Friday, April 13, 2018

Desinfeksi (skripsi dan tesis)

Air bersih sebelum ditampung di dalam reservoir harus dilakukan desinfeksi untuk membunuh organisme patogenik apapun yang terdapat di dalam air. Desinfeksi yang umum digunakan adalah menggunakan khlorin. Khlorin terlarut di dalam air akan mengoksidasi bahan organik, termasuk organisme patogenik. Adanya sisa khlorin aktif di dalam air merupakan indikator bahwa tidak terdapat lagi organisme yang perlu dioksidasi dan dapat dianggap bahwa air sudah terbebas dari penyakit yang disebabkan oleh organisme patogenik. Air yang dialirkan di dalam sistem distribusi harus mengandung sisa khlor untuk menjaga terhadap kontaminasi selama dalam distribusi. Inilah mengapa air dari jaringan distribusi air minum sering berbau khlorin (Vesilind, 1997).
   Menurut Sanropie (1984), menyatakan bahwa Desinfeksi adalah suatu proses untuk membunuh bakteri patogen (bakteri penyebab penyakit) yang ada didalam air dengan menggunakan bahan desinfektan. Desinfeksi secara kimia antara lain dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia seperti Cl2, Br2, I2, O3, KMnO4, O2, Cl2, CuSO4  dan ZnSO4. Bahan kimia yang paling banyak digunakan adalah senyawa khlorin yang disebut proses khlorinasi atau desinfeksi. Di Indonesia kebanyakan digunakan kaporit karena mudah didapat dan mudah penggunaannya. Disinfeksi merupakan bagian dari proses pengolahan air terakhir yang penting dan merupakan teknologi bersih. Disinfektan senyawa khlorin, dapat digunakan untuk menghilangkan bakteri patogen, meminimalkan gangguan mikroorganisme dan sebagai oksidator.  Sebagai oksidan, khlorin  dapat juga digunakan untuk menghilangkan zat besi, mangan, menghilangkan rasa air dan  senyawa berbau serta meminimalkan amonia nitrogen. Terminologi disinfeksi yang berarti menghilangkan atau menghancurkan seluruh mikroorganisme yang hidup termasuk didalamnya spora disebut sterilisasi. Namun istilah disinfeksi tidak seluruhnya benar karena ada beberapa spora bakteri yang lebih tahan terhadap disinfeksi dibanding bentuk vegetatif, seperti halnya organisme tuberculosis lebih tahan dibanding dengan negatif-gram sel coliform.  Dalam proses dan operasi pengolahan air, pada pra disinfeksi seperti sedimentasi, koagulasi, flokulasi dan penyaringan, telah dapat mengurangi mikroorganisme yang tahan (resisten) terhadap disinfeksi.
Kecepatan proses yang kompleks ini tergantung pada :
  1. Fisika kimia dari disinfektan;
  2. Kelakuan cyto kimia dan sifat fisik dan patogen;
  3. Interaksi dari (1) dan (2);
  4. Efek kuantitatif dari faktor media reaksi seperti : Suhu, pH, Elektrolit, Kondisi Gas dan Kondisi Fisika (panas, ultra violet, radiasi, ionisasi, pH).
Khlorin dalam senyawa kimia terdapat pada :
  1. Asam Hipokhlorit (HOCl).
  2. Kalsium Hipokhlorit, Ca(OCl)2 , diperdagangkan disebut kaporit.
  3. Sodium Hipokhlorit, (NaOCl).
Kaporit dalam kemasan yang baik berupa kristal atau tablet mengandung khlorin sampai dengan 90 persen dan mudah larut dalam air.  Sodium hipokhlorit dapat diperoleh dalam bentuk cair dengan konsentrasi khlorin  5-15  persen.
Dari reaksi berikut :
Cl2 + H2O  à  HCl + HOCl                       H+ + OCl-            (P.VII-1)

dapat dijelaskan bahwa khlorin dengan air akan menjadi asam khlorida dan asam hipokhlorit dengan kondisi keseimbangan reaksi menjadi ion H dan OCl.
Pada pH > 8 HOCl tetap tidak terionisassi  sedang pada pH < 7  HOCl akan terionisasi menjadi OCl-  yang bersifat oksidator.
Selanjutnya,
Ca(OCl)2 + H2O   à      Ca++  +  2OCl-  + H2O                     (P.VII-2)
HOCl sangat reaktif terhadap amonia menurut reaksi berikut :
HOCl + NH3     à     NH2 + NH2Cl  (Monochloroamin)       (P.VII-3)
HOCl + NH2     à     H2O + NHCl2  (Dichloroamin)            (P.VII-4)
HOCl + NHCl2  à    H2 O + NCl3 (Trichloroamin)               (P.VII-5)
Reaksi reaksi diatas tergantung pada keadaan pH, Suhu, Waktu Reaksi dan Kemurnian Chlorin.
Reaksi pada (P.VII-3) dengan  (P.VII-4)  berjalan pada  pH 4,5 –8,5 sedang diatas pH 8,5 monochloroamin akan bereaksi. Pada pH dibawah 4,4 akan terjadi reaksi (P.VII-5)
Dengan  desinfektan yang digunakan adalah Kaporit, Ca(OCl)2, maka :
  1. Konsentrasi larutan 5-10%.
  2. Waktu kontak 15-30
  3. DPC 1,18-1,22 mg/l
  4. Sisa Chlor 0,1-0,5 mg/l
  5. Dosis klorin : 30 – 40 mg/l
  6. Untuk kapasitas pengolahan dalam satuan liter/menit,
  7. Dosis Chlor Total = DPC + Sisa Chlor ( Degremont, 1979 ).
            Menurut Berthouex (1998), dikatakan bahwa desinfeksi diperlukan pada akhir pengolahan air bersih/minum. Desinfeksi menggunakan klorin akan dapat membunuh 99% bakteri dalam waktu 10 menit pada suhu 50C dan pH sekitar 7-8. Untuk suhu yang lebih tinggi , waktu kontak minimum yang dibutuhkan adalah 30 menit untuk kadar Colitinja minimum 400 MPN/100 ml.  Pada umumnya indikator coliform akan lebih besar dibanding dengan colitinja, maksimum jumlah rata-rata colitinja 75 % dari coliform. Kebutuhan konsentrasi klorin yang mampu membunuh 99% bakteri dalam waktu 10 menit pada suhu 50C, seperti terlihat pada Tabel 2.2 di bawah ini :

Tabel 2.2. Konsentrasi Klorin Yang Mampu Membunuh 99% Bakteri Dalam Waktu 10 menit pada Suhu 50C.


Mikroorganisme
Konsentrasi dibutuhkan; mg/l
Cl2 bebas pH 7Cl2 bebas
pH 8
HOClOCl -
Enteric bacteria0,040,10,022
Virus> 8> 20,002 – 0,4> 20
E. hystolytica20501010
Bacterial Spores2050101000
Sumber : Berthouex (1998)

            Menurut Schulz dan Okun (1984), Senyawa khlorin mempunyai kemampuan untuk membunuh organisme patogenik dan memberikan sisa khlor pada sistem distribusi secara baik dengan biaya relatif murah, sehingga digunakan secara luas untuk desinfeksi. Pemakaian secara terbatas sebagai pengganti khlorin adalah ozonisasi, dan sudah dugunakan di kota-kota besar di negara Eropa dan Amerika dalam penyediaan air minum. Penggunaan ozon tidak secara umum direkomendasikan untuk kota-kota di negara berkembang, oleh karena tingginya biaya instalasi dan kebutuhan akan tenaga listrik serta perawatannya. Disamping itu membutuhkan juga penyediaan tenaga listrik yang menerus dan peralatan maupun suku cadang proses ozonisasi masih harus impor dari negara maju. Adapun keputusan menggunakan desinfektan gas khlorin (Cl2) atau larutan hipokhlorit dipengaruhi beberapa faktor yaitu : 1) Kuantitas air yang diolah, 2) Biaya dan ketersediaan bahan kimia, 3) Peralatan yang dibutuhkan untuk aplikasinya, dan 4) Ketrampilan (skill) yang dibutuhkan untuk operasi dan kontrol. Larutan hipokhlorit lebih banyak digunakan dibanding gas khlorin, oleh karena pengumpan (feeder) dapat dibuat secara lokal dan relatif tidak membutuhkan skill untuk pengoperasiannya.
            Sumber Khlorin yang banyak digunakan saat ini adalah jenis kaporit tablet dengan kemurnian 90% yang mampu menyuntikkan dosis khlorin sebesar 40 mg/l berupa tablet kaporit ukuran 200 gram sebanyak 2 tablet untuk debit aliran antara 1 – 5 liter per detik (Anonim, 1993).

Penyakit bawaan Air (skripsi dan tesis)

Adanya penyebab penyakit di dalam air dapat menyebabkan efek langsung terhadap kesehatan. Penyebab penyakit yang ditularkan melalui air dapat dikelompokan menjadi dua bagian (seomirat, 1994), yaitu:
  1. Penyebab hidup, yang menyebabkan penyakit menular
  2. Penyebab tidak hidup, yang menyebabkan penyakit tidak menular.
Tabel 2.3 : Beberapa penyakit bawaan air dan Agentnya.
AgentPenyakit
Virus :
Rota Virus
Virus Hepatitis A
Virus Poliomielitis

Diare pada anak-anak
Hepatitis A
Polio
Bakteri:
Vibrio Cholerae
Escherichia Coli enteropatogenik
Salmonella typhi
Salmonella paratyphi
Shigella dysentrieae

Cholera
Diare Dysentri
Thypus Abdominalis
Paratyphus
Dysentri
Protozoa :
Entamoeba Histolytica
Balantidia coli
Giardia lamblia

Dysentri Amoeba
Balantidiasis
Giardiasis
Metazoa:
Ascaris lumbricoides
Clonorchis sinensis
Dyphylobothrium latum
Taenia saginata/solium
Schistosoma

Ascariasis
Clonorchisasis
Dyphylobothriasis
Taeniasis
Schistosomiasis
Sumber : Soemirat, J. Slamet, 1994
Peranan air di dalam penularan penyakit adalah (1) Aie sebagai penyebar mikroba patogen, (2) Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit, (3) Air sebagai sarang hospes penular penyakit dan (4) Air sebagai media bagi pencemaran dan bahan-bahan kimia.
Penyakit menular yang disebarkan melalui air di sebut penyakit bawaan air (water borne diseases), penyakit-penyakit tersebut hanya dapat menular apabila mikroorganisme penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jenis mikroba yang dapat disebarkan melalui air, yaitu virus, bakteri, protozoa dan metazoa.

Kualitas Air (skripsi dan tesis)

ualitas air dapat di definisikan sebagai kondisi kualitatif yang dicerminkan sebagai kategori fisik, kimia, biologi, dan radiologis sesuai dengan peruntukannya. (Soemirat J., 2004).  Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI  No.416 tahun 1990 maka kualitas air bersih  harus memenuhi beberapa syarat yaitu kualitas fisik, kimia, dan kualitas mikrobiologis. Namun untuk penelitian ini berdasarkan hanya ditekankan pada standar kualitas mikrobiologis saja yaitu Colitinja dengan batas syarat kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 50 MPN colitinja per 100 ml sampel (Permenkes, 416 Tahun 1990).  Khususnya pada air minum persyaratan mikrobiologis sangat ditekankan, selain syarat fisik dan kimia. Sebab di dalam air dimungkinkan terdapatnya mikro pathogen atau penyebab penyakit misalnya kolera, disentri, demam thypoid dan lain-lain. Karena dan isolasi mikro tersebut sangat sulit dan mikroorganismenya tersebut berasal dari perut penderita yang dikeluarkan bersama kotorannya (facces), maka untuk keperluan praktis adanya kontaminasi dalam air ditandai dengan adanya bakteri yang terdapat dalam kotoran manusia atau hewan (Supardi,1990). Coli  adalah  organisme yang ditemukan dalam saluran pencernaan manusia dan hewan, dimana keberadaanya dalam air menandakan adanya pencemaran kuman yang berbahaya. Dalam teknologi pengelolaan kualitas air, parameter mikrobiologis secara umum merupakan indikator potensi water- borne dieseases terbatas untuk penyakit yang di sebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa pathogen (Brock dan Brock).
Colitinja dijadikan sebagai indikator, karena parameter ini sebagai petunjuk kehadiran parameter lain yang dimungkinkan lebih sulit dideteksi secara langsung. Parameter ini umumnya secara langsung tidak menimbulkan bahaya akan tetapi kahadirannya menandakan adanya bahaya yang patut diperhatikan. Sistem indikator ini dimaksud sebagai sistem peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya pencemaran secara efektif (Wuryadi,1991).
Menurut Sutrino dan Suciastuti (1991), menyatakan bahwa air minum boleh mengandung bakteri paatogen tetapi tidak boleh mengandung bakteri jenis Eschericia Coli melebihi batas yang telah ditentukan yaitu 1 individu 100 ml air. Sehingga apabila telah melebihi batas tersebut berarti air telah tercemar oleh tinja.

Penyaluran Air Limbah Domestik (skripsi dan tesis)

Menurut Tjokrokusumo (1995), bahan yang umumnya di pakai untuk pipa saluran air limbah domestik adalah :
  1. Pipa asbes semen (Asbestos cement pipe)
Pipa asbes semen tahan terhadap korosi akibat asam, tahan terhadap kondisi limbah yang sangat septik dan pada tanah yang alkalis.


  1. Pipa beton (Concrete pipe)
Pipa beton sering digunakan untuk saluran air limbah berukuran kecil dan sedang (berdiameter 600 mm). Penanganannya cukup mudah karena secara langsung dapat dibuat di lapangan, hanya saja umumnya tidak tahan terhadap asam.
  1. Pipa besi cor (Cast iron pipe)
Keuntungan pipa ini adalah umur penggunaan yang cukup lama, kuat menahan beban, dan karakteristik pengaliran yang baik. Hanya saja secara ekonomis tidak menguntungkan karena mahal, sulit untuk penggunaan secara khusus (misalnya untuk sifon, saluran yang melewati daerah rawa).
  1. Pipa tanah liat (Vetrified clay pipe)
Pipa ini sudah digunakan sejak zaman Babylonia dan sampai saat ini masih digunakan. Pipa tanah liat ini pada umumnya berdiameter antara 450 mm sampai 600 mm. pipa ini terbuat dari tanah yang dicampur dengan air, dibentuk kemudian dijemur dan dipanaskan dalam suhu tinggi. Keuntungan penggunaan pipa ini adalah tahan korosi akibat produksi H2S air limbah. Selain itu, kelemahan pipa ini mudah pecah dan umumnya dicetak dalam ukuran pendek.
  1. PVC (Polyvinyl chloride)
Pipa ini banyak digunakan karena mempunyai keunggulan, antara lain mudah dalam penyambungan, ringan, tahan korosi, tahan asam, fleksibel dan karakteristik aliran sangat baik. Sambungan pipa penyalur air limbah dapat berupa adukan semen, aspal, karet penyekat (rubber gasket), atau serat goni. Hal yang perlu diperhatikan adalah sambungan tersebut harus tahan rembesan, terhadap pertumbuhan akar pohon yang melewatinya, korosi dan mudah dalam penanganannya, serta hemat.
            Perencanaan pemipaan air Limbah domestik dimulai dari penataan pipa persil menuju pipa servis dan selanjutnya penempatan pipa servis yang tepat di ruas jalan yang berada disekitar perumahan atau pemukiman. Dimungkinkan pipa dipasang di sisi jalan atau di tengah jalan. Pada prinsipnya air limbah harus dapat mengalir cepat dan tidak meninggalkan lumpur di dalam perjalanan sampai di tempat air limbah domestik berakhir. Agar terpenuhi itu, maka perlu dipenuhi faktor lain yaitu diameter pipa, kekasaran pipa, kemiringan pipa, jarak manholes, guna melayani besar dan kecilnya arus aliran air limbah dari rumah-rumah penduduk.



Pencemaran Air Tanah Akibat Perilaku Manusia (skripsi dan tesis)

Pencemaran oleh karena perilaku manusia pada wilayah perkotaan terjadi akibat tingginya kepadatan dan aktivitas penduduk, terutama bila sistem buangan limbah cair dan padat, sampah, dan sanitasi tidak memadai akan menjadi potensi pencemaran air tanah (Sutrisno, 2002).
            Menurut Berthouex (1998), menyatakan bahwa bakteri patogen analog dengan bahan kimia beracun, karena dapat menyebabkan penyakit apabila melebihi batas toleransi yang diperbolehkan untuk manusia. Bakteri Coliform adalah group bakteri yang sering ditemukan didalam tanah, tinja manusia, burung dan binatang berdarah panas. Adanya coliform menunjukkan adanya bakteri patogen, sehingga digunakan sebagai indikator kualitas higienis air bersih/ minum. Secara praktis apabila indikator bakteri tidak muncul di dalam air bersih/ minum, maka bakteri patogen juga tidak ada (negatif) dan air aman untuk diminum. Air dapat berfungsi pembawa penyakit (water borne disease), sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dari kontaminasi bakteri. Kontaminasi bakteri patogen pada air bersih/minum sering berasal dari septic tank dan air buangan domestik melalui tanah, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan. Pencegahan kontaminasi bakteri patogen dari septic tank maupun air buangan domestik dapat dilakukan dengan cara pengolahan dan pada akhir pengolahan dilakukan proses desinfeksi menggunakan klorin, ultra violet maupun ozon.

Pencemaran Air Tahan Oleh Penyebab Alamiah (skripsi dan tesis)

   Menurut Khumyahd (1991), struktur kimia tanah yang termasuk di dalam struktur pegunungan berapi di daerah tropis dengan curah hujan sedang dan tinggi pada ketinggian hingga 900 m dari permukaan laut (dpl) banyak mengandung mineral besi (Fe) dan mangan (Mn), oleh karena didominasi oleh jenis tanah regosol, litosol dan latosol. Warna jenis tanah ini adalah berwarna kuning kecoklatan, coklat kemerahan, coklat, coklat kehitaman dan hitam. Besi (Fe), Mangan (Mn) dan Kalsium (Ca) adalah konstituen alam yang terdapat pada tanah dan batuan yang terdapat pada bahan induk vulkanik berupa tufa ataupun batuan beku. Besi salah satu unsur yang sering didapati lebih besar kandungannya dibanding mangan. Besi terdapat dalam mineral silikat pada batuan beku, sedangkan mangan sering terdapat di dalam batuan metamorphik dan batuan sedimen. Unsur kimia Fe dan Mn dapat berupa mineral terlarut dan presipitat pada kondisi tertentu seperti dalam tabel di bawah ini :





Tabel 2.1. Unsur Kimia Fe dan Mn
UnsurPresipitatKondisi
Fe2+Fe(OH)2Tidak adanya O2 dan CO32- (pH  10)
Fe2+FeCO3Tidak adanya O2 dan S2- (pH  8, alk > 10-2 eq/L)
Fe2+  Fe3+Fe(OH)31.     4 Fe2+ + 2H+ + O2 4Fe3+ + 2OH- atau 7 mg Fe/mg O2
2.     2Fe2+ + Cl2 2Fe3+ + 2Cl- atau 1,6 mg Fe/mg Cl2
3.     3Fe2+ + MnO4- + 4 H+ 3Fe3+ + MnO2 + 2H2O atau 1,06 mg Fe/mg MnO4
Mn2+ Mn4+MnOOH1.   2H+ + Mn2+ + ½ O2 Mn4+ + H2O atau 3,5 mg Mn/mg O2
2.   Mn2+ + Cl2 Mn4+ + 2Cl- atau 1,3 mg Mn/mg Cl2
3.   3Mn2+ + 2Mn7+ 5Mn4+ atau 0,52 mg Mn/mg MnO4
Sumber : Khumyahd (1991).

            Menurut Berthouex (1998), pencemaran alamiah terjadi karena pelapukan biogeokimia di dalam tanah akibat proses pencucian (leaching) bahan organik dari top soil pada proses perkolasi. Proses oksidasi biokimia akan menipiskan oksigen tanah dan memproduksi karbondioksida (CO2) yang semakin lama menghabiskan oksigen terlarut di dalam air dan akan digantikan oleh proses anaerobik (reduksi) atau proses fermentasi biokimia. Dalam kondisi yang demikian ini CO2 akan bereaksi dengan senyawa-senyawa karbonat pada batuan alam seperti CaCO3 (Calcite), FeCO3 (Siderit) dan MnCO3 (Rhodochrosite) menghasilkan mineral-mineral terlarut. Hal ini akan dipercepat lagi apabila terjadi keronggaan lapisan tanah dalam dan pergeseran lapisan tanah oleh gempa, sehingga dapat menyebabkan kandungan mineral besi, mangan dan kalsium di dalam air tanah menjadi meningkat seperti terlihat dalam reaksi di bawah ini :

Kriteria Desain Sumur Gali (skripsi dan tesis)

  Sumur gali yang memenuhi standar sanitasi harus memenuhi kriteria desain sebagai berikut :
  1. Dinding sumur harus diberi semen agar tanah tidak longsor dengan tinggi minimal 75 cm.
  2. Di sekeliling sumur dibuat lantai dari semen kedap air supaya tidak becek.
  3. Dinding sumur pada 1 - 2 meter dari permukaan air sumur merupakan kontruksi tumpukan bata tanpa plester semen (tidak kedap air)
  4. Dinding sumur di atas konstruksi tumpukan bata merupakan kontruksi pasangan batu bata diplester hingga bibir sumur (kedap air)
  5. Jarak sumur dari penampung kotoran maupun peresapan air kotor, minimal berjarak 10 meter.