Karyawan kontrak merupakan karyawan yang bekerja pada suatu instansi
dengan kerja waktu tertentu yang didasari atas suatu perjanjian atau kontrak yang
dapat juga disebut sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu
perjanjian kerja yang didasarkan suatu jangka waktu yang diadakan untuk paling
lama dua tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu
maksimal 1 tahun (Undang-Undang RI Ketenagakerjaan 2003, pasal 59 ayat 1).
Berdasarkan penelitian oleh Iqbal, Qasem, dan anwar (2013) ditemukan bahwa
tingkat keterlibatan kerja yang dimiliki karyawan kontrak lebih rendah
dibandingkan dengan keterlibatan kerja yang dimiliki oleh pegawai permanen.
Selain itu, Cropanzano dan Prehar (2001) juga menambahkan bahwa status
pekerjaan sebagai tenaga kontrak dapat mengarahkan pada berkurangnya
keterlibatan kerja yang dimiliki oleh karyawan.
Lodahl dan Kejnar (1965) menjelaskan bahwa keterlibatan kerja merupakan
sejauh mana seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan pekerjaan yang ia
jalani secara psikologis, atau seberapa penting pekerjaan bagi kesuluruhan
gambaran dirinya. Hirschfield (2002) menambahkan apabila individu merasa
terlibat dengan pekerjaannya, maka akan lebih memungkinkan mereka untuk
melakukan pekerjaan di luar job description yang mereka miliki.
Hirschfeld (2002) menambahkan dampak negatif yang terjadi apabila
individu tidak merasa memiliki keterlibatan dengan pekerjaannya, yaitu
mengarahkan pada keterasingan organisasi dan pekerjaan, pekerjaan tidak teratur,
dan memisahkan diri antara hidup dan pekerjaan.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya keterlibatan
kerja pada karyawan diantaranya adalah perbedaan karakteristik personal seperti
locus of control, perbedaan karakteristik pekerjaan seperti autonomy, perilaku
atasan dan persepsi peran (Brown, 1996). Selain itu Yoshimura (1996)
berpendapat jika individu diberikan reward seperti promosi, kenaikan gaji,
ataupun hanya sekedar pujian dari hasil kerja yang baik maka hal ini dapat
menjadi penguatan bagi munculnya keterlibatan kerja.
Rhoades & Eisenberger (2002) menyatakan bahwa hal-hal seperti kenaikan
gaji, promosi serta kemudahan mendapatkan informasi akan memunculkan
perceived organizational support (POS) yang dimiliki oleh karyawan. Munculnya
perasaan dihargai oleh organisasi yang ada pada karyawan dapat meningkatkan
keterlibatan kerja yang mereka miliki. Saat perceived organizational support
(POS) yang dimiliki oleh karyawan tinggi, karyawan akan lebih merasa bahwa
lingkungan kerja lebih menyenangkan, merasa pekerjaan lebih dihargai, dan lebih
terlibat dalam pekerjaannya. (Kurtessis, Eisenberger, Ford, Buffardi, Stewart,
Adis, 2015).
POS juga lebih mungkin untuk meningkatkan ketertarikan individu terhadap
pekerjaan mereka, dimana keterlibatan kerja adalah sejauh mana individu
mengidentifikasikan pekerjaan mereka secara psikologis. Sejalan dengan itu,
Allen, Armstrong, Reid, dan Riemenschneider (2008) juga menyatakan bahwa
POS dapat memberikan kontribusi yang positif dalam keterlibatan kerja
karyawan, dimana POS dapat meningkatkan minat yang dimiliki karyawan
terhadap pekerjaan mereka.
Tuazon (2016) menyatakan bahwa POS memiliki efek positif terhadap
keterlibatan kerja. Karyawan yang merasa bahwa organisasi menyediakan
dukungan yang cukup, maka mereka akan memiliki manifestasi keterlibatan kerja
yang tinggi. Dengan kata lain, saat organisasi memberikan dukungan yang cukup
pada karyawan mereka, keterlibatan kerja yang mereka miliki akan meningkat.
Rhoades & Eisenberger (2002) juga mendefinisikan perceived
organizational support (POS) sebagai suatu perkembangan kepercayaan global
yang dimiliki oleh individu yang berfokus pada sejauh mana organisasi
menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka.
Rhoades & Eisenberger (2002) juga menambahkan bahwa perceived
organizational support (POS) dapat juga dinilai sebagai kepastian mengenai
adanya bantuan yang akan diberikan oleh organisasi ketika dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas yang dimiliki seseorang secara efektif dan bagaimana cara
berhadapan dengan situasi yang penuh tekanan.
Bentuk kepedulian organisasi yang dirasakan karyawan dapat berupa
adanya keadilan dalam melaksanakan pekerjaan, bagaimana perilaku atasan
berupa adanya perasaan mengenai dukungan yang diberikan, dan bagaimana
bentuk kondisi organisasi dan rewards yang diberikan kepada mereka (Rhoades &
Eisenberger, 2002).
Apabila individu memiliki perceived organizational support (POS) yang
positif, maka hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak positif pula.
Beberapa dampak positif yang dapat muncul diantaranya: munculnya komitmen
organisasi yang dimiliki oleh masing-masing karyawan, mempengaruhi reaksi
afektif umum terhadap pekerjaan mereka, termasuk munculnya mood positif dan
kepuasan kerja, selain itu POS juga dapat memunculkan keterlibatan kerja,
meningkatkan kinerja dan mengurangi tingkat stress yang dimiliki oleh karyawan
(Rhoades & Eisenberger, 2002).
Perceived organizational support (POS) menjadi penting bagi munculnya
keterlibatan kerja pada karyawan karena menyebabkan mereka merasa bahwa
hasil kerjanya selama ini diperhitungkan dan dihargai oleh organisasi. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh O’ Driscoll & Randall (1999)
yang menemukan bahwa POS berhubungan secara signifikan dengan munculnya
keterlibatan kerja yang dimiliki oleh karyawan, dimana penelitian ini sejalan
dengan temuan dari Eisenberger., dkk (1990) dan Shore & Wayne (1993) yang
menyatakan bahwa kepercayaan yang dimiliki karyawan mengenai kepedulian
organisasi dan menghargai kontribusi mereka memiliki asosiasi yang sangat kuat
dengan tingkat keterlibatan kerja yang lebih tinggi.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Aryaningtyas & Suharti (2013) juga
membuktikan bahwa POS memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
keterlibatan kerja, dimana hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
keterlibatan kerja akan semakin besar apabila karyawan semakin merasa bahwa
organisasi peduli dengan kesejahteraan mereka.