Friday, December 1, 2023

Pengaruh Manajemen Talenta Terhadap Keterikatan Kerja

 


Bhatnagar (2007) dalam “Talent Management strategy of Employee
Engagement in India ITES Employee : Key to retention” meneliti 272 karyawan
BPO/ITES, menggunakan Gallup q12 atau Gallup Workplace Audit. Diskusi
kelompok didasarkan pada alasan untuk masalah unik dari keterikatan kerja.
Pada tahap kedua, salah satu organisasi BPO dari sampel tahap I dipilih secara
acak dan data wawancara dianalisis menggunakan analisis faktor dan analisis
isi. Hasil penelitian ini menunjukan salah satu indikator pengukuran
manajemen talenta ditunjukan pada indikator proses perencanaan karir, insentif
dan dukungan dari organisasi kepada pegawai agar mendapatkan keterikatan
kerja yang tinggi. Kemiripan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
menggunakan variabel manajemen talenta dan keterikatan kerja. Sedangkan
perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan ada tambahan variabel
kepemimpinan autentik dan kepuasan kerja. Kemudian lokasi penelitian juga
dilakukan di tempat yang berbeda.
Sadeli (2012) dalam “The Influence of Leadership, Talent Management,
Organizational Culture and Organizational Support on Employee
Engagement” Mendapatkan hasil dan menunjukan bahwa kepemimpinan secara
signifikan mempengaruhi variabel mediasi, sedangkan kepemimpinan
transformasional harus melalui perilaku kepemimpinan. Praktek manajemen
talenta dan budaya organisasi mempengaruhi keterikatan kerja. Adapun
persamaan penelitian ini yaitu variabel manajemen talenta dan keterikatan
kerja. Perbedaan penelitian ini yaitu model penelitian dengan menempatkan
keterikatan kerja sebagai mediasi, selain itu adanya variabel kepemimpinan
autentik dan kepuasan kerja yang akan digunakan. Kemudian lokasi penelitian
yang dilakukan juga di tempat yang berbeda.
Alias et.al. (2014) dalam penelitianya yang berjudul “Examining The
Mediating Effect of Employee Engagement on The Relationship between Talent
Management practice and Employee Retention in The Information and
Technology (IT) organization in Malaysia.” meneliti 840 karyawan. Hasil
penelitianya menunjukan bahwa praktek manajemen talenta dengan dimensi
dukungan manajerial, pengembangan karir, penghargaan dan pengakuan
memiliki hubungan yang positif terhadap keterikatan kerja. Selain itu
keterikatan kerja ditemukan memiliki korelasi yang positif dengan retensi
karyawan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan
variabel manajemen talenta sebagai variabel independen dan keterikatan kerja
sebagai variabel mediasi. Adapun perbedaan penelitian ini yaitu tambahan
variabel kepemimpinan autentik sebagai variabel independen dan kepuasan
kerja sebagai variabel dependen. Lokasi penelitian juga digunakan di tempat
yang berbeda

Pengaruh Kepemimpinan Autentik terhadap Keterikatan Kerja

 


Penelitian yang dilakukan oleh Penger dan Cerne (2014) dengan judul
“Authentic Leadership, Employee job’s Satisfaction and Keterikatan kerja : A
Hirarchical Linier Modeling Approach” mendapatkan hasil penelitian bahwa
terdapat hubungan positif antara kepemimpinan autentik terhadap kepuasan
kerja, dukungan supervisor memediasi hubungan antara kepemimpinan autentik
terhadap keterikatan kerja. Hubungan kepemimpinan autentik dan kepuasan
kerja dimediasi oleh dukungan pimpinan. Sedangkan hubungan antara
kepemimpinan autentik dan keterikatan kerja sebagian dimediasi oleh
dukungan supervisor. Ada kesamaan dengan penelitian ini yaitu penggunaan
variabel kepemimpinan autentik, keterikatan kerja, dan kepuasan kerja.
Sedangkan perbedaan penelitian ini menggunakan menambahkan variabel
manajemen talenta sebagai variabel eksogen. Kemudian lokasi penelitian ini
dilakukan di tempat yang berbeda.
Stander et.al, (2015) dengan judul penelitian “Authentic Leadership as a
source optimism, trust in The Organizational and Work Engagement in the
public Healt care sector” menunjukan bahwa hasil dari penelitian
kepemimpinan autentuk secara signifikan dapat memprediksi optimism dan
trust. Sedangkan trust dan optimism memediasi hubungan antara kepemimpinan
autentik dan keterikatan kerja. Dalam penelitian tersebut juga didapatkan hasil
bahwa kepemimpinan autentik memiliki hubungan langsung dengan keterikatan
kerja. Ada kemiripan antara penelitan terdahulu dengan penelitian yang akan
dilakukanyaitu menggunakan variabel kepemimpinan autentik dan keterikatan
kerja. Adapun perbedaanya dengan penelitain ini adanya tambahan variabel
manajemen talenta dan kepuasan kerja. Lokasi penelitian yang dilakukan juga
dilakukan di tempat yang berbeda.
Seco dan Lopes (2013) dalam “Calling For Authentic Leadership : The
Moderator Role of Calling on the Relationship between Authentic Leadership
and Work Engagement” menjelaskan hasil penelitiannya dan menunjukan
hubungan yang tidak signifikan antara kepemimpinan autentik dan keterikatan
kerja, namun ada efek mediasi calling agar kepemimpinan dapat berpengaruh
secara tidak langsung terhadap keterikatan kerja. Jadi walaupun hasilnya tidak
menunjukan pengaruh secara langsung, namun kepemimpinan autentik
berpengaruh secara tidak langsung terhadap keterikatan kerja. Persamaan
penelitian ini adalah terdapat penggunaan variabel kepemimpinan autentik dan
keterikatan kerja. Adapun perbedaanya ada tambahan variabel manajemen
talenta sebagai variabel independen dan kepuasan kerja sebagai variabel
dependen. Lokasi penelitian yang dilakukan juga berbeda.

Hubungan Perceived Organizational Support dengan Keterlibatan Kerja

 


Karyawan kontrak merupakan karyawan yang bekerja pada suatu instansi
dengan kerja waktu tertentu yang didasari atas suatu perjanjian atau kontrak yang
dapat juga disebut sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu
perjanjian kerja yang didasarkan suatu jangka waktu yang diadakan untuk paling
lama dua tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu
maksimal 1 tahun (Undang-Undang RI Ketenagakerjaan 2003, pasal 59 ayat 1).
Berdasarkan penelitian oleh Iqbal, Qasem, dan anwar (2013) ditemukan bahwa
tingkat keterlibatan kerja yang dimiliki karyawan kontrak lebih rendah
dibandingkan dengan keterlibatan kerja yang dimiliki oleh pegawai permanen.
Selain itu, Cropanzano dan Prehar (2001) juga menambahkan bahwa status
pekerjaan sebagai tenaga kontrak dapat mengarahkan pada berkurangnya
keterlibatan kerja yang dimiliki oleh karyawan.
Lodahl dan Kejnar (1965) menjelaskan bahwa keterlibatan kerja merupakan
sejauh mana seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan pekerjaan yang ia
jalani secara psikologis, atau seberapa penting pekerjaan bagi kesuluruhan
gambaran dirinya. Hirschfield (2002) menambahkan apabila individu merasa
terlibat dengan pekerjaannya, maka akan lebih memungkinkan mereka untuk
melakukan pekerjaan di luar job description yang mereka miliki.
Hirschfeld (2002) menambahkan dampak negatif yang terjadi apabila
individu tidak merasa memiliki keterlibatan dengan pekerjaannya, yaitu
mengarahkan pada keterasingan organisasi dan pekerjaan, pekerjaan tidak teratur,
dan memisahkan diri antara hidup dan pekerjaan.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya keterlibatan
kerja pada karyawan diantaranya adalah perbedaan karakteristik personal seperti
locus of control, perbedaan karakteristik pekerjaan seperti autonomy, perilaku
atasan dan persepsi peran (Brown, 1996). Selain itu Yoshimura (1996)
berpendapat jika individu diberikan reward seperti promosi, kenaikan gaji,
ataupun hanya sekedar pujian dari hasil kerja yang baik maka hal ini dapat
menjadi penguatan bagi munculnya keterlibatan kerja.
Rhoades & Eisenberger (2002) menyatakan bahwa hal-hal seperti kenaikan
gaji, promosi serta kemudahan mendapatkan informasi akan memunculkan
perceived organizational support (POS) yang dimiliki oleh karyawan. Munculnya
perasaan dihargai oleh organisasi yang ada pada karyawan dapat meningkatkan
keterlibatan kerja yang mereka miliki. Saat perceived organizational support
(POS) yang dimiliki oleh karyawan tinggi, karyawan akan lebih merasa bahwa
lingkungan kerja lebih menyenangkan, merasa pekerjaan lebih dihargai, dan lebih
terlibat dalam pekerjaannya. (Kurtessis, Eisenberger, Ford, Buffardi, Stewart,
Adis, 2015).
POS juga lebih mungkin untuk meningkatkan ketertarikan individu terhadap
pekerjaan mereka, dimana keterlibatan kerja adalah sejauh mana individu
mengidentifikasikan pekerjaan mereka secara psikologis. Sejalan dengan itu,
Allen, Armstrong, Reid, dan Riemenschneider (2008) juga menyatakan bahwa
POS dapat memberikan kontribusi yang positif dalam keterlibatan kerja
karyawan, dimana POS dapat meningkatkan minat yang dimiliki karyawan
terhadap pekerjaan mereka.
Tuazon (2016) menyatakan bahwa POS memiliki efek positif terhadap
keterlibatan kerja. Karyawan yang merasa bahwa organisasi menyediakan
dukungan yang cukup, maka mereka akan memiliki manifestasi keterlibatan kerja
yang tinggi. Dengan kata lain, saat organisasi memberikan dukungan yang cukup
pada karyawan mereka, keterlibatan kerja yang mereka miliki akan meningkat.
Rhoades & Eisenberger (2002) juga mendefinisikan perceived
organizational support (POS) sebagai suatu perkembangan kepercayaan global
yang dimiliki oleh individu yang berfokus pada sejauh mana organisasi
menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka.
Rhoades & Eisenberger (2002) juga menambahkan bahwa perceived
organizational support (POS) dapat juga dinilai sebagai kepastian mengenai
adanya bantuan yang akan diberikan oleh organisasi ketika dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas yang dimiliki seseorang secara efektif dan bagaimana cara
berhadapan dengan situasi yang penuh tekanan.
Bentuk kepedulian organisasi yang dirasakan karyawan dapat berupa
adanya keadilan dalam melaksanakan pekerjaan, bagaimana perilaku atasan
berupa adanya perasaan mengenai dukungan yang diberikan, dan bagaimana
bentuk kondisi organisasi dan rewards yang diberikan kepada mereka (Rhoades &
Eisenberger, 2002).
Apabila individu memiliki perceived organizational support (POS) yang
positif, maka hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak positif pula.
Beberapa dampak positif yang dapat muncul diantaranya: munculnya komitmen
organisasi yang dimiliki oleh masing-masing karyawan, mempengaruhi reaksi
afektif umum terhadap pekerjaan mereka, termasuk munculnya mood positif dan
kepuasan kerja, selain itu POS juga dapat memunculkan keterlibatan kerja,
meningkatkan kinerja dan mengurangi tingkat stress yang dimiliki oleh karyawan
(Rhoades & Eisenberger, 2002).
Perceived organizational support (POS) menjadi penting bagi munculnya
keterlibatan kerja pada karyawan karena menyebabkan mereka merasa bahwa
hasil kerjanya selama ini diperhitungkan dan dihargai oleh organisasi. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh O’ Driscoll & Randall (1999)
yang menemukan bahwa POS berhubungan secara signifikan dengan munculnya
keterlibatan kerja yang dimiliki oleh karyawan, dimana penelitian ini sejalan
dengan temuan dari Eisenberger., dkk (1990) dan Shore & Wayne (1993) yang
menyatakan bahwa kepercayaan yang dimiliki karyawan mengenai kepedulian
organisasi dan menghargai kontribusi mereka memiliki asosiasi yang sangat kuat
dengan tingkat keterlibatan kerja yang lebih tinggi.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Aryaningtyas & Suharti (2013) juga
membuktikan bahwa POS memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
keterlibatan kerja, dimana hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
keterlibatan kerja akan semakin besar apabila karyawan semakin merasa bahwa
organisasi peduli dengan kesejahteraan mereka.

Aspek Perceived Organizational Support (POS)

 


Rhoades dan Eisenberger (2002) menejelaskan bahwa terdapat tiga aspek
yang mempengaruhi perceieved organizational support (POS) yang dijabarkan
sebagai berikut:
a. Fairness
Keadilan structural yang dipandang oleh karyawan dapat dilihat dari
aturan formal yang berfokus pada pengambilan keputusan yang
mempengaruhi karyawan, termasuk didalamnya pemberitahuan yang cukup
sebelum keputusan diambil, penerimaan informasi yang akurat, serta
karyawan dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Selain itu terdapat aspek sosial atau keadilan interaksionisme, dimana
karyawan merasa diperlakukan dengan penuh martabat dan respek/rasa
hormat serta menyediakan informasi kepada karyawan mengenai bagaimana
hasil ditentukan.
b. Supervisor Support
Karyawan membentuk pandangan umum terhadap bagaimana
supervisor mereka menilai/menghargai kontribusi mereka dan peduli
terhadap well-beingnya. Karena supervisor bertindak sebagai agen dari
organisasi, memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan dan mengevaluasi
kinerja bawahannya, karyawan melihat adanya orientasi dukungan/tidak
yang diberikan terhadap mereka sebagai indikator dari dukungan organisasi.
c. Organizational Rewards and Conditions
Jenis penghargaan dan kondisi kerja yang dihubungkan dengan
perceived organizational support (POS) misalnya pengakuan, pembayaran
atau upah, promosi, keamanan kerja, otonomi, peran yang dapat memicu
stress (role stressors).
 Rekognisi, gaji, dan promosi.
Tersedianya kesempatan yang tepat untuk mendapatkan reward bagi
para karyawan brfungsi untuk mengkomunikasikan penilaian positif
dari kontribusi karyawan dan memberikan kontribusi untuk perceived
organizational support (POS).
 Job security.
Terdapat jaminan yang diberikan oleh organisasi kepada karyawannya
yaitu adanya keinginan organisasi untuk mempertahankan
keanggotaan di masa depan karyawannya , diharapkan dapat
memberikan indkasi yang kuat terhadap perceived organizational
support (POS) terutama dalam beberapa tahun terakhir ketika
downsizing telah menjadi hal yang umum untuk dilakukan oleh
organisasi.
 Autonomy
Perusahaan memberikan kepercayaan kepada karyawan sehingga
Karyawan merasa dapat mengatur sendiri pekerjaannya termasuk
penjadwalan, prosedur kerja dan variasi tugas.
 Training.
Terdapat training untuk meningkatkan kemampuan karyawan.
Dimana, Wayne., et.al (Rhoades & Eisenberger, 2002) berpendapat
bahwa pelatihan kerja merupakan suatu parktik dikresi dalam
berkumnikasi dengan karyawan sehingga mengarah pada peningkatan
perceived organizational support (POS).
 Role stressors.
Organisasi diharapkan untuk mampu mengontrol tingkat stress
pekerjaan yang akan dilakoni oleh karyawannya. Lazarus ( Rhoades &
Eisnberger, 2002) menyatakan bahwa stres mengacu pada tuntutan
lingkungan dimana individu merasa tidak mampu mengatasinya. Pada
tingkat itu, karyawan mengaitkan stress sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaan can kondisi kerja yang terkontrol oleh
organisasi, berbeda dengan kondisi yang melekat pada pekerjaan atau
yang dihasilkan dari tekanan di luar organisasi, stresor ini dapat
menurunkan perceived organizational support (POS).
 Ukuran Organisasi
Menurut Dekker dan Barling (Rhoades & Eisenberger, 2002)
berpendapat bahwa karyawan merasa kurang dihargai dalam
organisasi besar dimana kebijakan dan prosedur mengurangi
fleksibilitas dalam menangani kebutuhan formal karyawan.
Selain itu, Allen & Brady (1997) menjelaskan bahwa terdapat 3 aspek yang
mempengaruhi Perceived Organizational Support pada karyawan yang dijabarkan
sebagai berikut:
a. Sikap dan ide karyawan
Perceived organizational support (POS) dapat dipengaruhi oleh
bagaimana sikap organisasi terhadap ide-ide yang dikemukakan oleh
karyawannya. Apabila organisasi menganggap positif setiap ide yang
dikemukakan oleh karyawan dan terdapat kemungkinan bahwa ide tersebut
dapat di wujudkan oleh organisasi, maka karyawan akan memiliki persepsi
yang positif mengenai dukungan yang diberikan oleh organisasi terhadap
dirinya. Sebaliknya, POS yang dimiliki oleh karyawan akan menjadi negatif
apabila perusahaan selalu menolak ide dari karyawannya.
b. Respon terhadap karyawan yang menghadapi masalah
Apabila organisasi cenderung tidak memperlihatkan atau
berkontribusi untuk membantu atau memberikan dukungan pada individu
yang sedang menghadapi masalah, maka karyawan akan melihat bahwa
tidak adanya dukungan yang diberikan oleh organisasi terhadap mereka.
c. Respon terhadap kesejahteraan karyawan
Perhatian yang diberikan oleh organisasi terhadap setiap
karyawannya, dapat mempengaruhi perceived organizational support yang
mereka miliki. Karyawan akan menilai organisasi secara positif apabila
organisasi berusaha keras untuk meningkatkan kesejahteraan individu yang
bekerja didalamnya.
Menurut Worley, Fuqua, dan Hellman (2009) perceived organizational support
(POS) terdiri dari dua aspek, yaitu:
a. Keyakinan umum karyawan tentang sejauh mana organisasi menyadari dan
menghargai kontribusinya.
Karyawan menilai apresiasi organisasi akan kontribusi yang telah
diberikan melalui gaji, jabatan pengahragaan (reward) atau kompensasi dan
keuntungan dalam bentuk lain.
b. Keyakinan seorang karyawan tentang kepedulian organisasi terhadap
kesejahteraan sosioemosional yang diraskaan karyawan.
Berdasarkan uraian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
dari perceived organizational support pada karyawan antara lain : adanya rasa
keadilan yang dimiliki oleh karyawan, adanya dukungan yang diberikan oleh
atasan (supervisor support) dan rasa mendapatkan dukungan dari organisasi
ketika menghadapi suatu kesulitan, serta tersedianya berbagai Rewards sebagai
bentuk etrhadap respon kesejahteraan karyawan.

Faktor – Faktor yang mempengaruhi Perceived Organizational Support (POS)

 


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perceived organizational
support (POS) pada seseorang. Adapun Allen, dkk. (2008) menjelaskan:
a. Job characteristics
POS dapat dipengaruhi oleh bagaiamana tindakan dari manajamen
yang dipersepsikan oleh karyawan secara sukarela dibandingkan dengan
kewajiban dari pihak luar, adapaun karketeristik pekerjaan yang sering
berpengaruh adalah tantangan pekerjaan, variasi tugas, dan persepsi beban
kerja.
b. Challenge
Merefklesikan keinginan individu untuk mendapatlan tantangan dari
suatu pekerjan dimana biasanya dibutuhkan ragam ketrampilan.
c. Task Variety (Variasi Tugas)
Variasi tugas yang tinggi terhadap kegiatan baru yang tidak terduga
dalam proses kerja berarti terdapat tugas di masa mendatang yang tidak
pasti, dan banyak diantaranya bukanlah bagian dari rutinitas atau tidak dapat
ditentukan secara tepat sebelumnya.
d. Perceived Workload
Beban kerja yang berlebihan seperti, deadline yang ketat, bekerja
dengan waktu yang lama, bekerja tengah malam, pekerjaan yang
mengharuskan karyawannya standbye dan situasi yang penuh dengan krisis
dapat menurunkan perceived organizational support (POS) pada individu.
e. Work exhaustion
Karyawan yang menderita karena kelelahan kerja akan memiliki
kemungkinan yang lebih besar terhadap niat untuk turnover. POS juga
ditemukan memiliki hubungan yang negative dengan kelelahan kerja dan
symptom psikosomatis.
f. Role ambiguity
Ambiguitas peran muncul ketika perintah yang diberikan kepada
seseorang tidak jelas, tidak meyakinkan dan tidak kuat.
g. Pay-for-performance
Gaji yang sesuai dengan hasil kerja dari karyawan dapat
meningkatkan perceived organizational support (POS)
h. Mentoring
POS is dipengaruhi oleh bagaimana karyawan dapat mengembangkan
kemampuan mereka. Mentoring adalah sebuah aktivitas organisasi yang
dapat mengurangi turnover. Mentoring dapat dibagi menjadi dua bagian:
karir dan psikososial. Fungsi yang pertama adalah coaching, sponsorship,
dan proteksi, sedangkan yang kedua adalah penerimaan, role modeling,
konseling, dan pertemanan.
Selain dari faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, Rhoades &
Eisenberger (2002) juga menambahkan dua faktor lain yang dapat mempengaruhi
munculnya perceived organizational support (POS) atau persepsi dukungan
organisasi pada karyawan yang meliputi:
a. Kepribadian
Kepribadian karyawan dapat mempengaruhi POS dengan cara
mempengaruhi perilaku karyawan dan dengan konsekuensi perlakuan dari
organisasi. Perasaan mengenai pengalaman yang dinilai positif maupun
negatif dapat mempengaruhi POS dimana karyawan dapat
menginterpretasikan perlakuan organisasi sebagai menguntungkan mereka
atau tidak.
b. Karakteristik demografi
Karakteristik yang termasuk di dalam karakteristik ini adalah umur,
pendidikan, jenis kelamin dan status ekonomi. Status sosial ekonomi yang
lebih tinggi memungkinkan karyawan memiliki sudut pandang yang lebih
positif dari perlakuan organisasi sehingga memiliki POS yang lebih baik.
Dari semua pemaparan ahli diatas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya perceived
organizational support (POS) pada karyawan, diantaranya: karakteristik
pekerjaan, karakteristik organisasi dan karakteristik demografi

Pengertian Perceived Organizational Support (POS)

 


Rhoades & Eisenberger (2002) mendefinisikan perceived organizational
support (POS) sebagai suatu perkembangan kepercayaan global yang dimiliki
oleh individu yang berfokus pada sejauh mana organisasi menghargai kontribusi
mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Perceived organizational
support (POS) juga dinilai sebagai kepastian mengenai adanya bantuan yang akan
diberikan oleh organisasi ketika dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang
dimiliki seseorang secara efektif dan bagaimana cara berhadapan dengan situasi
yang penuh tekanan. .
Erdogan dan Enders (2007) juga mengatakan bahwa Perceived
organizational support (POS) merujuk pada derajat dimana individu percaya
bahwa organisasi peduli kepada mereka, menghargai masukan mereka dan
mendukung mereka dengan bantuan dan dukungan yang diperlukan.
Levinson (1965) juga mendefinisikan perceived organizational support
sebagai suatu kepercayaan yang dimiliki karyawan mengenai sejauh mana
perusahaan memiliki niatan untuk memberikan kompensasi yang adil dari usaha–
usaha yang sudah dilakukan oleh karyawan, menolong karyawan dalam
kebutuhan tertentu (seperti pada saat sakit, dan terkait dengan masalah pekerjaan),
membuat pekerjaan menjadi menarik dan bersemangat, serta menyediakan kondisi
kerja yang kondusif.
Allen., Armstrong., Reid., dan Riemenscheneider (2008) mengartikan
perceived organizational support sebagai suatu tingkat keyakinan karyawan yang
di pengaruhi oleh evaluasi mereka atas pengalaman-pengalaman dan pengamatan
mengenai bagaimana cara organisasi memperlakukan karyawan - karyawannya
secara umum.
Selain tokoh-tokoh diatas, Robbins & Judge (2017) juga mendefinisikan
perceived organizational support sebagai suatu tingkatam dimana para pekerja
mempercayai bahwa organisasi menilai kontribusinya dan peduli terhadap
kesejahteraan para karyawannya.
Berdasarkan uraian para tokoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
perceived organizational support merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan
yang dimiliki individu bahwa organisasi tempat mereka bekerja peduli dengan
kesejahteraan mereka, berlaku adil kepada mereka dan menghargai segala
kontribusi yang mereka berikan terhadap organisasi.

Dimensi Keterlibatan Kerja

 


Yoshimura (1996) membagi keterlibatan kerja kedalam tiga dimensi, diantaranya:
a. Emosional, menunjukan seberapa kuat pekerja tertarik pada pekerjaannya
atau seberapa besar pekerja menyukai pekerjaannya
b. Kognitif, menunjukkan seberapa kuat pekerja ingin berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan terkait pekerjaan atau seberapa penting pekerjaan bagi
harga dirinya
c. Perilaku, menunjukan seberapa sering pekerja biasanya mengambil peran
yang lebih di luar pekerjaannya dan secara sukarela menambah pengetahuan
dan belajar terkait dengan pekerjaannya.
Saleh dan Hosek (1976) mengukur keterlibatan kerja menjadi empat
dimensi, diantaranya:
a. work as a central life interest
Seberapa banyak pekerjaannya dipersepsikan oleh individu sebagai
sumber utama dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang dianggap
penting. Seseorang akan mencurahkan semua minat utamanya dan
perhatiannya kepada pekerjaan.
b. the extent of a person's active participation in the job
seseorang yang terlibat dalam pekerjaan akan memiliki partispasi
lebih besar dan aktif dalam pekerjaannya terutama dalam pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan mengenai pekerjaannya
c. Extent of performance-self-esteem contingency
seseorang yang memiliki keterlibatan kerja menganggap pekerjaannya
sangat penting dan mengangap bahwa kinerja atau performa kerjanya akan
mempengaruhi harga dirinya.
d. consistency of job performance with the self concept.
Level dari pekerjaan individu konsisten dengan konsep diri yang ia
miliki. Ditandai dengan perasaan adanya kesesuaian antara kemampuan
yang dibutuhkan oleh pekerjaannya dengan jumlah kemampuan yang ia
miliki.
Selain itu, Lodahl & Kejnar dalam (Reeve & Smith, 2001) menjelaskan
terdapat dua dimensi untuk menjelaskan keterlibatan kerja yang dimiliki oleh
karyawan, diantaranya:
a. Sejauh mana hasil pekerjaan seseorang mempengaruhi harga dirinya
Mencakup sejauh mana kinerja pekerjaan individu mempengaruhi
harga diri yang ia miliki. Harga diri merupakan suatu tingkat indikasi
dimana individu merasa dan percaya bahwa dirinya mampu dan berharga.
b. Pentingnya pekerjaan dalam gambaran diri keseluruhan
Hal ini merujuk pada sejauh mana seseorang merasa teridentifikasi
dengan pekerjaannya, atau pentingnya pekerjan dalam keseluruhan
gambaran dirinya. Dubin (dalam Lodahl & Kejnar, 1965) menyatakan
bahwa orang yang memiliki keterlibatan kerja merupakan orang yang
menganggap pekerjaan yang paling penting dalam kehidupannya. Hal ini
menunjukan bahwa dengan bekerja, seseorang dapat mengekspresikan
dirinya dan menganggap bahwa pekerjaan merupakan aktivitas yang paling
penting dalam kehidupannya.
Dari definisi para ahli diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
dimensi-dimensi yang dapat membuat individu memiliki keterlibatan terhadap
pekerjaannya antara lain adalah bagaimana individu menganggap pekerjannya
sangat penting bagi kehidupannya, memiliki partispasi yang aktif dalam
pekerjaannya, menganggap pekerjaan dan hasil kinerjanya sebagai bagian dari
harga dirinya, secara sukarela membantu dan memiliki keinginan untuk belajar
serta memiliki persepsi mengenai kesesuaian antara kemampuan yang ia miliki
dan kemampuan yang dibutuhkan oleh organisasi