Friday, January 5, 2024

Faktor-Faktor Kepuasan Kerja

 


Salah satu faktor untuk melihat kepuasan kerja pekerja adalah dapat melalui
kompensasi. Seperti yang diungkapkan (Afrida,dkk 2014) bahwa pemberian kompensasi
oleh perusahaan terhadap pekerja merupakan cara perusahaan untuk meningkatkan
prestasi kerja, motivasi, semangat kerja, dan kepuasan kerja pekerja. Kompensasi yang
diterima pekerja pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhannya secara
maksimal, baik berupa makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan sebagainya. Dengan
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pekerja melalui pemberian kompensasi dapat
memberikan kepuasan kerja bagi pekerja yang bersangkutan (Syah, 2013)

Pengertian Kepuasan Kerja

 


Kepuasan kerja merupakan dambaan setiap individu yang sudah bekerja.Masingmasing karyawan memililki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai dengan nilai yang
dianutnya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan karyawan maka semakin tinggi pula kepuasan yang dirasakan.
Kepuasan kerja yang dimaksud adalah perilaku positif yang ditunjukan karyawan
dalam merespon semua perlakuan, keputusan, dan kebijakan yang dilakukan perusahaan
(Sidharta et al., 2011). Sedangkan menurut (Handoko, 2008). Kepuasan kerja adalah
suatu keadaan emosional individu, dimana pekerjaan tersebut menyenangkan atau tidak
menyenangkan menurut persepsi dan pandangan karyawan itu sendiri. Kepuasan kerja
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap
positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya.(Boles et al,. 2007) dan (Azeem,. 2010), menjelaskan beberapa dimensi
kepuasan kerja beserta dengan indikatornya sebagai berikut :
1.) Beban kerja merupakan sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh karyawan seperti pekerjaan memberikan rasa keberhasilan,
pekerjaan menarik, puas dengan pekerjaan, dan melakukan sesuatu yang
berharga dalam pekerjaan.
2.) Gaji merupakan pemberian imbalan terhadap hasil kerja karyawan seperti gaji
sesuai dengan beban kerja, perusahaan memberikan gaji lebih baik daripada
pesaing, dan gaji yang adil pada seluruh karyawan.
3.) Kenaikan jabatan merupakan kesempatan bagi karyawan untuk terus maju dan
berkembang sebagai bentuk aktualisasi diri seperti puas dengan promosi yang
adil, perusahaan memberikan kesempatan untuk maju, jabatan yang cukup
bagi karyawan yang ingin maju, dan adanya kesempatan untuk dipromosikan.
4.) Pengawas merupakan kemampuan atasan untuk menunjukkan perhatian dan
memberikan bantuan ketika karyawan mengalami kesulitan bekerja seperti
atasan selalu mendengarkan ide dan saran, atasan selalu bersikap adil, dan
atasan selalu memberikan pujian.
5.) Rekan kerja merupakan sejauh mana karyawan mampu menjalin
persahabatan dan saling mendukung dalam lingkungan kerja seperti rekan
kerja selalu mendahulukan kepentingan bersama, rekan kerja sangat
menyenangkan, rekan kerja sangat bersahabat, dan rekan kerja siap membantu
saat dibutuhkan

Dampak Keadilan Organisasi

 


Keadilan organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam suatu perusahaan
maupun organisasi ketika pada suatu perusahaan terdapat ketidak adilan maka akan
memberikan dampak yang negatif terhadap perusahaan tersebut ataupun sebaliknya
ketika pada suatu perusahaan karyawan merasakan keadilan maka akan memberikan
dampak yang positif pada perusahaan tersebut.
Dampak negatif yang diperoleh perusahaan bila karyawan merasakan ketidak
adilan adalah menurunnya kinerja, demo karyawan, tingginya tingkat kemangkiran dan
turnover karyawan (Budiaorto et al., dalam Putra dan Putra 2014) sedangkan dampak
positif yang akan diperoleh perusahaan bila karyawan merasakan keadilan adalah
kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan seorang karyawan semakin rendah minat
mereka untuk meninggalkan organisasi menurut (Kristanto, dkk 2014).

Pengertian Keadilan Organisasi

 


Karyawan merupakan modalitas sumber daya manusia yang penting
dalam suatu organisasi ataupun perusahaan. Perlakuan manajer terhadap
karyawan akan sangat mempengaruhi perilaku karyawan sebanding dengan
perlakuan manajer baik secara interpersonal maupun organisatoris. Salah satu
bentuk perlakuan manajer yang akan direspon karyawan untuk menentukan
sikap dan perilaku adalah perlakuan yang dirasakan adil dalam membagi
imbalan, menerapkan aturan dan hubungan interpersonal. Keadilan organisasi dalam
ketiga bentuk tersebut akan berpengaruh terhadap sikap positif maupun negatif karyawan
sebanding dengan perlakuan keadilan organisasi yang mereka rasakan.
Keadilan organisasi merupakan cerminan dari peran keadilan terhadap persepsi
karyawan (Al-Zu’bi, 2010). Menurut (Yulianto 2006) ketika karyawan merasa
diperlakukan adil, maka mereka akan mempunyai sikap dan perilaku yang sesuai dengan
apa yang dibutuhkan untuk keberhasilan perubahan, bahkan di bawah kondisi sulit
sekalipun, begitupun sebaliknya. (Bakhshi, dkk. 2009) menyebutkan keadilan organisasi
terbentuk dari tigapersepsi keadilan, yaitu: procedural justice, distributive justice dan
interactionaljustice.
Procedural justice menurut (Al-Zu’bi 2010) lebih berfokus pada keadilanaturan
dan prosedur yang digunakan untuk membagikan hasil. Kepuasan kerjaakan dipengaruhi
oleh procedural justice karena kepuasan pegawai dapat terciptamelalu proses diambil dan
didistribusikannya sebuah keputusan atau kebijakanperusahaan (Warner, dkk., 2005).
Karyawan tidak hanya memberikan reaksiterhadap hasil-hasil yang mereka dapatkan,
namun juga terhadap proses-prosesbagaimana mereka mendapatkan hasil-hasil tersebut
(Nowakowski dan Conlon,2005).
Distributive justicemenjelaskan mengenai alokasi hasil-hasil yangkonsisten,
seseorang akan mendapatkan hasil-hasil dan penghargaan sesuaidengan kontribusi yang
diberikan (Foley, dkk., 2005). Hubbel dan Assad (2005) mengemukakan distributive
justice behubungan dengan persepsi keadilan yangberasal dari hasil-hasil yang diterima
oleh seseorang. Ni Kadek Lisna Yunita, Pengaruh Keadilan Organisasi dan. Interactional
justice memperlihatkan prediksi yang kuat terhadap kepuasan seseorang pada atasannya
(Nowakowski dan Conlon, 2005).
Interactional justice berhubungan dengan keadilan yang dirasakan seseorang
ketika diperlakukan dengan adil oleh orang lain, yang berhungan dengan relasi individual
dengan atasannya (Belanger, dkk., 2006). Persepsi keadilan interactional lebih berfokus
pada tingak mana pegawai diinformasikan tepat waktu dan sesuai kebenaran yang ada
tentang keputusan utama perusahaan yang menyangkut hak dan kewajiban karyawan itu
sendiri (Cheng, dkk., 2011).
(Al-Zu’bi, 2010) menjelaskan dimensi-dimensi yang terkait dengan keadilan
organisasi adalah :
1). Procedural Justice
Procedural justice, diukur dari presepsi responden procedural justice terkait
dengan keadilan yang dirasakan karyawan terhadap mekanisme pengambilan keputusan
yang melibatkan pegawai sehingga dapat meningkatkan ketepatan informasi dan
mengurangi terjadinya bias pendapat pengawai, dan proses dari pendekatan itu sendiri
diantaranya ialah job description, atasan mendengarkan masalah karyawan sebelum
membuat keputusan, atasan mencari informasi yang akurat dan komplit sebelum
membuat keputusan, atasan menyediakan informasi tambahan sebelum dibutuhkan oleh
karyawan, keputusan kerja diterapkan secara konsisten dan karyawan bebas berpendapat
terhadap keputusan kerja.
2). Distributive Justice
Distributive Justice, diukur dari presepsi responden distributive justice terkait
dengan keadilan yang pada outcome yang dirasakan karyawan diantaranya ialah jadwal
kerja yang wajar, gaji sesuai dengan jabatan karyawan atau posisi, beban kerja yang
wajar, penghargaan dan tanggung jawab yang wajar sesuai dengan posisi karyawan
tersebut bekerja.
3). Interactional Justice
Interactional Justice, diukur dari presepsi responden Interactional Justice terkait
dengan perasaan pegawai yang kebutuhannya telah ikut dipertimbangkan dalam sebuah
kebijakan, serta adanya penjelasan tentang kebijakan tersebut oleh atasan kepada
karyawan diantaranya ialah perlakuan atasan saat membuat keputusan kerja, atasan
mempertimbangkan hak-hak karyawan, implikasi dari keputusan dan justifikasi untuk
keputusan kerja.

Keadilan Organisasi

 


Memahami keadilan organisasi secara teoritis pada dasarnya akan
menguraikan variabel ini ke dalam unsur-unsur yang membentuknya seperti :
pengertian, dan dampak dari keadilan organisasi. Berikut akan diuraikan teori
keadilan organisasi ke dalam bahasan mengenai pengertian, dan dampak
keadilan organisasi

Penilaian Kinerja

 


Salah satu praktik manajemen sumber daya manusia yang penting adalah
performance appraisal atau penilaian kinerja yang dilakukan oleh perusahaan di mana
keberhasilan dari praktik ini tergantung kepada persepsi karyawan terkait keadilan
terhadap proses penilaian itu sendiri (Ahmed & Sattar, 2018). Penilaian kinerja
merupakan standar yang digunakan perusahaan untuk mengukur kinerja karyawan
(Kulshrestha & Nangia, 2019). Dalam penilaian kinerja, keadilan akan dirasakan oleh
karyawan ketika mereka mempunyai persepsi bahwa evaluasi kinerja dilakukan secara
objektif dan adil dimana hasil penilaian kinerja digunakan sebagai sarana motivasi
pengembangan diri (Gu et al., 2020). Menurut Dusterhoff et al., (2014) penilaian
kinerja dipandang sebagai komponen kunci bagi manajemen yang menghubungkan
perilaku karyawan dengan tujuan perusahaan. Dalam penelitian Khalil & Nehme,
(2021) penilaian kinerja digambarkan sebagai proses yang digunakan untuk
pengukuran efektivitas dan efisiensi karyawan. Penilaian kinerja digunakan oleh
departemen sumber daya manusia sebagai salah satu alat pengambilan keputusan
terkait promosi, gaji maupun pengembangan talenta dari tiap karyawan.
Zhu & Warner (2019) melihat penilaian kinerja yang telah dikembangkan
dalam konteks Anglo-American dapat diterapkan dengan adanya penyesuaian dalam
budaya nasional di masing-masing negara. Budaya nasional yang ada di suatu negara
mempengaruhi praktik manajemen sumber daya manusia dengan cara yang sama
(Sheldon & Sanders, 2016). Nilai-nilai manajerial yang berbasis budaya nasional dapat
meningkatkan maupun menjadi penghambat kinerja karyawan suatu perusahaan
(Amba-Rao et al., 2000) sehingga sebagai langkah antisipasi perusahaan perlu
memiliki kerangka kerja sistematis yang membuat penilaian kerja menjadi adil dan
konsisten (Palaiologos et al., 2011). Hasil dari penilaian kerja menjadi dasar
pengambilan keputusan terkait upah dan gaji, penghargaan yang akan diberi, dan
pengembangan karyawan agar menjadi aset perusahaan yang lebih unggul sehingga
selaras dengan tujuan perusahaan.
Perusahaan yang berhasil menerapkan strateginya dengan baik dan tepat akan
mendapat keuntungan dengan berfokus pada persepsi penilaian kerja berorientasi hasil
(Aeknarajindawat et al., 2020). Hal ini didukung oleh Spence et al., (2006) yang
mempunyai usul bahwa strategi pengurangan biaya atau cost reduction berhasil
dilakukan sehingga manajemen lebih berfokus jangka pendek di mana penilaian kinerja
dirasa lebih penting. Penilaian kinerja dianggap sebagai sumber daya internal yang
dapat menciptakan keunggulan kompetitif sehingga bisa meningkatkan performa
kinerja (Sabiu, Kura, et al., 2019). Karyawan yang memiliki persepsi penilaian kinerja
yang baik akan mempengaruhi komitmen mereka baik dalam kinerjanya maupun
keinginannya untuk tinggal di perusahaan tersebut. Hal ini terjadi karena persepsi
karyawan merupakan elemen penting dalam keseluruhan fungsi manajemen sumber
daya manusia (Anyango, 2021). Menurut Kraska (1991) dalam penelitian BienwiPatrick, Ledum et al., (2020) sistem penilaian kinerja memiliki hasil positif dan negatif
di mana hasil positif ditunjukkan adanya peningkatan motivasi kerja karena karyawan
mendapat pemahaman yang jelas terkait peran mereka di perusahaan. Motivasi kerja
karyawan inilah yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi niat tinggal
mereka di perusahaan.

Keadilan Organisasi

 


Keadilan organisasi menjadi salah satu fokus kepedulian sumber daya manusia
atau karyawan dalam suatu perusahaan (Fortin et al., 2020), karena karyawan lebih
memilih keadilan yang konsisten, sehingga hasil di masa mendatang lebih bisa
diprediksi dibanding keputusan seseorang yang bersifat subyektif. Dengan adanya
pertimbangan sosial, setiap orang berharap untuk bisa diterima dan dihargai dengan
tidak adanya tindak eksploitasi ataupun perlakuan kasar dari perusahaan. Secara etika,
manusia lebih percaya bahwa keadilan merupakan cara yang tepat dalam
memperlakukan individu secara etis. Teori Equity (Oh, 2019) menyatakan bahwa
setiap orang akan membandingkan hasil yang diperoleh apakah sesuai dengan
pengorbanan yang dikeluarkan. Hal ini memancing terbentuknya persepsi keadilan di
perusahaan. Pernyataan ini sejalan dengan teori pertukaran sosial atau Social Exchange
Theory (Homans, 1961; Muldoon et al., 2018) yang menyatakan bahwa dalam sebuah
hubungan sosial terdapat unsur ganjaran (reward), pengorbanan dan keuntungan yang
saling mempengaruhi. Teori ini menjelaskan bagaimana pandangan karyawan terhadap
keadilan dan iklim etis yang dirasakan di perusahaan.
Keadilan yang dipersepsikan oleh karyawan dalam perusahaan disebut
organizational justice. Keadilan organisasi atau organizational justice merupakan
persepsi karyawan terhadap keadilan di mana karyawan diperlakukan secara adil atau
tidak dalam suatu organisasi (Rıza Terzi et al., 2017). Menurut Saraih et al., (2018)
keadilan organisasi didefinisikan sebagai persepsi individu yang diikuti dengan reaksi
terhadap keadilan dalam suatu organisasi. Persoalan keadilan yang sering terjadi
menyebabkan ketidakpuasan yang jika tidak segera diselesaikan akan menimbulkan
perilaku tidak etis di lingkungan kerja. Karyawan yang memiliki persepsi negatif
terhadap lingkungan yang tidak etis akan menunjukkan perilaku yang ekstrem (dello
Russo et al., 2017; Gu et al., 2020). Sebaliknya, saat keadilan terpenuhi maka karyawan
akan merasa puas sehingga kinerja yang baik terwujud.
Salah satu penulis yang menerapkan teori keadilan organisasi (Greenberg,
1990) membagi keadilan organisasi menjadi tiga kategori yaitu keadilan distributif,
keadilan prosedural dan keadilan interaksional. Dalam penelitian Colquitt (2001;
Saraih et al., (2018) terdapat empat dimensi keadilan organisasi yaitu keadilan
distribusi, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional.
Keadilan distributif berkaitan dengan konsep keadilan di mana tiap orang akan
memperoleh apa yang menjadi haknya secara proporsional seperti gaji dan promosi
(Mengstie, 2020). Keadilan distributif berfokus pada imbalan kerja, promosi,
penghargaan kerja dan lainnya. Dengan adanya keadilan distributif di perusahaan,
karyawan akan merasa termotivasi dalam bekerja. Colquitt (2001) mendefinisikan
bahwa keadilan distributif adalah perwakilan dari keadilan yang dirasakan oleh
karyawan terhadap pengambilan keputusan. Menurut Moorman (1991); Widya et al.,
(2021) keadilan distributif adalah persepsi keadilan yang dirasa terdistribusi secara adil
sebagai imbas dari pemberian imbalan kepada karyawan yang telah mendapatkan
pelatihan, masa kerja yang cukup lama, serta tanggung jawab kerja.