan-perusahaan
tersebut untuk melakukan lobi dengan pemerintah, termasuk melobi badan perpajakan di negara Cina. Hal
ini bisa dilakukan oleh eksekutif yang memiliki koneksi politik kuat untuk mempengaruhi pemerintah,
dalam hal ini badan perpajakan untuk menghindari pemeriksaan pajak, mengurangi denda ataupun tindakan
lain yang tergolong tax evasion atau tax aggressiveness secara ilegal. Hal ini sejalan dengan penelitian dari
Faccio et al. (2006) di mana perusahaan seringkali mendapat pinjaman dari bank pemerintah ataupun
mendapat dana talangan dari pemerintah saat perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan dengan
menggunakan koneksi politik yang kuat. Hal semacam ini, di mana koneksi politik memberikan pengaruh
semakin tinggi terhadap tindakan tax aggressiveness disebut dengan political favoritism effect. Di sisi lain, juga terdapat hubungan yang berbeda antara koneksi politik dengan tax aggressiveness. Pendapat ini menyatakan bahwa eksekutif di BUMN, baik dewan komisaris maupun dewan direksi,
ditetapkan dan dievaluasi oleh pemerintah. Meskipun terdapat beberapa pertimbangan dalam mengevaluasi,
salah satu yang menjadi pertimbangan adalah kontribusi pajak terhadap negara. Selain itu, di negara Cina,
pemerintah memberikan penghargaan terhadap pembayar pajak tertinggi bagi BUMN. Hal yang sama terjadi
pula di Indonesia. Dengan adanya hal ini ditambah dengan sorotan media yang memberikan citra positif
terhadap pencapaian itu, maka hal ini akan memotivasi eksekutif untuk berkontribusi secara maksimal
kepada negara dengan pembayaran pajak yang besar kepada negara. Hal ini dapat diartikan bahwa koneksi
politik memberikan pengaruh semakin rendah terhadap tindakan tax aggressiveness. Hal semacam ini
disebut dengan bureaucratic incentive effect.

Teori Agensi (skripsi dan tesis)

 


Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory
dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan
dilakukan dengan penuh kepatuhan pada peraturan dan ketentuan yang berlaku. Upaya pengawasan ini
menimbulkan apa yang disebut sebagai agency cost. Aktivitas pengawasan dapat berupa kontrak perjanjian
yang dibuat antara prinsipal dan agen. Sedangkan agency cost itu sendiri adalah ongkos atau resiko yang
terjadi ketika seseorang (principal) membayar seseorang (agent) untuk menjalankan sebuah tugas, padahal
Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan
dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal
termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas perusahaannya yang
selalu meningkat. Sedangkan agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan
psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Asumsi
bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sesuai dengan
pernyataan Eisenhardt (1989) yang menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia
yaitu: 1). Manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest); 2). Manusia memiliki daya pikir
terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality); 3). Manusia selalu menghindari resiko
(risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia juga akan bertindak
opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya.
Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas
CEO sehari-hari untuk memastikan bahwa CEO bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham. Agent
mempunyai lebih banyak informasi mengenai perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang
mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent (Nasution dan
Doddy, 2007). Ketidakseimbangan informasi ini disebut dengan asimetri informasi. Asimetri informasi dan
konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi
yang tidak sebenarnya kepada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran
kinerja agent. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan
sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya.
Pada penelitian ini, teori agensi menjelaskan bahwa adanya konflik yang akan timbul antara pemilik
perusahaan dan manajemen perusahaan termasuk perusahaan-perusahaan pemerintah yang telah listing di
BEI. Konflik tersebut terjadi ketika pemilik utama perusahaan tersebut adalah fiskus (pemerintah) sekaligus
pembuat regulasi dalam hal perpajakan sementara disisi lain terdapat pihak manajemen perusahaan sebagai
pembayar pajak. Pihak fiskus yang merangkap sebagai pembuat regulasi berharap akan adanya pemasukan
yang sebesar-besarnya dari sektor pajak sementara pada pihak manajemen terdapat pandangan bahwa
perusahaan harus menghasilkan laba yang cukup signifikan dengan menghasilkan beban pajak yang rendah

Komisaris Independen (skripsi dan tesis)

 


Komisaris independen memiliki peran yang sangat penting dalam penerapan corporate governance
karena keberadaan dewan komisaris belum dapat memberikan jaminan terlaksananya prinsip-prinsip
corporate governance, khususnya mengenai perlindungan terhadap investor. Untuk mendorong
implementasi corporate governance, dibentuk sebuah organ tambahan dalam struktur perseroan. Organ
tambahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerapan corporate governance di dalam perusahaan- perusahaan di Indonesia (Hanum, 2013). Organ-organ tambahan tersebut antara lain adalah komisaris
independen dan komite audit.
Komisaris independen idealnya merupakan komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen,
pemegang saham mayoritas, pejabat atau berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pemegang
saham mayoritas dari suatu perusahaan tersebut. Dengan adanya komisaris independen diharapkan dapat
terjadinya keseimbangan dalam perusahaan antara manajemen perusahaan dan para stakeholder-nya.

Koneksi Politik (skripsi dan tesis)

 


Menurut Gomez dan Jomo (2009), perusahaan yang mempunyai koneksi politik merupakan
perusahaan atau konglomerat yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah. Perusahaan yang
mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah dapat diartikan sebagai perusahaan milik pemerintah, yaitu
perusahaan yang berbentuk BUMN atau BUMD. Konglomerat (pemilik) yang mempunyai hubungan dekat
dengan pemerintah adalah konglomerat atau pemilik perusahaan merupakan tokoh politik terkemuka
(Gomez dan Jomo, 2009). Tokoh politik tersebut merupakan anggota dewan di pemerintahan pusat atau
yang merupakan anggota partai politik. Dengan kata lain, koneksi politik merupakan tingkat kedekatan
hubungan perusahaan dengan pemerintah.
Perusahaan berkoneksi politik adalah perusahaan yang dengan cara–cara tertentu mempunyai ikatan
secara politik atau mengusahakan adanya kedekatan dengan politisi atau pemerintah. Koneksi politik
dipercaya sebagai suatu sumber yang sangat berharga bagi banyak perusahaan (Leuz and Gee, 2006).
Faccio (2006) menjelaskan bahwa perusahaan dianggap memiliki koneksi secara politik jika
setidaknya salah satu pemegang saham yang besar (seseorang yang mengendalikan setidaknya 10% dari
total saham dengan hak suara) atau salah satu pimpinan perusahaan (CEO, presiden, wakil presiden, ketua
atau sekretaris) adalah anggota parlemen, menteri, atau orang yang berkaitan erat dengan politikus atas atau
partai politik. Koneksi politik juga dapat dilihat dari ada atau tidaknya kepemilikan langsung oleh
pemerintah pada perusahaan (Adhikari et al., 2006).

 Corporate governance (skripsi dan tesis)

 


Thomas (2006) menyebutkan bahwa good corporate governance merupakan sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal, Pertama pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya, Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja
perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui pengawasan atau
pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap stakeholders dan pemangku
kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Rizqiasih, 2010).

Tax aggressiveness (skripsi dan tesis)

 


Tax aggressiveness merupakan segala bentuk kegiatan yang memberikan efek terhadap kewajiban
pajak, baik kegiatan diperbolehkan oleh pajak atau kegiatan khusus untuk mengurangi pajak (Dyreng, 2008).
Praktek tax aggressiveness biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan hukum pajak dan tidak
melanggar hukum perpajakan. Chen (2010) menyatakan bahwa penggunaan istilah tax aggressiveness dapat
digunakan bergantian dengan istilah penghindaran pajak (tax avoidance).
Pada dasarnya, wajib pajak selalu menginginkan pembayaran pajak yang kecil. Hal inilah yang
membuat wajib pajak melakukan penghindaran pajak, baik bersifat legal maupun ilegal. Penghindaran pajak
yang bersifat legal disebut tax avoidance atau tax aggressiveness, sedangkan penghindaran pajak yang
bersifat ilegal adalah penyelundupan pajak (tax evasion). Menurut Anderson (2003), penyelundupan pajak
(tax evasion) adalah penyelundupan yang melanggar undang-undang pajak, sedangkan tax aggressiveness
adalah cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan perundangan-undangan perpajakan dan
dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak.

Pengaruh Koneksi Politik Terhadap Praktik Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 


Faccio (2006) menyatakan jika satu pemegang saham utama memiliki hak
suara 10 persen dari jumlah saham yang ada atau satu dari pimpinan perusahaan
(CEO, presiden direktur, wakil direktur kepala bagian atau sekretaris ) adalah
anggota parlemen menteri atau memiliki hubungan dekat dengan tokoh partai
maka perusahaan tersebut dikatakan perusahaan yang memiliki koneksi politik.
Dengan adanya perlindungan dari pemerintah yang berdampak pada
ketidak transparansinya laporan keuangan maka pemerintah akan lebih agresif
untuk melakukan perencanaan pajak. Perusahaan yang sejenis dan tidak memiliki
koneksi politik akan lebih bagus kualitas laba dalam laporan keuangannya
dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai koneksi politik. Laporan
keuangan yang tidak transparan akan berdampak negatif seperti sulitnya
memenuhi kebutuhan modal perusahaan yang tinggi karena sedikitnya investor
dan seringnya terjadi pemeriksaan. Namun perusahaan yang mempunyai koneksi
politik tidak memperdulikan resiko yang terjadi karena memiliki hubungan
politik yang akan menghilangkan dan mengurangi resiko yang ada. 
Perusahaan yang mempunyai koneksi politik tidak akan kesulitan untuk
mendapatkan dana dari para investor. Karena dengan adanya koneksi politik akan
mempermudah perusahaan untuk mendapat pinjaman dan batas kredit yang bisa
diperpanjang. Hal tersebut terjadi karena yang memberi pinjaman juga telah
mendapat dukungan langsung dari pemerintah serta mendapatkan jaminan akan
diberikan dana bailout saat yang meminjam dan yang memberi pinjaman
mengalami krisis keuangan (Faccio et al. 2006). Hasil penelitian Butje dan
Tjondro (2014) koneksi politik berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.

Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Praktik Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 


Perusahaan dapat dikatakan besar apabila jumlah aktiva yang dimiliki
perusahaan banyak. Dalam perencanaan pajak hal yang dilakukan adalah menekan
beban pajak seminimal mungkin. Untuk mengurangi penghasilan kena pajak maka
perusahaan melakukan pengelolaan asset dengan baik dengan demikian beban 
penyusutan dan amortisasi yang timbul dari pengeluaran untuk memperoleh asset
akan mengurangi penghasilan kena pajak. Hasil penelitian Darma dan Ardiana
(2016) menunjukkan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap
penghindaran pajak

Pengaruh Leverage Terhadap Praktik Praktik Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 


Leverage adalah besarnya komposisi utang dan menimbulkan biaya
tambahan berupa bunga yang dapat mengakibatkan pengurangan beban pajak
perusahaan (Kurniasih dan Sari, 2013). Beban bunga yang akan dibayarkan
perusahaan akan dimanfaatkan untuk pengurangan pajak dalam menekan beban
pajak. Semakin tinggi utang perusahaan maka semakin tinggi biaya bunga. Maka
semakin besar pula pengurang pajak penghasilan. Jadi utang yang banyak akan
mengakibatkan laba kena pajak semakin kecil karna insentif pajak atas bunga
utang semakin besar (Darmawan dan Sukharta, 2014). Hasil penelitian Marfu’ah
(2015) menemukan leverage berpengaruh terhadap penghindaran pajak

Pengaruh Profitabilitas Terhadap Praktik Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 


Rasio dari profitabilitas adalah ROA. Semakin tinggi ROA maka semakin
tinggi laba yang didapatkan perusahaan. Jika laba perusahaan tinggi maka pajak
yang harus dibayarkan juga disesuaikan dengan jumlah laba yang diperoleh. 
Ketika jumlah laba perusahaan tinggi kemungkinan perusahaan akan melakukan
penghindaran pajak untuk menghindari pembayaran pajak yang tinggi. Hasil
penelitian Pradipta & Supriyadi (2015) dan Rinaldi & Cheisvianny (2015)
menemukan bahwa Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap penghindaran
pajak.

Pengaruh CSR Terhadap praktik Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 


Salah satu subjek pajak adalah perusahaan wajib membayar pajak kepada
pemerintah. Dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat adalah
membayar pajak, karena dengan membayar pajak masyarakat dapat menikmati
fasilitas yang disediakan pemerintah. Dijelaskan dalam teori legitimasi bahwa
adanya kontrak sosial perusahaan dengan masyarakat. Untuk mendapatkan
legitimasi dari masyarakat perusahaan melakukan aktivitasnya harus sesuai
dengan norma-norma sosial. 
Salah satunya dengan membayar pajak dan tidak melakukan penghindaran
pajak yang merugikan berbagai pihak. Seperti dalam teori stakeholder perusahaan
tidak hanya bertanggung jawab pada kesejahteraan perusahaan saja melainkan
harus bertanggung jawab kepada semua pihak atas strategi dan tindakan yang
dilakukan perusahaan. CSR (Corporate Social Responsibility) perusahan yang
rendah lebih cenderung melakukan agresivitas pajak daripada perusahaan yang
melakukan tanggung jawab sosial yang tinggi dan CSR yang dilakukan oleh
perusahaan yang tidak bertanggung jawab lebih agresif dalam melakukan
penghindaran pajak.
Perusahaan yang melakukan kegiatan CSR akan mengeluarkan biayabiaya untuk kegiatan tersebut sehingga laba bersih yang diperoleh akan berkurang
dari sebelumnya yang mengakibatkan pajak yang dibayarkan akan lebih sedikit.
Namun diharapkan semakin tinggi perusahaan melakukan aktivitas CSR maka
semakin rendah perusahaan melakukan praktik penghindaran pajak. Karena
perusahaan yang melakukan penghindaran pajak adalah perusahaan yang tidak
bertanggung jawab secara sosial. Berdasarkan penelitian Kuriah dan Nur fadjriah
(2016) menemukan bahwa CSR berpengaruh negatif signifikan terhadap
penghindaran pajak.

Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 


Menurut Ibnu Wijaya pegawai direktorat jenderal pajak salah satu definisi
Penghindaran Pajak (tax avoidance) adalah “arrangement of a transaction in
order to obtain a tax advantage, benefit, or reduction in a manner unintended by
the tax law” (Brown, 2012). Untuk memperjelas, penghindaran pajak umumnya
dapat dibedakan dari penggelapan pajak (tax evasion), di mana penggelapan pajak
terkait dengan penggunaan cara-cara yang melanggar hukum untuk mengurangi
atau menghilangkan beban pajak sedangkan penghindaran pajak dilakukan secara
“legal” dengan memanfaatkan celah (loopholes) yang terdapat dalam peraturan
perpajakan yang ada untuk menghindari pembayaran pajak, atau melakukan
transaksi yang tidak memiliki tujuan selain untuk menghindari pajak.
Penghindaran pajak sering dikaitkan dengan perencanaan pajak (tax planning), di
mana keduanya sama-sama menggunakan cara yang legal untuk mengurangi atau
bahkan menghilangkan kewajiban pajak. Akan tetapi, perencanaan pajak tidak
diperdebatkan mengenai keabsahannya, sedangkan penghindaran pajak
merupakan sesuatu yang secara umum dianggap sebagai tindakan yang tidak
dapat diterima.
Penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan merupakan upaya
manajemen pajak untuk meminimalkan beban pajak yang dibayarkan. Perusahaan
yang melakukan penghindaran pajak akan berakibat membayar denda atau
hilangnya reputasi perusahaan. Hal ini akan terjadi jika penghindaran pajak yang
dilakukan telah melebihi batasan-batasan peraturan perpajakan dan tergolong
kedalam penggelapan pajak. Menurut Suandy (2008) Tax Avoidance adalah rekayasa “tax affairs” yang
masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful). Komite urusan
fiskal dari Organization for Economic Coorporation and Development (OECD)
menyebutkan 3 tipe karakter dari pada tax avoidance yaitu:
a. Adanya unsur artifisial dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat
didalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.
b. Skema semacam ini seringkali memanfaatkan loopholes dari undangundang atau menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan,
padahal bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undangundang.
c. Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini yang pada umumnya para
konsulen menunjukkan alat atau caranya avoidance dengan syarat Wajib
Pajak menjaga serahasia mungkin.

Ukuran Perusahaan (skripsi dan tesis)

 


Perusahaan dapat dikatakan besar apabila jumlah aktiva yang dimiliki
perusahaan banyak. Kemampuan finansial perusahaan menentukan ukuran
perusahaan. Perusahaan yang sering melakukan manajemen pajak adalah
perusahaan yang besar. Perusahaan yang besar lebih cenderung diperhatikan oleh
pemerintah maupun pihak lainnya dibandingkan dengan perusahaan yang kecil
karena perusahaan yang besar akan membutuhkan dana yang semakin besar.
Sehingga perusahaan memanfaatkan celah untuk melakukan penghindaran pajak
dari setiap transaksi.
Sumber daya yang dimiliki perusahaan sering dimanfaatkan dibandingkan
dengan pendanaan yang dibiayai dengan utang. Perusahaan yang besar akan 
memiliki sumber daya manusia yang ahli dalam pengelolaan pajak yang akan
menekan beban pajak secara maksimal. Semakin banyak sumber daya yang
dimiliki perusahaan maka semakin besar pula pajak yang bisa dikelolanya.

Leverage (skripsi dan tesis)

 


Gambaran struktur modal perusahaan disebut dengan leverage. Biasanya
perusahaan yang memiliki ketergantungan dengan pinjaman luar untuk
membiayai assetnya maka perusahaan tersebut mempunyai leverage yang tinggi
dan perusahaan yang membiayai asset perusahaannya dengan modalnya sendiri
maka leverage yang dimiliki perusahaan tersebut sangat rendah.
Dapat dikatakan bahwa leverage itu tergantung pada utang perusahaan.
Utang yang dilakukan perusahaan akan memiliki bunga. Apabila utang semakin
besar maka beban bunganya juga akan semakin besar. Perusahaan yang memiliki
utang yang tinggi akan akan mendapat insentif pajak yakni potongan atas bunga 
maka perusahaan yang memiliki pajak yang tinggi akan melakukan penghematan
dengan menambah utangnya.
Socio dan Nigro (2012) dalam Ardyansah (2014) menyebutkan
karakteristik perusahaan yang berhubungan dengan leverage bervariasi sesuai
dengan pandangan berbeda dari teori keuangan yaitu:
a. The Trade- off theory
Teori ini menyatakan bahwa perusahaan memilih leverage yang
optimal setelah membandingkan kerugian dan keuntungan yang akan
diperoleh dengan utang atau ekuitas.
b. The Packing Order Theory
Teori ini berhubungan dengan masalah informasi asimetris yang
menegaskan bahwa nilai optimal leverage tidak ada.

Profitabilitas (skripsi dan tesis)

 


Profitabilitas adalah cerminan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba
dengan gambaran kemampuan perusahaan. Alat ukur kinerja manajemen dalam
mengelola kekayaan perusahaan dilihat dari laba perusahaan disebut juga dengan
profitabilitas. ROA merupakan rasio yang mengukur profitabilitas. Pihak
manajemen akan menunjukkan adanya efisiensi apabila rasio profitabilitas tinggi.
Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam
memperoleh keuntungan bersih (Kurniasih & Sari, 2013).
Menurut Surbakti, 2012 (dalam Rinaldi & Cheisvianny,2015) profitabilitas
perusahaan dengan penghindaran pajak akan memiliki hubungan yang positif dan
apabila perusahaan ingin melakukan penghindaran pajak maka harus semakin
efisien dari segi beban sehingga tidak perlu membayar pajak dalam jumlah besar

Corporate Social Responsibility (CSR) (skripsi dan tesis)

 


Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis sudah tentu
adalah meningkatkan keuntungan. Namun bisnis yang dijalankan dengan
melanggar prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai etika cenderung tidak produktif
dan menimbulkan inefisiensi. Manajemen yang tidak memperhatikan dan tidak
menerapkan nilai-nilai moral, hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka
pendek, tidak akan mampu survive dalam jangka panjang. Dengan meningkatnya
peran swasta antara lain melaui pasar bebas, privatisasi dan globalisasi maka
swasta semakin luas berinteraksi dan bertanggung jawab serta memiliki tanggung
jawab dengan masyarakat dan pihak lain. 
Pada saat banyak perusahaan semakin berkembang, maka pada saat itu
pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi.
Karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini. Banyak
perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Corporate Social
Responsibility. Banyak penelitian yang menemukan terdapat hubungan positif
antara tanggung jawab sosial perusahaan dengan kinerja keuangan, walaupun
dampaknya dalam jangka panjang. Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai
cost melainkan investasi perusahaan.
Tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan kepedulian perusahaan
terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada hanya sekedar
kepentingan perusahaan saja. Tanggung jawab sosial perusahaan merujuk pada
semua hubungan yang terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua
stakeholder. Yang salah satunya pengembangan program-program sosial
perusahaan berupa dapat bantuan fisik, pelayanan kesehatan, pembangunan
masyarakat dan sebagainya. Corporate Social Responsibility merupakan
komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal untuk
peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan
dan keluarganya beserta masyarakat secara lebih luas.
Beberapa permasalahan dalam bidang corporate social responsibility
secara umum:
a. Masih kurangnya pemahaman pihak korporasi dalam melihat keuntungan
penerapan CSR bagi perusahaan. 
b. Masih banyak perusahaan tidak mau menjalankan program-program CSR
karena melihat hal tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya (cost center).
c. Tekanan dari pihak pemerintah untuk menerapkan CSR belum begitu kuat.
Dan itu termasuk masih lemahnya tekanan dari pihak lembaga swadaya
masyarakat. Dan ini terbukti dengan tidak adanya sanksi kuat bagi
perusahaan yang melanggar ketentuan CSR tersebut.
d. Beberapa perusahaan bahkan dapat dikatakan banyak dari mereka yang
masih menganggap konsep CSR sebagai kosmetik belum dalam arti
sesungguhnya.
e. Lebih jauh konsep CSR lebih dilihat sebagai keputusan yang dilakukan
atas dasar bias memberi keuntungan pada perusahaan.

Teori stakeholder (skripsi dan tesis)

 


Teori stakeholder mengemukakan bahwa perusahaan tidak hanya
bertanggung jawab pada kesejahteraan perusahaan saja, melainkan harus memiliki
tanggung jawab sosial dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang
terkena dampak dari tindakan atau kebijakan strategi perusahaan (Diyah dan
Supriyadi, 2015:123). Suatu perusahaan dapat dikatakan sukses tergantung
keahlian perusahaan menyeimbangkan berbagai kepentingan dari pemangku
kepentingan atau stakeholder.
Dari sudut pandang pengelola perusahaan (manajemen), dijumpai
beberapa paradigma berkaitan dengan peran dan tanggung jawab manajemen
dalam mengelola perusahaan. Dalam dunia akuntansi wujud peran dan tanggung
jawab manajemen ini tercermin dalam beberapa teori yang berkaitan dengan
pemangku kepentingan. Dalam buku Agus dan Ardana (2009), menurut Schoeder 
(1998) paling tidak ada enam teori pemangku kepentingan, yaitu: teori
kepemilikan (proprietary theory), teori entitas (entity theory), teori dana (fund
theory), teori komando (command theory), teori perusahaan (enterprise theory),
dan teori ekuitas sisa (residua equity theory).
Dengan makin maraknya skandal bisnis dalam berbagai bentuk manipulasi
laporan keuangan yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan
besar berskala global menjelang akhir abad ke-20 yang merugikan banyak pihak
yang berkepentingan, maka muncul pengaturan baru dari otoritas pemerintah yang
pada intinya mempertegas pengawasan, wewenang, dan tanggung jawab para
eksekutif puncak dalam mengelola perusahaan. Berdasarkan pendekatan sistem,
perusahaan adalah bagian atau unsur dari sistem yang lebih besar. Sebagai suatu
sistem terbuka, perusahaan saling berinteraksi dengan semua pihak terkait
(stakeholder) sehingga keberadaan perusahaan sangat ditentukan oleh para
pemangku kepentingan ini, maka para eksekutif perusahaan mulai menyadari
pentingnya melakukan proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan
analisis pemangku kepentingan. Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam
proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan pemangku kepentingan,
antara lain:
a. Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan, baik nyata maupun
yang berssifat potensial.
b. Cari tahu kepentingan (interest) dan kekuatan (power) setiap golongan
pemangku kepentingan. 
c. Cari tahu apakah ada koalisi kepentingan dan kekuasaan antar golongan
pemangku kepentingan tersebut.
Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan:
a. Pemangku kepentingan adalah pihak yang menerima manfaat paling besar
dari keputusan itu;
b. Kalaupun ada pihak yang dirugikan, dampak kerugiannya hanya menimpa
sedikit mungkin pemangku kepentingan.
c. Keputusan yang diambil tidak membentur kepentingan dan kekuasaan
kelompok pemangku kepentingan yang dominan.

Agensi Theory (skripsi dan tesis)

 


Teori utama yang mendasari penelitian ini adalah agensi theory yang
mengadopsi pendapat Jensen & Meckling (1976). Berdasarkan teori agensi
dikatakan bahwa untuk membuat kewenangan dan memberikan beberapa
keputusan dibutuhkan orang lain (agent) dengan satu orang atau lebih (principal)
dalam melakukan kontrak. Prayogo (2015) mengatakan bahwa pada hubungan
agensi terdapat hubungan kontraktual dimana pemilik saham sebagai principal
menunjuk dan menginginkan manajer atau agent untuk mengelola sumberdaya
yang dimiliki oleh principal dalam sebuah perusahaan. Tetapi lama kelamaan
agen lebih mementingkan kepentingan sendiri dan tidak dapat lagi bertindak
sesuai dengan kepentingan principal. Sehingga muncullah konflik kepentingan
antara principal dan agent. Konflik yang ada akan memunculkan biaya agensi
(agency cost) dalam usaha-usaha penyelarasan kepentingan.
Masalah keagenan muncul karena pihak manajemen tidak memiliki saham
dibandingkan dengan pemilik perusahaan (pemegang saham). Penyebab konflik
yang lain adalah adanya pemisahan antara principal dan agent mengenai
informasi laporan keuangan perusahaan, agen lebih mengetahui informasi tersebut
dibandingkan pihak principal sehingga agen akan melakukan tindakan yang
rendah resiko demi mementingkan kepentingannya sendiri. 
Sebagai principal dan agent tentu saja menginginkan laba yang tinggi.
Namun untuk mengambil keputusan keuangan dilakukan oleh agent dengan
tujuan untuk kepentingan perusahaan. Untuk mempercayakan pengelolaan
keuangan perusahaan, pemegang saham (principal) mengharapkan agent (pihak
manajemen) dapat mengelola keuangan dengan baik.
Berhubung penelitian ini mengenai pajak masalah agensi timbul antara
pembayar pajak (manajemen perusahaan) dengan fiskus (pemungut pajak).
Manajemen perusahaan menginginkan laba yang tinggi namun bebannya rendah
sedangkan fiskus menginginkan pemasukan dana yang besar dari pajak.
Perbedaan kepentingan tersebut menimbulkan adanya konflik agensi.

Koneksi Politik Memperkuat Kinerja Profitabilitas Terhadap Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 


Kinerja profitabilitas yang diukur menggunakan ROA menunjukkan kemampuan
suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Faccio (2006)
menyatakan bahwa untuk memperoleh kinerja finansial yang baik, maka
perusahaan melakukan political connection dikarenakan politik merupakan salah
satu penentu utama dari lingkungan kelembagaan suatu negara.
Koneksi politik juga dapat mendorong kinerja perusahaan (Hok & Wong, 2010).
Dicko dan Khemakem (2015) dalam Wulandari (2018) menjelaskan political
connection erat hubungannya secara positif dan signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Ding (2014) juga mengatakan bahwa ketika perusahaan dikendalikan
oleh pemerintah, dengan board chair terhubung politik memiliki pengaruh dan
mampu meningkatkan kinerja perusahaan.
Dalam teori political cost hypotesis menjelaskan mengapa perusahaan
memilih kebijakan akuntansi untuk meminimalkan beban pajak penghasilan.
Pajak penghasilan dianggap sebagai biaya politik sehingga perusahaan cenderung
untuk melakukan tindakan oportunis dalam memilih kebijakan akuntansi untuk
menurunkan taxable income. Sesuai dengan teori tersebut, perusahaan dapat
meminimumkan biaya politis berupa beban pajak melalui koneksi politik yang
dimiliki perusahaan melihat keberadaan para pejabat negara atau politisi partai
dalam perusahaan akan menimbulkan hubungan yang menguntungkan (Gomez,
2009). Keuntungan perusahaan yang memiliki hubungan koneksi tersebut, seperti
kemudahan dalam memperoleh pinjaman modal, memperoleh kontrak proyek dari
pemerintah (Butje & Tjondro, 2014), rendahnya kemungkinan pemeriksaan dan
pengurangan sanksi pajak (Li et al., 2008), dan meningkatkan perusahaan terlibat
dalam aktivitas penghindaran pajak (Zhang, 2016). Wu et al (2012) menyatakan
bahwa political connection meningkatkan kinerja perusahaan serta memperoleh
keuntungan pajak.
Faccio (2006) menjelaskan bahwa perusahaan dianggap memiliki koneksi
politik apabila setidaknya salah satu pemegang saham besar atau salah satu
pimpinan perusahaan baik itu CEO, presiden, wakil presiden maupun sekretaris
adalah anggota parlemen, menteri atau orang yang berkaitan dengan politikus atau
partai politik. Wulandari (2018) menyatakan bahwa dewan komisaris yang
terkoneksi secara politik memberikan kontribusi yang positif bagi perusahaan
meskipun posisi yang dimiliki sebagai dewan komisaris independen.

Pengaruh Kinerja Profitabilitas Terhadap Penghindaran Pajak (skripsi dan tesis)

 


Dalam teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen & Meckling (1976)
mengatakan bahwa agar hubungan agensi dapat berjalan dengan lancar, pihak
principal mendelegasikan pekerjaan kepada agent. Hubungan teori keagenan ini
dapat dijelaskan seperti hubungan manajemen sebagai pihak agen akan berusaha
mengoptimalkan kepentingan pemegang saham sebagai prinsipal. Pemegang
saham tentunya mengharapkan adanya return yang menguntungkan atas apa yang
telah mereka investasikan terhadap agen sehingga profitabilitas merupakan tolak
ukur sebagai kinerja agen karena profitabilitas menunjukkan kinerja keuangan
perusahaan dalam menghasilkan laba dari pengelolaan aktiva yang dikenal dengan
ROA (Return On Asset).
Semakin tinggi laba yang dicapai perusahaan semakin tinggi juga pajak
yang ditanggung perusahaan. Teori agensi akan memacu agen untuk
meningkatkan laba perusahaan sehingga agen akan berusaha mengelola beban
pajak perusahaan agar tidak mengurangi kompensasi kinerja agen sebagai akibat
dari berkurangnya laba perusahaan sehingga kecenderungan untuk melakukan
tindakan penghindaran pajak meningkat. Sejalan dengan penelitian Dewinta &
Setiawan (2016), dan Dewi & Noviari (2017) yang menyatakan bahwa semakin
tinggi profitabilitas akan cenderung melakukan penghindaran pajak

Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) (skripsi dan tesis)

 


Penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan usaha yang dilakukan oleh wajib
pajak untuk mengefisiensikan beban pajaknya dengan memanfaatkan peluangpeluang (loopholes) yang ada dalam Undang-Undang perpajakan, sehingga dapat
membayar pajak lebih rendah (Nurmantu, 2005). Perusahaan yang melakukan
penghindaran pajak (tax avoidance) masih dianggap legal karena dalam
melakukan mengurangi beban pajak masih dalam lingkup mematuhi peraturan
perpajakan yang berlaku. Komite urusan fiskal dari OECD (Organization of
Economic Coorporation and Development) menyatakan terdapat tiga karakter
dari tax avoidance yaitu :
1. Adanya unsur fiktif atau pura-pura dimana seolah-olah terdapat berbagai
pengaturan di dalam tax avoidance padahal tidak ada, hal tersebut dilakukan
karena ketiadaan faktor pajak.
2. Strateginya dilakukan dengan cara memanfaatkan loopholes yang terdapat
dalam Undang-Undang atau memakai ketentuan-ketentuan yang legal untuk
bermacam tujuan mengenai pajak, sedangkan maksud dari pembuat
Undang-Undang berbanding terbalik dengan hal tersebut.
3. Umumnya perusahaan diberitahu oleh konsultan cara-cara melakukan tax
avoidance dengan syarat perusahaan harus menjaga rahasia tersebut, oleh
karena itu kerahasiaan juga sebagai bentuk dari rencana ini.
Hoque, et al. (2011) dalam Dewi & Noviari (2017) mengatakan bahwa
beberapa cara perusahaan melakukan penghindaran pajak yaitu (1) Menampakkan
laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal sehingga mengurangi laba
bersih dan utang pajak perusahaan, (2) Mengakui pembelanjaan modal sebagai
pembelanjaan operasional, dan membebankan yang sama terhadap laba bersih
sehingga mengurangi utang pajak perusahaan, (3) Membebankan biaya personal
sebagai biaya bisnis sehingga mengurangi laba bersih, (4) Membebankan
depresiasi produksi yang berlebihan di bawah nilai penutupan peralatan sehingga
mengurangi laba kena pajak.
Penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak memang
dimungkinkan atau dalam hal ini tidak bertentangan dengan undang-undang atau
ketentuan hukum yang berlaku, karena dianggap praktek-praktek yang
berhubungan dengan tax avoidance lebih kepada pemanfaatan lubang-lubang atau
celah-celah atau bisa juga kekosongan-kekosongan dalam undang-undang
perpajakan (Mangoting, 1999).
Serupa dengan Mangoting (Mangoting, 1999), tax avoidance sebagai
bentuk kegiatan yang memberikan efek terhadap kewajiban pajak, baik kegiatan
diperbolehkan oleh pajak atau kegiatan khusus untuk mengurangi pajak. Praktek
tax avoidance memanfaatkan kelemahan-kelemahan hukum pajak sehingga tidak
melanggar hukum perpajakan (Dyreng et. al, 2008).

Koneksi Politik (Political Connection) (skripsi dan tesis)

 


Koneksi politik adalah akses dimana perusahaan memiliki kemudahan di dalam
pemerintahan seperti resiko pemeriksaan pajak yang rendah. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), koneksi politik adalah hubungan yang dapat
memudahkan (melancarkan) segala urusan (kegiatan) mengenai ketatanegaraan
atau kenegaraan. Perusahaan berkoneksi politik adalah perusahaan yang dengan
cara–cara tertentu mempunyai ikatan secara politik atau mengusahakan adanya
kedekatan dengan politisi atau pemerintah (Purwoto, 2011). Koneksi politik
sebagai suatu sumber yang sangat berharga bagi banyak perusahaan (Leuz & Gee,
2006) seperti kemudahan memperoleh pinjaman modal, memperoleh kontrak
proyek dari pemerintah (Butje & Tjondro, 2014), rendahnya kemungkinan
pemeriksaan dan pengurangan sanksi pajak (Li et al., 2008).
Perusahaan dikatakan memiliki koneksi politik jika diantara satu
pemegang saham utama (orang yang memiliki setidaknya 10% hak suara
berdasarkan jumlah saham yang dimiliki) atau satu dari pemimpin (CEO, presiden
direktur, wakil presiden direktur, kepala bagian atau sekretaris) merupakan
anggota parlemen, menteri, atau memiliki hubungan dekat dengan tokoh atau
partai politik (Faccio, 2006). Hubungan koneksi politik tersebut yang dimaksud
meliputi :
1. Perusahaan yang top eksekutif atau pemegang saham utama memiliki
hubungan pertemanan dengan kepala negara, menteri atau anggota parlemen.
2. Koneksi dengan pejabat yang pernah menjabat sebagai kepala negara atau
perdana menteri pada periode sebelumnya.
3. yang top eksekutif atau pemegang saham utama terlibat secara langsung
dalam dunia politik.

Kinerja Profitabilitas (Profitability Performance) (skripsi dan tesis)

 


Profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja suatu perusahaan.
Kinerja profitabilitas menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan, asset dan
modal saham tertentu. Pengukuran profitabilitas terdiri dari beberapa rasio, salah
satunya adalah return on assets. Return on Assets (ROA) adalah suatu indikator
yang mencerminkan performa keuangan perusahaan, semakin tingginya nilai
ROA yang mampu diraih oleh perusahaan maka performa keuangan perusahaan
tersebut dapat dikategorikan baik (Maharani & Suardana, 2014).
ROA yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan
untuk beroperasi perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. ROA
dinyatakan dalam presentase, semakin tinggi nilai ROA, maka akan semakin baik
kinerja perusahaan tersebut. ROA memiliki keterkaitan dengan laba bersih
perusahaan dan pengenaan pajak penghasilan untuk perusahaan (Kurniasih &
Sari, 2013).
Brigham dan Houston (2006), ROA dihitung dengan membandingkan laba
bersih terhadap total aktiva untuk mengukur pengembalian atas total aktiva
setelah bunga dan pajak. ROA berguna untuk mengukur pengukuran keuntungan
bersih yang diperoleh dari seberapa besar perusahaan menggunakan asset (Horne
dan Wachowicz, 2005:235).

Teori Keagenan (Agency Theory) (skripsi dan tesis)

 


Teori keagenan mengungkapkan hubungan kontraktual antara dua pihak yaitu
principal dan agent (Jensen & Meckling, 1976). Agar hubungan kontraktual ini
dapat berjalan dengan lancar, pihak principal mendelegasikan pekerjaan kepada
agent. Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan agen
dan prinsipal dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari
agency theory. Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang
terjadi antara pihak-pihak yang saling bekerja sama yang memiliki tujuan dan
pembagian kerja yang berbeda.
Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989).
Asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia,
asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan
bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), manusia
memiliki daya pikir terbatas (bounded rationality), dan manusia selalu
menghindari resiko (risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik
antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya asimetri
informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi
sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan.
Jensen & Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan
mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai
agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk
bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan
sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik
pemegang saham. Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki lebih banyak
informasi tentang perusahaan dan mengetahui prospek perusahaan di masa yang
akan datang, tetapi informasi yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan
kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kondisi tersebut dikenal asimetri informasi.
Kenyataannya dalam menjalankan kewajibannya pihak manajer (agen)
mempunyai tujuan lain yaitu mementingkan kepentingan mereka sendiri (self
interest) memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka, sehingga pada akhirnya menimbulkan konflik keagenan.
Hubungan keagenan juga dapat dikatakan seperti hubungan pemerintah
dan perusahaan. Hal ini sejalan dengan Watts dan Zimmerman (1990) yang
menyatakan dalam kaitannya dengan kontrak keagenan terdapat tiga bentuk
keagenan, yaitu antara pemilik dengan manajemen, kreditor dengan manajemen,
dan pemerintah dengan manajemen. Oleh karenanya, prinsipal bukan hanya
pemilik perusahaan, tetapi juga bisa berupa pemegang saham, kreditur, maupun
pemerintah. Hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan oleh
pemerintah (sebagai prinsipal) dan perusahaan (sebagai agen) dalam sistem
pemungutan pajak yaitu pemerintah telah menetapkan self assessment sytem
dengan memberikan wewenang kepada perusahaan untuk menghitung,
melaporkan, dan membayarkan sendiri kepada pemerintah untuk membayar pajak
sesuai dengan perundang-undangan pajak. Hal yang terjadi perusahaan sebagai
agen akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri (selfinterest) dengan lebih mengutamakan kepentingannya dalam mengoptimalkan
laba perusahaan sehingga meminimalisir beban, termasuk beban pajak dengan
melakukan penghindaran pajak.

Pengaruh Koneksi Politik Terhadap Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)

 


Perusahaan yang memiliki koneksi politik memiliki banyak manfaat seperti yang
sudah dijelaskan pada penelitian Kim dan Zhang (2016) yang menyatakan bahwa
perusahaan akan mendapatkan perlindungan dari pemerintah, memiliki akses
mudah untuk memperoleh pinjaman modal, risiko pemeriksaan pajak yang rendah,
dan berbagai macam hak-hak istimewa yang dapat diperoleh perusahaan dengan
koneksi politik bahkan saat terjadi krisis keuangan perusahaan akan mudah
mendapat dana pinjaman dari pemerintah. Penelitian Faccio (2006) menyatakan
bahwasanya koneksi politik memberikan pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan karena dengan adanya hak istimewa tersebut dapat membantu
perusahaan meningkatkan nilai perusahaannya. Keuntungan-keuntungan atau hak
istimewa tersebut jika digunakan dengan salah akan memperburuk nilai perusahaan
dipasar saham, karena dapat memiliki hutang yang tinggi dengan adanya perilaku
yang terlalu sering meminjam dana yang mengakibatkan laba perusahaan 
digunakan untuk membayar hutang bukan untuk membagi dividen sehingga dapat
menurunkan nilai perusahaan dan tidak menguntungkan bagi investor.

Signalling Theory (skripsi dan tesis)

 


Jogiyanto (2005) mengatakan bahwa informasi yang dipublikasikan sebagai suatu
pengumuman yang memberikan sinyal atau isyarat bagi investor dalam
pengambilan keputusan investasi yang dimana perusahaan dengan sengaja
memberikan sinyal pada pasar. Pada saat informasi diumumkan dan pelaku pasar
mendengar informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menganalisis informasi
tersebut apakah sebagai sinyal baik atau sinyal buruk. Hasil dari menganalisis inilah
para pelaku pasar akan mempengaruhi permintaan dan penawaran dipasar modal.
Permintaan dan penawaran inilah yang menyebabkan harga saham dapat meningkat
atau menurun yang berimbas ke nilai perusahaan

Resource Based Theory (RBT) (skripsi dan tesis)

 


Resource Based Theory merupakan teori yang menjelaskan tentang kinerja
perusahaan yang optimal apabila perusahaan memiliki keunggulan kompetitif
sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Keunggulan kompetitif ialah
sesuatu yang melekat pada perusahaan dan sulit untuk ditiru oleh perusahaan
lainnya. Keunggulan kompetitif didapat dengan adanya sumber daya yang dimiliki
perusahaan yang bersifat heterogen atau tidak homogen. Teori ini berasumsi bahwa
perusahaan mampu mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif melalui
impelementasi yang bersifat strategik dalam proses penciptaan nilai yang tidak
mudah ditiru oleh perusahaan lain dan tidak ada penggantinya (Barney, 1991). Pulic
(1998) berpendapat bahwa tujuan utama perekonomian yang berbasis pengetahuan
adalah menciptakan nilai tambah, untuk menciptakan nilai tambah tersebu maka
dibutuhkan ukuran yang tepat mengenai modal fisik yang berupa dana keuangan
dan potensi intelektual. Berdasarkan pendekatan Resource Based Theory dapat
disimpulkan bahwa sumber daya yang dimiliki perusahaan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan

Koneksi Politik (skripsi dan tesis)

 


Definisi koneksi politik menurut Faccio, Masulis, & McConnell (2006) adalah jika
pemegang saham otoritas atau dewan komisari atau dewan direksi adalah anggota
politikus/parlemen, atau merupakan kerabat dekat seorang politisi. Hubungan yang
dekat mencakup; (a) eksekutif puncak perusahaan atau pemegang saham terbesar
memiliki persahabatan dengan kepala negara, menteri pemerintah, atau anggota
parlemn, (b) hubungan dengan penjabat yang pernah menjabat sebagai kepala 
negara atau perdana menteri di masa lalu, (c) mantan eksekutif puncak atau
pemegang saham terbesar memasuki dunia politik, (d) terdapat hubungan dengan
politisi asing. Perusahaan dikatakan memiliki koneksi politik apabila minimal salah
satu pemegang saham utama (orang yang memiliki paling tidak 10% dari total hak
suara) atau salah satu pimpinan (CEO, presiden, wakil presiden, ketua dan
seketaris) merupakan anggota parlemen, menteri atau memiliki relasi dengan
politikus atau partai politik.

Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)

 


Meningkatkan nilai perusahaan merupakan tujuan utama perusahaan go public
untuk menarik investor agar menanamkan sahamnya ke perusahaan, dengan
melihat nilai perusahaan maka investor dapat mengetahui apakah dapat
menguntungkan atau tidak saham tersebut bagi investor. Menurut Rika dan
Ishlahuddin (2008), nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar. Alasannya
karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau keuntungan bagi
pemegang saham secara maksimal jika harga saham perusahaan meningkat.
Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi keuntungan pemegang saham
sehingga keadaan ini akan diminati oleh investor karena dengan permintaan saham
yang meningkatkan menyebabkan nilai perusahaan juga akan meningkat. Nilai
perusahaan dapat dicapai dengan maksimun jika para pemegang saham
menyerahkan urusan pengelolaan perusahaan kepada orang-orang yang
berkompeten dalam bidangnya, seperti manajer maupun komisaris.
Nilai perusahaan merupakan presepsi investor terhadap tingkat keberhasilan
perusahaan yang terkait erat dengan harga sahamnya (Sujoko & Soebiantoro,
2007). Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi, dan
meningkatkan kepercayaan pasar, tidak hanya terhadap kinerja perusahaan saat ini 
namun juga pada prospek perusahaan di masa mendatang. Harga saham yang
digunakan umumnya mengacu pada harga penutupan (closing price), dan
merupakan harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan di pasar
(Fakhruddin & Hadianto, 2001, p. 67).

Political Connections (skripsi dan tesis)

 


Perusahaan yang memiliki koneksi politik adalah perusahaan yang paling
tidak 10% kepemilikan dikendalikan oleh salah satu pemegang saham (yaitu, CEO,
presiden, wakil presiden atau sekretaris) yang mana dari salah satunya merupakan
anggota parlemen, baik itu menteri (termasuk perdana menteri), atau kepala negara
(yaitu, diktator, presiden, Raja atau Ratu), ataupun yang memiliki ‘keterikatan erat’
dengan politisi papan atas, (Faccio, 2006). Koneksi politik sendiri merupakan
sebuah keterlibatan politik didalam keberlangsungan sebuah usaha, yaitu hubungan
antara pemerintah, pejabat, dan pemegang saham. Hubungan ini dapat didefinisikan
menjadi dua bagian yaitu hubungan langsung dan tidak langsung. Hubungan
langsung yang dimaksud adalah hubungan kekerabatan antara dewan direksi,
pemegang saham, dan para politisi maupun pemangku jabatan. Sedangkan
hubungan tidak langsung yang dimaksud adalah sebuah hubungan kontribusi pada
kegiatan kampanye dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan tertentu,
(Bianchi dan Viana, 2014).
Di Indonesia ada banyak perusahaan-perusahaan yang masuk kedalam
kategori PCF (Politically Connected Firm). Seperti PT. MNC Investama, Tbk, PT
Global Mediacom, Tbk, PT MNC Sky Vision, Tbk, dan PT Media Nusantara Citra,
Tbk yang dipimpin oleh Hary Tanoesoedibjo yang juga menjabat sebagai ketua
umum partai Perindo, PT Bank QNB Indonesia yang dipimpin oleh Erwin Aksa
yang merupakan anggota partai Golkar, PT Toba Bara Sejahtera, Tbk milik Luhut
Binsar Panjaitan yang merupakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan
masih banyak perusahaan-perusahaan lainnya. 
Dalam kegiatan perdagangan saham oleh investor peristiwa politik tentu
sangat mempengaruhi. Salah satu peristiwa yang dimaksud adalah peristiwa
pemilihan presiden pada tahun 2019. Peristiwa ini menjadi salah satu ajang bagi
perusahaan-perusahaan untuk melancarkan koneksi politik dengan koalisi unggulan
yang diharapkan dapat memenagnkan pemilihan presiden.

Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)

Manajer keuangan harus menentukan tujuan yang perlu dicapai dalam hal
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keuangan. Keputusan keuangan
yang dimaksud adalah hal yang berkatan dengan peningkatan nilai perusahaan.
Nilai perusahaan sendiri merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon
pembeli apabila perusaahaan tersebut dijual, (Dewi dan Wirajaya, 2013).
Sedangkan menurut Sambora Dkk (2014), nilai perusahaan adalah presepsi
investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan
harga saham. Harga saham yang meningkat sejalan dengan meningkatnya nilai
perusahaan, pun sebaliknya jika harga saham jatuh sejalan dengan menurunnya
nilai dari perusahaan. Kepercayaan investor berkaitan dengan ekspektasi return di
masa yang akan datang dari perusahaan juga ikut meningkat seiring dengan naiknya
harga saham di pasaran. Hal ini dikarenakan semakin tinggi harga saham yang
beredar maka artinya semakin makmur para pemegang saham. Disamping itu,
peningkatan harga saham juga menunjukkan kinerja yang baik dari perusahaan itu
sendiri sehingga mendorong para investor lainnya untuk berinvestasi pada
perusahaan tersebut.

Teori Pilihan Publik (skripsi dan tesis)

Teori Pilihan Publik pertama kali di kemukakan oleh seorang ahli ekonomi yaitu James Buchanan pada tahun 1950-an. Buchanan mengemukakan bahwa teori pilihan publik pada dasarnya merupakan perangkat dan metode pendekatan yang telah dikembangkan ke tingkat analitik yang cukup canggih, dan menerapkan perangkat dan metode ini ke sektor politik pemerintah, atau ke ekonomi publik (Buchanan, 1999). Jika ekonomi dapat menjelaskan fenomena pasar, yaitu pertemuan antara penjual dan pembeli, maka ekonomi politik baru juga bisa menjelaskan konsep politik pasar. Pasar dalam ekonomi diatur oleh hukum dasar, yaitu tatanan spontan. Sementara itu, pasar politik digunakan sebagai konsep untuk menjelaskan pertukaran antara politik partai dan pemilih dan antara pemerintah yang berkuasa dan rakyat. Dasar dari pasar politik adalah aturan main yang konstitusional dan demokratis, bukan atas dasar kekuasaan (Siregar dan Albintani, 2018). 

Di dalam Caporaso dan Levine (1993) dijelaskan bahwa teori pilihan publik berfokus pada pilihan individu, yaitu perilaku maksimalisasi dari pilihan yang dilakukan oleh individu itu sendiri. Buchanan sebagaimana dituliskan didalam (Rachbini, 2006) menyebutkan bahwa terdapat dua pendekatan teori pilhan publik, yaitu: pendekatan Catalaxy dan pendekatan Home Economicus. Pendekatan Catalaxy disebut juga sebagai ilmu pertukaran. Pendekatan ini menjelaskan bahwa pilihan publik bergantung pada supply dan demand. Dimana hal yang dimaksud supply disini adalah penawaran kebijakan publik oleh oknum politik kepada masyarakat, dan demand nya adalah para masyarakat yang memilih untuk membeli kebijakan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Sedangkan pendekatan Home Economicus atau biasa juga dikenal sebagai pendekatan konsep manusia ekonomi, adalah pendekatan yang menyebutkan bahwa kelangkaan sumber daya yang tersedia membuat manusia cenderung untuk memanfaatkan ‘kemampuan’ yang ia punya dan hal tersebut bergantung pada pilihan individu masing-masing. Dalam konteks politik hal ini berlaku ke masyarakat yang mengatur suara kepada politisi untuk mendapatkan keutungan kebijakan yang diinginkan, sedangkan dari pihak politisi mereka memanfaatkan ‘kemampuannya’ untuk membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu agar supaya kembali dipilih untuk menjabat. Hal ini sematamata dilakukan karena ada dorongan berupa jabatan tinggi, gaji tinggi, reputasi di mata publik, dan kekuasaan untuk mengatur birokrasi. Secara garis besar Teori Pilihan Publik membahas tentang keuntungan yang didapat sebagai akibat dari pilihan yang diambil dari seorang individu. 

Adapun individu yang dimaksud disini adalah para pemain politik, baik itu anggota partai politik, pimpinan partai politik, dan orang-orang yang mempunyai jabatan di pemerintahan, serta dewan direksi maupun pemimpin sebuah perusahaan. Dari hal tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan mutualisme dari pilihan yang diambil oleh individu-individu tersebut mengingat individu-individu ini membentuk sebuah kelompok dan berjalan ke tujuan yang sama. Kelompok individu yang terdiri dari pengusaha-pengusaha dan sekumpulan orang-orang partai politik ini bersatu menjadi sebuah koalisi dengan satu kepentingan, yaitu kemenangan dari kandidat pimpinan di pemerintahan baik itu tingkat daerah maupun Negara. Hal ini sejalan dengan penelitian ini dimana pada pemilihan presiden tahun 2019 terdapat dua koalisi bertanding yaitu Koalisi Indonesia Kerja (KIK) dan Koalisi Indonesia Adil Makmur (KIAM) yang tentunya diusung oleh partai politik dan kumpulan pengusaha. Para pengusaha tersebut membiayai pencalonan para kandidat koalisi dan tentunya mengharapkan kemenangan dari kandidat yang diusung. Para pengusaha tersebut mengharapkan keuntungan terhadap perusahaan mereka dari menangnya kandidat koalisi tersebut. Salah satu keuntungan yang dimaksud adalah peningkatan nilai perusahaan yang dilihat dari meningkatnya harga saham. Caporaso dan Levine (2008) mengungkapkan bahwa sistem mutualisme ini lebih dikenal dengan istilah free ride atau membonceng geratis, yang mana bisa saja terjadi dengan syarat kandidat koalisi yang didukung memenangkan jabatannya. Hal ini sangat mungkin dilakukan di pemilihan presiden mengingat kemenangan presiden ini tentunya akan menimbulkan dampak yang besar baik dari kandidat itu sendiri maupun dari orang-orang dibalik kemenangan kandidat tersebut.

Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance (skripsi dan tesis)

 


(Suwito & Herawaty, 2005) menyatakan bahwa ukuran perusahaan
umumnya dibagi dalam 3 katergori, yaitu perusahaan besar (large firm),
perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm)
berdasarkan total aktiva atau total aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata
tingkat penjualan dan jumlah penjualan. Perusahaan yang memiliki total aset
tinggi biasanya juga memiliki kegiatan atau operasional yang lebih banyak.
Sehingga operasional tersebut akan menimbulkan rumitnya transaksi yang
kemudian dapat dimanfaatkan perusahaan untuk melakukan tindakan tax
avoidance.Karena itu, diperkirakan semakin besar ukuran perusahaan maka
semakin besar pula kemungkinan melakukan tax avoidance (Rizaldi, 2017).
Hasil penelitian dari Putri & Putra, (2017) menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap tindak tax avoidance yang dilakukan
oleh perusahaan, pernyataan tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh
(Waluyo et al., 2015). Perusahaan yang dikelompokkan dalam ukuran besar
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kondisi lebih stabil dan lebih mampu
dalam menghasilkan laba dibanding perusahaan berukuran kecil. Munculnya laba
yang tinggi, akan dibarengi dengan makin tingginya beban pajak yang diperoleh
perusahaan. Untuk menghindari pengeluaran yang besar akibat beban pajak yang
tinggi, perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan besar akan tinggi untuk
melakukan tindakan penghindaran pajak. Sejalan dengan aset yang besar dapat
menimbulkan beban depresiasi dan amortisasi yang berpengaruh terhadap  
berkurangnya beban pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Sehingga ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap tax avoidance.

Pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance (skripsi dan tesis)

 


Profitabilitas adalah pengukuran kemampuan kinerja perusahaan dalam
menghasilkan laba untuk masa mendatang yang merupakan indikator dari
penjualan,modal,dan total aktiva (Suardana, 2014).Rasio dari profitabilitas yaitu
Return On Asset (ROA) yang merupakan suatu indikator yang mencerminkan
tinggi rendahnya profitabilitas dan performa keuangan yang ada pada perusahaan. 
Pendekatan ROA menunjukkan bahwa besarnya laba yang diperoleh perusahaan
dengan menggunakan total asset yang dimilikinya. Apabila perusahaan
mempunyai nilai ROA yang tinggi maka dikategorikan perusahaan tersebut
mempunyai performa keuangan yang baik karena dapat mengelola aset secara
maksimal untuk meningkatkan laba perusahaan (Cheisviyanny & Rinaldi, 2015).
Ketika laba perusahaan yang diperoleh tinggi maka pajak penghasilan dari laba
tersebut juga tinggi, sehingga memungkinkan perusahaan untuk melakukan
penghindaran pajak untuk menghindari peningkatan jumlah beban pajak akibat
dari laba perusahaan yang diperoleh tinggi.Semakin tinggi nilai ROA yang
terdapat di perusahaan, semakin besar pula perusahaan untuk melakukan
penghindaran pajak.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Cheisviyanny &
Rinaldi (2015) dan Dewinta & Setiawan (2016) yang mengatakan bahwa
profitabilitas berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak dengan kata lain
semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin tinggi pula perusahaan
dalam melakukan penghindaran pajak guna meminimalkan beban pajak akibat
dari laba perusahaan yang tinggi.

Pengaruh Koneksi Politik terhadap Tax Avoidance (skripsi dan tesis)

 Perusahaan yang mempunyai kedekatan dengan pemerintah mempunyai

ikatan secara politik yang disebut juga dengan perusahaan berkoneksi politik
(Pranoto & Widagdo, 2015). Ada atau tidaknya perusahaan mempunyai koneksi
politik dapat dilihat dari kepemilikan langsung oleh pemerintah pada perusahaan.
Oleh karena itu,koneksi politik memberikan manfaat terhadap perusahaan yang
memiliki ikatan secara politik dan pendekatan terhadap politisi atau pemerintah .
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ferdiawan & Firmansyah (2017)
perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pemerintah baik itu
pemerintah daerah maupun pusat memiliki tindakan penghindaran pajak yang
tinngi. Rata-rata perusahaan yang mempunyai hubungan kedekatan dengan
pemerintah menggunakan kedekatannya tersebut untuk melakukan penghindaran
pajak dengan cara menurunkan pembayaran pajak baik melalui lobbying maupun
pemanfaatan pengawasan yang lebih longgar dari pemerintah (Utari & Supadmi,
2017)

 Pengaruh Leverage terhadap Tax Avoidance (skripsi dan tesis)

 


Memaksimalkan pembiayaan modalnya dengan hutang dibanding dengan
menjual saham, sehingga perusahaan harus membayar bunga hutang yang dapat
mengurangi laba sebelum pajak, sehingga dengan leverage yang tinggi
mempengaruhi perusahaan melakukan tindakan penghindaran pajak. Rasio
leverage yang tinggi mengindikasikan bahwa pendanaan aset dari hutang cukup 
besar. Hutang menimbulkan beban hutang yang mengurangi jumlah pajak yang
dibayarkan perusahaan (Natalya, 2018).
. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi mempunyai
ketergantungan pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan
perusahaan yang mempunyai tingkat leverage rendah lebih banyak membiayai
asetnya dengan modal sendiri. Penggunaan rasio leverage dilakukan karena
perusahaan dapat memperoleh penghematan pajak sekaligus mempertahankan
jumlah saham beredar dari perusahaan. Ketika terjadi pembiayaan dengan hutang
maksimum, perusahaan juga memperoleh penghematan pajak yang optimal.
Karena dengan cara tersebut diindikasikan perusahaan berusaha untuk melakukan
penghindaran pajak dengan cara melakukan memaksimalkan pembiayaan
modalnya dengan hutang dibanding dengan menjual saham, sehingga perusahaan
harus membayar bunga hutang yang notabenenya dapat mengurangi laba sebelum
pajak, sehingga dengan leverage yang tinggi mempengaruhi perusahaan
melakukan tindakan penghindaran pajak.

Pengaruh Intensitas Aset Tetap terhadap Tax Avoidance (skripsi dan tesis)

 


Pembayaran pajak yang terjadi di perusahaan dapat dipengaruhi oleh
intensitas aset tetap perusahaan. Intensitas aset tetap ini dalam bentuk investasi
yang dilakukan oleh perusahaan terhadap aset tetap perusahaan. Kepemilikian aset
tetap dapat mengurangi pembayaran pajak yang dibayarkan perusahaan karena
adanya biaya depresiasi yang melekat pada aset tetap. Akibat depresiasi yang
terjadi pada aset memungkinkan aset tetap perusahaan dapat memotong pajak
(Dharma & Ardiana, 2016).Perusahaan dengan aset tetap yang tinggi bukan
semata-mata hanya berfokus untuk menurunkan beban pajak.Namun dengan
perusahaan memiliki aset tetap yang tinggi berguna untuk meningkatkan kegiatan
operasional yang ada di perusahaan tersebut. (Darsono & Muzakki, 2015)

Ukuran Perusahaan (skripsi dan tesis)

 


Putri & Putra (2017) menyatakan bahwa ukuran perusahaan dapat dilihat
dari tindakan perusahaan dalam pengambilan keputusan perpajakan dan juga
kestabilan kemampuan perusahaan dalam mengelola aktivitas prekonomian yang
terjadi di perusahaan. Ukuran perusahaan adalah skala perusahaan yang dilihat
dari total jumlah penjualan, total aktiva perusahaan,rata-rata tingkat penjualan dan
nilai pasar saham. Biasanya, perusahaan dengan ukuran besar memiliki akses
yang mudah dan luas untuk memperoleh pinjaman dan pendanaan dari luar untuk
mengembangkan usaha guna bertahan dalam persaingan industry (Waluyo, Basri,
& Rusli, 2015). Ukuran perusahaan terbagi dalam 3 kategori, yaitu large firm,
medium firm, dan small firm. Semakin besar total asset perusahaan berarti
semakin besar pula ukuran perusahan.

Profitabilitas (skripsi dan tesis)

 


Profibilitas merupakan salah satu rasio pengukur kinerja dan menilai
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan mendapatkan keutungan
dalam periode tertentu pada tingkat penjualan,modal saham dan asset perusahaan
Suardana (2014). Penggunaan rasio ini untuk menunjukkan efisiensi perusahaan
dalam mengelola laba yang dihasilkan dari pendapatan investasi dan penjualan.
Profitabilitas juga diperlukan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan pada masa
lalu agar kedepannya dapat menjadi pertimbangan dengan tujuan agar kinerja
perusahaan semakin baik (Kurniasih, T. Sari, 2013). Profitabilitas dapat diukur
dengan menggunakan rasio Return on Asset (ROA). Return on Asset (ROA)
adalah rasio profitabilitas dengan mengukur dan membandingkan laba yang 
diperoleh perusahaan dibagi dengan total asset yang dimiliki oleh perusahaan.
Semakin tinggi nilai ROA berarti semakin tinggi profitabilitas yang dimiliki oleh
perusahaan. Sehingga perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan
melakukan penghindaran pajak yang tinggi guna untuk meminimalkan
pembayaran pajak perusahaan (Cahyono et al., 2016)

Koneksi Politik (skripsi dan tesis)

 


Menurut Facio (2006), perusahaan yang memiliki koneksi apabila
setidaknya salah satu pemegang saham besar atau salah satupimpinan perusahaan
baik itu CEO, presiden, wakil presiden maupun sekretaris adalah anggota
parlemen, menteri atau orang yang berkaitan dengan politikus atau partai politik .
Ketika perusahaan mempunyai hubungan politik, dalam membayar beban pajak
biasanya lebih sedikit sehingga berdampak pada biaya operasi yang lebih kecil.
Terdapat beberapa keuntungan timbal balik jika perusahaan mempunyai hubungan
politik yaitu mendapatkan pengurangan biaya kompetisi, mempermudah kontrak
bisnis yang berhubungan dengan proyek pemerintah atau mengurangi kewajiban 
peraturan (Chaney, Faccio, & Parsley, 2011). Adhikari et al., (2006)
mendefinisikan perusahaan yang memilii koneksi politik dilihat dari sisi ada
tidaknya kepemilikan langsung dari pemerintah pada perusahaan. Perusahaan
yang terkoneksi politik ialah perusahaan dengan cara-cara tertentu memiliki ikatan
secara politik atau mengusahakan agar memiliki kedekatan dengan politisi atau
pemerintah (Purwoto, 2011). Dengan demikian, koneksi politik dipercaya
dapatmemberikan manfaat lebih bagi kedua belah pihak.
Menurut Sudibyo dan Jianfu (2016) dalam (Ferdiawan & Firmansyah,
2017) eskalasi penghindaran pajak perusahaan yang terkoneksi politik akan lebih
besar jika mereka mempunyai aktivitas luar negeri sebagai perusahaan
multinasional (MNC).