Saturday, June 22, 2019

Penggolongan Biaya Sesuai dengan Tendensi Perubahannya terhadap Aktivitas atau Kegiatan atau Volume (skripsi dan tesis)

 

  1. Biaya tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu. Biaya tetap per unit besarnya berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya per unit, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya tetap per unit.
  1. Biaya variabel (Variable Cost)
Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding (proporsional) dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume kegiatan semakin rendah semakin tinggi biaya variabel, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah jumlah total biaya variabel. Biaya variabel per  unit tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan, jadi biaya varabel per unit konstan.
  1. Biaya semi variabel (Semi Variable Cost)
Biaya semi variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan semakin besar jumlah biaya total, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding.

Penggolongan Biaya Sesuai dengan Periode Akuntansi Pembebanan Biaya (skripsi dan tesis)

 

  1. Penegeluaran modal (Capital Expenditure)
Pengeluaran modal adalah penegalauran yang dapat memberikan manfaat pada beberapa periode akuntansi atau pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode akuntansi yang akan datang. Pada saat terjadinya pengeluaran ini dikapitalisasi ke dalam harga perolehan aktiva, dan diperlakukan sebagai biaya pada periode akuntansi yang menikmati manfaatnya.


  1. Pengeluaran penghasilan (Revenue Expenditure)
Pengeluaran penghasilan adalah pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi di mana pengeluaran yang terjadi. Umunya pada saat terjadinya pengeluaran langsung diberlakukan ke dalam biaya, atau tidak dikapitalisasi sebagai aktiva.

Penggolongan Biaya Sesuai dengan Fungsi Pokok Kegiatan Perusahaan (skripsi dan tesis)

 

Fungsi pokok kegiatan perusahaan dapat digolongkan ke dalam:
  1. Fungsi produksi, yaitu fungsi yang berhubungan dengan kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai yang siap untuk dijual
  2. Fungsi pemasaran, yaitu fungsi yang berhubungan dengan kegiatan penjualan produk selesai yang siap dijual dengan cara yang memuaskan pembeli dan dapat memperoleh laba sesuai yang diinginkan persusahaan sampai dengan pengumpulan kas dari hasil penjualan.
  3. Fungsi administrasi dan umum, yaitu fungsi yang berhubungan dengan kegiatan penenetuan kebijaksanaan, pengarahan, dan pengawasan kegiatan perusahaan secara keseluruhan agar dapat berhasil guna (efektif) dan berdayaguna (efisien)
  4. Fungsi keuangan, yaitu fungsi yang berhubungan dengan kegiatan keuangan yang diperlukan perusahaan.
Atas dasar fungsi biaya di atas, maka biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya produksi, biaya administrasi dan umum, biaya pemasaran, serta biaya keuangan.
  1. Biaya produksi adalah semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam :
  2. Biaya bahan baku
Biaya bahan baku adalah harga perolehan dari bahan baku yang dipakai dalam pengolahan produk. Pengertian bahan adalah barang yang akan diproses atau diolah menjadi produk selesai atau barang yang akan merupakan produk selesai. Bahan dapat digolongkan ke dalam bahan baku (direct material) dan bahan penolong atau bahan pembantu (indirect material).
Bahan baku adalah bahan yang akan diolah menjadi produk selesai dan pemakaiannya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya atau meru-pakan bagian integral pada produk tertentu. Biaya bahan penolong adalah perolehan bahan penolong yang dipakai dalam pengolahan produk. Bahan penolong adalah bahan yang akan diolah menjadi bagian produk selesai tetapi pemakaiannya tidak dapat diikuti jejak atau manfaatnya pada produk selesai tertentu atau nilai relatifnya kecil sehingga meskipun dapat dikuti jejak pemakaiannya menjadi tidak praktis atau tidak bermanfaat.
  1. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja adalah semua karyawan perusahaan yang mem-berikan jasa kepada perusahaan. Karyawan dapat digolongkan sesuai dengan lokasi atau unit tempat karyawan melaksanakan tugasnya yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, fungsi administrasi dan umum serta fungsi keuangan.
Biaya tenaga kerja langsung (direct labor) adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasi atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan. Biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labor) adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik tetapi manfaatnya tidak dapat di-identifikasikan pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan.
  1. Biaya overhead pabrik
Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya pro-duksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang elemennya dapat digolongkan ke dalam:
  1. Biaya bahan penolong
  2. Biaya tenaga kerja tidak langsung
  3. Penyusutan dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik
  4. Biaya listrik dan air pabrik
  5. Biaya asuransi pabrik
  6. Biaya overhead departemen pembantu
Apabila perusahaan mempunyai departemen pembantu di dalam pabrik semua biaya departemen pembantu merupakan elemen biaya overhead pabrik.[1] Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja disebut prime cost (biaya utama). Biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik disebut conversion cost (biaya konversi).[2]
Berdasarkan pengertian masing-masing elemen biaya produksi dapat diperoleh kesimpulan bahwa biaya produksi adalah semua biaya yang ber-hubungan langsung dengan kegiatan produksi dari suatu produk mulai dari saat pembeliaan bahan baku sampai produk selesai dan siap dijual.
  1. Biaya pemasaran, yaitu biaya dalam rangka penjualan produk selesai sampai dengan pengumpulan piutang menjadi kas.
  2. Biaya adminsitrasi dan umum, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi administrasi dan umum
  3. Biaya keuangan, yaitu semua biaya yang terjadi dalam melaksanakan fungsi keuangan, misalnya biaya bunga.
[1] Supriyono, Akuntansi Biaya, (Yogyakarta, BPFE, 1999), hal21
[2] Milton Usry, Cost Accounting, (Jakarta, Erlangga, 1995),hal 39

Kompensasi Bonus (skripsi dan tesis)


Setiyawan (2011) menyatakan bahwa bonus adalah keuntungan tertentu bilamana perusahaan mampu menghasilkan suatu tingkat keuntungan tertentu yang telah ditargetkan (disepakati). Target tersebut biasanya dinyatakan dalam satuan angka, misalnya, keuntungan bersih perusahaan dalam suatu periode akuntansi tertentu, atau tingkat pengembalian terhadap nilai buku aset perusahaan, atau pencapaian harga saham tertentu dipasar modal (bursa). Manajemen akan memilih metoda akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metoda akuntansi yang meningkatkan laba yang diperoleh.
Bonus  plan hypothesis merupakan salah satu motif pemilihan suatu  metode akuntansi tidak terlepas dari positif accounting theory. Hipotesis ini menyatakan  bahwa manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih menyukai metode akuntansi yang meningkatkan laba periode berjalan. Pilihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai sekarang bonus yang akan diterima seandainya komite kompensasi dari Dewan Direktur tidak menyesuaikan  dengan  metode  yang  dipilih  (Watts  dan  Zimmerman,  1990  dalam Palestin, 2006). Jika perusahaan memiliki kompensasi (bonus scheme), maka manajer akan cenderung melakukan tindakan yang mengatur laba bersih untuk dapat memaksimalkan  bonus  yang  mereka  terima.
Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah bogey, maka tidak akan ada bonus yang diperoleh manajer. Sedangkan jika laba berada di atas cap, maka manajer juga tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memerkecil laba dengan harapan memeroleh bonus lebih besar ada periode berikutnya dan begitu pula sebaliknya. Jadi manajer hanya akan menaikkan laba bersih perusahaan hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap (Watts dan Zimmerman, 1986 dikuti dalam Setiyawan, 2011).

Manajemen Laba (skripsi dan tesis)


              Scott (2003) dalam Wardhani dan Joseph (2010) mendefinisikan bahwa manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan melalui pilihan kebijakan akuntansi untuk memperoleh tujuan tertentu, misalnya untuk memenuhi kepentingan sendiri atau meningkatkan nilai pasar perusahaan mereka. Serta membagi cara pemahaman atas mnajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitisnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs (biaya politik). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (kontrak efisien). Manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.
              Menurut Sugiri (1998) dalam Ningsaptiti (2010) membagi definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu:
a.    Definisi sempit
Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accrual dalam menentukan besarnya laba.
b.    Definisi luas
Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit usaha dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.
              Dalam menyiapakan laporan mungkin manajer dapat memindah laba antar perioda pada saat sebagian laba ekonomi diketahui sebagai laba akuntansi dalam laporan keuangan. Perpindahan tersebut dapat dicapai melalui pengakuan biaya pensiun, penyesuaian penaksiran umur ekonomis perusahaan, dan penyesuaian penghapusan piutang. Jika manajer tidak dapat memindah laba antar perioda maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan sama dengan laba ekonomi pada setiap perioda (Isnanta, 2008).
              Dalam positif accounting theory (teori akuntansi positif) terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986 dalam Isnanta, 2008), yaitu:
a. Bonus Plan Hypothesis (hipotesis rencana bonus)
               Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan laba lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan. Dalam suatu perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, maka seorang manajer perusahaan akan melakukan penaikan laba saat ini yakni dengan memilih metode akuntansi yang mampu menggeser laba dari masa depan ke masa kini. Tindakan ini dilakukan dikarenakan manajer termotivasi untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi untuk masa kini.
               Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah bogey, maka tidak akan ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas cap, maka manajer juga tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya, begitu pula sebaliknya. Jadi manajer hanya akan menaikkan laba bersih perusahaan hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap.
b. Debt Covenant Hypothesis (hipotesis perjanjian hutang)
               Dalam suatu perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity (hutang terhadap ekuitas) cukup tinggi, maka akan mendorong manajer perusahaan untuk cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan berakibat menimbulkan kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor dan bahkan perusahaan dapat terancam melanggar perjanjian utang.
c. Political Cost Hypothesis (hipotesis biaya politik)
               Dalam suatu perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, akan mendorong manajer untuk memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Adanya biaya politik dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Agency theory terdapat asumsi bahwa setiap individu semata mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga akan dapat menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Sedangkan pemegang saham sebagai pihak principal tentu akan mengadakan kontrak dengan tujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya sendiri yakni supaya profitabilitas yang selalu meningkat. Seorang manajer dalam perusahaan berindak sebagai agent dan cenderung akan termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya sendiri yang antara lain seperti dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi.
              Scott (2000) yang dikutip dalam Setiyawan (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa pola dalam manjemen laba, yaitu:
a.  Taking a Bath
     Taking a bath terjadi pada saat reorganisasi seperti pengangkatan CEO baru. Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan sehingga mengharuskan manajemen membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi.
b.  Income Minimazation
Dilakukan pada saat perusahaan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
c.  Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang.
d.  Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.
              Scott (2000) dalam Setyantomo (2011) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya mnajemen laba:
a.  Bonus Purpose
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan laba dengan memaksimalkan laba saat ini.
b.  Political Motivations
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
c.  Taxation Motivations
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
d.  Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
e.  Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki harga pasar sehingga perlu menetapkan nilai saham yang akan ditawarkan. Hal ini menyebabkan manajer perusahaan yang go public melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga yang lebih tinggi atas sahamnya.
f.  Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
              Teknik manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dalam Setiyawan (2011) dapat dilakukan dengan tiga teknik, yaitu:
a. Memanfaatkan Peluang Untuk Membuat Estimasi Akuntansi.
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi biaya garansi, amortisasi aktiva tak berwujud, dan lain-lain.
b.  Mengubah Metode Akuntansi.
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
c.  Menggeser Periode Biaya atau Pendapatan.
Sebagai contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain, yaitu: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya, menunda atau mempercepat pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.

Struktur Kepemilikan (skripsi dan tesis)


Jensen dan Meckling (1976) dalam Pujiningsih (2011) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance yang dapat mengendalikan masalah keagenan. Kepemilikan manjerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Boediono (2005) menyatakan bahwa kepemilikan   institusional merupakan kepemilikan saham oleh pihak institusi lain yaitu kepemilikan oleh perusahaan atau lembaga lain. Kepemilikan saham oleh  pihak-pihak yang terbentuk institusi seperti perusahaan asuransi, bank,   perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain.
Struktur kepemilikan yang dibahas dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan saham oleh manajerial. Kepemilikan manajerial merupakan suatu kondisi dimana manajer memiliki saham dalam perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sebagai pemegang saham perusahaan. Jensen & Meckling (1976) dalam Setyantomo (2011) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham.
Semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingan dirinya sendiri (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Dengan peningkatan kepemilikan manajerial dalam perusahaan akan mampu mendorong manajer untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan memotivasi manajer dalam bertindak agar lebih berhati-hati, karena mereka ikut menanggung konsekuensi atas tindakannya.

Corporate Governance (skripsi dan tesis)


Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur  dan  mengendalikan  perusahaan.  Sedangkan menurut  Cadbury  Committeecorporate  governance  adalah sebagai  seperangkat  aturan  yang  merumuskan hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka.
Manfaat corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) adalah:
  1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
  2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan corporate value (nilai perusahaan).
  3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
  4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder value (nilai pemegang saham) dan dividen.
Prinsip-prinsip  dasar  penerapan  good  corporate  governance  yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) adalah sebagai berikut:

  1. Fairness (keadilan)
Menjamin adanya perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip ini menekankan bahwa semua pihak, yaitu baik pemegang saham minoritas maupun asing harus diberlakukan sama.
  1. Transparency (transparansi)
Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, akurat dan tepat pada waktunya mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan para pemegang kepentingan (stakeholders).
  1. Accountability (akuntanbilitas)
Menjelaskan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Prinsip ini menegaskan pertanggungjawaban manajemen terhadap perusahaan dan para pemegang saham.
  1. Responsibility (pertanggungjawaban)
Memastikan kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal ini perusahaan memiliki tanggungjawab sosial terhadap masyarakat atau stakeholders dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan menjujung etika bisnis serta tetap menjaga lingkungan bisnis yang sehat.
Untuk melihat penerapan good corporate governance dalam perusahaan peneliti mengambil tiga proksi dalam penelitian ini yaitu:
  1. Komite Audit
          Komite audit dibentuk untuk membantu komisaris dan direktur individu dalam melaksanakan tugasnya berkaitan dengan pengendalian internal, pelaporan informasi keuangan, dan standar perilaku dalam perusahaan. Tujuan umum dari pembentukan komite audit, antara lain untuk mengembangkan kualitas pelaporan keuangan, memastikan bahwa direksi membuat keputusan berdasarkan kebijakan, praktik dan pengungkapan akuntansi, menelaah ruang lingkup dan hasil dari audit internal dan eksternal, dan mengawasi proses pelaporan keuangan (Pujiningsih, 2011).
              BEI melalui SURAT-EDARAN Nomor SE-008/BEJ/12-2001 mewajibkan perusahaan tercatat wajib memiliki komite audit. Jumlah anggota komite audit sekurang-kurangnya 3 orang, termasuk ketua komite audit. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris hanya sebanyak 1 orang. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris tersebut harus merupakan komisaris independen perusahaan tercatat yang sekaligus menjadi ketua komite audit. Angota komite audit lainnya berasal dari pihak eksternal yang independen.
                   Dapat disimpulkan dengan adanya komite audit, maka komisaris dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Selain itu, komite audit juga bermanfaat untuk menjamin transparasi, keterbukaan laporan keuangan, dan pengungkapan semua informasi yang ada dalam perusahaan oleh manajer meski ada konflik antara manjer dengan pemilik perusahaan.

  1. Proporsi Dewan Komisaris
              Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan good corporate governance. Menurut Egon Zehnder International (2000) dalam Ningsaptiti (2010), dewan  komisaris merupakan inti dari good corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntanbilitas.
              Setyantomo (2011) menyatakan bahwa komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen.
              Pujiningsih (2011) menjelaskan bahwa tugas dewan komisaris adalah mengawasi sekaligus memberikan nasehat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Sedangkan direksi sendiri bertanggung jawab penuh atas pengelolaan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Yang perlu diperhatikan adalah mengenai independensi dewan komisaris. Independensi yang dimaksud disini adalah anggota dewan komisaris tidak memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan manajemen maupun dengan perusahaan melalui transaksi-transaksi yang jumlahnya signifikan, hubungan keluarga, dan hubungan-hubungan lainnya yang dapat menyebabkan komisaris independen tidak dapat berpikir secara objektif.
  1. Kualitas Audit
              Auditor merupakan salah satu mekanisme untuk mengendalikan  perilaku manajemen sehingga proses pengauditan memiliki peranan penting dalam mengurangi biaya keagenan dengan membatasi perilaku oportunistik manajemen. Akuntan publik sebagai auditor eksternal yang relatif lebih independen dari manajemen dibandingkan auditor internal sejauh ini diharapakan dapat meminimalkan kasus rekayasa laba dan meningkatkan kredibilitas informasi akuntansi dalam laporan keuangan (Pujiningsih, 2011).
              Peran eksternal auditor yaitu memberikan penilaian secara independen dan profesional atas keandalan dan kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan. Auditor eksternal dapat menjadi mekanisme pengendalian terhadap manajemen agar manajemen menyajikan informasi keuangan secara andal, dan terbebas dari praktik kecurangan akuntansi. Peran ini dapat dicapai jika auditor eksternal memberikan jasa audit yang berkualitas (Nuryaman, 2008).
              Meutia (2004) menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik yang lebih besar, kualitas audit yang dihasilkan juga lebih baik. Perbedaan kualitas jasa yang ditawarkan kantor akuntan publik menunjukkan identitas kantor akuntan publik tersebut. Independensi dan kualitas auditor dapat berdampak pada pendeteksian manajemen laba. Terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini sehingga dapat mengurangi tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. KAP big 4 seringkali dihubungkan dengan kualitas audit yang tinggi daripada KAP non big 4. KAP big 4 adalah kelompok empat firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup. Empat besar auditor yaitu (www.wikipedia.com:2013):
  • PWC (Officially PricewaterhouseCoopers).
  • Deloitte Touche Tohmatsu.
  • Ernst & Young.
               Dan berikut ini adalah KAP di Indonesia yang tergolong besar adalah yang berafiliasi dengan KAP Big 4 yaitu (www.wikipedia.com:2013):
  • KAP Haryanto Sahari, Tanudireja, Wibisana berafiliasi dengan PWC.
  • KAP Osman Bing Satrio berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu.
  • KAP Purwanto , Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernst & Young.
  • KAP Sidharta, Sidharta, Widjaja berafiliasi dengan KPMG.