Thursday, January 3, 2019

Triangular Fuzzy Number (TFN) (skripsi dan tesis)


Banyak terdapat model fungsi keoanggotaan yang dipakai dalam aplikasi taksiran suatu nilai Fuzzy diantaranya adalah fungsi s, fungsi II, fungsi trapezoidal, fungsi setiga (triangular), dan fungsi exponential. Dari kelima bentuk fungsi keanggotaan yang dijelaskan diuraikan diatas, fungsi keanggotaan yang sering dipakai dalam aplikasinya adalah fungsi T atau lebih dikenal dengan Triangular Fuzzy Number.
Fuzzy number merupakan spesial fuzzy set F = { (x . mx (x) ) , x ÎR} dimana nilai x  ke dalam garis nyata R1 : - ¥ < x < + ¥ dan mx (x) adalah pemetaan kontinyu dengan interval tertutup [0,1]. Fuzzy Number digunakan untuk mengatasi konsep numeric yang tidak pasti seperti ‘mendekati 7’, ‘sekitar 8 sampai 9’, ‘kira-kira 5’ dan sebagainya.
Triangular Fuzzy Number dinotasikan sebagai M = (a, b, c)  dimana          a< b < c (Chen and Hwang), merupakan spesial fuzzy number yang menggambarkan fuzzy set atau konsep M = ‘mendekati b’. Fungsi keanggotaannya sebagai berikut
mM (x) = 0                                           Jika x £ a atau x ³ c
mM (x) = (x – a) / (b – a)         Jika a £ x £ b
mM (x) = (c – x) / (c – b)          jika b £ x £ c

Sebagai contoh jika pelanggan memberi rating sebesar 7 untuk faktor W1 yang berarti bahwa W1 adalah ‘penting’. Kemudian bisa dibuat triangular fuzzy number Mi = ‘mendekati 7’ = (6,7,8) yang dipresentasikan dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut :
mM (x) = 0                   Jika x £ 6 atau x ³ 8
mM (x) = x - 6 Jika 6 £ x £ 7
mM (x) = 8 – x              jika 7 £ x £ 8
Dapat diartikan bahwa nilai keanggotaan atau ‘kemungkinan’ bahwa W1 diberi rating 7 adalah MM7(7) = 1, kemungkinan bahwa W1 diberi rating lebih rendah yaitu 6 ½ atau rating lebih tinggi yaitu 7 ½ adalah mungkin (dapat diterima) hingga tingkat 50%.
Menurut Dubois dan Prade (1980), Fuzzy Number merupakan Fuzzy Set khusus f = {(X), XeR1}, dimana x membawa nilai yang dimilikinya kedalam garis real R1 : - ¥ < x < + ¥, sedangkan Mf (x) adalah penggambaran kontinyu dari R1 pada interval terdekat dari [0,1].
Menurut Tzung – Pei Hong dan Jyh – Bin Chen di dalam jurnalnya. “Processing Individual Fuzzy Attributes for Fuzzy Rule Induction” dijelaskan bahwa Fuzzy system secara otomatis akan dapat menyusun fungsi keanggotaanya dengan dasar dari data numeric yang telah dibangun sebelumnya. Setiap  fungsi keanggotaan yang innisial dibangun dari setiap interval variabel linguistic. TFNs digunakan di sini  untuk menggambarkan Fuzziness setiap interval. Sebuah fungsi keaanggotaan triangular dapat di definisikan sebagai (a, b, c)

Membership Function (Fungsi Keanggotaan) (skripsi dan tesis)


Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melakukan pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang bisa digunakan antara lain :
a.          Representasi Linear
Pada representasi linear, pemetaan input ke derajat keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus.
b.         Representasi Kurva Segitiga (triangular)
Kurva segitiga merupakan gabungan antara 2 garis (linear)
c.          Representasi Kurva Trapesium
Kurva trapezium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan.

. Fuzzy Set Theory (skripsi dan tesis)


Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Zadeh (1965) seperti dikutip L.K.Chan et al. (1999 : 2504) yang dikembangkan untuk menyelesaikan problem dimana deskripsi aktivitas, penelitian, dan penilaian bersifat subyektif, tidak pasti, dan tidak tepat. Kata “fuzzy” biasanya menunjukkan situasi yang tidak memiliki batasan yang jelas pada aktivitas maupun penilaian atau kabur. Sebagai contoh, kita dapat menggolongkan umur 24 tahun sebagai umur dengan kategori “muda” namun tidak mudah menggolongkan seseorang dengan umur 24 tahun sebagai golongan muda, namun juga tidak mudah untukmenggolongkan seseorang berumur 30 tahun sebagai orang “muda” karena kata “muda” tidak memiliki batasan yang jelas. Demikian juga dengan golongan “penting”, “bagus”. Kata-kata diatas tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena menyangkut penilaian yang subyektif dan terlalu persepsi. Golongan obyek diatasi dapat  diselesaikan dengan fuzzy theory set.

Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan (skripsi dan tesis)


      Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perrusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanngannya. Kotler (1994) seperti dikutip Tjiptono (1996 : 146) mengemukakan 4 (empat) metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :
a.          Sistem keluhan dan saran.
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran, menyediakan kartu komentar, menyediakan saluran telepon khusus dan lain-lain. Informasi ini dapat memberikan ide-ide atau masukan baru bagi perusahaan sehingga memungkinkanuntuk memberikan respon yang cepat terhadap masalah yang timbul. Upaya dari pelanggan ini sulit diwujudkan dengan metode ini, terlebih bila perusahaan tidak memberikan iumbal balik yang memadai kepada mereka.
b.         Survai kepuasan pelanggan
Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan metode survai, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi (Mc Neal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson, 1992). Melalui survai, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggannya.
c.          Ghost shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Dari situ ghost shopper  menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper  juga dapat mengamati atau menilai cara perusahaan dan pesaingannya menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.
d.         Lost customer analysis
Metode ini agak unik, perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannnya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

Definisi Kepuasan Pelanggan (skripsi dan tesis)


Banyak pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan. Day (dalam Tse dan Wilton1988) seperti dikutip Tjiptono (1996 : 146) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Engel, et al (1990) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan.
Kotler (1994) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi, umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). 

Model Kualitas Jasa (skripsi dan tesis)


Ada banyak model yang dapat dipergunakan untuk menganalisis kualitas jasa. Pemilihan terhadap suatu model tergantung pada tujuan analisis, jenis perusahaan, dan situasi pasar.
Tiga peneliti Amerika, Leonard L. Berry, A. Parasuraman, dan Valerie A. Zeithaml melakukan penelitian, mereka membentuk model mutu jasa yang menyoroti syarat-syarat utama dalam memberikan mutu jasa yang tinggi. Misalnya dalam pelayanan jasa taman rekreasi, syarat utamanya yaitu antara lain tersedianya dokter dan perawat yang sesuai dan kompeten, memiliki manajemen yang mengelola, kelengkapan fasilitas taman rekreasi dan lain sebagainya. Model itu mengidentifikasi 5 kesenjangan yang mengakibatkan menyebabkan kegagalan penyampaian jasa : (Philiph Kotler, 2002 : 499).
Parasuraman, Zeithalm dan Berry (1990 : 45) membuat sebuah model kualitas jasa yang menekankan pada ketentuan penting yang harus dipatuhi pemberi jasa supaya bisa memberikan jasa sesuai dengan harapan konsumen. 
Model kualitas jasa pada gambar diatas mengidentifikasi 5 (limagap (kesenjangan) yang menyebabkan gagalnya pelayanan jasa yaitu :
1.         Gab 1 : Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi pihak manajemen
Pihak manajemn tidak selalu memahami dengan tepat apa yang diinginkan konsumen dan bagaimana konsumen menilai masing-masing komponen jasa tersebut, akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan oleh konsumen. Contohnya pengelola catering mungkin mengira para pelanggannya lebih mengutamakan ketepatan waktu pengantaran makanannya, padahal pelanggan tersebut mungkin lebih memperhatikan variasi menu yang disajikan.
2.         Gab 2 : Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi pihak manajemen
Kadangkala manajemen mampu mamahami secara tepat apa yang di inginkan konsumen,  tapi mereka tidak menyusun standar kinerja tertentu yang jelas.  Hal ini dapat di karenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya atau karena adanya kelebihan permintaan. Sebagai contoh : manajemen bank meminta para stafnya agar memberikan pelayanan secara ‘cepat’ tanpa menentukan standard atau ukuran waktu pelayanan yg dp dikategorikan cepat.
3.         Gab 3 : Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi pihak manajemen
Ada banyak faktor yang mempengaruhi pemberian jasa, dimana mungkin ada perbedaan antara beban kerja yang diberikan dengan ketrampilan yang dipunyai sehingga akan menimbulkan perbedaan hasil dari yang telah direncanakan. Faktor-faktor yang menyebabkan gap ini antara lain :
a.          Role Ambiguity : terjadinya kebingungan pada bagian pelaksana untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik karena tidak memiliki informasi dan ketrampilan yang dibutuhkan.
b.         Role Conflict : adanya persepsi dalam diri karyawan bahwa mereka tidak dapat memenuhi semua permintaan dari semua individu yang harus mereka layani. Hal ini dapat terjadi karena jumlah konsumen yang terlalu banyak dan menginginkan pelayanan pada waktu yang sama.
c.          Adaptasi lingkungan dari karyawan yang tidak memadai.
d.         Tidak tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya.
e.          Kurangnya pengawasan dan pengontrolan yang efektif.
f.           Tidak adanya rasa kebersamaan sebagai satu tim dari pihak pelaksana dan pihak manajemen.
4.         Gab 4 : Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi pihak manajemen
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pemberi jasa melalui komunikasi. Akan menjadi masalah jika pengharapan yang diinginkan konsumen berbeda dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga menimbulkan kekecewaan konsumen.

5.         Gab 5 : Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi pihak manajemen
Gap ini timbul apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perumahan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.

Dimensi-Dimensi Kualitas Pelayanan (skripsi dan tesis)


Dari penelitian Parasuraman (1990), ada 10 dimensi umum yang mewakili kriteria penilaian yang digunakan pengguna jasa untuk menilai kualitas pelayanan. Adapun ke-10 dimensi umum tersebut disajikan didalam tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2 - 1. 10 Dimensi penilaian konsep kualitas pelayanan
Menurut Parasuraman (1990).

No.
Dimensi
Keterangan
1.
Tangibles
Perihal dari fasilitas fisik, peralatan personil dan alat-alat komunikasi.
2.
Reliability
Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang telah dijanjikan dengan tepat.
3.
Respon siveness
Kemampuan untuk membantu pengguna jasa dengan memberikan pelayanan yang tepat.
4.
Competence
Penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan salam memberikan pelayanan
5.
Courtesy
Sikap hormat, sopan dan ramah tamah yang diberikan dalam memberikan dalam memberikan pelayanan.
6.
Credibility
Kepercayaan yang diberikan kepada pemberi jasa.
7.
Security
Rasa bebas dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. 
8.
Acess
Kemudahan dijangkau dan kemudian dihubungi.
9.
Camunication
Kemudahan berkomunikasi dengan pengguna jasa, termasuk kesediaan untuk mendengarkan keluhan dan keinginan pengguna jasa.
10.
Understanding the customer
Usaha untuk mengerti kebutuhan dan keinginan pengguna jasa

Berdasarkan konsep kualitas pelayanan dan 10 dimensi penilaian diatas maka parasuraman (1990) mengembangkan alat untuk mengukur kualitas pelayanan yang disebut “servqual”.
Pada tool servqual, tujuan dimensi umum yang terakhir digolongkan dalam dua dimensi yang lebih luas yaitu : assurance dan empathy, sehingga dimensi-dimensi dalam servqual disederhanakan menjadi :

a.          Tangibles
Penampilan fasilitas-fasilitas fisik, peralatan, personel, dan material-material komunikasi.
b.         Reliability
Kemampuan untuk melaksanakan service yang telah dijanjikan secara akurat dan dapat diandalkan.
c.          Responsiveness
Kemampuan untuk membantu pengguna jasa dan penyediaan service yang cepat.
d.         Assurance
Pengetahuan dan kesopanan dari karyawan dan kemampuan mereka untuk mendapatkan kepercayaan pengguna jasa.
e.          Empathy
Sikap peduli, perhatian secara individu yang diberikan oleh perusahaan kepada pengguna jasanya.
Ada 8 (delapan) dimensi kualitas yang dikembangkan Garvin (dalam Lovelock; Peppard dan Rowland, 1995) seperti dikutip Fandy Tjiptono (1996 : 68) dan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis. Dimensi-dimensi tersebut adalah :
a.          Kinerja (performance), karakteristik pokok dari produk inti.
b.         Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.
c.          Kehandalan (realibility), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
d.         Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standard-standard yang telah ditetapkan sebelumnya.
e.          Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
f.           Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah diperbaiki, penanganan keluhan yang memuaskan.
g.         Estetika (aesthetics), yaitu daya tarik produk terhadap panca indra.
h.         Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk atau jasa serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Meskipun beberapa dimensi diatas dapat diterapkan pada bisnis jasa, tetapi sebagian besar dimensi tersebut dimensi tersebut dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap perusahaan manufaktur. Sementara itu ada beberapa pakar pemasaran, seperti  ParasuramanZeithaml, dan Berry yang melakukan penelitian khusus terhadap beberapa jenis jasa dan berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas jasa. Kesepuluh faktor tersebut meliputi (Parasuraman, et. al; 1985) seperti dikutip              Tjiptono (1996 : 69) :
a.             Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati.
b.            Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
c.             Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
d.            Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lain-lain.
e.             Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, operator telepon, dan lain-lain).
f.              Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
g.            Credibility yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mancakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi (contact personnel), dan interaksi dengan pelanggan.
h.            Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (financial security), dan kerahasiaan (confidentiality).
i.              Understanding/Knowing the Customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.
j.              Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa (mis: kartu kredit plastik)
Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1988, Parasuraman dan kawan-kawan (dalam Fitzmmons dan Fitzmmons, 1994; Zeithaml dan bitner, 1996) seperti dikutip Tjiptono (1996 : 70) menemukan bahwa 10 (sepuluh) dimensi yang ada dapat dirangkum menjadi hanya 5 (lima) dimensi pokok. Kelima dimensi pokok itu meliputi :
a.          Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan   sarana komunikasi.
b.         Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segara, akurat, dan memuaskan.
c.          Daya tanggap (responsivenass), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
d.         Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
e.          Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.